• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Studi Etnografi pada Masyarakat Adat Suku Nuaulu di Pulau Seram, Negeri Nua Nea Kec

RITNA WATI UTAMI

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian 1. Letak Geografis Negeri Adminstratif Nua Nea

2. Sejarah Suku Nuaulu

Suku Nuaulu merupakan penduduk pribumi Pulau Ibu atau disebut dengan

”Nusa Ina” di Pulau Seram Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku.

Penduduk pulau seram dikenal sebagai suku “Alifuru” yang diartikan oleh penduduk setempat sebagai “manusia awal”. Menurut Antropolog A.H Keano, Pulau seram dari dahulu telah didiami oleh suatu suku yang dikenal dengan

sebutan “Alifuros”. Suku ini berasal dari campuran antara Kaukasus Mongol dan bangsa Papua. Di Pulau seram suku ini dikenal dengan suku-suku “Alune” dan “Wamale”. Suku Alune dan Wamale mendiami daerah pedalaman Seram Barat.

Suku Alune berpusat di sekitra negeri Riring dan suku Wamale disekitar Hunitetu. Sedangkan suku Nuaulu merupakan percampuran antara suku Alune dan Wamale. Kedua suku ini dianggap sebagai penduduk asli Pulau Seram.

Istilah Nuaulu untuk Suku bangsa tersebut terdiri dari dua buah kata yaitu Nua dan Ulu adalah nama sebuah cabang sungai dari sungai Ruata yang mengalir di Seram Bagian Selatan dan Ulu artinya Hulu. Jadi Nua Ulu artinya orang yang berdiam di hulu sungai Nua. Dengan demikian istilah Nua Ulu mencerminkan daerah asal Suku bangsa ini. Sejarah Suku Nuaulu menurut Bapak Raja Nuaulu di Nua Nea, Sahune Matoke (48) tahun, awalnya Suku Nuaulu berasal dari Nunusaku yakni sebuah kerajaan besar kerajaan pertama yang terdapat di pedalaman Seram Bagian Barat (SBB) tepatnya, di hulu Sungai Tala, Eti, dan Sapalewa. Suku Nuaulu ini merupakan salah satu keturunan dari anak cucu Raja Nunusaku yang bernama ”UPU AMANLATU NUNUSAKU”. Beliau mempunyai dua orang putra. Putra pertama bernama Natu Manue, sedangkan putra yang kedua bernama Natu Sahunawe. Kedua putra ini masing-masing memiliki jabatan yang sangat penting dalam kerajaan Nunusaku yakni sebagai kapitan atau panglima perang.

Awalnya kedua Putra Upu Aman Latu Nunusaku ini hidup rukun, aman, dan damai. Namun seiring dengan berjalannya waktu raja Nunusaku sudah memasuki usia senja, membuat kedua putranya saling merebut tahta kerajaan. Setiap permasalahan yang terjadi dalam kerajaan Nunusaku keduanyalah sebagai pemicu dari permasalahan tersebut sehingga selalu mengorbankan rakyat kerajaan Nunusaku. Melihat hubungan kedua putranya tidak harmonis, Upu Aman Latu Nunusaku mengadakan musyawarah besar. Pada musyawarah tersebut Upu Aman Latu Nunusaku mengambil keputusan untuk mengeluarkan kedua putranya itu agar keluar meninggalkan kerajaan Nunusaku. Hal ini dilakukan agar rakyat Nunusaku tidak menjadi korban dari setiap permasalahan yang terjadi atas ulah keuda putranya. Mendengar keputusan ayah mereka ini, Natu Manue dan Natu Sahunawe, masing-masing mulai mencari jalan untuk keluar meninggalkan kerajaan Nunusaku. Dengan demikian timbullah huru hara dalam kerajaan terutama dari kelompok-kelompok pengikut kedua putra raja tersebut.

Kelompok Natu Manue dengan sombah Upu mereka datang menghadap Upu Aman Latu Nunusaku seraya memohon agar mereka tidak boleh meninggalkan kerajaan bersama Natu Manue. Hal ini mengingat Upu Aman Latu sudah tua siapa yang akan memimpin kerajaan Nunusaku jika Upu Latu Nunusaku (Raja Nunusaku) akan mangkat/wafat. Sebagai raja dan orangtua yang adil dan bijaksana Upu Aman Latu Nunusaku tidak merobah keputusannya. Akhirnya kedua putranya Natu Manue dan Natu Sahunawe masing-masing dengan kelompoknya mulai keluar meninggalkan kerajaan Nunusaku. Disinilah Cikal bakal runtuhnya kerajaan Nunusaku sebagai satu kerajaan yang pernah ada di bumi Nusa Ina (Pulau Seram) pada zaman dahulu.

Natu Manue, putra tertua Upu Aman Latu Nunusaku mengajak musyawarah dengan kelompoknya untuk mecari solusi kearah mana mereka akan berjalan keluar meninggalkan tanah kerajaan Nunusaku yang sangat mereka cintai. Natu Manue berdiri di atas sebuah batu dibawah naungan pohon Nunusaku (beringin besar) tidak jauh dari lembah sungai Eti, Tala Sapalewa. Natu Manue berdiri memberikan harapan dan semangat kepada pengikutnya walaupun dalam hatinya sedih dan sangat berat untuk meninggalkan tanah kelahirannya entah kapan ia kembali ataupun mungkin tidak akan kembali lagi ke negeri Nunusaku untuk selama-lamanya. Setelah memberikan arahan harapan dan semangat, akhirnya mereka mencapai kata sepakat untuk keluar meniggalkan negeri Nunusaku dengan menyelusuri sungai Sapalewa menuju Utara Pulau Seram. Sementara itu, Natu Sahunawe sudah lebih dulu keluar bersama pengikutnya, mereka menyelusuri sungai Tala menuju ke bagian selatan Pulau Seram. Masyarakat Nunusaku lain yang keluar menyelusuri Sungai Eti menuju kebagian Barat. Disinilah pecah atau runtuhnya kerajaan Nunusaku serta lahirnlah istilah

Pata Siwa”dan “Pata Lima” yang sampai saat ini tetap dipegang oleh negeri -negeri adat di bumi Nusa Ina. Pengikut Natu Manue keluar meninggalkan kerajaan Nunusaku dengan kata ucapan terakhir, dengan teriakan bersama yaitu

Pata Lima”. Pata artinya terpisah lima artinya lima bagian. Sedangkan pengikut

putra kedua yakni Natu Sahunawe keluar dengan teriakan bersama yaitu “Pata SiwaPata yang artinya terpisah dan siwa artinya Sembilan jadi artinya terpisah

menjadi sembilan bagian. Sementara masyarakat Nunusaku yang lainnya keluar meninggalkan kerajaan Nunusaku dengan berteriak “Siwa Lima”.

Natu Manue dan pengikutnya melakukan perjalanan menyelusuri sungai Sapalewa yang medannya cukup berat. Bila malam tiba mereka berhenti dan bermalam sampai pagi kemudian melanjutkan perjalanan lagi. Akhirnya tibalah mereka pada satu tempat untuk beristirahat. Tempat tersebut terdapat banyak pohon pinang yang buahnya besar-besar. Dengan hati gembira Natu Manue

membelah sebuah pinang dengan berkata “Hua Uluartinya pinang kepala. Setelah melihat pemandangan di sekitar tempat itu yang sangat indah maka tergeraklah Natu Manue memutuskan untuk tinggal dan menetap di tempat itu. Dari tempat ini bisa terlihat di sebelah Utara lautan yang membujur sejauh mata memandang. Sampai sekarang tempat tersebut dikenal dengan nama negeri Hua

Ulu” y ang terdapat pada Seram Bagian Utara.

Setelah melewati beberapa kurun waktu dari generasi ke generasi timbullah suatu keinginan untuk mencari tempat-tempat yang lain lagi demi melanjutkan kehidupan mereka. Hal ini terutama untuk mencari hewan buruan dan makanan serta memperluas wilayah kekuasaan. Oleh karenanya sebagian dari pengikut Natu Manue keluar dari Negeri Hua Ulu menuju kearah Timur laut. Tibalah mereka pada satu tempat yang amat indah, di sekelilingnya terdapat banyak hewan buruan yakni di Hulu Sungai Nua tempat ini penuh dengan lembah-lembah yang indah dan menyejukan. Beberapa lama mereka menetap di tempat hulu sungai Nua ada seorang bapak yang sengaja naik ke satu bukit yang tinggi sehingga tampak pemandangan laut Selatan yang cukup indah. Serentak

bapak ini berteriak “Mae Toke,Mae Toke” artinya ”hei, mari lihat-mari lihat”. Dengan serentak semua orang yang berada dilembah Hulu Kali Nua tersebut naik dan melihat kearah selatan yang tampak pemandangan laut nan indah. Hal inilah yang menggugah perasaan hati mereka untuk melanjutkan perjalanan lagi menyusuri tepian Kali Nua dipimpin bapak yang berteriak Mae Toke tersebut. Sehingga bapak tersebut dipanggil dengan nama Mae Toke sampai saat ini di Suku Nuaulu marga Matoke cukup dikenal.

Setelah sampai dipesisir Selatan Pulau Seram tetapi agak kepedalaman

Dari sinilah mereka mulai terpencar menjadi beberapa kampung seperti Rohua, Bunara, Simalou, Hauwalan serta Ahisuru, tetapi sebagian masih ada yang tinggal di Watane. Dengan demikian dapat kita ketahui bersama bahwa Suku Nuaulu adalah bagian dari anak cucu atau keturunan Natu Manue, putra pertama Upu Aman Latu Nunusaku (Raja kerajaan Nunusaku) yang keluar meninggalkan kerajaan Nunusaku dan berjalan menuju arah Utara pulau seram dengan istilah Pata Lima. Jadi Moyang dari Suku Nua Ulu adalah Natu Manue, sementara datuk mereka adalah Upu Aman Latu Nunusaku (Tuan Raja Nunusaku).

3. Keadaan Penduduk Suku Nuaulu di Negeri Adminstratif Nua Nea