• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ujian Tertutup:

E. Kawasan Tropis Pegunungan

20

menghemat ruang, mudah dibaca dan kemudian dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara pola-pola komposisi spesies dengan gradasi lingkungan yang mempengaruhi pola-pola tersebut.

Hal yang penting untuk diingat yaitu, tujuan ordinasi adalah untuk membantu peneliti menemukan pola-pola tertentu dari seperangkat data yang terlalu rumit untuk diinterpretasi. Teknik ordinasi yang baik akan sanggup mengidentifikasi dimensi-dimensi paling penting dari perangkat data yang sedang dianalisis, dan mengabaikan gangguan dalam rangka memperlihatkan pola-pola tersebut. Namun demikian, ordinasi seharusnya tidak digunakan di dalam kajian yang dituntun oleh hipotesis. Ordinasi dapat dipandang sebagai alat untuk mengeksplorasi data. Dengan demikian, analisis post-hoct dapat diterima, dan banyak teknik yang berbeda dapat diterapkan pada perangkat data yang sama. Tidak ada hipotesis nol yang dapat ditolak, demikian juga nilai p untuk menguji signifikasi secara statistik. Ketika nilai p (p-value/probablitas p) diusulkan, maka ia hanya dapat digunakan sebagai tuntunan yang kasar atau indikator dari proses-proses yang ada, yang memiliki kemungkinan menjelaskan pola-pola komunitas (Clarck, 1984).

Analisis faktor adalah salah satu metode statistik multivariat yang sering digunakan dalam ordinasi (Clifford & Stephenson, 1975; Greig-Smith, 1983). Analisis faktor merupakan istilah umum untuk sejumlah teknik matematik dan statistik yang berbeda tapi berhubungan, yang dirancang untuk meneliti sifat hubungan-hubungan antara variabel dalam perangkat (set) tertentu. Masalah dasarnya adalah menentukan apakah variabel-variabel n dalam suatu perangkat menunjukkan pola hubungan satu sama lain, sehingga perangkat tersebut dapat dipecah menjadi subperangkat m, yang masing-masing terdiri atas sekelompok variabel yang cenderung lebih berhubungan satu sama lain dalam subperangkat dari pada variabel lain dari subperangkat yang beda (Hardjodipuro, 1985).

E. Kawasan Tropis Pegunungan

Istilah ataupun nama hutan hujan tropis umumnya diberikan tidak hanya pada hutan selalu hijau dari dataran rendah tropis yang lembab. Formasi ini ditemukan juga menyebar mulai pada ketinggian rendah sampai pada ketinggian

sedang di daerah pegunungan tropis, walau dengan struktur yang tidak semelimpah dibanding hutan hujan tropis dataran rendah (Richard, 1964).

Penyebaran kawasan tropis pegunungan berdasarkan lintang terbatas pada kawasan tropis, yang meliputi wilayah katulistiwa dan meluas ke utara sampai garis balik utara dan ke selatan sampai garis balik selatan. Hutan tropis pegunungan ditemukan pada ketinggian antara 500 m sampai dengan 4000 m dpl, dan sebagian besar terletak pada kisaran ketinggian antara 1500 m dpl sampai dengan 2800 m dpl. Namun pada daerah kepulauan di daerah tropis, misalnya di kepulauan Karibia, hutan tropis pengunungan telah dapat ditemukan pada ketinggian 300 m dpl (Kappelle, 2004). Menurut UNEP (2003) sekitar 3.4% dari permukaan bumi di daerah tropis adalah kawasan pegunungan.

Zonasi di kawasan pegunungan terkait dengan penyebaran tumbuhan dan pada gilirannya terkait dengan perubahan kondisi lingkungan terutama iklim yang terdapat di sepanjang pegunungan. Semakin tinggi lokasi suatu daerah kondisi iklim menjadi semakin tidak bersahabat terhadap mahluk hidup, dan dalam kaitannya dengan tumbuhan akan ditemukan perubahan struktur dan komposisi seiring dengan perubahan ketinggian (UNEP, 2003).

Kawasan Malesia oleh Van Steenis (1972) yang mencakup Semenanjung Malaysia, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua Nugini memiliki beberapa zona kehidupan. Zona ini ditetapkan oleh Van Steenis setelah mengkaji perubahan komposisi spesies tumbuhan berdasarkan ketinggian tempat dengan cara menemukan batas distribusi terendah dan tertinggi dari spesies tersebut di kawasan ini. Zona kehidupan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ketinggian 1 – 1000 m dpl : Zona Tropis dan pada rentang ketinggian 500 – 1000 m dpl disebut zone Colline.

2. Ketinggian 1000 – 1500 m dpl : Zona Sub Pegunungan. 3. Ketinggian 1500 – 2400 m dpl : Zona Pegunungan. 4. Ketinggian 2400 – 4000 m dpl : Zona sub Alphin 5. Ketinggian 4000 – 4500 m dpl : Zona Alphin 6. Ketinggian di atas 4500 m dpl : Zona Nival.

Setiap kenaikan 100 m dpl penurunan suhu udara yang terjadi adalah sekitar 0.60 C namun penurunan ini juga bergantung pada faktor-faktor seperti penutupan

22

oleh awan, waktu, dan kandungan uap air yang terdapat di udara (Hadiyanto, 1997). Perubahan dari hutan tropis dataran rendah menjadi hutan tropis sub pegunungan nampaknya sangat banyak dipengaruhi oleh suhu udara, yaitu saat suhu udara turun di bawah 180C banyak spesies tumbuhan dataran rendah digantikan oleh spesies pegunungan yang secara floristik berbeda. Pada pegunungan daratan di daerah tropis transisi ini biasanya ditemukan pada ketinggian 1200–1500 m dpl (Bruijnzeel, 2001), bahkan menurut Van Steenis (1972) kawasan ini telah ditemukan pada kisaran ketinggian 1000-1500 m dpl.

Perubahan struktur, fisiognomi, dan komposisi hutan dari hutan tropis dataran rendah ke hutan tropis sub pegunungan bersifat gradual yakni tinggi, ukuran, biomassa, dan keanekaragaman pohon semakin berkurang (Aiba & Kitayama, 1999; Bruijnzeel, 2001). Pohon-pohon mencuat yang besar dan ditemukan melimpah pada hutan tropis dataran rendah menjadi sangat sedikit pada hutan sub pegunungan. Penyusutan ini menyebabkan strata pepohonan pada hutan tropis dataran rendah yang terdiri atas 3 lapis, menjadi 2 lapis (Whitmore, 1986). Hanya sedikit pepohonan yang memiliki banir, dan jika ada, ukurannya kecil. Tumbuhan liana berkayu berukuran besar juga jarang ditemukan. Pada sisi lain tumbuhan epifit seperti anggrek jauh lebih melimpah (Whitten et al., 1996).

Tipe hutan sub pegunungan tropis di gantikan oleh tipe hutan pegunungan pada ketinggian tempat penutupan oleh awan berlangsung terus menerus. Pada pegunungan-pegunungan besar, kisaran ketinggian hutan tropis pegunungan adalah 2000-3000 m dpl. Perbedaan tinggi pohon yang jelas akan ditemukan antara hutan tropis sub pegunungan dengan hutan tropis pegunungan pada hutan sub pegunungan tinggi pepohonan relatif masih tinggi, berkisar antara 15-35 m dan pada hutan tropis pegunungan hanya berkisar 2–30 m dan tertutup oleh lumut sangat melimpah (70–80% tertutup oleh Bryophyt) (Bruijnzeel, 2001), dan pada hutan ini epifit jenis anggrek semakin berkurang dan digantikan oleh spesies paku-pakuan transparan. Ukuran pohon lebih kecil dan kanopi menjadi lebih seragam (Whitmore, 1986).

Di atas kawasan yang selalu tertutup awan curah hujan berkurang dengan drastis. Karakter lingkungan menjadi kering dan hutan menjadi semakin terbuka (Walter, 1971) dan pepohonan sangat kerdil dengan ketinggian berkisar antara

1.5–9 m. Pada kawasan ini tumbuhan epifit tidak ditemukan sama sekali dan kelimpahan lumut sangat besar. Kawasan ini adalah kawasan hutan sub alphin dan ditemukan pada kisaran ketinggian 2800-3200 m dpl (Bruijnzeel, 2001).

Sebagian besar kawasan hutan hujan tropis Indo-Malaya dan Australia adalah daerah pegunungan. Pegunungan yang ada di kawasan ini jarang yang mencapai ketinggian 3500 m, dan sebagian besar di antaranya jarang mencapai ketinggian yang secara iklim pertumbuhan pohon menjadi terhambat. Hanya puncak Gunung Kinabalu di Sabah dan Pegunungan Jayawijaya di Papua yang memiliki ketinggian di atas 4000 m dpl (Richard, 1964).

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN