• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pengembangan Nuklir Masa Kim Jong Il

1. Latar Belakang Pengembangan Nuklir

Energi nuklir menurut Ridwan (2010), bahwa secara umum energi nuklir dapat dihasilkan melalui dua macam mekanisme, yaitu pembelahan inti atau reaksi fisi dan penggabungan beberapa inti melalui reaksi fusi. Sebuah inti berat yang ditumbuk oleh partikel (misalnya neutron) dapat membelah menjadi dua inti yang lebih ringan dan beberapa partikel lain. Mekanisme semacam ini disebut pembelahan inti atau fisi nuklir. Mekanisme ini terjadi di dalam bom nuklir yang menghasilkan ledakan yang dahsyat. Reaksi fisi dapat membentuk reaksi berantai tak terkendali yang memiliki potensi daya ledak yang dahsyat dan dapat dibuat dalam bentuk bom nuklir.

Penangkalan nuklir menurut Dewitasari (2011), bahwa pengembangan senjata nuklir tidak hanya bersifat defensif atau penangkalan dalam mempertahankan keamanan nasional saja, melainkan juga memiliki kekuatan ofensif, yaitu kekuatan untuk memberikan pengaruh di dalam interaksi antar negara. Kepemilikan senjata nuklir menjadi sebuah strategi penangkalan nuklir Korea Utara dalam menghadapi permusuhan dengan Amerika Serikat. Kemampuan defensif Korea Utara terletak pada pembangunan senjata nuklir yang berimplikasi pada pembangunan kredibilitas kekuatan nuklir yang dapat membuat pihak lawan mengurungkan niat untuk melakukan invasi mengingat bentuk serangan balasan atas invasi yang jauh lebih destruktif. Sedangkan kemampuan

commit to user

ofensifnya terletak pada besaran pengaruh dan intimidasi yang dilakukan Korea Utara di dalam interaksi yang dapat mendegradasi dominasi Amerika Serikat dan aliansinya dalam konteks perundingan.

Pengembangan rudal Korea Utara diperkirakan dimulai tahun 1976 atau menjelang perang di Timur Tengah (Perang Yom Kippur), yakni ketika pasukan Israel melawan koalisi negara-negara Arab yang dipimpin oleh Mesir dan Suriah. Pada saat perang Timur Tengah tersebut berlangsung, Korea Utara menerima rudal Scud- B buatan Rusia dan papan peluncur sebagai imbalan dalam mendukung secara diplomasi kepada Mesir. Penerimaan rudal tersebut memberikan kesempatan pada Korea Utara untuk memulai mengembangkan rudal itu menjadi rudal sendiri dengan membongkar dan merakit kembali rudal Scud tersebut. Pengembangan nuklir yang pertama di Korea Utara terus mengalami kemajuan dan mulai diperbaharui hingga menghasilkan rudal berjarak panjang

seperti - , rudal balistik berjarak menengah (IRBM) , dan rudal

balistik bertingkat yang diperkirakan memiliki kemampuan untuk

menghancurkan benua Amerika (KBS World, 2006).

Menururt Firmansah mengenai motif nuklir Korea Utara (2009), bahwa terdapat tiga motif Korea Utara mengembangkan program kemampuan nuklirnya.

Motif pertama adalah rejim survival. Korea Utara masih merasa terancam dengan

penempatan 27 ribu tentara Amerika Serikat di Korea Selatan, ditambah 47 ribu tentara Amerika Serikat lainnya di Jepang. Keadaan tersebut dapat mengganggu keamanan Korea Utara. Sehingga pemerintah Korea Utara menyiapkan pasukan militer untuk melindungi seluruh rakyat terutama rejim Kim. Korea Utara masih teringat tentang China yang mengalami ancaman serangan nuklir dari Amerika Serikat di tahun 1950an. Ancaman serangan nuklir pertama dikarenakan bantuan militer China pada Korea Utara saat perang Korea. Dua ancaman lainnya dialami Cina berkaitan dengan konflik Cina-Taiwan tahun 1955 dan tahun 1958. Akhirnya pada tahun 1964 Cina berhasil melakukan uji ledak senjata nuklir dan membuat Amerika Serikat memperbaiki hubungan dengan Cina. Delapan tahun kemudian (1972), presiden Amerika Serikat, Richard Nixon melakukan kunjungan

commit to user

kenegaraan ke Beijing untuk melakukan normalisasi hubungan Amerika Serikat-Cina.

Motif kedua pengembangan senjata nuklir Korea Utara adalah ekonomi.

Korea Utara menggunakan program nuklirnya sebagai alat untuk memaksa negara-negara di sekitarnya agar memberikan bantuan ekonomi, bantuan makanan dan bahan bakar dari Cina dan Korea Selatan. Di tahun 2003, Korea Utara mengembangkan senjata nuklir agar menghemat pengeluaran bagi angkatan bersenjatanya. Motif ketiga program senjata nuklir Korea Utara adalah untuk mengangkat status politik Korea Utara di mata dunia. Korea Utara selalu ingin bernegosiasi langsung dengan Amerika Serikat bukan Korea Selatan, karena dianggap sebagai negara boneka bentukan Amerika Serikat. Dengan bernegosiasi langsung, Korea Utara membuktikan pada dunia bahwa dirinya adalah lawan yang sepadan dengan Amerika Serikat. Rejim Korea Utara mengakui secara terang-terangan keinginan mereka untuk menjadi negara nuklir. Sedangkan negara-negara lain mengembangkan senjata nuklir dengan rahasia untuk menghindari intervensi luar (Firmansah, 2009).

Politis strategis nuklir menurut Sarwiyantari, dkk (2008), bahwa nuklir menjadi alat politik bagi elit yang mencoba mempengaruhi kebijakan negara. Dalam kasus Korea Utara, militer memegang kendali atas pembuatan keputusan

nasional. Di bawah pemerintahan Kim Jong Il, (KPA)

merupakan lembaga penting dalam struktur kekuatan Korea Utara. KPA jauh lebih kuat secara politis daripada partai komunis Korea Utara yang dikenal sebagai Korean Workers Party. Walaupun persediaan senjata negara ini sangat tinggi, pimpinan militer Korea Utara menyadari bahwa kekuatan militer konvensional mereka masih dibawah dari lawan, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Oleh karena itu, senjata nuklir dipilih sebagai langkah

deterrence jangka panjang. Menurut KunMo Chung (1990), arah kebijakan

pemerintah untuk kegiatan nuklir ditetapkan sebagai berikut :

commit to user

b) Untuk mengatasi kritik anti nuklir melalui bahan obyektif dan ilmiah serta menciptakan kekuatan pro-nuklir untuk memperkuat organisasi yang berkelanjutan terhadap gerakan anti nuklir.

c) Untuk memberikan perhatian khusus terhadap kesadaran masyarakat tentang tenaga nuklir.

d) Untuk memperkuat kerjasama internasional dengan meningkatkan kegiatan nuklir di setiap daerah.

Selama masa pemerintahan Bush, Korea Utara dianggap sebagai pusat kejahatan bersama Iran dan Irak. Tanggapan pemerintah Korea Utara terhadap pemberitaan tersebut yaitu, pertama, tidak ada hukum internasional yang bisa melindungi suatu negara dari aksi superpower Amerika Serikat. Kedua, satu-satunya hal yang dapat menghalangi Amerika Serikat melakukan serangan adalah kepemilikan senjata pemusnah masal, termasuk senjata nuklir. Korea Utara menganggap kepemilikan kemampuan serang nuklir akan menjaga kelangsungan hidup rejim Pyongyang (Solomon, Jay dan Evan Ramstad, Evan., 2007). Selain untuk menjaga rejimya, senjata nuklir juga digunakan untuk merubah posisi Korea Utara dari negara yang tidak diperhatikan menjadi negara yang ditakuti dan diperhatikan.

Menurut Chuanwen, Hu dan Georg, Woite. (1992), pengembangan tenaga nuklir di negara-negara Asia dapat dikelompokkan sebagai berikut:

(1) Kelompok pertama meliputi Jepang, Republik Korea dan Taiwan. Untuk menjamin keamanan energi dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar impor, dalam jangka panjang maka program tenaga nuklir didirikan dan berhasil dilaksanakan. Di Jepang, Republik Korea dan Taiwan mempunyai saham nuklir pembangkit listrik mencapai 27,7%, 43,2% dan 35,4% pada tahun 1992.

(2) Kelompok kedua meliputi Cina dan India. Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi yang signifikan membuat ketergantungan pada pembangkit listrik dan menimbulkan pencemaran lingkungan. Maka dari itu, sebagai pengganti tenaga listrik maka tenaga nuklir telah diperkenalkan. Kedua negara tersebut telah mempunyai kemampuan di bidang nuklir

commit to user

berbasis teknologi dan sumber daya mereka memiliki potensi kuat untuk pengembangan tenaga nuklir lebih lanjut.

(3) Kelompok ketiga termasuk Filipina, Pakistan dan Iran.

(4) Kelompok keempat terdiri dari sejumlah negara Asia, termasuk Indonesia, Thailand, Malaysia, Republik Demokrasi Rakyat Korea, Vietnam, Turki, dan Bangladesh.

Dokumen terkait