• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kawasan Suci dan Tempat Suci a)Kawasan Suci

4.7 Kondisi Sosial dan Ekonomi

4.7.3. Kawasan Suci dan Tempat Suci a)Kawasan Suci

Menurut Bhisama PHDIP 1994, Agama Hindu dalam kitab sucinya Weda, telah menguraikan tentang apa yang disebut dengan tempat-tempat Suci dan Kawasan Suci, Gunung, Danau, Campuhan (pertemuan dua sungai), Pantai Laut dan sebagainya diyakini memiliki nilai-nilai kesucian. Oleh karena itu Pura dan tempat-tempat suci umumnya didirikan di tempat tersebut, karena di tempat itu orang-orang suci dan umat Hindu mendapatkan pikiran-pikiran suci (wahyu).

Tempat-tempat suci tersebut telah menjadi pusat-pusat bersejarah yang melahirkan karya-karya besar dan abadi lewat tangan Orang-Orang Suci dan para Pujangga untuk kedamaian dan kesejahteraan umat manusia, Maka didirikanlah Pura-Pura Sad Kahyangan, Dang Kahyangan, Kahyangan Tiga dan lain-lain.

Selanjutnya pengertian dan jumlah Kawasan Suci berkembang, dan secara umum dapat diuraikan sebagai berikut:

Kawasan Suci adalah suatu wilayah yang melengkapi bangunan suci maupun wilayah pendukung kegiatan pada bangunan suci tersebut yang telah mendapatkan upacara “bhumi Sudha” yaitu upacara untuk menarik kekuatan Ida Sanghyang Widhi dan menghilangkan segala kekotoran secara spiritual terhadap wilayah/kawasan suci tersebut, seperti; danau, hutan, laba pura, mata air suci (beji), sungai, jurang, ngarai atau campuhan (pertemuan sungai), pantai, setra dan perempatan agung. Sedangkan ukuran dari suatu kesucian adalah sangat relative dan sulit ditentukan, tetapi untuk adanya suatu kebersamaan sikap, prilaku dalam menghayati sesuatu perlu adanya keyakinan terhadap apa yang dipercaya di dalam pelaksanaan agama Hindu. Suci adalah suatu keadaan yang diyakini dan dipercaya oleh umat Hindu baik terhadap tempat, wilayah, benda, ruang, waktu yang memberikan rasa aman, tentram, rasa tenang, rasa hening dan telah mendapat upacara secara agama Hindu sehingga tercapainya keseimbangan, keselarasan dan ketentraman hidup. Hal ini sesuai dengan jiwa yang termuat dalam Bhisama PHDIP 1994.

Penerapan Kawasan Suci agar penerapan program pembangunan yang seimbang perlu adanya penyempurnaan terhadap Tri Hita Karana, yaitu

menjaga kelestarian dan kesucian Sad Kerti serta menjaga wilayah Bhisama, yaitu:

a. Atma Kerti, kesejahteraan jiwa atau rohani, yang dilakukan dengan berbagai program di setiap desa pakraman atau berbagai pasraman, paguyuban di bidang kerohanian dan upaya melindungi, memelihara, dan memungsikan berbagai kawasan suci.

b. Wana Kerti, yaitu kesejahteraan tumbuh-tumbuhan dan segala isinya yang diwujudkan dalam bentuk hutan. Secara niskala dahulu setiap hutan dibangun Pura Alas Angker, untuk menjaga hutan secara niskala dan secara sekala harus dibentengi dengan aturan perlindungan kawasan hutan. Dari hutan vibrasi kesucian menyebar sesuai dengan lontar Wana Kerthi yang menyebutkan “Anganyut aken letuhing bhuwana” yang artinya menghilangkan niat dan tindakan yang merusak alam, dibuatlah oleh leluhur dalam bentuk hari raya tumpek bubuh atau wariga untuk memuja Hyang Tumuwuh ”dewa tumbuh-tumbuhan”, dengan memuja kita kuat jiwa untuk selalu ingat menjaga serta melestarikan alam untuk kesejahteraan manusia.

c. Danu Kerti, yaitu suatu upaya menjaga kelestarian dan kesucian sumber-sumber air tawar, yang diwujudkan dengan Danu. Dalam Menawa Dharma Sastra IV.52, sangat dilarang berludah, kencing, membuang kotoran apa lagi membuang sampah dan racun di kawasan Danu. Barang siapa yang melakukan itu akan kekurangan kesejahteraan/makna hidupnya. Saat ini kelestarian fungsi danau telah menurun seingga perlu adanya program pembangunan untuk mengembalikan fungsinya.

d. Segara Kerti, yaitu upaya untuk menjaga kelestarian samudra sebagai sumber alam tempat leburnya semua kekeruhan. Samudra memiliki fungsi yang sangat kompleks dalam kehidupan umat manusia. Di segara-lah diadakan berbagai macam upacara penyucian dan peleburan seperti nangluk merana, melasti dan menghanyut abu jenazah dan lainnya. Semua upacara itu bermakna untuk menjaga kelestarian dan kesuburan segara. Dari segara, semuanya bermula dan berakhir. Tepi segara hendaknya tetap dijaga hutan bakaunya, tidak dikotori dengan pembuangan sampah, tetap

dijaga kesucian dan keserasiannya sebagai tempat pengheningan dan peleburan bagi masyarakat.

e. Jagat Kerti, yaitu upaya untuk melestarikan keharmonisan sosial yang dinamis. Wujud dari ini adalah desa pakraman. Dalam sistem desa ini dibangun suatu keharmonisan antara hubungan manusia dan Ida Hyang Widhi dengan sradha dan bhakti, hubungan antara manusia dan sesama berdasarkan saling pengabdian “paras-paros sarpanaya salumlum sebayantaka”, hubungan antara manusia dan lingkungannya berdasarkan kasih sayang. Hubungan ini merupakan hubungan timbal balik yang disebut Cakra Yadnya. Dalam Bhagawagitha disebutkan hubungan tersebut akan menimbulkan suasana sosial yang menjamin setiap orang dapat menjalankan swadharma-nya masing-masing.

f. Jana Kerti, yaitu membangun kualitas manusia secara individu maupun kelompok sehingga menjadi manusia “pawongan” Bali yang sejahtera, dengan memberikan kecerdasan spiritual berkelanjutan untuk menjaga keajegan pembangunan Bali

Penerapan kawasan suci di atas ke dalam fungsi ruang, perlu adanya kebijakan untuk memposisikan fungsinya tersebut didalam hirarki zonasi fungsi ruang. Dengan demikian diperlukan adanya kebijakan dalam pengembangan Kawasan Lindung berupa perlindungan terhadap kawasan kawasan yang memiliki potensi alam yang khas, nilai historis dan budaya, serta kawasan yang diyakini memiliki nilai kesucian untuk mendukung tatanan kebudayaan Bali sebagai jatidiri wilayah. Untuk mengedepankan jatidiri dan kearifan lokal Bali yang berbeda dengan Provinsi lainnya di Indonesia, maka perlu dikembangkan komponen kawasan lindung tersendiri yaitu Kawasan Perlindungan tentang Kesucian.

Khusus mengenai tempat-tempat pemelastian yang ada di Kabupaten Jembrana dapat dilihat pada Tabel 2.12:

Tabel 4.12:

Tempat-Tempat Melasti di Kabupaten Jembrana

No Lokasi Nama Pantai

A. Kecamatan Melaya

Pantai Gilimanuk Pantai Candi Kusuma B. Kecamatan Negara

Pantai Baluk Rening Pantai Pengambengan C. Kecamatan Jembrana

Pantai Yeh Kuning D. Kecamatan Mendoyo

Pantai Delod Berawah Pantai Tembles Pantai Rambut Siwi Pantai Yeh Sumbul D. Kecamatan Pekutatan

Pantai Pangkung Jukung Pantai Gumbrih

Pantai Medewi Pantai Pangyangan Pantai Pengeragoan Sumber: Materi Teknis RTRW Kabupaten Jembrana Tahun 2012 – 2032

b) Kawasan Tempat Suci

Arahan Bhisama PHDI-1994, tempat suci/bangunan suci yang ada di Bali sering disebut Pura atau Kahyangan yang berwujud bangunan yang disakralkan sebagai tempat memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Tempat suci adalah suatu tempat yang berwujud tempat suci/bangunan suci atau Pura atau Kahyangan yang berwujud bangunan yang disakralkan sebagai tempat memuja Ida Sang Hyang Widhi wasa. Tempat suci terdiri dari Kahyangan Tiga, Dhang Kahyangan, Kahyangan Jagat, Sad Kahyangan dan sebagainya.

Bhisama Parisadha Hindu Dharma Indonesia mengenai Kesucian Pura No. 11/Kep/I/PHDI/1994 tertanggal 25 Januari 1994, menyatakan bahwa tempat-tempat suci tersebut memiliki radius kesucian yang disebut daerah Kekeran dengan ukuran Apeneleng, Apenimpug dan Apenyengker. Rinciannya adalah:

1. Untuk Pura Sad Kahyangan dipakai ukuran Apeneleng Agung (minimal 5 km dari Pura).

2. Untuk Pura Dang Kahyangan dipakai ukuran Apeneleng Alit (minimal 2 km dari Pura).

3. Untuk Pura Kahyangan Tiga dan lain-lain dipakai ukuran Apenimpug atau Apenyengker (tanpa menyebut jarak minimal dari Pura).

Selanjutnya Bhisama Kesucian Pura juga mengatur zonasi pemanfaatan ruang di sekitar pura yang berbunyi sebagai berikut :

Berkenaan dengan terjadinya perkembangan pembangunan yang sangat pesat, maka pembangunan harus dilaksanakan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Di darerah radius kesucian pura (daerah Kekeran) hanya boleh ada bangunan yang terkait dengan kehidupan keagamaan Hindu, misalnya didirikan Darmasala, Pasraman dan lain-lain, bagi kemudahan umat Hindu melakukan kegiatan keagamaan (misalnya Tirtayatra, Dharmawacana, Dharmagitha, Dharmasadana dan lain-lain).

Pengertian terkait Bhisama Kesucian Pura adalah:

 Bhisama adalah Sumpah Pemastu sebagai norma agama.

 Bhisama Kesucian Pura adalah norma agama yang ditetapkan oleh Sabha Pandita PHDI Pusat, sebagai pedoman pengamalan ajaran Agama Hindu tentang kawasan kesucian pura yang belum dijelaskan secara lengkap dalam kitab suci.

Wewidangan Desa Pakraman

Maka terkait dengan pengertian tersebut, maka Bhisama Kesucian Pura dapat diartikan sebagai sebuah janji suci umat Hindu kepada Bali, bahwa dalam radius kesucian pura yang telah ditetapkan telah diatur penggunaannya sesuai arahan zonasi diatas. Arahan zonasi diatas bila diterjemahkan dalam fungsi ruang mempunyai pengertian bahwa dalam radius kesucian pura hanya diperbolehkan untuk: pembangunan fasilitas keagamaan, dan ruang terbuka yang dapat berupa ruang terbuka hijau maupun budidaya pertanian.

Tempat suci yang terdapat di Kabupaten Jembrana terdiri dari: 1. 6 (enam) buah pura Dang Kahyangan.

2. 161 (seratus enam puluh satu) buah Pura Kahyangan Tiga (tersebar di 64 Desa Pakraman).

3. Sebaran pura lainnya.

Nama-nama Pura Dang Kahyangan di Kabupaten Jembrana dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut:

Tabel 4.13:

Pura Dangkahyangan di Kabupaten Jembarana

No Nama Pura Status

Lokasi

Desa/Kel Kecamatan

1 Pr. Rambut Siwi Dangkahyangan Yeh Embang Kangin Mendoyo

2 Pr. Perancak Dangkahyangan Perancak Jembrana

3 Pr. Kahyangan Jati

Dangkahyangan Pengambengan Negara

4 Pr. Majapahit Dangkahyangan Baluk Negara

5 Pr. Amertasari Dangkahyangan Loloan Timur Jembrana

6 Pr. Indrakusuma Dangkahyangan Candikusuma Melaya

Sumber: RTRW Kabupaten Jembrana Tahun 2012 – 2032.

Pura terotorial adalah pura sebagai pengikat solidaritas sosial berdasarkan wilayah adat yang disebut dengan Kahyangan Tiga (Puseh,

Dalem, Pura Desa). Adapun secara rinci jumlah Pura Kahyangan Tiga yang ada di wilayah perencanaan disajikan pada Tabel 4.14 berikut:

Tabel 4.14:

Pura Kahyangan Tiga di Kabupaten Jembarana

No Klasifikasi Lokasi Jumlah

(Buah) 1 Kahyangan Tiga Kecamatan Melaya 40 2 Kahyangan Tiga Kecamatan Negara 31 3 Kahyangan Tiga Kecamatan Mendoyo 50 4 Kahyangan Tiga Kecamatan Pekutatan 40

Jumlah 161

Sumber: Profil Kabupaten Jembrana, 2013

Pura fungsional adalah Pura yang banyak terkait dengan profesi sebagai petani diberi nama Pura Ulun Suwi, Bedugul, Empelan atau Masceti. Pura yang berkaitan dengan perkebunan dan kehutanan dengan perdagangan diberi nama Pura Melanting, Pura Pasar. Begitu pula yang berkaitan dengan nelayan diberi nama Pura Segara.

Pura Segara di Kabupaten Jembrana terdapat di Gilimanuk, Candikusuma, Pengambengan, Pekutatan, Yeh Kuning dan Pengeragoan.

Tabel 4.15:

Pura Segara di Kabupaten Jembarana

No Klasifikasi Lokasi Jumlah (Buah)

1 Pura Segara Gilimanuk Gilimanuk 1 2 Pura Segara Candikusuma Candikusuma 1 3 Pura Segara Pengambengan Pengambengan 1 4 Pura Segara Pekutatan Pekutatan 1 5 Pura Segara Yeh Kuning Yeh Kuning 1 6 Pura Segara Pengeragoan Pengeragoan 1

No Klasifikasi Lokasi Jumlah (Buah)

Jumlah 6

Sumber: Profil Kabupaten Jembrana, 2013

Profil Ekonomi

Salah satu implikasi adanya otonomi daerah adalah daerah memiliki wewenang yang jauh lebih besar dalam mengelola daerahnya baik itu dari sisi pelaksanaan pembangunan maupun dari sisi pembiayaan pembangunan. Salah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan pada pembangunan individu, kelompok maupun golongan, akan tetapi pembangunan ekonomi makro sebagaimana di Kabupaten Jembrana didasarkan pada beberapa penekanan seperti pencapaian terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pertumbuhan investasi.

Sebagai komponen ekonomi makro, maka keberadaan PDRB, APBD, PAD dan investasi seringkali menjadi komoditas politik. Kendatipun hal tersebut di Kabupaten Jembrana masih berkembang dalam batas-batas normatif.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Sebagai cerminan total nilai tambah yang tercipta akibat proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu, adalah PDRB yang memegang peran penting dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan. Dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Jembrana ditandai adanya perubahan atau pergeseran dalam kontribusi sektor ekonomi terhadap produk daerah sebagai akibat terjadinya pergeseran tenaga kerja dari sektor pertanian (primer) ke sektor industri (sekunder), kemudian kearah sektor jasa-jasa (tersier). Hal ini sesuatu yang sangat wajar dan biasa terjadi di daerah yang sedang membangun dan berkembang seperti Kabupaten Jembrana. Berdasarkan PDRB sementara tahun 2012, ekonomi Kabupaten Jembrana tumbuh sebesar 59,0 persen. Angka ini cenderung meningkat dibanding tiga tahun sebelumnya yang cenderung melambat yakni sebesar 5,61 persen pada tahun 2011; 4,57 persen pada tahun 2010; 4,82 persen pada tahun 2009.

Seiring perkembangan perekonomian khususnya perubahan pola konsumsi masyarakat membuat struktur ekonomi sedikit demi sedikit bergeser dari primer ke arah tersier. Hal ini tampak jelas dari kontribusi masing-masing sektor dalam membentuk PDRB Jembrana. Sektor, hotel dan restoran (PHR) yang mempunyai keterkaitan dengan pola konsumsi masyarakat dan imbas dari sektor pariwisata Bali, mempunyai konstribusi yang lambat laun mulai melampaui sektor pertanian. Pada tahun 2012 sektor pertanian menyumbang 24,00 persen terhadap PDRB Jembrana dan sektor perdagangan jauh melampaui yaitu sebesar 26,28 persen.

Pergeseran atau transformasi sektor ekonomi telah membawa berbagai implikasi. Salah satu implikasi tersebut adalah Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB di Kabupaten Jembrana merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan dan pembentukannya dipengaruhi oleh berbagai variabel. PDRB dapat dilihat dari dua sisi yaitu; PDRB atas dasar harga konstan yang perhitungannya dari jumlah produk yang dihasilkan setiap tahun dan dikalikan dengan harga tahun dasar. Dari sisi lain, besarnya PDRB atas dasar harga yang berlaku adalah jumlah produk yang dihasilkan oleh masyarakat setiap tahun dikalikan dengan perubahan harga setiap tahun.

Sebagimana dijelaskan di atas bahwa PDRB merupakan salah satu indikator dalam pembangunan ekonomi makro. Dalam kaitan dengan hal tersebut berikut ini disajikan perkembangan PDRB Kabupaten Jembrana atas dasar harga berlaku dari tahun 2008-2012 seperti tabel berikut ini.

Tabel 4.16:

PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2008-2012

Lapangan usaha Tahun (Jutaan) %

kenaikan

2008 2009 2010 2011*) 2012**)

1. Pertanian 2. Penggalian 3. Industri

4. Listrik dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel, Restauran 7. Pengangkutan, Komunikasi 8. Perbankan/Keuangan 9. Jasa-jasa 753.355,40 14.236,99 211.185,16 46.479,57 178.073,18 704.045,71 473,999,84 136,040,37 369.242,58 857.113,42 15.849,51 244.703,82 54.449,25 211.532,26 802.114,91 528.851,81 158.883,19 403.766,27 903.027,21 17.685,84 280.344,61 62.017,73 237.085,91 899.558,40 582.575,18 175.114,91 446.728,59 934.260,76 20.251,66 303.128,19 70.707,46 266.787,73 1.018.974,46 642.505, 72 642.505,72 189.939,26 489.753,02 1.056.917,33 22.581,55 330.434,02 82.406,81 301.174,56 1.157.322,27 706.931,34 206.605,02 539.164,02 13,13 11,50 9,01 16,55 12,89 13,58 10,03 8,77 10,09

Sumber : BPS Kabupaten Jembrana Tahun 2012 * )Angka Sementara

**) Masih sangat sangat sementara

Berdasarkan tabel di atas, bahwa kontribusi dibidang pertanian masih dominan disusul bidang perdagangan, hotel dan restauran serta bidang pengangkutan dan komunikasi, terlihat bahwa kontribusi masing-masing lapangan usaha terhadap PDRB di Kabupaten Jembrana setiap tahun mengalami peningkatan, peningkatan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah peningkatan jumlah produksi (barang dan jasa) yang dihasilkan oleh lapangan usaha serta peningkatan tersebut dipengaruhi oleh perubahan harga yang terjadi setiap tahun. Untuk lebih jelasnya, PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku tahun 2012 dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Gambar 4.18: PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku

Selanjutnya perkembangan PDRB di Kabupaten Jembrana atas dasar harga konstan dapat dilihat seperti tabel di bawah ini.

Tabel 4.17:

PDRB Atas Dasar Harga Konstan , PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Jembrana Tahun 2008 – 2012

Tahun

PDRB

Atas Dasar Harga Konstan (dalam jutaan Rp)

PDRB

Atas Dasar Harga Berlaku (dalam jutaan Rp) 2008 2009 1.586.805,71 1.663.345,44 2.891.658,80 3.277.309,44

2010 2011*) 2012**) 1.739.283,69 1.836.899,81 1.945.292,01 3.602.938,38 3.936.308.,38 4.403.536,91

Dokumen terkait