• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1. Keadaan Umum Daerah Kawal

Kabupaten Tanjungpinang termasuk wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang merupakan ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Riau nomor 22 tahun 2001 tanggal 20 September 2001, Kawal merupakan ibukota Kecamatan Gunung Kijang. Kecamatan Gunung Kijang terdiri dari 4 Desa yaitu Desa Gunung Kijang, Desa Teluk Bakau, Desa Malang Rapat dan Desa Tua Paya.

Secara geografis daerah Kecamatan Gunung Kijang terletak pada posisi 00041′00″ LU - 1010′00″ LU dan 104028′01″ BT - 105002′00″ BT dengan batas-batas sebagai berikut :

1. disebelah utara dengan Kecamatan Bintan Utara, Kecamatan Teluk Bintan; 2. disebelah selatan dengan Kecamatan Senayang dan Laut Natuna;

3. disebelah timur dengan Laut Natuna;

4. disebelah barat dengan Kota Tanjungpinang, Kecamatan Tanjungpinang Timur/Galang.

Keadaan topografi wilayah Kecamatan Gunung Kijang adalah berbuk it, dengan tingkat kemiringan/lereng dan ketinggian yang landai, berdaratan rendah dan berpantai landai. Sedangkan dari segi klimatologis, Kecamatan Gunung Kijang memiliki iklim tropis dengan musim hujan dan kemarau setiap tahun. Musim kemarau terjadi pada bulan Pebruari sampai bulan Juli dan musim penghujan pada bulan Agustus sampai Januari.

Musim yang sangat mempengaruhi kegiatan nelayan adalah sebagai berikut : 1. Musim Utara, yang terjadi pada bulan Desember dan bulan Pebruari, dimana angin

bertiup sangat kencang dan menimbulkan gelombang laut yang besar.

2. Musim Timur, yang terjadi pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei. Keadaan angin mulai berkurang kencangnya dan pada musim ini segala alat penangkapan ikan dapat beroperasi.

3. Musim Selatan, yang terjadi dari bulan Juni sampai bulan Agustus. Keadaan angin semakin tenang begitu pula dengan gelombang laut, namun kadang-kadang bertiup angin ribut dan menimbulkan gelombang besar.

4. Musim Barat, yang terjadi dari bulan September sampai bulan Nopember. Keadaan angin sering tidak menentu karena sering terjadi angin ribut yang menimbulkan gelombang besar. Keadaan ini semakin diperburuk dengan hujan yang sering turun.

Keadaan kadar garam di perairan Kecamatan Gunung Kijang secara rata-rata mencapai 2,8% hingga 3,4%. Perubahan kadar garam dipengaruhi oleh musim penghujan dan musim kemarau.

Sebelum adanya pemekaran daerah pada tahun 2001 Kecamatan Gunung Kijang termasuk dalam wilayah Kecamatan Bintan Timur. Namun setelah dimekarkan 2 daerah ini menjadi dua kecamatan yang terpisah. Kecamatan Bintan Timur terdiri dari Kelurahan Kijang, yang terdiri dari Desa Mantang Baru, Desa Mantang Lama, Desa Mantang Besar, Desa Numbing, Desa Kelong dan Desa Mapur. Sedangkan Kecamatan Gunung Kijang terdiri atas beberapa Desa yakni Desa Gunung Kijang, Desa Tuapaya, Desa Teluk Bakau, dan Desa Malang Rapat. Desa-desa tersebut yang menyatu dengan Pulau Bintan ada 5 Desa dan dapat ditempuh dengan kendaraan darat sedangkan Desa yang lainnya berada disekitar Pulau Bintan, yang dapat ditempuh dengan transportasi laut.

Secara geografis Kecamatan Bintan Timur dan Kecamatan Gunung Kijang sangat berdekatan bahkan karena kurangnya sosialisasi pemekaran daerah kedua Kecamatan ini terkadang disatukan. Luas kedua Kecamatan ini belum dapat dipisahkan, karena masih sering terjadi konflik apabila hal ini dibicarakan. Secara umum luas kedua kabupaten ini adalah ±3.158,2 km2, luas daratannya ± 900 km2 dan luas perairan 2.258,2 km2 dengan jumlah pulau sebanyak 89 pulau besar dan kecil.

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap

Berdasarkan data pada Laporan Tahunan Kondisi Perikanan tahun 2001, potensi sumberdaya perikanan laut di Kecamatan Gunung Kijang (Kawal) dapat dikategorikan besar, terutama sumberdaya ikan pelagisnya. Hal ini terlihat dari komposisi ikan yang didaratkan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) terdekat.

Alat tangkap yang beroperasi di Kecamatan Gunung kijang ini diantaranya: 1. jaring insang hanyut (drift gill net);

3. rawai, yakni pancing permukaan yang dibiarkan hanyut dan terhubung pada kapal yang tidak berjalan;

4. pancing (hand line);

5. kelong apung (mobile lift net); 6. kelong tancap (stationary lift net); 7. bubu dan bento.

Jumlah masing- masing alat tangkap terdapat pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2 Alat tangkap di Kecamatan Gunung Kijang (tahun 2001)

Gunung Teluk Malang Tua

No. Jenis alat tangkap Kijang Bakau Rapat Paya Jumlah %

1 Drift gill net 15 2 26 - 43 7,00

2 Set gill net 34 8 13 - 55 8,96

3 kelong apung - 16 41 8 65 10,59 4 kelong tancap 8 10 9 2 29 4,72 5 Pancing 27 24 18 - 69 11,24 6 Bubu 135 63 87 - 285 46,42 7 Bento 68 - - - 68 11,07 Total 287 123 194 10 614 100

Sumber : Dinas Perikanan Kecamatan Gunung Kijang (2001)

Dari Tabel 2 terlihat bahwa alat tangkap bubu sangat mendominasi, namun alat tangkap ini kurang memberikan kontribusi baik untuk konsumsi lokal maupun untuk ekspor. Untuk kebutuhan besar dan ekspor drift gill net, set gill net, kelong apung, kelong tancap, dan pancing lebih memberikan masukan yang berarti.

Armada penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan Kecamatan Gunung Kijang bervariasi, baik ukurannya maupun tenaga penggeraknya. Armada penangkapan yang ada di Kecamatan Gunung Kijang dapat dikategorikan: (1) Perahu/sampan dayung; (2) Kapal motor berukuran kecil (< 4 GT); (3) Kapal motor berukuran besar (> 4 GT).

Jumlah armada penangkapan ikan yang ada di 4 Desa yang berada di Kecamatan Gunung Kijang dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini:

Tabel 3 Armada penangkapan ikan di Kecamatan Gunung Kijang (tahun 2001)

Gunung Teluk Malang Tua

No. Jenis Kijang Bakau Rapat Paya Jumlah %

1 Perahu dayung 23 27 39 - 89 32,25

2 KM < 4 GT 21 15 38 2 76 27,54

3 KM > 4GT 64 3 42 2 111 40,22

Total : 108 45 119 4 276 100

Sumber : Dinas Perikanan Kecamatan Gunung Kijang (2001)

Armada penangkapan (kapal) yang mendominasi perairan ini adalah KM > 4 GT, karena bila ditinjau dari segi jangkauan melaut dan daya tampung hasil tangkapan lebih besar. Alat tangkap ini seperti alat tangkap gill net dengan ukuran mata jaring 5 inchi dan mata jaring 12 inchi untuk menangkap ikan pelagis besar seperti ikan tenggiri dan tuna. Kapal ukuran besar biasanya memiliki ukuran palka yang besar pula. Nelayan di daerah ini biasanya rela lama melaut hingga palka terisi penuh agar biaya operasi penangkapan tidak terlalu besar.

Kualitas ikan tangkapan di daerah ini tidak terlalu diperhatikan karena pasar ekspor tetap menerima ikan tangkapan dengan harga jual tinggi walaupun kualitas ikan telah menurun. Hal ini menyebabkan produksi dan nilai jualnya lebih tinggi bila dibanding kapal yang berukuran kecil. Tidak itu saja, biasanya hasil penjualan total dari beberapa trip kapal besar dalam tiga hingga lima bulan digunakan telah dapat mengganti biaya pembelian kapal, upah anak buah kapal dan menutupi biaya operasi harian kapal selama digunakan.

Produksi perikanan yang tertinggi di daerah ini terjadi pada bulan Maret, karena pada bulan ini keadaan perairan sangat mendukung untuk kegiatan penangkapan dan biasanya semua alat tangkap beroperasi pada bulan ini. Sedangkan volume produksi terkecil terjadi pada bulan Desember, pada bulan ini sangat sedikit alat tangkap yang beroperasi dikarenakan kekhawatiran nelayan untuk mengoperasikan alat tangkap karena gelombang laut pada akhir tahun biasanya sangat besar.

Nilai hasil laut Kecamatan Gunung Kijang (tahun 2001) dapat dilihat pada Tabel 4, serta nilai hasil laut Kecamatan Gunung Kijang digambarkan pada Gambar 4 berikut ini:

Tabel 4 Nilai hasil laut Kecamatan Gunung Kijang (tahun 2001)

Produksi

No. Bulan Volume(ton) Nilai (Juta)

1 Januari 25,64 72,275 2 Pebruari 39,3 90,32 3 Maret 46,37 119,58 4 April 29,44 70,36 5 Mei 44,62 109,99 6 Juni 43,3 122,2 7 Juli 45,05 109,095 8 Agustus 36,29 95,91 9 September 44,85 107,93 10 Oktober 24,6 73,82 11 Nopember 14,75 48,425 12 Desember 12,6 40,975 Total 406,81 1.060,88

Sumber : Dinas Perikanan Kecamatan Gunung Kijang (2001)

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00

Januari Pebruari Maret April Mei Juni JuliAgustus

SeptemberOktoberNopemberDesember Bulan

Nilai Produksi (ton)

Produksi Gambar 4 Hasil laut Kecamatan Gunung Kijang (tahun 2001)

Hasil perikanan laut di daerah ini juga memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan daerah Pemasukan daerah berupa devisa). Pada akhir tahun 2001 nilai produksi perikanan daerah ini mencapai Rp. 1.060.880.000,00. Bahkan dari pencatatan hingga pertengahan tahun 2003 nilai ekspor hasil laut ke Singapura sebanyak 205.284 kg, dengan nilai jual sebesar Rp. 779.685.000,00 yang terdiri atas ikan segar 201.250 kg, dengan nilai jual Rp. 522.290.000,00 dan 4034 kg berupa ikan hidup dengan nilai jual Rp. 257.395.000,00.

Dokumen terkait