• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Studi Etnografi pada Masyarakat Adat Suku Nuaulu di Pulau Seram, Negeri Nua Nea Kec

SMA sederajat

B. Deskripsi Hasil Penelitian

2) Kawin minta bini/ maso minta (meminang)

Kawin minta bini (maso minta) adalah istilah khas suku Nuaulu atau dapat disamakan dengan meminang. Bentuk kawin dengan meminang ini adalah bentuk khas masyarakat yang hubungan kerabatnya adalah patriilineal (kelompok garis keturunan ayah) yang juga berlaku bagi suku Nuaulu. Adapun rangkaian upacara menurut tahap-tahapannya sebagai berikut:

a) Acara peminangan

Pada umumnya kawin minta (maso minta) ini ada beberapa tahap yang harus dilalui oleh pihak laki-laki. Mula-mula kontak pertama tidak terjadi antara pribadi calon suami dengan mertuanya, tetapi dikirim utusan atau juru biacara yang istilah mereka (ruetawamana). Sebenarnya sebelum sang pemuda dan sang gadis sudah saling berjanji untuk menikah. Sehingga apa yang dilakukan oleh orang tua hanya sekedar untuk memenuhi ritual memenuhi dan menjalankan ketentuan-ketentuan hukum adat sehingga dari pihak laki-laki harus mengirim utusan mengenai keluarga perempuan menyampaiakan maksud dan tujuan dari keluarga laki-laki untuk meminang si gadis untuk dijadikan istri.

Biasanya pada waktu kunjungan pertama ini, walaupun masih secara penjajakan pihak yang melamar sudah memabawa sesuatu bawaan sebagai oleh-oleh untuk membuka pembicaraan. Kunjungan pertama ini biasanya disebut

dengan istilah “rue tawamana” artinya “duduk biacara adat. Dalam pertemuan tersebut dibicarakan mengenai jumlah uang dan barang yang akan dijadikan sebagai harta kawin. Seandainya diperoleh kesepakatan untuk menerima lamaran

tersebut,maka pihak perempuan kemudian mengutus seorang laki-laki (paman dari calon istri) yang menjadi juru bicara (ruetawamana) menuju ke rumah laki-laki untuk diadakan rundingan lanjutan dimana diputuskan tentang harta kawin dari pihak pria yang pada saat kakan dilangsungkan perkawinan.

b) Pembicaraan harta kawin dan tanggal perkawinan

Pembicaraan tahap kedua mengenai ketentuan jumlah uang dan macam barang/benda yang akan dijadikan harta oleh pihak perempuan. Jika dari pihak merasa ketentuan sedikit memberatkan, maka bisa dilakukan kegiatan tawar menawar diantara kedua belah pihak. Dahulu barang harta berupa barang-barang antik yang sekarang sudah sangat sulit untuk diperoleh apalagi dalam jumlah yang banyak. Seperti gong, kain lenan yang terbuat dari serat enau kalung ular dari emas, barang-barang porselin dan kain gendong serta berang (kain merah). Kini sudah diganti, karena beberapa dari barang tersebut sudah sulit untuk didapat. Biasanya harta tersebut berupa :

(1) 5 buah piring tua, yang sudah menjadi warisan turun temurun dari nenek moyang suku naulu utuk anak cucu mereka

(2) Kain merah 5 meter

(3) Uang minimal, Rp. 5.000.000,

(4) Kain 100 buah beserta kebaya yang akan di bagikan kepada seluruh keluarga, baik keluarga calon pengantin pria, maupun wanita. Kain dan kebaya beserta uangnya ini, di serahkan kepada calon pengantin wanita beberapa hari sebelum hari Ha pelaksanaan pernikahannya diselenggarakan. Semuanya ditanggung bersama keluarga calon pengantin pria.

Menurut Bapak Tuale Matoke Harta dari pihak lelaki kepada calon pengantin wanita juga tergantung dari keluarga dekat saudara kandung wanita, diantaranya jika wanita yang akan dinikahi mempunyai 6 saudara, dan masing-masing saudara meminta harta sebanyak yang diinginkan maka pihak laki-laki mempunyai kewajiban untuk membayar harta tersebut. Biasanya untuk meringankan dalam memenuhi persyaratan saudara-saudara calon pengan tin wanita, dari calon pengantin pria di bantu juga oleh para kerabatnya dalam hal memenuhi harta yang diminta.

c) Bawa harta (Rori Susau) di acara perkawinan

Setelah semuanya telah disetujui bersama maka pada tanggal perkawinan yang telah ditetapkan pihak laki-laki membawakan harta yang telah disepakati di hari perkawinan. upacara ritual perkawinan dipimpin oleh kepaala suku Matoke didampiingi oleh soa adat lainnya. Mempelai permpuan akan dibawa menuju ke rumah mempelai laki-laki beserta semua harta kawin yang telah diberikan oleh calon suaminya itu. Pemeberkatan nikah kemudian dipimpin oleh kepala suku, dengan mendoakan secara khusus kedua mempelai setelah itu menanyakan kepada kedua mempelai “apakah mereka saling mencintai?”. Selanjutnya untuk menyatukan dan mengikat sebagai bukti bahwa meraka benar-benar adalah suami istri yang sah dimata hukum adat, maka sebagaiman dalam pernikahan yang terjadi bagi yang yang beragama islam dan Kristen ditandai dengan sebuah cincin pernikahan. Bagi masyarakat suku Nuaulu cincin itu diibaratkan dua buah kain sarung yang telah dipersiapkan oleh kedua mempelai baik dari pihak calon istiri maupun calon suami. Kain sarung yang dibawa oleh suami akan dimasukan/disarungkan ke istri, sebaliknya kain sarung yang punya istri akan di masukan/disarungkan ke suami. Dengan demikian keduanya dinyatakan telah menjadi suami istri yang sah.

Selanjutnya kedua mempelai diberikan nasihat/petuah dari kepala suku dan juga tua-tua adat yang lainnya. Adapun pepatah yang diberikan yaitu jangan sampai ada perselingkuhan. Laki-laki suku nuaulu terkenal setia terhadap pasangannya. Kalaupun ada yang melaggar dari semuanya itu maka akan dikenakan sanksi. Sanksinya berupa pengusiran dari tempat tinggalnya. Setelah selesai diberikan nasihat, seterusnya pasangan baru tersebut dibawa kedapur dan disana mereka saling mencium tangan kanan mereka masing-masing dan kemudian meletakan tangan kanan mereka diatas tungku dapur yang maksudnya agar nantinya mereka bisa hidup berkecukupan, tidak akan mengalami kesulitan tentang nafakah hidup.

d) Menyuapi pengantin perempuan (Pamana) dan Makan Patita

Upacara berikut yaitu makan bersama (makan patita), yang didahului sebelumnya dengan dilaksanakan upacara pamana yakni menyuapi pengantin perempuan. Acara ini dipimpin oleh istri kepala suku Matoke. Dalam acara ini,

beberapa saudara dari pengantin laki-laki baik itu kaka/adik, oom dan tante akan mengambil sedikit-sedikit dari setiap makanan yang sudah tersedia dan menyuapkannya kepada pengantin perempuan. Maksudnya supaya dia tidak lagi merasa malu-malu atau asing dirumah mertuanya. Setelah itu dilanjutkan dengan diadakannya makan bersama. Berakhirnya makan brsama ini maka berakhir pula ritual upacara perkawinan meminang (maso minta ) ini.