• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Korea Utara Masa Kim Jong Il

1. Keadaan Geografis

Korea merupakan salah satu negara yang terletak di belahan bumi bagian timur, di Semenanjung kawasan Asia Timur Laut. Posisi geografi Semenanjung Korea yang strategis menyebabkan Korea mempunyai arti penting sebagai penghubung antara negara di kawasan Timur Tengah dengan negara di kawasan Asia. Selain itu, Korea berada di tengah-tengah tiga negara besar yaitu Jepang,

Korea Utara merupakan negara yang terletak di antara garis lintang 37° 43° LU dan garis bujur 1240 1310 BT. Negara ini mempunyai luas wilayah 120.540 persegi. Sekitar 80% dari wilayah Korea Utara merupakan pegunungan, dan dataran tinggi yang dipisahkan oleh lembah dengan ketinggian 2.000 meter (6.600 kaki). Korea Utara memiliki dataran tinggi di bagian utara dan timur. Bagian utara ke selatan merupakan rantai pegunungan Nangrim, sedangkan bagian barat terbentang pegunungan Gangnam, Jeokyuryeong, Myohyang, dan Myeolak. Korea Utara mempunyai jarak yang dekat dengan negara tetangganya. Di sebelah utara berbatasan dengan China, sebelah selatan di batasi oleh Rusia, sebelah barat berbatasan dengan Laut Kuning dan sebelah timur di batasi oleh Laut Jepang. Pusat pemerintahan negara Korea Utara adalah kota Pyongyang. Korea merupakan negara yang memiliki empat musim yang berbeda. Cuaca yang sangat dingin terjadi pasa musim dingin disertai dengan hujan salju sekitar 37 hari. Untuk musim panas cenderung singkat dan lembab. Musim semi dan musim gugur merupakan masa transisi yang ditandai dengan suhu ringan (KBS World, 2006).

Sebagian besar penduduk Korea Utara tinggal di dataran rendah. Di tahun 2009, penduduk Korea Utara sekitar 24 juta jiwa yang merupakan bangsa etnis dan menggunakan bahasa yang homogen. Masyarakatnya berasal dari Cina, Jepang minoritas, Vietnam, Korea Selatan, dan Eropa. Masyarakat Korea Utara

commit to user

mayoritas beragama Budha, minoritas beragama Kristen, Konghucu, dan sebagian masyarakat Korea Utara ada yang tidak beragama serta ada yang percaya pada dukun. Penduduk Korea Utara masih tertinggal di berbagai bidang. Maka dari itu, pemerintah memberikan pendidikan gratis, yang wajib diikuti seluruh masyarakat. Pendidikan tersebut berlangsung selama sebelas tahun, meliputi satu tahun prasekolah, empat tahun pendidikan dasar, dan enam tahun pendidikan menengah. Perguruan tinggi tidak diwajibkan di Korea Utara, hanya peserta didik memilih pendidikan khusus untuk mengembangkan keterampilan sesuai kemampuannya. Ilmu kesehatan merupakan pendidikan khusus yang didukung oleh pemerintah, sehingga Korea Utara memiliki layanan medis nasional dan sistem asuransi kesehatan. Akan tetapi, sistem kesehatan Korea Utara menurun di tahun 1990 lalu akibat bencana alam, masalah ekonomi, makanan dan kekurangan energi (KBS World, 2006).

Perbaikan di berbagai bidang seperti ekonomi, pendidikan dan lainnya mulai dikembangkan suatu usaha mandiri pada tahun 1994 di bawah pemerintahan Kim Jong Il. Kim Jong Il merupakan putra Kim Il Sung yang dilahirkan di Uni Soviet. Empat tahun kemudian, Kim Jong Il kembali ke Pyongyang ketika Korea Utara telah merdeka dari Jepang. Kim Il Sung menjadi pemimpin pemerintahan di Korea Utara. Sekitar tahun 1990an, Kim Il Sung meninggal dunia. Pemerintahan telah diserahkan kepada Kim Jong Il sebelum Kim Il Sung meninggal (Selig. S. Harrison. 2002). Pada saat itu, demokrasi dan reformasi menyebar di seluruh dunia, tetapi Kim Jong Il telah menerapkan kebijakan militer untuk menjalankan pemerintahnnya. Sesuai dengan kebijakan militer yang merupakan kekuatan inti dari revolusi, penduduk Korea Utara harus mengikuti wajib militer. Kekuatan militer terbentuk untuk melindungi Korea Utara dari serangan negara lain dan sebagai salah satu kebijakan untuk menutupi kekurangan negara yang sedang dilanda kelaparan akibat perekonomian yang buruk. Meskipun Korea Utara merupakan negara kecil, namun Kim dapat membuat negara yang kuat dan makmur dengan kekuatan militer (Sik. Kim. Hyun., 2008).

commit to user

Riwayat hidup Kim Jong Il menurut Sofa Asian Leaders (2012), bahwa Kim Jong Il menyelesaikan sekolah di China tahun 1950-1960. Kim Jong-il mempelajari tentang perbaikan otomotif dan teknik pertanian dalam persiapan memimpin Republik Pekerja Korea Utara. Kim menyelesaikan pendidikan tinggi di Cina pada tahun 1964 dan mulai bergabung dengan Partai Pekerja Korea. Selama tiga dekade berikutnya, Kim mengabdikan hidupnya untuk memperkuat citra ayahnya dan meningkatkan kekuasaannya dalam pemerintahan dengan mengambil alih semua bidang seni, media, dan struktur militer Pyongyang.

Kim Jong Il membuktikan kemampuannya untuk menjadi pemimpin yang kuat dengan membangun perekonomian yang mandiri. Kim Jong Il membuat struktur konstitusional baru yaitu menyediakan angkatan-angkatan bersenjata untuk melindungi dirinya dan menempatkan suatu pertemuan para pengusaha untuk tujuan politik. Masa pemerintahan Kim Jong Il merupakan suatu rezim tanpa feodalisme dengan adanya kekuatan militer.

2. Kebijakan Dalam Negeri Kim Jong Il

a) Kebijakan di Bidang Politik

Perubahan hubungan politik antarkorea diikuti pula dengan berbagai macam masalah yang besar. Beberapa di antaranya adalah masalah pembentukan struktur kekuatan politik yang baru di sekitar semenanjung Korea, masalah perbedaan pendapat umum terhadap sistem pemerintahan Korea Utara, reunifikasi dan ideologi. Dalam pertemuan puncak antarkorea, empat negara yang ada di sekeliling semenanjung Korea, seperti Amerika Serikat, Jepang, RRC, dan Rusia bersaing untuk memberikan pengaruh terhadap Korea Selatan dan Kotea Utara. Misalnya, presiden RRC, Jiang Jemin mengunjungi kedutaan besar Korea Utara di Beijing, sedangkan presiden Rusia, Vladimir Putin melakukan kunjungan resmi ke Korea Utara. Tawaran kedua presiden tersebut memberi isyarat bahwa Rusia dan Cina mendekati Korea Utara untuk mengadakan kerjasama (KBS World, 2006).

Di lain pihak, Perdana Menteri Jepang, Mori, melalui berbagai saluran komunikasi mencoba mengadakan kontak dengan pemerintah

commit to user

Pyongyang dengan maksud untuk dapat menjalin kerjasama dengan Korea Utara. Akan tetapi, pemerintah Korea Utara terlebih dahulu menjalin kerjasama dengan Amerika Serikat dengan mengirim Jenderal Korea Utara, Cho Myong Rok untuk berkunjung ke Washington. Kedatangan Jenderal Cho ke Amerika Serikat mendapat tanggapan dari presiden Bill Clinton yang akan mengunjungi Pyongyang pada tahun 2000. Perubahan politik di antara empat negara besar dan dua Korea tersebut membuat pemerintah Seoul tidak memahami keadaan politik di Semenanjung Korea. Pertemuan puncak antarkorea pada bulan Juni 2000, telah memunculkan pertentangan antara golongan konservatif dan reformis di dalam masyarakat Korea Selatan (Seung. Ho. Joo dan Tae. Hwan. K., 2007).

Sekian lama rakyat Korea Selatan hanya diberikan pendidikan mengenai demokrastisme dan kapitalisme tanpa mengenal sosialisme dan komunisme. Keadaan yang sama juga dirasakan oleh masyarakat Korea Utara. Rakyat Korea lebih condong pada ajaran konfusianisme. Mereka tidak berani mengubah dirinya sendiri untuk mancari hal-hal baru. Bukti dari ajaran konfusianisme misalnya, tindakan mantan Presiden Korea Selatan, Young Sam yang menolak kedatangan Kim Jong Il ke Korea Selatan. Masyarakat Korea Selatan menyetujui pendapat mantan presiden tersebut bahwa seharusnya Kim Jong Il meminta maaf terlebih dahulu atas tindakan peledakan bom pesawat Korea Selatan pada tahun 1988 lalu. Akan tetapi, presiden Dae Jung (presiden ke-8 setelah Kim Young Sam) meminta Kim Jong Il untuk berkunjung ke Korea Selatan sebagai tamu kenegaraan (Kim. H. C., 2001).

Masalah penyatuan Semenanjung Korea menimbulkan perbedaan ideologi di dalam masyarakat Korea. Sejak tahun 1945, kedua negara tersebut mengembangkan kebijakan reunifikasinya masing-masing. Korea Selatan memiliki kebijakan unifikasi konfederasi, sementara Korea Utara menuntut kebijakan unifikasi federasi tingkat rendah. Terhadap kedua kebijakan reunifikasi semenanjung Korea itu, masyarakat Korea mengalami ketidaktahuan mengenai ideologi di negara mereka. Dalam suatu pertemuan

commit to user

di Pyongyang, kedua pemimpin tertinggi masing-masing negara menyetujui wewenang diplomasi, pertahanan dan penyusunan undang-undang tingkat rendah, yang semuanya diberikan kepada pemerintah regional. Beberapa tahun kemudian, terjadi persetujuan antara Kim Jong Il dengan Kim Dae Jung untuk melakukan kerjasama di berbagai bidang (Han, T. Y. 2004).

Kebijakan politik Korea Utara menggunakan ideologi Juche. Ideologi ini dicetuskan oleh Kim Il Sung dan bertahan sampai kepemimpinan Kim Jong Il. Juche mempunyai arti mandiri, di mana seluruh masyarakat Korea Utara harus bisa hidup secara mandiri tanpa bantuan internasional. Akan tetapi, semboyan tersebut tidak berlaku lama. Korea Utara tanpa bantuan produk luar negeri membuat rakyatnya menjadi sengsara. Kondisi Korea Utara yang memprihatinkan mendapat respon baik dari Korea Selatan. Saat ini pemerintah Korea Utara masih menggunakan ideologi Juche dan mulai membuka kerjasama dengan berbagai negara di dunia.

b) Kebijakan di Bidang Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi mengalami pertumbuhan lebih dari 15% per tahun, dengan tenaga nuklir sebagai kebutuhan yang penting sejak tahun 1970. Namun, keadaan ekonomi Korea Utara mengalami keadaan buruk di tahun 1990an. Selain itu, Korea Utara mengalami bencana banjir, pengelolaan lahan yang buruk dan ketidakmampuan untuk mengimpor barang yang diperlukan untuk mempertahankan industri. Keadaan yang memburuk terebut membuat Kim Jong Il melakukan perubahan kebijakan ekonomi yang digabung dengan kebijakan militer untuk memperkuat negara. Menurut pemerintah Korea Utara, kebijakan ini dapat menghasilkan tingkat pertumbuhan yang positif meskipun bahan makanan bergantung pada bantuan asing (KunMo Chung, 1990).

Pemerintahan Kim Jong Il menghadapi masalah serius dibidang ekonomi. Di era globalisasi yang semakin maju, pemerintah Korea Utara masih menerapkan politik isolasi terhadap warga negaranya. Rakyat tidak

commit to user

bisa menikmati kebebasan dan tetap didoktrinasi propaganda-propaganda pemimpinnya, agar mereka tidak terpengaruh dengan perubahan dan perkembangan di dunia luar (Hastuti. W., 2005).

Korea Utara merupakan salah satu negara komunis yang mengatur dan merencanakan perekonomiannya sendiri. Komite Perencanaan Sentral mempersiapkan, mengawasi dan melaksanakan rencana ekonomi, sementara Biro Umum Industri Provinsi di setiap daerah bertanggungjawab atas pengelolaan fasilitas manufaktur lokal, produksi, alokasi sumber daya dan penjualan. Sistem kekuasaan Kim Jong-il tidak segera mencapai kestabilan dan pertumbuhan ekonomi. Pembatasan struktur sistem domestik masih berlaku dan lingkungan eksternal juga memburuk, sehingga dapat mengisolasi perekonomian negara komunis itu. Rencana pembangunan masa transisi 3 tahun yang berlaku pada tahun 1994, tidak mendapat hasil. Korea Utara masih bergantung pada bantuan asing untuk memenuhi permintaan pangan domestik, sedangkan porsi ketergantungan ekonominya pada Cina dan Korea Selatan dalam perdagangan semakin besar. Kekurangan dana, teknologi dan informasi membuat Korea Utara sulit mencapai pertumbuhan ekonomi mandiri mereka (Kim. H., 1994: 53).

Untuk memperbaiki perekonomian negara, Korea Utara menjalankan reformasi dengan meluaskan kegiatan ekspor, mengadakan forum penarikan investasi asing dan pembukaan jembatan penyeberangan untuk perdagangan internasional. Sebuah proyek telah dikembangkan untuk membangun Zona Perdagangan Bebas di pelabuhan Najin dan daerah Seonbong, di propinsi Hamkyeong. Pengembangan ini dilaksanakan pada tahun 1991, dengan tujuan mengubah zona ini menjadi pusat logistik internasional, pusat ekspor untuk produk olahan, dan sebagai tempat wisata. Walaupun upaya legislasi dan institusional dikerjakan, namun lingkungan negara sosialis yang tertutup dan terbatas, infrastruktur yang belum memadai dan rendahnya tingkat kepercayaan dari luar negeri mengakibatkan gagalnya proyek tersebut. Kemudian, zona ekonomi khusus Shineuiju diusulkan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi kesulitan tersebut.

commit to user

Zona Ekonomi khusus Shineuiju berbeda dari zona perdagangan bebas Najin Seonbong. Keadaan ini meniru dari Cina yang melakukan reformasi lokal dan kerjasama di berbagai bidang dengan negara lain. Zona ekonomi khusus Shineuiju merupakan proyek ambisius yang datang saat rencana pembangunan nasional selama masa transisi mengalami kegagalan. Zona ini menjadi negara di dalam negara, hampir sama dengan Hong Kong, yang menjamin kegiatan bisnis dan hak properti swasta. Posisinya yang terletak di dekat Cina dan Laut Barat, memudahkan untuk diakses oleh orang dan modal asing. Di saat itu, pebinis Cina, Yang Bin dilantik sebagai Menteri Administrasi zona Shineuiju. Beberapa waktu kemudian, proyek Shineuiju ditimpa masalah saat Yang Bin ditangkap oleh kepolisian Cina dengan tuduhan korupsi, dan sampai sekarang tidak berkembang lagi. Sampai saat ini Korea Utara masih membutuhkan bantuan dari negara tetangganya (Hastuti. W., 2005).

c) Kebijakan di Bidang Pertahanan dan Keamanan

Tentara Rakyat Korea merupakan sebutan untuk pasukan bersenjata kolektif dari militer Korea Utara. Ada lima cabang tentara yaitu Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, Angkatan Operasi Khusus dan Angkatan Rocket. Menurut Departemen Luar Negeri Ameika Serikat, Korea Utara memiliki 1,21 juta personil yang bersenjata, dengan sekitar 20% pria berusia 17-54 dalam angkatan bersenjata reguler. Jumlah tentara Korea Utara yang banyak membuat persentase personil militer Korea Utara menjadi tertinggi perkapita dari personil militer setiap bangsa di dunia (Korean Broadcasting, 2006).

Jumlah peralatan operasi militer Tentara Rakyat Korea di antaranya 4.060 tank, 2.500 APC, 17.900 buah artileri, 11.000 senjata pertahanan udara dan tank anti peluru kendali dalam angkatan darat, 915 kapal pada Angkatan Laut dan 1.748 pesawat di Angkatan Udara dengan 478 adalah pejuang dan 180 adalah pembom. Peralatan di Korea Utara merupakan peralatan campuran dari Perang Dunia II yaitu kendaraan vintage dan

commit to user

senjata ringan. Korea Utara juga mengembangkan berbagai teknik konvensional seperti GPS Jammers, siluman cat, kapal selam cebol dan torpedo manusia, array yang luas dari kimia dan senjata biologi, dan anti-personil laser. Menurut pejabat Korea Utara, pengeluaran militer untuk tahun 2010 sebesar 15,8% dari anggaran negara. Korea Utara memiliki senjata aktif rudal nuklir dan balistik yang telah dilaporkan pada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa sekitar 1695 senjata bulan Juli 2006, 1.718 senjata bulan Oktober 2006, dan 1874 senjata bulan Juni 2009 (Park. H. J., 1997).

Kim Jong Il menggunakan strategi nasional dengan semboyan politik yang mengutamakan militer dengan bertujuan untuk memelihara rejim keluarga Kim. Pemerintah Korea Utara mementingkan militer untuk memperkuat pertahanan dari serangan negara lain. Pertahanan Korea Utara sangat penting, karena pemerintah telah membuka program pengembangan nuklir yang memerlukan penjagaan ekstra.

Korea Utara mempunyai alasan dalam mengembangkan nuklir, yaitu untuk menjaga keamanan negara dari negara adikuasa seperti Amerika Serikat. Tujuan akhir kebijakan politik tersebut adalah membangun negara yang kuat, yang tidak dapat diancam oleh invasi asing. Runtuhnya Uni Soviet membuat Korea Utara terisolasi dari segi politik dan ekonomi dengan negara lain. Pada waktu itu, masalah paling serius di Korea Utara adalah kekurangan pangan. Penduduk Korea Utara banyak yang meninggal akibat kelaparan dan hal itu memaksa Korea Utara meminta bantuan kepada masyarakat internasional. Pada Oktober 2000, keadaan Korea Utara mulai membaik karena pemerintah mulai melakukan kerjasama dengan negara China (Suisheng. Z., 2006).

Dokumen terkait