• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN CIVIC CULTURE MELALUI PENDIDIKAN FORMAL DAN BUDAYA LOKAL MASYARAKAT SUKU NUAULU : Studi Etnografi pada Masyarakat Adat Suku Nuaulu di Pulau Seram, Negeri Nua Nea Kec. Amahai Kab. Maluku Tengah Prov. Maluku.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN CIVIC CULTURE MELALUI PENDIDIKAN FORMAL DAN BUDAYA LOKAL MASYARAKAT SUKU NUAULU : Studi Etnografi pada Masyarakat Adat Suku Nuaulu di Pulau Seram, Negeri Nua Nea Kec. Amahai Kab. Maluku Tengah Prov. Maluku."

Copied!
337
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Almond, Gabriel and Verba, Sidney. (1963). The Civic Culture: Political Attitude and Democracy in Five Nations. Boston: Little, Brown and Company.

Azis, A. Wahab. &Sapriya.(2011). Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan.Bandung: Alfabeta

Azis, A. Wahab. &Sapriya.(2006). Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan.Bandung: Alfabeta

Beiner, Ronald (Ed). (1995). Theorizing Citizenship. New York: State University of New York Press

Budimansyah, D. &Suryadi, K. (2008).PKn dan Masyarakat Multikultural.Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.

Bungin, B. (2012). PenelitianKualitatif: (edisi kedua). Jakarta: KencanaPrenada Media Group

Bridges, Thomas. (1994). The Culture of Citizenship: Inveting Postmodern Civic Culture SUNY Series in Social and Political Thought. New York: State University Of New York

Cogan and Derricott.(1998).Citizenship Education For the 21st Century: Setting the Context. London: Kogan Page

Creswell, John.W. (2010). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Efendi, Ridwan & Sapriya (2004) Makna dan Tanggung Jawab Sebagai Warga Negra Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Fathoni, Abdurrahmat.(2006). Antropologi Sosial Budaya. Jakarta: PT Rineka Cipta

(2)

Grant, L., & Fine, G. A. (1992). Sociology unleashed: Creative directions in classical ethnography. In M. D. LeCompte, W.L. Millroy, & J. Preissle (Eds.), The Handboks of Qualitattive reserach in Education (pp.405-446). New York: Academic Press.

Horton, Paul B dan Hunt, Chester, (1992).Sosiologi Jilid 1 dan Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Koentjaraningrat, (2009).Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta: Rineka Cipta

---(2004). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.Jakarta: PT. Rineka Cipta

Miles dan Huberman.(2007). Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-motode baru.Jakarta : Universitas Indoneisa Press.

Moleong, L.J. (2003). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Moleong.L.J. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya

Nasution.(1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: PT Tarsito.

Nasikun, (1995).Sistem Sosial Indonesia.Jakarta: Raja Grafindo Persada

Soekanto, Soerjono, (2003). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sugiono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumaantmadja, N. (2010). Manusia Dalam Konteks Sosial, Budaya dan Lingkungan Hidup.Bandung: Alfabeta.

Tilaar, H.A.R., (2002). Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.

Tilaar, H. A. R. (2004). Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung : Rosda Karya.

(3)

---, (2007) Membangun Semangat Kebangsaan dan Cinta Tanah Air Melalui Pendidikan Kewarganegaraan.PPs-UPI

Winaputra, Udin S. Dan Budimansyah, (2012). Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif Internasional: Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Widya Aksara Press

Wiriaatmadja, Rochiati (2002). Pendidikan Sejarah di Indonesia; perspektif Lokal, Nasional, dan Global.Bandung: Historia Utama

Tesis dan Disertasi

Alrakhman, R. (2008).Pengembangan Budaya Kewarganegaraan Indonesia Melalui Pendidikan Kewarganegaraan Di Lingkungan Paguyuban Pasundan (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

Idham, A. (2009).Pengaruh pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture) melalui kegiatan ekstarakurikuler terhadap pengembangan sikap patriotism(studi deskriptif pelaksanaan kegiatan Ekstrakurikuler dalam rangka pengembangan budaya kewarganegaraan di SMA Negeri di Kota Pontianak).(Tesis).Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Matitaputty,J. (2010).Nilai-Nilai Kearifan Adat Dan Tradisi Di Balik Ritual Daur Hidup (Life Cycles) Pada Masyarakat Suku Nuaulu Di Pulau Seram Sebagai Sumber Pembelajaran Ips :Studi Etnografi Di Desa Tamilou Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah.(Tesis).Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Sari, W, (2013).Pengaruh Status Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Tanggung Jawab Sosial Warga Negara : Studi Analisis Korelasi, Analisis Determinan dan Analisis Kovarians Pada Mahasiswa Universitas Nasional Pasim Bandung dan Universitas Nurtanio Bandung. (Tesis).Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

(4)

Artikel Jurnal dan Makalah

Creese A., BhattA., Bhojani N., Martin P, (2008). Fieldnotes in team ethnography: researching complementary schools:Qualitative Research: SAGE Publications Los Angeles, London, New Delhi and Singapore), 8(2), hlm 197–215

Hofstede, G. (1983). National Culture in Four Dimensions: A Research-Based Theory of Cultural Differences among Nations. International Studies of Management & Organization,13 (1-2), hlm. 46 – 74

Palupi, L.S. (2007). Menigkatkan Rasa Cinta Tanah Aiar Dengan Pendidikan Berbasisi Nilai-Nilai Budaya. Prespektif Psikologi : tidak diterbitkan

Sartini, Ni Wayan. (2009). Menggali Nilai Kearifan Lokal Budaya Jawa Lewat Ungkapan (Bebasan, Seoka, dan Paribasa). Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume V No. 1 April 2009

Wagiran.(2012). Pengembangan Karakter Berbasis kearifan lokal Hamemayu Hayuning Bawana, Dalam Jurnal Pendidikan Karakter. Tahun II (2) , 329-339

Zaki, Dib Claudio (1987), Formal, Non Formal, And Informal Education:Concepts/Applicability.Conference Proccedings, American Innstitute of , New York. (online). Diakses dariwww.techne-dib.com

Peraturan, Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(5)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Bab V membahas tentang simpulan dan saran. mengacu pada hasil temuan dan pembahasan penelitian yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat dirumuskan beberapa simpulan dan rekomendasi sesuai dengan hasil penelitian.

A. Simpulan

1. Simpulan Umum

Berdasarkan sejumlah temuan penelitian yang diuraikan pada bahasan sebelumnya maka secara umum dapat disimpulkan bahwa melalui nilai-nilai budaya lokal pada budaya suku Nuaulu di Pulau Seram Negeri Nua Nea Kec. Amahai Kab. Maluku Tengah terdapat beberapa nilai-nilai kearifan lokal dan merupakan bagian dari pengembangan civic culture. Kebudayaan Suku Nuaulu sesuai dengan siklus kehidupan manusia meliputi kehamilan, kelahiran, masa dewasa, perkawinan, dan kematian. Dalam proses kebudayaan ini terdapat nilai-nilai budaya lokal masyarakat suku Nuaulu mengenai adat, upacara kehamilan sembilan bulan sampai kelahiran, upacara masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa yaitu pinamou untuk masa dewasa bagi perempuan, dan pataheri untuk masa dewasa bagi laki-laki, upacara perkawinan, dan upacara kematian sebagai pedoman berprilaku sehari-hari. Kebudayaan dan nilai-nilai kearifan lokal terdapat sebuah nilai-nilai civic culture yaitu sikap saling percaya, sikap kemampuan bekerja sama, kepercayaan (religius), tanggung jawab, solidaritas, musyawarah, kebersamaan, gotong royong, saling menghormati, cinta tanah air, kepedulian, nilai kemandirian dan nilai pengetahuan.

(6)

Ritna Wati Utami, 2015

lingkungan sekolah dilakukakn dengan mengembangan nilai-nilai budaya lokal sebagai usaha penegmbangan civic culture yang merupakan bagian dari warga negara. Budaya lokal suku Nuaulu mengandung nilai-nilai luhur budaya bangsa yang sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 pasal 3 dan objek citizenship education serta mencerminkan budaya kewarganegaraan (civic culture).

Pengembangan civic culture di masyarakat suku Nuaulu melalui bentuk kegiatan dan pembinaan budaya lokal suku Nuaulu dengan sosialisasi, enkulturasi dan menginternalisasi nilai-nilai budaya lokal suku Nuaulu melalui pendekatan interventif dan habituasi yang dilakukan di ruang lingkup informal dan non formal.

Masyarakat suku Nuaulu memiliki pengembangan kebudayaan yang mana dulunya masyarakat suku Nuaulu sangat tertutup terhadap kebudayaan luar tetapi sekarang sudah mulai terbuka dengan kebudayaan luar. Kondisi perilaku, kepribadian masyarakat suku Nuaulu di Nua Nea mulai berubah seiring dengan interaksi sosial mereka dan pendidikan formal mulai dilibatkan dalam kehidupan mereka dalam artian banyak dari mereka yang sudah sekolah. Beberapa perilaku yang ditampilkan masyarakat suku Nuaulu diantaranya: cinta tanah air, partisipatif, cerdas, saling menghargai dan menghormati, toleransi, tanggung jawab, kreatif, mandiri, sopan santun. Perilaku yang ditampilkan diatas tentunya karena tanggung jawab sekolah melalui pengajaran yang terencana dalam mempersiapkan peserta didik agar memiliki perilaku, nilai, dan norma yang sesuai dengan sisitem yang berlaku sehingga dapat mewujudkan totalitas manusia yang utuh dan mandiri sesuai dengan tata cara hidup bangsa. Meskipun dalam pengembangan civic culture melalui pendidikan formal dan nilai-nilai budaya lokal mengalami beberapa kendala yang berkaitan dengan pelestarian dan pewarisan budaya lokal.

2. Simpulan Khusus

Merujuk pada sub masalah penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dirumuskan kesimpulan sebagai berikut :

(7)

kematian pada proses ritualnya meliputi ritual upacara kehamilan Sembilan bulan sampai kelahiran, ritual masa dewasa bagi perempuan (pinamou) dan masa dewasa bagi laki-laki (pataheri), ritual upacara perkawinan, dan upacara kematian terdapat nilai-nilai civic culture yaitu sikap saling percaya, kemampuan bekerja sama, keprcayaan (religius), tanggung jawab, patriotisme, solidaritas, sopan santun, saling menghormati, musyawarah, gotong royong, dan cinta tanah air.

2) Meknisme Pengembangan civic culture melalui budaya lokal berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam siklus kehidupan masyarakat suku Nuaulu yang sesuai dengan nilai Pancasila dan UUD 1945 berjalan dengan cara natural atau alamiah dan spontan. Pendidikan tentang kebudayaan dan nilai-nilai kearifan lokal di masyarakat suku Nuaulu melalui pendidikan infomal (keluarga) dan non formal (masyarakat) juga berjalan dengan cara alamiah atau natural dan spontan. Dalam proses pembelajaran suku Nuaulu terdapatnya sebuah proses pendidikan dengan cara internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi. Mekanisme pengembangan civic culture meliputi : budayawan, pemerintah, masyarakat suku Nuaulu melalui remaja melalui pendekatan interventif dan habituasi di keluarga yang meliputi pemberian pemahaman, memberikan keteladanan, membangun kebersamaan dan komunikasi. Interventif dilingkungan sekolah salah satunya melalui pembelajaran PKn. Habituasi dilingkungan masyarakat melalui kegiatan ritual masa dewasa pinamou bagi perempuan dan pataheri bagi laki-laki, memperkenalakan pada anak usia dini dan melibatkan generasi muda mengikuti setiap prosesi upacara budaya yang diadakan dalam mengembangkan nilai-nilai yang sudah membudaya serta pengembangan civic culture melalui sekolah pada pembelajaran PKn melalui pembinaan di

(8)

Ritna Wati Utami, 2015

model pembelajaran yang menyampaikan materi pelajaran secara tepat, yang memenuhi muatan tatanan nilai-nilai budaya yang dapat di serap dan diinternalisasikan pada diri peserta didik serta mengimplementasikan hakekat pembelajaran PKn dalam kehidupan sehari-hari mentransformasikan nilai-nilai budaya lokal di lingkungan sekolah menjadikan pengebangan budaya sebagai visi dan misi sekolah yang sesuai kearah ranah Pancasila dan UUD 1945 sehingga terbentuk perilaku yang sesuai dengan budaya kewarganegaraan.

3) Persepsi mayarakat suku Nuaulu pada umumnya beranggapan bahwa pendidikan formal adalah penting, meskipun latar belakang ekonomi keluarga dari petani dan orang tua tidak punya latar belakang pendidikan. Persepsi orang tua terhadap pendidikan formal adalah positif kondisi ini ditandai dengan keinginan orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Hal tersebut tersebut didukung oleh berbagai faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi antara lain motivasi orang tua, motivasi pribadi. Sementara faktor eksternal yang diduga mempengaruhi tingkat pendidikan formal antara lain jarak tempat tinggal dengana sarana pendidikan, era industrialisasi yang berkembang diikuti kemajuan yang pesat dibidang informasi dan transportasi (globalisasi), kompetisi dalam semua aspek kehidupan ekonomi, serta perubahan kebutuhan yang cepat didorong oleh kemajuan ilmu dan teknologi. Tetapi karena mayoritas mereka bekerja sebagai petani dengan kondisi perekonomian yang minim, menyebabkan orientasi mereka kepada anaknya setelah menyelesaikan sekolah adalah sebisa mungkin mendapatkan pekerjaan untuk mendapat pekerjaan yang layak membantu,dapat membantu perekonomian keluarga dan mengangkat derajat orang tua khususnya dan umunya suku Nuaulu.

(9)

mereka yang sudah sekolah. Beberapa perilaku yang ditampilkan masyarakat suku Nuaulu diantaranya: cinta tanah air, partisipatif, cerdas, saling menghargai dan menghormati, toleransi, tanggung jawab, kreatif, mandiri, sopan santun. Perilaku yang ditampilkan diatas tentunya karena tanggung jawab sekolah melalui pengajaran yang terencana dalam mempersiapkan peserta didik agar memiliki perilaku, nilai, dan norma yang sesuai dengan sisitem yang berlaku sehingga dapat mewujudkan totalitas manusia yang utuh dan mandiri sesuai dengan tata cara hidup bangsa.

5) Kendala dan Upaya dalam pelestarian nilai-nilai budaya lokal suku Nuaualu di lingkungan masyarakat dan pendidikan formal diantaranya; (a) Sosialisi upacara adat kepada generasi muda kurang. Generasi muda hanya tau ritual tersebut dilakukan tanpa mengerti makna apa yang terkandung didalamnya. Hal ini disebabkan oleh kurang terbukanya pengetahuan dari genarasi tua ke generasi muda; (b) Faktor ekonomi, dimana masyarakat suku Nuaulu dalam prosesi ritual silus kehidupan seperti pinamou yang datang mendadak, tanpa mereka tau waktunya, sehingga terkendala pada biaya persiapan pesta adat jika ritual tersebut dilakukan mendadak, mereka tak bisa menolak karena sudah menjadi tradisi pada masyarakat suku Nuaulu; (c) Beberapa generasi tua tidak memiliki pengetahuan yang luas untuk menggali kebudyaan suku Nuaulu, mereka hanya menganggap sebuah tradisi dan tidak meperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam kebudyaan yang telah ada. Hal tersebut dikarenakan latar belakang pendidikan yang rendah; (d) Belum ada Perda Kabupaten Maluku tengah terkait Pengembangan budaya lokal di lingkungan masyarakat bahkan sekolah

(10)

Ritna Wati Utami, 2015

disarankan untuk ikut serta hadir setiap upacara ritual adat sebagai bentuk partisipasi; (b) Pembiasaan dilakukan oleh orang tua kepada anak dengan membiasakan mengenalkan dengan melibatkan sang anak sejak dini ikut menyaksikan upacara adat, mendengar kapata sehingga sejak kecil sudah tertanam rasa tertarik dalam dirinya. Hal tersebut adalah bagian dari upaya mengembangkan civic culture dengan pewarisan budaya lokal dengan cara pembinaan sejak dini, dan apresiasi generasi muda terhadap budaya lokal suku Nuaulu. Menyesuaikan pikiran dan sikap sesuai adat dan norma yang berlaku. Sebaliknya ketika orang tua tidak memiliki pengetahuan luas untuk bagaimana menggali kebudyaan mereka, maka peserta didik ataupun generasi muda yang punya kewajiban untuk melestarikan budaya lokal, yaitu mereka memberikan pemahaman kepada para pendatang terkait budaya lokal dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya; (c) Melalui guru pkn juga harus memperkenalkan budaya lokal suku Nuaulu serta mendorong para siswa untuk menerapkan yang dalam prakteknya erat kaitanya dengan civic culture melalui intervensi yaitu mata pelajaran khususnya seni budaya, dan habituasi (pembiasaan) yaitu budaya sekolah, kegiatan sekolah, dan pagelaran di luar sekolah.

B. Implikasi

Mengkaji nilai-nilai dalam budaya lokal Suku Nuaulu untuk pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture) merupakan bagian penting dari studi Pendidikan Kewarganegaraan berbasis budaya di karenakan budaya lokal suku Nuaulu mengandung nilai-nilai luhur budaya bangsa yang sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 pasal 3 dan objek citizenship education. Memberikan kontribusi terhadap pembelajaran Pkn diataranya pada mata kuliah etnopedagogik dan keantarbudayaan selanjutnya pada kurikulum 2013 SD,SMP dan SMA. SD dengan tema, SMP kelas VII dalam Kompetensi Inti (KI) II yaitu : menghargai dan menghayati pelilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, toleransi, gotong royong, santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.

(11)

seni, budaya, dan kejadian tampak mata. Kompetensi Dasar (KD) memahami norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, memahami keberagaman suku, agama, ras, budaya, dan gender. Pada kelas VIII, KI III, KD 3.5 terkait memahami norma dan kebiasaan antar daerah di Indonesia. Kelas IX, KI IV mengolah, menyaji dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama. KD 4.7 Berinteraksi dengan teman dan orang lain berdasarkan prinsip saling menghormati, dan menghargai dalam keberagaman suku, agama, ras, budaya, dan gender 4.8 Menyaji bentuk-bentuk partisipasi dan tanggung jawab kewarganegaran.

PKn SMA kelas X KI 3, memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. Dengan KD 3.1 terkait Menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM dalam rangka pelindungan dan pemajuan HAM sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Menganalisis kasus pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban sebagai warga negara selanjutnya KD 4.1 menyaji kasus–kasus pelanggaran HAM dalam rangka perlindungan dan pemajuan HAM sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 4.6 menyaji analisis penanganan kasus pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban sebagai warga negara, 4.9. Berinteraksi dengan teman dan orang lain berdasarkan prinsip saling menghormati, dan menghargai dalam keberagaman suku, agama, ras, budaya, dan gender. dalam hal ini terkait tradisi pemenggalan kepala suku Nuaualu.

(12)

Ritna Wati Utami, 2015

berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Sesuai KD mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Selanjutnya implementasi terhadap nilai-nilai religius sesuai KI I menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya sejalan dengan Kurikulum 2013 PKn. Pada PPKn 1994, sebagaimana dikutip oleh Sapria & wahab (2011, hlm. 312) mengatakan bahwa “Kurikulum PPKn 1994 berorientasi

pada nilai (value based curriculum)...”. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa di

dalam PPKn pembelajaran nilai-nilai diterapkan, seperti nilai yang terkandung didalam agama (religius). Penerapan nilai-nilai ini memiliki tujuan agar peserta didik memiliki kepribadian yang baik. Pendidikan Kewarganegaraan memiliki salah satu mata pelajaran ataupun mata kuliah tentang pendidikan nilai. Pendidikan nilai didalamnya terdapat nilai-nilai religius yang ada. Mengingat dari hal ini bahwa nilai religius yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa maka harulah ada dalam kehidupan kita sehari-hari.

Dalam hal ini tepatlah PKn untuk mengkaji, sebab PKn dalam pendidikan kajian utamanya yaitu value based. Nilai ini merupakan salah satu kajain civic, Sebagaimana dipaparkan oleh Somantri (2001, hlm. 276) dalam lokakarya metodologi pendidikan kewarganegaraan (1973, hlm. 214) yang termasuk ke dalam objek studi civics ialah: a) Tingkah laku, b) Tipe pertumbuhan berfikir, c) Potensi yang ada dalam setiap diri warga negara, d) Hak dan kewajiban, e) Cita-cita dan aspirasi, f) Kesadaran (patriotism, nasionalisme, pengertian internasional, dan moral Pancasila), g) Usaha, kegiatan, partisipasi, dan tanggung jawab. Dengan demikian pembinaan nilai-nilai sosial, religius dan pengetahuan budaya lokal Suku Nuaualu semestinya harus diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Guna pembentukan warganegara yang baik.

(13)

Demikian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) kita tidak hanya dituntut untuk mengetahui teori dan dalil, tetapi yang paling penting kita mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

C. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan di atas, penelitian memberikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah, masyarakat dan penelitian selanjutnya untuk memperhatikan sebagai berikut:

1. Dinas Kebudayaan dan Parawisata Kabupaten Maluku Tengah

 Memperkenalkan budaya lokal suku Nuaulu ke dunia luar sebagai budaya lokal dan menjadikannya sebagai budaya nasional, ataupun memperkenalkan ke dunia internasioanal tentang budaya lokal suku Nuaulu yang meliputi siklus kehidupan, mengingat Suku Nuaulu di Pulau Seram masih kental dengan adat istiadatnya.

 Adanya alokasi dana khusus pembinaan dan pengembangan budaya lokal

suku Nuaulu serta mengadakan monitoring, evaluasi dan realisi dari hasil monitoring dan evaluasi.

 Harus ditingkatkan kegiatan budaya lokal yang sudah ada dan perlu

adanya inovasi baru dalam kolaborasi budaya-budaya yang ada di daerah tersebut dimana disesuaikan dengan jaman sekarang dan menggunakan IPTEK yang canggih sehingga menarik banyak orang terutama media massa untuk ditampilkan ataupun dipentaskan.

2. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Maluku Tengah  Perlu adanya pemerataan tenaga pendidik di kabupaten Maluku Tengah

khususnya di desa seperti di daerah di mana Suku Nuaulu terkkhus untuk guru pendidikan kewarganegaraan yang sesuai dengan latar belakang keilmuan pendidikan kewarganegaraan, karena keberadaan guru adalah bagian dari adanya proses pengembangan civic culture dilingkungan pendidikan formal.

 Adanya rancangan peraturan daerah terkait pengembangan budaya lokal di

(14)

Ritna Wati Utami, 2015

dalam inovasi metode pembelajaran berbasis budaya lokal yang menyenangkan dan menarik.

3. Masyarakat Suku Nuaulu di Pulau Seram

 Generasi muda harus merasa memiliki, dan percaya diri terhadapa budaya

lokal suku Nuaulu, dan harus memiliki kesadaran bahwa siapa lagi yang akan melestarikan kesenian budaya lokal selain masyarakat Suku Nuaulu itu sendiri.

 Antara generasi tua dan generasi muda harus bersama-sama menyatukan

visi dan misi bahwa kekayaan tradisonal dari nenek moyang harus tetap dijalankan. serta menjadi pelopor jangan sampai di klaim oleh masyarakat dan bangsa lain tanpa alasan apapun.

4. Institusi/ Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Budaya kewarganegaraan (civic culture) merupakan bagian dari disiplin ilmu Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan terkait pemerintahan yang demokratis. Seyogyanya pihak tersebut lebih mendukung penuh kegiatan yang bersifat kebudayaan di sekolah dan diaplikasikan di kelas Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan tingkat Perguruan Tinggi.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

 Penelitian yang dilakukan peneliti kemungkinan dirasa belum cukup

memuaskan bagi peneliti maupun civitas akademika lainnya. Oleh karena itu, perlu pengkajian penelitian lebih mendalam mengenai pengaruh implementasi budaya lokal suku Nuaulu terhadap pembentukan karakter generasi muda melalui pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen research sehingga mampu memberikan jawaban secara komprehensif dan

mengetahui seberapa besar pengaruhnya yang dituangkan melalui angka-angka secara jelas dan sistematis.

 Pengkajian lebih lanjut terkait Analisis Pendidikan Formal masyarakat

(15)

 Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan sebuah model pembelajaran

kebudayaan dan nilai-nilai kearifan lokal dalam konteks civic culture baik di masyarakat maupun di sekolah melalui resarch & development.

(16)

Ritna Wati Utami, 2015

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Almond, Gabriel and Verba, Sidney. (1963). The Civic Culture: Political Attitude and Democracy in Five Nations. Boston: Little, Brown and Company.

Azis, A. Wahab. &Sapriya.(2011). Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan.Bandung: Alfabeta

Azis, A. Wahab. &Sapriya.(2006). Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan.Bandung: Alfabeta

Beiner, Ronald (Ed). (1995). Theorizing Citizenship. New York: State University of New York Press

Budimansyah, D. &Suryadi, K. (2008).PKn dan Masyarakat Multikultural.Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.

Bungin, B. (2012). PenelitianKualitatif: (edisi kedua). Jakarta: KencanaPrenada Media Group

Bridges, Thomas. (1994). The Culture of Citizenship: Inveting Postmodern Civic Culture SUNY Series in Social and Political Thought. New York: State University Of New York

Cogan and Derricott.(1998).Citizenship Education For the 21st Century: Setting the Context. London: Kogan Page

Creswell, John.W. (2010). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Efendi, Ridwan & Sapriya (2004) Makna dan Tanggung Jawab Sebagai Warga Negra Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Fathoni, Abdurrahmat.(2006). Antropologi Sosial Budaya. Jakarta: PT Rineka Cipta

Geertz, Clifford.(1973). The Interpretation of Cultures: Selected Essays.New York: Basic Books

(17)

Grant, L., & Fine, G. A. (1992). Sociology unleashed: Creative directions in classical ethnography. In M. D. LeCompte, W.L. Millroy, & J. Preissle (Eds.), The Handboks of Qualitattive reserach in Education (pp.405-446). New York: Academic Press.

Horton, Paul B dan Hunt, Chester, (1992).Sosiologi Jilid 1 dan Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Koentjaraningrat, (2009).Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta: Rineka Cipta

---(2004). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.Jakarta: PT. Rineka Cipta

Miles dan Huberman.(2007). Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-motode baru.Jakarta : Universitas Indoneisa Press.

Moleong, L.J. (2003). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Moleong.L.J. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya

Nasution.(1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: PT Tarsito.

Nasikun, (1995).Sistem Sosial Indonesia.Jakarta: Raja Grafindo Persada

Soekanto, Soerjono, (2003). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sugiono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumaantmadja, N. (2010). Manusia Dalam Konteks Sosial, Budaya dan Lingkungan Hidup.Bandung: Alfabeta.

Tilaar, H.A.R., (2002). Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.

Tilaar, H. A. R. (2004). Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung : Rosda Karya.

(18)

Ritna Wati Utami, 2015

---, (2007) Membangun Semangat Kebangsaan dan Cinta Tanah Air Melalui Pendidikan Kewarganegaraan.PPs-UPI

Winaputra, Udin S. Dan Budimansyah, (2012). Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif Internasional: Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Widya Aksara Press

Wiriaatmadja, Rochiati (2002). Pendidikan Sejarah di Indonesia; perspektif Lokal, Nasional, dan Global.Bandung: Historia Utama

Tesis dan Disertasi

Alrakhman, R. (2008).Pengembangan Budaya Kewarganegaraan Indonesia Melalui Pendidikan Kewarganegaraan Di Lingkungan Paguyuban Pasundan (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

Idham, A. (2009).Pengaruh pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture) melalui kegiatan ekstarakurikuler terhadap pengembangan sikap patriotism(studi deskriptif pelaksanaan kegiatan Ekstrakurikuler dalam rangka pengembangan budaya kewarganegaraan di SMA Negeri di Kota Pontianak).(Tesis).Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Matitaputty,J. (2010).Nilai-Nilai Kearifan Adat Dan Tradisi Di Balik Ritual Daur Hidup (Life Cycles) Pada Masyarakat Suku Nuaulu Di Pulau Seram Sebagai Sumber Pembelajaran Ips :Studi Etnografi Di Desa Tamilou Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah.(Tesis).Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Sari, W, (2013).Pengaruh Status Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Tanggung Jawab Sosial Warga Negara : Studi Analisis Korelasi, Analisis Determinan dan Analisis Kovarians Pada Mahasiswa Universitas Nasional Pasim Bandung dan Universitas Nurtanio Bandung. (Tesis).Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

(19)

Artikel Jurnal dan Makalah

Creese A., BhattA., Bhojani N., Martin P, (2008). Fieldnotes in team ethnography: researching complementary schools:Qualitative Research: SAGE Publications Los Angeles, London, New Delhi and Singapore), 8(2), hlm 197–215

Hofstede, G. (1983). National Culture in Four Dimensions: A Research-Based Theory of Cultural Differences among Nations. International Studies of Management & Organization,13 (1-2), hlm. 46 – 74

Palupi, L.S. (2007). Menigkatkan Rasa Cinta Tanah Aiar Dengan Pendidikan Berbasisi Nilai-Nilai Budaya. Prespektif Psikologi : tidak diterbitkan

Sartini, Ni Wayan. (2009). Menggali Nilai Kearifan Lokal Budaya Jawa Lewat Ungkapan (Bebasan, Seoka, dan Paribasa). Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume V No. 1 April 2009

Wagiran.(2012). Pengembangan Karakter Berbasis kearifan lokal Hamemayu Hayuning Bawana, Dalam Jurnal Pendidikan Karakter. Tahun II (2) , 329-339

Zaki, Dib Claudio (1987), Formal, Non Formal, And Informal Education:Concepts/Applicability.Conference Proccedings, American Innstitute of , New York. (online). Diakses dariwww.techne-dib.com

Peraturan, Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(20)
(21)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan pendahuluan yang mendeskripsikan latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat/signifikansi penelitian, dan struktur organisasi tesis.

A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia termasuk negara besar di kawasan Asia Tenggara yang merupakan negara kepulauan dengan dicirikan oleh adanya keragaman. Salah satunya adalah budaya yang berkembang dalam masyarakat adat sebagai kekayaan nasional. Masyarakat adat secara tradisi terus berpegang pada nilai-nilai lokal yang diyakini kebenaran dan kesakralannya serta menjadi pegangan hidup anggotanya yang diwariskan secara turun temurun. Nilai-nilai tersebut saling berkaitan dalam sebuah sistem. Koentjanigrat (1998, hlm.190) mengatakan bahwa;

Dalam setiap masyarakat, baik kompleks maupun yang sederhana, ada sejumlah nilai budaya yang satu dengan lain berkaitan hingga merupakan suatu sistem, dan sistem itu sebagai pedoman dari konsep-konsep ideal dalam kebudayaan memberi pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan warga masyarakatnya.

Sebagai warga masyarakat Indonesia oleh karena itu dituntut untuk mempertahankan menjunjung tinggi memajukan nilai-nilai lokal sebagai budaya nasioanal. Hal ini sesuai dengan undang-undang NRI 45 Pasal 32. ayat 1 dan 2 sebagai berikut ;

1. Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan budayanya.

2. Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

(22)

budaya. Widodo (2003, hlm. 23-33) menyatakan bahwa ; “…pendidikan memiliki tiga fungsi sebagai berikut: a) pendidikan sebagai pemelihara dan penerus warisan budaya, b) pendidikan sebagai alat transformasi budaya, dan c) pendidikan sebagai pengembangan individu. Sebagai pemelihara dan penerus warisan budaya, dijelaskan oleh Widodo (2005, hlm. 21) memandang bahwa;

Kontinuitas budaya akan memungkinkan hanya jika pendidikan memelihara warisan ini dengan meneruskan kebenaran-kebenaran yang telah dihasilkan pada masa lampau kepada generasi baru, mengembangkan suatu background dan loyalitas kultural.

Pendapat di atas memadang pendidikan memiliki pengaruh terhadap perkembangan kehidupan masyarakat, kehidupan kelompok, dan kehidupan individu. Pendidikan sesungguhnya adalah transformasi budaya dengan adanya pewarisan nilai-nilai budaya di perlukan agar dapat memelihara warisan budaya tersebut sehingga persoalan budaya dan karakter bangsa yang kurang baik akan menjadi sorotan tajam kepada setiap generasi. Pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan kualitasnya dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia demi menunjukan perannya di masa datang. Salah satunya pendidikan kewarganegaraan yang mempunyai objek studi warga negara dalam hubungannya dengan kebudayaan, organisasi kemasyarakatan sosial, ekonomi, agama, dan negara tentunya berperan dalam mempertahankan dan mengembangkan budaya lokal atau nilai-nilai luhur yang dimiliki.

Pendidkan Kewarganegaraan yang mengkaji tentang budaya yaitu civic culture. menurut Winataputra (2012, hlm. 57) spesifik civic culture merupakan

(23)

keterlibatan aktif warganegara, hubungan kesejajaran/egaliter, saling percaya dan tolern, kehidupan yang kooperatif, solidaritas, dan semangat kemasyarakatan.

Pendidikan kewarganegaraan dengan demikian dijadikan suatu mata pelajaran wajib di sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Sesuai Undang-Undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 Pasal 37 ayat (l) dikemukakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan kewarganegaraan dan pada ayat (2) dikemukakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat pendidikan kewarganegaraan, sedangkan pada bagian penjelasan Pasal 37 dikemukakan bahwa pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Adanya ketentuan tentang pendidikan kewarganegaraan dalam Undang-Undang Sisdiknas sebagai mata pelajaran wajib di jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi menunjukkan bahwa mata pelajaran ini menempati kedudukan yang strategis dalam mencapai tujuan pendidikan nasional di negara ini karena itulah pendidikan pun merupakan salah satu hak yang paling asasi yang harus dimiliki oleh setiap orang.

Pendidikan Kewarganegaraan yang juga membahas tentang hak dan kewajiban warga negara sangat perlu ditekankan oleh semua elemen masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Cogan dan Derricott (dalam Sapriya & Abdul Aziz, 2011, hlm. 32) mengenai hubungan citizen, citizenhip dan citizenship education diikuti dengan definisi kerja (working

definition) tentang citizenship dengan mengatakan bahwa:

A citizen was defined as a „constituent member of society‟. Citizenship on the other hand, was said to be a set of characteristics of being a citizen‟. And finally, citizenship education the underlying focal point of a study, was defined as‟ the contribution of education to the development of those characteristcs of a citizen‟.

(24)

melestarikan dan mengembangkan budaya lokal menjadi identitas bangsa Indonesia dalam hal ini budaya masyarakat Suku Naulu.

Masyarakat Suku Nuaulu merupakan bagian dari pada warga negara yang berada di pedalaman Pulau Seram, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Memiliki karakteristik adat budaya yang khas yang tertuang dalam nilai-nilai budaya kewarganegaraan (civic culture). Indikasinya dapat dikaji melalui upacara siklus kehidupanseperti ritual kehamilan, kelahiran, masa dewasa,perkawinan dan kematian. Selain itu budaya kesenian berupa tari-tarian, nyayian, dan kerajinan tangan. Budaya lokal Suku Nuaulu tersebut mengandung nilai religius, kepedulian, gotong royong, kerjasama, keikhlasan, ketrampilan, rasa hormat, solidaritas dan lain sebagainya. Pelaksanaan setiap tradisi yang leluhur wariskan kepada generasi berikutnya yang masih dilaksanakan oleh masyarakat Suku Naulu adalah upaya mereka menjaga kebudayaan serta nilai-nilai yang ada di masyarakat.

Demikian kebudayaan tidak bisa dipisahkan dari masyarakat sehingga manusia sebagai bagian dari masyarakat (makhluk sosial) tidak bisa terlepas dari konteks sosial budaya yaitu nilai-nilai budaya dimana dia berada. Karakteristik manusia sedikit banyak dibentuk dari budaya masyarakatnya. Segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya Malinowski ( dalam Koentjaraningrat, 2009, hlm. 171). Kebudayaan selain sebagai human needs kebudayaan juga dijadikan sarana internalisasi perilaku anggota masyarakat.. Oleh karena itu, pengembangan budaya keawarganegaraan (civic culture) melalui budaya lokal dalam hal ini budaya Suku Nuaulu sangat dibutuhkan.

(25)

lingkungan pendidikan formal yang memililki partisipasi aktif antar individu yang berada pada lingkungan yang saling menguntungkan dalam hal mendidik. Mereka tidak hanya bisa dengan mengandalkan pendidikan non formal melalui keluarga saja karena hakikatnya pendidikan itu tidak selalu berasal dari pendidikan non formal tetapi pendidikan formal pun memiliki peran yang sama untuk membentuk kepribadian, terutama anak atau peserta didik. Dalam upaya pengembangan ciciv culture ketiganya harus dapat bersinergi secara selaras, serasi dan seimbang dalam

menjalankan perannya.

Faktanya untuk menjangkau pendidikan formal, perlu disadari harus didukung dengan upaya distribusi pendidikan yang merata. Sehingga pendidikan dapat menjangkau hingga ke pelosok negeri dan tidak hanya menjangkau masyarakat kelas ekonomi atas tapi juga masyarakat menengah ke bawah. Untuk menjangkaunya perlu fasilitasi terhadap kelas ekonomi tersebut dan juga menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Mereka yang paling memerlukan fasilitas layanan pendidikan dalam mengantisipasi persaingan global bukan lagi hanya penyandang buta huruf tapi masyarakat miskin di tempat-tempat yang jauh dan tersebar agar tidak berakibat sama dengan yang dialami masyarakat Suku Naulu, akibat pendidikan yang tidak terjangkau masyarakat Suku Naulu menjalankan ritual adat mengalahkan akal sehat dan logika manusia umunya. Mereka melakukan pemenggalan kepala manusia untuk persembahan, sebuah ritual adat yang diyakini masyarakat Suku Naulu sebagai kepercayaan yang mutlak harus dilakukan, jika tidak mendapat kepala manusia buat persembahan bisa mendatangkan bala atau musibah.

(26)

sebagaimana diatur dalam pasal 340 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Raja Naulu dari negeri Nua Nea Sahune Matoke, mengatakan tindakan yang dilakukan warganya disebabkan karena ketidaktahuannya akan hukum formal yang berlaku di Indonesia. Motivasi pembunuhan dengan memenggal kepala manusia, ritual tersebut dilakukan karena keyakinannya untuk melakukan ritual adat yang dinilai sakral.

Sebagai warga negara Indonesia ritual tersebut tidak sesuai dengan ideologi Pancasila bangsa kita. Namun disadari fenomena tersebut terjadi mengingat pendidikan dan pengetahuan warga Naulu sama sekali tidak ada tentang hukum ataupun kewajiban dan hak warga negara walaupun disamping itu mereka memiliki nilai-nilai kearifan lokal yang baik. Pola pikir dan tradisi merupakan salah satu penyebabnya. Menurut Raja Shune Matok (2007) anggapan dari para orang tua di kalangan masyarakat Suku Naulu bahwa “percuma sekolahkan anak kalau nanti tidak bisa bekerja di kantor pemerintahan”. Persoalannya karena agama yang dianut Suku Naulu katanya tidak resmi. Penyebab lain juga dikarenakan kurangnya perhatian pemerintah, tidak ada sosialisasi dari pemerintah tentang hukum, sosial, dan pendidikan yang tidak terjangkau sampai ke pelosok daerah. Dengan demikian masyarakat Suku Naulu tidak bisa hanya mengandalakan pendidikan non formal dari keluarga saja melainkan juga pendidikan formal.

(27)

pendidikan kepala keluarga, umur kepala keluarga, besarnya pendapatan keluarga, dan jumlah tanggungan.

Faktor eksternal yang diduga mempengaruhi tingkat pendidikan formal antara lain jarak tempat tinggal dengana sarana pendidikan, era industrialisasi yang berkembang diikuti kemajuan yang pesat dibidang informasi dan transportasi (globalisasi), kompetisi dalam semua aspek kehidupan ekonomi, serta perubahan kebutuhan yang cepat didorong oleh kemajuan ilmu dan teknologi. Beberapa bukti pendukung, masyarakat suku naulu tidak hanya bekerja sebagai petani, tapi mulai terlibat dalam pabrik industri aspal selain itu teknologi seperti Hand phone-pun sudah bisa mereka gunakan atau miliki. Aktivitas-aktivitas

tersbut bisa jadi bagian dari pemicu atau pengaruh minat masyarkat Suku Naulu bersekolah formal.

Sekolah adalah bekal bagi kehidupan masa depan. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk hidup tidak hanya tugas tanggung jawab orang tua tetapi juga sekolah dan lembaga-lembaga sosial lainnya, di samping pengetahuan dari lingkungan keluarga dan masyarakat yang sangat mempengaruhi terhadap karakter maupun budaya kewarganegaraan. Lembaga pendidikan formal juga sangat diperlukan sebagai tempat ilmu pengetahuan, tempat mengembangkan budaya kewarganegaraan tempat untuk menguatkan masyarakat bahwa pendidikan itu penting guna bekal kehidupan dimasyarakat.

(28)

sebagai sosialisasi, yang terjadi dalam interaksi sosial. Apalagi di daerah globalisasi, pada umumnya orang menyadari bahwa sekarang ini proses dan pengaruh globalisasi makin dirasakan sebagai bagian dari kehidupan kita. Gidness (1990, hlm. 64) secara ringkas menyebutkan bahwa;

Globalisasi adalah intensifikasi hubungna sosial sejagat yang menghubungkan tempat-tempat yang berjauhan sedemikian rupa, sehingga peristiwa lokal bisa terjadi disebabkan oleh kejadian ditempat lain yang sekian mil jauhnya dan sebaliknya.

Arus globalisasi dewasa ini membawa perubahan-perubahan berlangsung dalam tempo yang akan makin sulit diperkirakan. Cakupan perubahan yang ditimbulkan juga akan makin sulit diukur. Pengaruhnya pada setiap individu juga makin mendalam dan tak akan pernah dapat diduga dengan akurat. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sedemikian pesat. Kita tak lagi hidup dengan anggapan lama tentang dunia yang teratur harmonis. Sebaliknya setiap individu atau kelompok sekarang menghadapi suatu keadaan yang cenderung tak teratur. Keadaan tersebut akan berpengaruh besar pada pendidikan oleh sebab itu sekolah di tingkat manapun yang tetap menjalankan pendidikan untuk para pelajarnya tidak boleh rusak akibat perubahan tetapi sebaliknya harus mampu menjadi pengemban misi sebagai agent of changes dapat mengembangkan kepribadian, perilaku sesuai harapan bangsa/ Kembali ke misi pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu yang dimaksud antara lain pengetahuan, tradisi dan nilai-nilai budaya (keberadaban).

(29)

Sisdiknas bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Salah satu upaya tersebut adalah mengkaji nilai-nilai dalam budaya lokal Suku Nuaulu untuk pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture) merupakan bagian penting dari studi Pendidikan Kewarganegaraan berbasis budaya.

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka penelitian ni perl dilakukan karena masyarakat Suku Naulu di tengah globalisasi memiliki nilai budaya lokal yang sangat menarik untuk dikaji dalam segi budaya. Pendidikan formal melalui pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture) diharapkan dapat terwujud dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari khususnya di lingkungan sekolah dan masyarakat. Masyarakat Suku Naulu yang merupakan bagian dari pada warga negara harus dapat mewakili dari terbentuknya budaya kewarganegaraan (civc culture) disekolah dan masyarakat. Diharapakan juga dapat menjadi warga negara yang teguh dan yakin memiliki pemahaman pengetahuan yang tinggi sehingga toleran serta dapat melestarikan budaya nasional yang diharapkan mewujudkan warga negara yang baik dan cerdas (good and smart citizen) setelah menempuh pendidikan formal dan budaya lokal Suku Nuaulu dapat dikembangkan menjadi nilai-nilai pengajaran dan pendidikan serta dapat meningkatkan budi pekerti. Dapat dijadikan alat/sarana pengembangan pedoman etik terutama bagi masyarakat Maluku dan bagi bangsa Indonesia umumnya serta mengandung nilai-nilai Pancasila yang merupakan faktor endogen bangsa Indonesia dalam mengembangkan budaya kewarganegaraan (civic culture).

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka identifikasi masalah dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Kendala distribusi pendidikan yang tidak merata di Indonesia berpengaruh pada pengetahuan dan adat istiadat suatu daerah, seperti suku Nuaulu yang dulunya memiliki tradisi pemenggalan kepala manusia.

(30)

akhirnya masyarakat suku Nuaulu saat ini mulai banyak yang mengenyam pendidikan formal. Namun pendidikaan saat ini telah direduksikan sebagai pembentukan intelektual semata sehingga menyebabkan terjadinya kedangkalan budaya dan hilangnya identitas lokal dan nasional. Kemungkinan tersebut bisa terjadi pada masyarakat Suku Naulu karena arus globalisasi dewasa ini membawa perubahan-perubahan berlangsung dalam tempo yang akan makin sulit diperkirakan.

3. Kekhawatiran munculnya gejala krisis jati diri dan karakter bangsa yang disebabkan oleh dampak negatif globalisasi seperti kemajuan teknologi komunikasi dan informasi serta dampak negatif kebudayaan luar yang membuka peluang terjadinya degradasi kebudayaan dan nilai kearifan lokal terhadap suku Nuaulu

4. Rendahnya sumber daya manusia yang ada dalam masyarakat suku Nuaulu sehingga bisa menyebabkan mudahnya pengaruh-pengaruh dari luar sehingga memudarnya kebudayaan dan kearifan lokal yang terdapat dalam masyarakat suku Nuaulu

5. Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap upaya pelestarian nilai budaya dan kearifan lokal yang disebabkan semakin terbatasnya ruang atau tempat penyaluran aspirasi kreativitas seni budaya masyarakat dan kurangnya pemahaman, komitmen dan kesadaran tentang kekayaan budaya dengan berbagai kandungan nilai-nilai luhurnya yang mengakibatkan terbatasnya pengelolaan kekayaan budaya oleh pemerintah daerah, karena terbatasnya kemampuan keuangan maupun kemampuan manajerial dan belum optimalnya sumber daya di bidang kebudayaan, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka secara umum rumusan masalah penelitian ini yaitu: “Bagaimana Pendidikan Formal dan Budaya Lokal Masyarakat Suku Naulu dapat Mengembangkan Civic Culture”.

Agar penelitian ini lebih terarah dan terfokus pada pokok permasalahan maka masalah pokok tersebut dijabarkan dalam sub-sub masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana deskripsi budaya lokal Masyarakat Suku Nuaulu dan nilai-nilai

(31)

2. Bagaimana mekanisme pengembangan civic culture yang terkandung dalam nilai-nilai budaya lokal masyarakat suku nuaulu?

3. Bagaimana persepsi masyarakat Suku Nuaulu terhadap pendidikan formal kaitannya dalam mengembangkan civic culture?

4. Bagaimana kondisi perilaku masyarakat suku Nuaulu yang mencerminkan civic culture dalam lingkungan pendidikan formal dan masyarakat?

5. Bagaimana kendala dan upaya dalam pelestarian nilai-nilai budaya lokal suku Nuaualu di lingkungan masyarakat dan pendidikan formal?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Berdasarkan masalah tersebut diatas, maka secara umum tujuan penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi secara objektif tentang bagaimana pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture) masyarakat Suku Naulu melalui pendidikan formal dan budaya lokal Suku Nuaulu

2. Tujuan Khusus

Tujuan penelitian diperjelas menjadi tujuan khusus, sebagai berikut:

a. Mengetahui budaya lokal masyarakat Suku Naulu hingga saat ini dan nilai-nilai yang terkandung kaitannya dengan civic culture

b. Mengetahui mekanisme pengembangan civic culture yang terkandung dalam nilai-nilai budaya lokal masyarakat suku nuaulu

c. Mengetahui persepsi masyarakat terhadap pendidikan formal

d. Mengetahui kondisi perilaku masyarakat suku Nuaulu yang mencerminkan civic culture dalam lingkungan pendidikan formal dan masyarakat

e. Mengetahui kendala dan upaya dalam proses mengembangkan civic culture melalui pendidikan formal dan budaya lokal

D. Manfaat/Signifikansi Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat, baik dari segi teori, segi kebijakan, segi praktik, maupun dari segi isu serta aksi sosial.

1. Manfaat/signifikansi dari segi teori

(32)

memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengembangan civic culture melalui budaya lokal dan pendidikan formal yang perlu dikembangkan di sekolah dan masyarakat.

2. Manfaat/signifikansi dari segi kebijakan

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait guna meningkatkan minat pendidikan formal dan menjaga kelestarian budaya lokal mayarakat pedalaman.

3. Manfaat/signifikansi dari segi praktis

a. Memberikan masukan bagi masyarakat Suku Naulu untuk sadar akan pentingnya pendidikan formal;

b. Memberikan masukan bagi Pemda Maluku dan Dinas Pendidikan Provinsi Maluku untuk mengembangkan pendidikan di Pulau Seram Maluku Tengah umunya dan khususnya pada daerah-daerah terpencil seperti Suku Naulu di desa Nuanea;

c. Para akademisi atau komunitas akademis, khususnya dalam bidang ilmu PKn untuk bahan masukan kearah pengembangan PKn sebagai disiplin ilmu, sebagai referensi dan wawasan tentang pendidikan di kawasan timur Indonesia dengan berbagai persoalan, dan dampakanya. d. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan

pemahaman betapa pentingnya pendidikan formal, khususnya untuk pengembangan civic culture.

4. Manfaat/signifikansi dari segi isu serta aksi sosial

Penelitian ini sangat bermanfaat bagi peneliti guna menambah wawasan keilmuan peneliti dibidang pengembangan civic culture, khususnya melalui budaya lokal dan pendidikan formal. Sehingga adanya kesadaran betapa pentingnya pendidikan formal dan budaya lokal memberikan pembelajaran demi tercapainya tujuan pendidikan.

E. Struktur Organisasi Tesis

(33)

masalah, dalam penelitian ini terdapat pula rumusan masalah dan pertanyaaan penelitian dibuat agar penelitian menjadi lebih terfokus. Tujuan penelitian bertujuan untuk menyajikan hal yang ingin dicapai setelah melaksanakan penelitian. Terdapat pula manfaat penelitian dan organisasi tesis.

Bab II, merupakan landasan teoritis. Bab ini sangat penting karena melalui kajian pustaka ditunjukan dari teori yang sedang dikaji dan kedudukan masalah peneliti dalam bidang ilmu yang diteliti meliputi;(1) budaya kewarganegaraan (civic culture), pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture) di

sekolah/pendidikan formal, pengemabangan pendidikan budaya (civic culture) kearaganegaraan di masyarakat; (2) pendidikan formal, hakikat pendidikan, pengertian pendidikan formal, pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran wajib pada pendidikan formal, pendidikan kewarganegaraan yang mengkaji civic culture; 3) Pengertian kebudyaan, sosialisasi kebudyaan, Budaya lokal, wujud dan bentuk, budaya lokal dalam globalisasi, pelestarian budaya lokal (3) Penelitian yang relevan, dan (4) Kerangka berpikir.

Bab III, yaitu metode penelitian. Bab ini merupakan pengajaran lebih rinci mengenai metode penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitianya. Lebih jelasnya yaitu langkah-langkah apa saja yang akan ditempuh dalam penelitian, sub bab mencakup desain penelitian, lokasi dan subjek penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analsis data.

Bab IV, merupakan pembahasan. Pada bab ini berisikan hasil penelitian, dalam hal ini peneliti akan menguraikan hasil–hasil data yang telah diolah peneliti serta adanya analisis dari hasil penegelolahan tersebut. Dalam bab ini pula digambarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Bab V, penutup. Bab ini adalah bab yang terakhir, dalam bab ini disajiakan penafsiran atau pemaknaan penelitian berupa kesimpulan terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan. Selain kesimpulan adapula saran yang bertolak dari titik lemah atau kekurangan didapat selama penelitian.

(34)

HALAMAN PENGESAHAN ... ii PERNYATAAN PLAGIARISME ... iii UCAPAN TERIMA KASIH ... iv ABSTRAK ... v DAFTAR ISI ... vi DAFTAR TABEL ... x DAFTAR GAMBAR ... xi DAFTAR BAGAN ... xii BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1 B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah ... 9 C. Tujuan Penelitian ... 11 D. Manfaat Penelitian ... 11 E. Struktur Organisasi Tesis ... 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14 A. Kajian Tentang Budaya Kewarganegaraan... 14 1. Pengertian Budaya Kewarganegaraan... 14 2. Ciri-Ciri Civic Culture ... 19 3. Pengembangan Civic Culture di Sekolah ... 20 4. Pengembangan Civic Culture di Masyarakat ... 23 B. Kajian Tentang Pendidikan Formal ... 24 1. Hakikat Pendidikan ... 24 2. Pengertian Pendidikan Formal ... 29 3. Pendidikan Formal Mewajibkan Mata Pelajaran PKn ... 34 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Pendidikan

(35)
(36)

Subjek Penelitian ... 90 1. Letak Geografis Negeri Adminstratif Nua Nea ... 90 2. Sejarah Suku Nuaulu ... 91 3. Keadaan Penduduk Suku Nuaulu ... 95 B.Deskripsi Hasil Penelitian ... 131

1. Deskripsi budaya lokal suku Nuaulu dan Nilai-nilai yang terkandung dalam kaitannya mengembangan

budaya kewarganegaraan ... 132 2. Mekanisme Pengembangan civic culture yang terkandung

Dalam nilai-nilai budaya lokal masyarakat

Suku Nuaulu ... 187 3. Persepsi Masyarakat Suku Nuaulu terhadap

Pendidikan Formal kaitannya dalam mengembangkan

civic culture ... 199 4. Kondisi Perilaku masyarakat Suku Nuaulu yang

mencerminkan civic culture dalam lingkungan pendidikan

formal dan masyarakat ... 214 5. Kendala dan Upaya dalam pelestarian nilai-nilai

budaya lokal di lingkungan masyarakat dan

pendidikan formal ... 220 C.Pembahasan Hasil Penelitian ... 233

1. Deskripsi budaya lokal suku Nuaulu dan Nilai-nilai yang terkandung dalam kaitannya mengembangan

budaya kewarganegaraan ... 234 2. Mekanisme Pengembangan civic culture yang terkandung

Dalam nilai-nilai budaya lokal masyarakat

Suku Nuaulu ... 263 3. Persepsi Masyarakat Suku Nuaulu terhadap

Pendidikan Formal kaitannya dalam mengembangkan

(37)

formal dan masyarakat ... 307 5. Kendala dan Upaya dalam pelestarian nilai-nilai

budaya lokal di lingkungan masyarakat dan

pendidikan formal ... 333 D.Temuan (Dalil-Dalil) Hasil Penelitian ... 350 E.Temuan dilur Rumusan Maasalah ... 354 BAB V Simpulan dan Saran ... 360 A.Simpulan ... 360 1. Simpulan Umum ... 360 2. Simpulan Khusus ... 361

B.Implikasi………. 365

(38)

Tabel 3.1 Partisipan Penelitian ... 62 Tabel 3.2 Triangulasi dengan Tiga Sumber ... 73 Tabel 4.1 Perbedaan Suku Alune dan Wamale ... 95 Tabel 4.2 Data Penduduk Suku Nuaulu di Negeri

Adminstratif Nua Nea Menurut status Kewarganegaraan ... 97 Tabel 4.3 Data Penduduk Suku Nuaulu di Negeri

Adminstratif Nua Nea ... 97 Tabel 4.4 Keadaan Penduduk Negeri Adminstratif Nua Ne menurut

Tingkat Umur Tahun 2014 ... 98 Tabel 4.5 Tingkat Keadaan Ekonomi Penduduk Negeri Nua Nea ... 124 Tabel 4.6 Mata Pencaharian Penduduk Suku Nuaulu ... 125 Tabel 4.7 Tingkat Pendidikan Penduduk Negeri Nua Nea Kec Amahai ... 125 Tabel 4.8 Tingkat Pendidikan Penduduk Negeri Nua Nea Kec Amahai ... 129 Tabel 4.9 Budaya lokal Suku Nuaua- Upacara kehamilan Sembilan

Bulan dan Kelahiran dalam bagian civc culture ... 143 Tabel 4.10 Budaya lokal Suku Nuaulu- Upacara Ritual Masa Dewasa dan

Nilai yang terkandung dalam bagian civc culture ... 167 Tabel 4.11 Budaya lokal Suku Nuaulu- Upacara Ritual Perkawinan dan

Nilai yang terkandung dalam bagian civc culture ... 177 Tabel 4.12 Budaya lokal Suku Nuaulu- Upacara Ritual Kematian dan

Nilai yang terkandung dalam bagian civc culture ... 183 Tabel 4.13 Mekanisme Pengembangan civic culture yang terkandung

dalam nilai-nilai budala lokal Suku Nuaulu ... 198 Tabel 4.14 Tingkat Pendidikan Penduduk Negeri Nua Nea ... 201 Tabel 4.15 Tingkat Pendidikan Penduduk Negeri Nua Nea tahun 2014 ... 201 Tabel 4.16 Kendala dan Upaya dalam pelestarian budaya loka Suku

(39)
(40)

Gambar 01. Pengukuhan Raja Suku Nuaulu ... 105 Gambar 02. Pelantikan Raja Suku Nuaulu oleh Bupati Malteng ... 106 Gambar 03. Pakaian Sehari-hari pada laki-laki dewasa Suku Nuaulu ... 111 Gambar 04. Pakaian Sehari-hari pada anak laki-laki ... 111 Gambar 05. Pakaian Sehari-hari pada Wanita ... 112 Gambar 06. Pakaian Adat Wanita Suku Nuaulu ... 113 Gambar 07. Pakaian Adat Laki-Laki Dewasa yang pernah mengikuti

Upacara maku-maku ... 115 Gambar 08. Pakaian Adat Laki-Laki Dewasa yang belum mengikuti

Upacara Maku-Maku ... 115 Gambar 09. Alat Produktif Suku Nuaulu Parang dan Salawaku ... 117 Gambar 10. Rumah Penduduk Suku Nuaulu yang tradisional ... 119 Gambar 11. Rumah Penduduk Suku Nuaulu yang modern ... 119 Gambar 12. Rumah Penduduk Suku Nuaulu Soa Matoke ... 120 Gambar 13. Rumah Penduduk Suku Nuaulu Soa Sounawe ... 120 Gambar 14. Rumah Penduduk Suku Nuaulu Soa Hury ... 120 Gambar 15. Rumah Penduduk Suku Nuaulu Soa Pia ... 121 Gambar 16. Rumah Penduduk Suku Nuaulu Soa Soumori ... 121 Gambar 17. Mata Pencaharian Suku Nuaulu ... 125 Gambar 18. Pendidikan Suku Nuaulu ... 131 Gambar 19. Posune tempat pengasingan wanita yang akan melahirkan

(41)
(42)
(43)
(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan aspek metode penelitian sebagai bagian dari penelitian yang banyak berperan dalam proses pengumpulan data dan analisis data yakni: (1) Desain Penelitian; (2) Partisipan dan tempat penelitian; (3) Instrument penelitian; (4) Teknik Pengumpulan Data; (5) Teknik Analisis data.

A. Desain Penelitiam 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Creswell (1998) (dalam Nasution, 1996, hlm. 18) menjelaskan pendekatan penelitian kualitatif disebut juga pendekatan naturalistik karena situasi lapangan penelitian bersifat natural atau alamiah apa adanya, dan tidak imanipulasi. Berdasarkan pendapat diatas, bahwa pendekatan kualitatif pendekatan naturalisitik karena situasi lapangan apa adanya dan tidak imanipulasi. Sugiono (2011, hlm. 15), menyimpulkan bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode yang berlandaskan pada filsafat postpostivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawan eksprimen) dimana penelitian adalah sebagai instrument kunci, pengembalian sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball. Tehnik pengumpulan dengan trianggulasi, analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Penelitian mengenai pengembangan civic culture melalui pendidikan formal dan budaya lokal masyarakat suku Naulu agar nilai-nilai budaya lokal dilestarikan di tengah arus globalisasi dan meningkatkan minat pendidikan formal semakin tinggi tanpa menghilangkan identitas bangsa. Berdasarkan pada hal tersebut, secara metodologis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Nasution (2003, hlm. 5) “hakikat penelitian kualitatif adalah untuk mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka,

(45)

mengamati objek yang diteliti. Dengan kata lain, peneliti bertindak sebagai alat utama riset (human instrument). Senada dengan apa yang diungkapkan Nasution (1996, hlm. 9) bahwa ”dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai penelitian utama (key instrument)”. Dialah yang mengadakan sendiri pengamatan atau wawancara mendalam sehingga dapat menyelami dan memahami kebermaknaan pembelajaran dengan dibantu oleh pedoman wawancara dan observasi.

Dari penelitian ini diharapkan peneliti dapat memperoleh informasi dan data yang akurat untuk penelitian. Alasan lainnya mengapa peneliti memilih pendekatan kualitatif-naturalistik adalah disebabkan data yang akan diperoleh dari penelitian ini di lapangan lebih banyak menyangkut perbuatan dang ungkapan kata-kata dari responden yang sedapat mungkin bersifat alami, tanpa adanya rekayasa serta pengaruh dari luar. Sebagaimana Moleong (2003, hlm. 3)

mengatakan bahwa “penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang

menghasilkan data kualitatif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari perilaku orang-orang yang diamati”.

Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2000:130) mengatakan bahwa

“pendekatan kualitatif merupakan pendekatan penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang

diamati”. Maka dari itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana bentuk pengembangan civic culture masyarakat Suku Naulu melalui pendidikan formal dan budaya lokal. Sehingga, peneliti memperoleh gambaran perilaku siswa yang mencerminkan civic culture setelah menempuh pendidikan formal, nilai-nilai budaya lokal yang dapat dikembangkan sebagai civic culture, dan cara melestarikan budaya lokal masyarakat Suku Naulu.

2. Metode Penelitian

(46)

berfikir, cara hidup, cara berperilaku sebagai “social settings study. Penelitian ethnografi merupakan studi terhadap kelompok budaya yang utuh dan alami selama jangka waktu tertentu. Selanjutnya (dalam Grant & Fine, 1992; Spradley, 1980; Creswell, 1994) dikatakan proses penelitian bersifat fleksibel dan kontekstual berkembang sebagai respon terhadap realitas hidup yang ditemui di lapangan Dalam perspektif ontologis nature of the phenomena atau entitas atau kenyataan sosial menjadi sangat penting artinya dalam melakukan proses penelitian etnografi. Dalam pandangan Creswell (1994) peneliti kualitatif utamanya sangat konsern terhadap proses dibandingkan outcomes atau produk.

Creswell (1994, hlm. 142) menjelaskan penelitian etnografi secara sistematis melakukan deskripsi, analisis, dan intepretasi dengan menghayati interaksi dan persepsi masyarakat yang diteliti bukan persepsi atau angan-angan peneliti. Perilaku dan praktik sosial budaya dalam segala bentuk interaksi, komunikasi, aturan, moralitas, sistem keyakinan dideskripsikan sebagaimana adanya dalam kehidupan keseharian. Creswell, (1994, hlm. 145) juga menegaskan bahwa penelitian etnografi fokus pada masyarakat, memilih informan yang diketahui memiliki pandangan yang luas dan mendalam terhadap aktivitas masyarakat yang diteliti. Menekankan pada makna bagaimana masyarakat make sense kehidupannya, pengalaman, dan struktur dunianya sendiri. Senada dengan

hal tersebut Mason, (2006, hlm. 120) menjelaskan pengidentifikasian dan pemilihan informan yang tepat akan memperkuat akses sumber data yang relevan dengan pertanyaan penelitian Penelitian etnografi konsepsi masyarakat Suku Naulu sebagai pusat pembudayaan kompetensi mengkaji dan menyajikan pengalaman-pengalaman terbaik (best practice) tentang interaksi, relasi, dan situasi sosial budaya, praktek sosial budaya, organisasi adat, organisasi sekolah, pendidikan nilai di keluarga dan di masyarakat, dan pendidikan di sekolah.

B. Partisipan dan Tempat Penelitian 1. Partisipan Penelitian

(47)

yang berdomisili di Pulau Seram kecamatan Amahai, yang terdiri dari tokoh adat, orang tua, anak yang menempuh pendidikan formal, guru. Adapun subjek yang akan diteliti bisa dilihat pada table dibawah ini :

Tabel 3.1 Partisipan Penelitian

No Subjek Penelitian Jumlah

1 Tokoh Adat Suku Naulu 2 Orang

2 Orang Tua Siswa Suku Naulu 5 Orang

3 Siswa / Anak Suku Naulu 5 Orang

4 Guru 5 Orang

5 Budayawan 1 Orang

6 Akademisi 1 Orang

7 Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah

1 Orang

Jumlah 20 Orang

Sumber: Dikembangkan oleh Peneliti (2015)

2. Lokasi Penelitian

Adapun Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Pulau Seram Negeri Nuanea, Kelurahan Holo Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Penentuan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Desa tersebut merupakan desa Suku Naulu yang anak-anaknya mulai mengenal pendidikan formal.

Adapun dalam pengumpulan data yang telah diuraikan dalam tabel diatas, dianggap belum cukup diambil dari masyarakat Suku Naulu di Negeri Nuanea maka dikumpulkan juga dari tokoh adat serta budaya atau orang yang sangat insert terhadap adat Suku Naulu. Menurut Miles & Haberman (2007, hlm. 57),

dalam kaitannya penetepan subjek penelitian, maka ada kriteria yang digunakan yaitu latar (setting), para pelaku (actors), peristiwa-peristiwa (ivent), dan proses (process). Berdasarkan hakikat dalam penelitian kualitatif, maka subjek dalam

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 4.1 Perbedaan Suku Alune dan Wamale
Tabel 4.4
Gambar 04 Pakaian sehari-hari pada anak laki-lakki yang  belum dewasa seperti masyarakat
+7

Referensi

Dokumen terkait