commit to user
KEBIJAKAN KIM JONG IL TERHADAP PENGEMBANGAN NUKLIR
DI KOREA UTARA TAHUN 1998-2008
Disusun oleh:
SKRIPSI
Oleh:
ANITA FERAWATI
K4408016
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
KEBIJAKAN KIM JONG IL TERHADAP PENGEMBANGAN NUKLIR
DI KOREA UTARA TAHUN 1998-2008
Oleh:
ANITA FERAWATI
K4408016
Skripsi
diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Desember 2012
commit to user
PENGESAHANSkripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari : Rabu
Tanggal : 19 Desember 2012
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. Saiful Bachri, M.Pd
Sekretaris : Dra. Sri Wahyuni, M.Pd
Anggota I : Drs. Leo Agung, M.Pd
Anggota II : Drs. Herimanto, M.Pd, M.Si
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd.
NIP. 19600727 198702 1 001
commit to user
ABSTRAKAnita Ferawati. KEBIJAKAN KIM JONG IL TERHADAP
PENGEMBANGAN NUKLIR DI KOREA UTARA TAHUN 1998-2008. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Desember 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Kebijakan pemerintah Kim Jong Il di Korea Utara tahun 1998-2008; (2) Pengembangan nuklir masa Kim Jong Il di Korea Utara tahun 1998-2008; (3) Tanggapan negara lain terhadap pengembangan nuklir di Korea.
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode historis dengan langkah-langkah heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa sumber primer dan sumber sekunder. Teknik pengumpulan data dengan studi pustaka, menggunakan sistem resume katalog. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis historis dengan melakukan kritik ekstern dan intern.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Pemerintah Korea Utara menggunakan ideologi Ju Che, yang berarti semua masyarakat harus bisa mandiri di bidang ekonomi, pandai di bidang politik dan kuat dalam pertahanan. Di bidang politik, Korea Utara mulai mencoba menjalin kerjasama dengan Korea Selatan. Selain itu, untuk mengganti energi listrik dan melindungi diri dari musuhnya, pemerintah Korea Utara membangun senjata nuklir.; (2) Pengembangan nuklir Korea Utara menimbulkan ancaman untuk negara tetangganya. Situasi semakin rumit ketika Korea Utara melakukan ujicoba nuklir yang kedua yaitu senjata rudal jarak jauh Taepodong-2. Dewan Keamanan PBB memutuskan untuk menjatuhkan sanksi yaitu penghentian bantuan ekonomi kepada Korea Utara atas ujicoba rudal jarak jauh tersebut. Pemerintah Korea Utara mengembangkan nuklir untuk melindungi rejim Kim dari pengaruh negara lain yang ingin menguasai daerah Semenanjung Korea; (3) Tindakan Korea Utara mendapatkan tanggapan negatif dari berbagai negara. Tanggapan tersebut misalnya dari Amerika Serikat yang menghendaki Korea Utara menghentikan program pengembangan senjata nuklir untuk ditukarkan dengan bantuan ekonomi, Korea Selatan tidak menginginkan adanya perang di Semenanjung Korea. Jepang, Cina dan Rusia tidak menyetujui adanya perang karena akan mengganggu perdagangan internasional dan mengancam keamanan dunia.
Simpulan penelitian ini adalah pemerintahan Kim Jong Il telah mengembangkan senjata nuklir untuk mempertahankan rejim Kim, mencari bantuan ekonomi dan melindungi negara dari serangan bangsa yang lain. Namun, pengembangan nuklir tersebut mendapat kecaman dari berbagai negara.
Kata kunci: nuklir, Korea Utara, Rudal, Semenanjung Korea
commit to user
ABSTRACTAnita Ferawati. KIM JONG IL POLICY ON NUCLEAR DEVELOPMENT
IN NORTH KOREA YEAR 1998-2008. Thesis, Faculty of Teacher Training and Education Sebelas Maret University. Desember 2012.
The objective of research is to find out: (1) The government's policy of Kim Jong Il in North Korea in 1998-2008, (2) Development of Kim Jong Il's nuclear future in North Korea in 1998-2008, (3) Response to the country's nuclear development Korea.
This research was conducted by using the historical method through heuristic, critical, interpretation and historiography steps. Source of data used in this study of primary sources and secondary sources. The techniques of data collection was done by literature study, using the resume and catalog system. The technique of analysis data used in this research was the historical analysis with Selatan. In addition, to replace the electrical energy and protect themselves from their enemies, the North Korean government to build a nuclear weapon., (2) North Korea's nuclear development poses a threat to its neighbors. The situation became complicated when North Korea launch the second trial of nuclear long-range Taepodong-2. The UN Security Council voted to impose sanctions it is insentif economic blocade. The government of North Korea to develop nuclear regime to protect Kim from the influence of other countries who want to master the Korean Peninsula region, (3) actions of North Korea get a negative response from many countries. The response of the United States for example, which requires North Korea to stop nuclear weapons development program in exchange for economic aid, South Korea does not want a war in the Korean Peninsula. Japan, China and Russia do not agree that the war because it would disrupt international trade and threaten the security of the world.
Conclusions this study is the government of Kim Jong Il has developed nuclear weapons to defend Kim regime, seeking economic aid and protect the country from attack another nation. However, the nuclear development has come under fire from various countries.
Key words: nuclear, North Korea, Long-range, Semenanjung Korea
commit to user
MOTTO#Untuk mencari teman dan kedudukan, menjadi diri sendiri itu lebih baik dari
pada menjadi seperti orang lain (penulis)#
#Kehidupan anda tidaklah terlalu ditentukan oleh apa yang anda alami dalam
hidup ini, melainkan lebih ditentukan oleh sikap anda terhadap hidup ini, tidak
terlalu ditentukan oleh apa yang terjadi pada anda, melainkan lebih ditentukan
oleh cara pandang anda memandang apa yang terjadi (John Homer Miller)#
#Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah kejahatan dengan cara
yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia
akan seperti teman yang setia (Al Fushshilat: 34)#
commit to user
PERSEMBAHANDengan rasa syukur atas Rahmat Allah SWT, kupersembahkan karya ini untuk :
Bapak dan Ibu
Terima kasih untuk semua kasih sayang yang tak terbatas dan doa yang
selalu disertakan untukku. Semua ini tak berarti tanpa dukungan kalian.
Adik Mahdha
Terima kasih untuk adikku yang selalu memberi dukungan untuk
menyelesaikan skripsi ini dan penyemangat agar aku tidak putus asa.
Teman-teman Sejarah 2008
Terima kasih atas semangat, perjuangan dan kerjasamanya. Semua
teman-teman yang tak bisa aku sebutkan satu persatu, semoga persahabatan kita tidak
berakhir sampai disini.
commit to user
KATA PENGANTARSegala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang
memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat
KEBIJAKAN KIM JONG IL
TERHADAP PENGEMBANGAN NUKLIR DI KOREA UTARA TAHUN
1998-2008
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk
mendapatkan gelar Sarjan pada Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya
skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai
pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyetujui
permohonan ijin dalam penyusunan skripsi.
3. Ketua Program Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta, yang telah memberikan pengarahan dan ijin atas penyusunan
skripsi ini.
4. Drs. Leo Agung S, M.Pd, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Drs. Herimanto, M.Pd, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Ayah, Ibu, Adik Mahdha, dan semua keluarga tercinta yang senantiasa
memberi doa, semangat, dukungan dan kasih sayang.
7. Sahabat dan teman-teman Prodi Sejarah khususnya Angkatan 2008, yang
telah memberikan bantuan, doa dan dukungannya kepada penulis.
commit to user
commit to user
DAFTAR ISIHalaman
HALAMAN JUDUL ... i
... ii
HALAMAN PENGAJUAN ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
HALAMA ABSTRAK ... vi
HALAMAN MOTTO ... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI . ... xii
DAFTAR BAGAN & TABEL ... ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C.Tujuan Penelitian ... 8
D.Manfaat Penelitian ... 9
BAB II LANDASAN TEORI... 10
A.Tinjauan Pustaka ... 10
1. Hubungan Internasional ... 10
2. Kebijakan ... 21
3. Kekuasaan ... 26
4. Nuklir ... 30
B. Kerangka Berpikir ... 39
BAB III METODE PENELITIA 41
A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 41
B. Metode Penelitian ... 42
commit to user
C.Sumber Data ... 43
D.Teknik Pengumpulan Data ... 44
E. Teknik Analisis Data ... 45
F. Prosedur Penelitian ... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .. 52
A.Korea Utara Masa Kim Jong Il ... 52
1. Keadaan Geografis ... 52
2. 54 a) Kebijakan di Bidang Politk... 54
b) Kebijakan di Bidang Ekonomi... 56
c) Kebijakan di Bidang Pertahanan dan Keamanan... 58
3. Kebijakan Luar Negeri... 59
B. Pengembangan Nuklir Masa Kim Jong Il ... 61
1. Latar Belakang Pengembangan Nuklir ... 61
2. Perkembangan Program Nuklir Korea Utara ... 65
a) Bentuk Nuklir... .... 65
b) Ujicoba Nuklir... 66
3. Penyelesaian Masalah Nuklir... 69
a) Proses Perundingan... 69
b) Dampak Positif Nuklir... 79
c) Dampak Negatif Nuklir... 80
C.Tanggapan Negara Lain Terhadap Pengembangan Nuklir Di Korea Utara Tahun 1998- 83
1. Tanggapan Negara Amerika Serikat ... 83
2. Tanggapan Negara Jepang ... 87
3. Tanggapan Negara Korea Selatan ... 91
4. Tanggapan Negara China... 96
BAB V . 99 A.Simpulan ... 99
B. Implikasi ... 101
C.Saran ... 102
commit to user
DAFTAR PUSTAKA ... 103
LAMPIRAN ... ... 108
commit to user
DAFTAR BAGAN & TABEL
halaman
Bagan 1
Bagan 3 : Bagan Prosedur Penelitian Sejarah 51
Tabel 3
Tabel 4.1 67
Tabel 4.2 68
commit to user
DAFTAR LAMPIRANhalaman
Lampiran 1 : Peta Korea Utara ... 109
Lampiran 2 : Tempat Fasilitas Nuklir ... 110
Lampiran 3 : Rudal Balistik ... 111
Lampiran 4 : Rudal Jarak Jauh ... 112
Lampiran 5 : Presiden Kim Jong Il ... . 113
Lampiran 6 : Jika AS Mau Berunding Uji Coba Nuklir Batal ... 114
Lampiran 7 : Korut Tuntut AS Si gkirkan Nuklir... 115
Lampiran 8 : Korea Utara Berhasil Tes Senjata Nuklir... 116
Lampiran 9 : Sanksi Baru PBB Ancam Korut... 118
Lampiran 10 : Jepang Khawatir Balasan Korut... 119
Lampiran 11 : Korea Journal... 120
Lampiran 12 : The Wall Street Journal... 132
Lampiran 13 : Party, State, Parliament and Military... 138
Lampiran 14 : Buletin IAEA Nuclear Power and Public Acceptance... 144
Lampiran 15 : Buletin IAEA Nuclear Medicine... 148
Lampiran 16 : Surat Perijinan... 152
commit to user
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Korea Utara merupakan negara yang terletak di bagian utara semenanjung
Korea dengan garis lintang 37° 43° LU dan garis bujur 124° 1310 BT. Di wilayah utara, Korea Utara berbatasan dengan Republik Rakyat Cina dan Rusia, di bagian
selatan di batasi oleh Zona Demiliterisasi Korea. Arah barat Korea Utara di batasi
oleh Laut Kuning dan Korean Bay, sedangkan arah timur berbatasan dengan
Jepang. Ibukota Korea Utara adalah Pyongyang dengan beberapa kota besar
seperti Kaesong, Sinuiju, Wonsan, Hamnung dan Chongjin. Sungai yang paling
panjang yaitu sungai Amnok (790 kilometer) dan gunung tertinggi adalah gunung
Paektu-san dengan ketinggian 2.744 meter (KBS World, 2006).
Negara Korea menurut Sofa Asian Leaders (2012), bahwa Korea
merupakan negara yang pernah dijajah oleh Jepang tahun 1910-1945. Pada saat
itu Korea masih menjadi satu pemerintahan. Di tahun 1939, Jepang merupakan
salah satu negara yang berperan dalam Perang Dunia II dengan mempertahankan
kedudukannya di Korea dan negara jajahan lainnya. Akan tetapi, Jepang
mengalami kekalahan dalam Perang Dunia II pada tahun 1945. Kekalahan Jepang
tersebut memberi dampak bagi Korea, yakni wilayah Negara Korea dibagi
menjadi dua bagian. Wilayah tersebut yaitu wilayah utara diberikan kepada Uni
Soviet dan wilayah selatan diberikan kepada Amerika Serikat. Pada bulan Agustus
1945, tentara Uni Soviet membentuk Otoritas Sipil Soviet untuk memerintah
bagian utara Semenanjung Korea. Pada tanggal 19 September 1945, seorang
tokoh masyarakat yang bernama Kim Il Sung dipilih oleh sebuah komando polisi
rahasia Uni Soviet untuk memimpin 40 pejuang Korea Utara yang mengungsi di
Uni Soviet untuk kembali ke Pyongyang dan membuat formasi pemerintahan
provinsi wilayah utara atau Komite Kerakyatan Korea Utara. Perwakilan dari
seluruh masyarakat Korea membentuk
(DPRK), yang kemudian mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 9
September 1948. Pemerintah Uni Soviet memberikan komando kepada Kim Il
commit to user
Sung untuk menjadi kepala negara dan kepala pemerintahan serta menjabat
sebagai ketua Komite Pusat Partai Buruh Korea rty (KWP).
Semua pejabat pemerintahan harus tunduk kepada Kim Il Sung dan jika ada
pejabat yang memiliki ideologi berbeda dengan Kim, maka akan menerima sanksi
yaitu dikeluarkan dari kedudukannya di partai buruh tersebut. Hal itu dilakukan
untuk melindungi pemerintahan dengan kekuasaan turun temurun.
Presiden Kim Il Sung meninggal pada tanggal 8 Juli 1994 di usia 82 tahun
karena serangan jantung. Masyarakat Korea Utara memberikan penghargaan
kepada Kim Il Sung sebagai Presiden Abadi (Eternal President), artinya jabatan
seumur hidup yang diberikan oleh rakyat kepada seorang presiden yang menjadi
pemimpin pemerintahan di Korea Utara. Adanya musibah kematian Kim Il Sung
membuat Korea Utara harus mempersiapkan seorang pengganti pemegang
kekuasaan yaitu seorang putra yang bernama Kim Jong-Il, yang secara resmi
mendapat gelar Sekjen Partai Buruh Korea dan Ketua Komisi Pertahanan
Nasional pada 8 oktober 1997. Pada tahun 1998, posisi Kim diresmikan sebagai
posisi tertinggi di Negara Korea Utara. Sejak peresmian tersebut, Kim Jong Il
diangkat sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Korea Utara.
Pengangkatan pemimpin di Korea Utara dilakukan berdasarkan garis silsilah
keluarga. Para pejabat partai menganggap Kim sebagai seseorang yang tidak
menggunakan jabatan presiden melainkan hanya seorang pemimpin pemerintahan,
maka secara konstitusional Kim tidak disyaratkan untuk menggelar Pemilu
dengan tujuan untuk mempertahankan posisinya (Hendarsah, 2007).
Kim Jong Il adalah pemimpin tertinggi dari Korea Utara tahun 1994-2011.
Kim menggantikan ayahnya dan menjadi ketua DPRK (
Republic of Korea). Selain itu, Kim menjabat sebagai Sekretaris Jenderal dari
Partai Buruh Korea, Ketua dari Komisi Pertahanan Nasional Korea Utara, dan
Panglima Tertinggi dari Tentara Rakyat Korea. Pada saat Kongres Partai Keenam
pada bulan Oktober 1980, Kim Jong Il telah memimpin partai tersebut. Ia diberi
posisi senior dalam Politbiro (badan eksekutif), Komisi Militer dan Sekretariat
commit to user
Ketujuh pada bulan Februari 1982, pengamat internasional menganggap Kim
sebagai pewaris dari Korea Utara (KBS World, 2006).
Mengenai kekuasaan Kim Jong Il menurut Sofa Asian Leaders (2012),
bahwa penguasaan angkatan darat merupakan langkah awal dalam menguasai
kemiliteran Korea Utara. Pengangkatan Kim sebagai pemimpin angkatan darat
telah diatur oleh Menteri Pertahanan, Oh Jin Wu. Segala sesuatu yang berkaitan
dengan kekuasaan di Korea Utara telah direncanakan bahkan untuk kedudukan di
mana pemimpin tersebut belum mempunyai keahlian di bidang militer. Sistem
pemerintahan Korea Utara menjadi lebih terpusat dan otoriter di tahun 1990 masa
pemerintahan Kim Jong Il. Dalam sebuah pertemuan Majelis Rakyat Agung
(badan legislatif), Menteri Pertahanan Oh Jin Wu menunjuk Kim Jong Il sebagai
presiden dengan julukan yang sama dengan ayah Presiden Abadi
Adanya istilah presiden dianggap sebagai perumpamaan penguasa negara untuk
mempertahankan rejim keluarga Kim. Kim menjadi pemimpin negara saat
menjadi pemimpin Partai Buruh. Di sebagian besar Negara Komunis pemimpin
partai adalah orang paling kuat di negaranya. Demikian halnya dengan seorang
pemimpin partai besar di Korea Utara.
dalam era Kim Jong Il. Ideologi ini juga merupakan strategi praktis untuk
mewujudkan doktrin Ju Che (kemandirian). Di mana ajaran ini akan dilakukan
untuk mempercepat kemajuan dalam bidang politik, ekonomi dan pertahanan di
atas kemampuan sendiri. Doktrin ini dikembangkan untuk membentuk rakyat
Korea Utara agar mengabdikan diri pada pembangunan bercorak sosialis tanpa
bantuan pihak asing. Korea Utara memodernisasi negara dengan memfokuskan
kekuasaan negara dalam perencanaan ekonomi, industri berat dan pengembangan
militer. Bagi pemimpin Korea Utara, mempertimbangkan kubu militer adalah cara
paling efisien dan militer memiliki pegaruh besar di Korea Utara. Oleh karena itu,
Kim Jong Il tidak memiliki pilihan lain untuk mengatakan militer sebagai sumber
kepemimpinan dan kebijakannya.
Pengembangan militer yang berlebihan membuat kebijakan ekonomi
commit to user
krisis ekonomi dan kekurangan pangan), slogan perjuangan yang dilakukan
dengan menolak produk dari Jepang karena masyarakat Korea masih teringat akan
penderitaan ketika dijajah oleh Jepang. Sebagai gantinya, pemerintah
mengerahkan rakyat untuk mandiri dalam mengatasi situasi ekonomi yang
memburuk. Parade ini juga dilakukan untuk mempertahankan sistem kekuasaan
tunggal di bawah pemerintahan Kim Jong Il. Pemerintahan Kim Jong Il mulai
stabil setelah tahun 2000. Pemerintah melakukan kunjungan ke Cina untuk
melakukan kerjasama. Setelah kembali ke Korea Utara, Kim Jong Il menyatakan
bahwa situasi negara telah mengalami perubahan di bidang ekonomi. Perubahan
ini akibat pengaruh pemerintahan RRC yang mengalami liberalisasi dan
keterbukaan ekonomi. Sehingga, Kim mulai mengadakan hubungan kerjasama
dengan Cina di bidang ekonomi. Pemerintah Kim Jong Il mulai membuka proyek
zona ekonomi Shineuiju yaituproyek yang dirancang untuk membangun sebuah
kota yang dapat digunakan sebagai kompleks industri dan zona perdagangan
dengan negara lain.
Korea Utara memperbaiki keadaan ekonomi dengan mengembangkan
energi nuklir sebagai pengganti energi listrik. Selain itu, pengembangan energi
nuklir mempunyai tujuan untuk pertahanan dan keamanan negara (Kompas, 12
Mei 2003). Adanya pengembangan nuklir ini menimbulkan rasa kekhawatiran
dari Amerika Serikat karena dapat mengancam stabilitas di Semenanjung Korea.
Bagi Amerika Serikat masalah nuklir Korea Utara dianggap serius, sehingga
Amerika Serikat berusaha menekan Korea Utara untuk menghentikan program
pengembangan nuklirnya (Tempo,12 Februari 1994).
Pengembangan rudal Korea Utara diperkirakan dimulai tahun 1976 atau
menjelang perang di Timur Tengah (Perang Yom Kippur), yakni ketika pasukan
Israel melawan koalisi negara-negara Arab yang dipimpin oleh Mesir dan Suriah.
Pada saat perang Timur Tengah tersebut berlangsung, Korea Utara menerima
rudal Scud- B buatan Rusia dan papan peluncur sebagai imbalan dalam
mendukung secara diplomasi kepada Mesir. Penerimaan rudal tersebut
commit to user
itu menjadi rudal sendiri dengan membongkar dan merakit kembali rudal Scud
tersebut. Pengembangan nuklir yang pertama di Korea Utara terus mengalami
kemajuan dan mulai diperbaharui hingga menghasilkan rudal berjarak panjang
seperti - , rudal balistik berjarak menengah (IRBM) , dan rudal
balistik bertingkat yang diperkirakan memiliki kemampuan untuk
menghancurkan benua Amerika (KBS World, 2006).
Hal-hal yang berkaitan dengan nuklir di seluruh dunia diatur dalam NPT
(Nuclear Nonproliferation Treaty), yaitu suatu kesepakatan untuk tidak
mengembangkan nuklir dan kesepakatan tersebut disetujui oleh seluruh negara di
dunia. Korea Utara menjadi anggota NPT pada tahun 1985, namun tidak
mengikuti peraturan dari organisasi tersebut. Pengembangan nuklir Korea Utara
dianggap membahayakan seluruh negara, sehingga Korea Utara harus
menghentikan program pengembangan senjata nuklir untuk dipertukarkan dengan
bantuan ekonomi. Akan tetapi, pemerintah Korea Utara mengumumkan bahwa
Korea Utara telah keluar dari keanggotaan NPT pada tahun 2003. Keluarnya
Korea Utara dari non-proliferasi mendapat kecaman dari internasional, terutama
dari negara dekatnya, Korea Selatan. Pemerintah Korea Selatan menilai bahwa
tindakan Korea Utara telah merusak upaya normalisasi hubungan kedua negara
yang telah mengalami kemajuan pesat dengan disepakatinya perjanjian kerjasama
bilateral di berbagai bidang, diantaranya ekonomi dan pertahanan, pada tahun
2000 lalu. Akan tetapi, Korea Selatan tetap mempertahankan sikap dengan tidak
mengeluarkan opsi militer terhadap ambisi nuklir Korea Utara tersebut.
Reaksi pemerintah Amerika Serikat yaitu dengan memberlakukan
kebijakan intervensi dalam urusan internasional dan menunjukkan tindakan nyata
terhadap Korea Utara dan pemerintahan Presiden Bill Clinton meminta
pemerintah Korea Utara supaya menerima pengawasan senjata nuklir dan masuk
kembali ke dalam NPT. Amerika meminta Korea Utara untuk menerima tim
pemeriksa dari IAEA (International Atom Energy Assosiation), badan energi atom
internasional. Pemeriksaan tersebut ditolak, kemudian Amerika Serikat memberi
commit to user
menolak pemeriksaan IAEA maka Dewan Keamanan PBB akan memberlakukan
embargo ekonomi (Tempo,12 Februari 1994).
Korea Utara tidak mempedulikan himbauan Amerika Serikat, bahkan
Korea Utara terus meningkatkan percobaan mesin baru bagi peluru kendali (rudal)
jarak jauh. Sebaliknya, Amerika Serikat terus mempermasalahkan pengembangan
teknologi senjata nuklir Korea Utara dan merasa khawatir karena rudal Korea
Utara dapat menjangkau Alaska. Di samping itu, Korea Utara mengirimkan
beberapa teknologi rudal ke beberapa negara yang tidak memiliki pengaruh
Amerika Serikat (Mohammad Shoelhi, 2003).
Pada tahun 1994, Korea Utara dan Amerika Serikat menandatangani
Kerangka Kesepakatan yang dirancang untuk membekukan dan membongkar
program senjata nuklir dengan imbalan bantuan kebutuhan ekonomi. Kim Jong-il
mengaku memiliki senjata nuklir yang diproduksi sejak tahun 1994. Penguasa
Korea Utara tersebut mengatakan bahwa produksi nuklir dibuat untuk tujuan
keamanan seperti Amerika Serikat yang memiliki senjata nuklir di Korea Selatan.
Pada awal pemerintahan Presiden George W. Bush, Amerika Serikat
meningkatkan sikap kerasnya kepada Korea Utara. Sementara itu, Korea Utara
menuduh Washington telah melancarkan sikap permusuhan yang dapat
menimbulkan konflik baru. Pernyataan dari kantor berita Korea Utara, Korean
Central News Agency (KCNA) bahwa sikap permusuhan Presiden George W.
Bush terhadap Korea Utara yang berhubungan dengan senjata nuklir merupakan
alasan agar Amerika Serikat dapat melanjutkan kebijakan agresifnya terhadap
Korea Utara dan mempertahankan penempatan pasukan Amerika Serikat di Korea
Selatan. Menurut Amerika Serikat, pemerintah Korea Utara harus terlebih dahulu
melepaskan program nuklir sebelum meningkatkan langkah di bidang politik,
ekonomi dan militer. Sedangkan Korea Utara berpendapat bahwa Amerika Serikat
harus lebih dulu melepaskan politik memusuhi Korea Utara dengan
menandatangani perjanjian nonagresi dan memberi ganti rugi ekonomi kepada
Korea Utara (Forum Keadilan, 10 Februari 2002).
Menurut pemerintah Korea Utara, penghancuran senjata nuklir harus
commit to user
Akan tetapi, kedua negara itu masih berpegang teguh pada pendapatnya
masing-masing sehingga sulit untuk mencapai suatu perdamaian dan masalah ini belum
terselesaikan (Kompas, 12 Mei 2003). Pada tahun 2002 dalam pidato kenegaraan,
Presiden Amerika Serikat, George W. Bush menyebut Korea Utara sebagai pusat
kejahatan karena membangun senjata perusak massal dan mendukung terorisme.
Adanya pernyataan tersebut, maka Kementrian Luar Negeri Korea Utara,
memastikan tidak akan menerima ajakan Presiden George W. Bush untuk
memulai kembali perundingan senjata nuklir.
Pada tanggal 9 Oktober 2006, Korea Central News Agency mengumumkan
bahwa mereka berhasil melakukan uji coba nuklir bawah tanah. Peluncuran ini
dilakukan karena Amerika Serikat tidak memberi tanggapan atas peringatan dari
Korea Utara. Beberapa cara yang dilakukan untuk mempertahankan kekuasaan
Kim Jong Il adalah menggunakan kebijakan yang membentuk pemerintahan
reformasi dan keterbukaan ekonomi. Hubungan Korea Utara dan Amerika Serikat
sebenarnya sudah terjalin pada masa akhir jabatan Kim Il Sung. Hubungan itu
memburuk setelah program pengembangan senjata nuklir Korea Utara terbongkar.
Peristiwa itu mengakibatkan krisis nuklir putaran kedua (KBS World, 2006).
Menurut Dian Firmansah (2009), pengembangan senjata nuklir Korea
Utara yang akan datang mencapai tingkat operational nuclear deterrent, yaitu
kekuatan luncur senjata nuklir dalam jumlah besar dengan sistem yang sudah
teruji. Penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan yaitu agar senjata nuklir yang
sedang dikembangkan memiliki kekuatan luncur yang luar biasa. Untuk menuju
tingkat operational nuclear deterrent tersebut, para peneliti masih membutuhkan
waktu yang lama. Oleh karena itu, selang waktu yang ada dapat digunakan oleh
dunia internasional untuk membujuk rejim Korea Utara membatalkan rencananya
mengembangkan kemampuan nuklir lebih lanjut. Strategi yang dapat dilakukan
dunia internasional adalah memberikan jaminan keamanan bagi rejim Kim,
bantuan ekonomi dan de-isolasi Korea Utara dari pergaulan internasional. Upaya
Amerika Serikat dapat berupa memberikan keamanan dengan menandatangani
commit to user
Melalui hubungan ekonomi dan integrasi Korea Utara dengan dunia
internasional, hal ini mempunyai tujuan agar Pyongyang memiliki kesadaran
pentingnya menjaga perdamaian regional dan internasional termasuk dengan
Korea Selatan. Proses ini tidak akan mudah, melihat hubungan Korea Utara
dengan Korea Selatan belum membaik. Bahkan hubungan baik dengan
negara-negara lainnya pun masih membutuhkan waktu yang panjang namun setidaknya
patut dicoba demi sebuah dunia yang lebih baik.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji
dan meneliti secara lebih mendalam serta mengangkatnya dalam sebuah skripsi
yang berjudul
Korea Utara Tahun
1998-B. Perumusan Masalah
Rumusan masalah ini berguna untuk mempermudah dalam melaksanakan
penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain :
1. Bagaimana penerapan kebijakan Kim Jong Il di Korea Utara tahun
1998-2008?
2. Bagaimana pengembangan nuklir masa Kim Jong Il di Korea Utara tahun
1998-2008?
3. Bagaimana tanggapan negara lain terhadap pengembangan nuklir di Korea
Utara tahun 1998-2008?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penulisan
ini adalah untuk mengetahui :
1. Penerapan kebijakan pemerintah Kim Jong Il di Korea Utara tahun 1998-2008.
2. Pengembangan Nuklir masa Kim Jong Il di Korea Utara tahun 1998-2008.
3. Tanggapan negara lain terhadap pengembangan nuklir di Korea Utara tahun
commit to user
D. Manfaat Penelitian1. Menambah wawasan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya
tentang kebijakan pemerintah Kim Jong Il di Korea Utara.
2. Sebagai salah satu karya ilmiah yang di harapkan dapat melengkapi koleksi
perpustakaan khususnya di lingkungan Universitas Sebelas Maret.
3. Dapat berguna bagi generasi muda pada umumnya dan mahasiswa pada
khususnya agar dapat mengambil hikmah dari peristiwa pengembangan nuklir
di Korea Utara.
4. Dapat dijadikan sebagai titik tolak untuk mengadakan penelitian yang sejenis
commit to user
BAB IILANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Hubungan Internasional
a. Pengertian Hubungan Internasional
Ilmu hubungan internasional merupakan kajian baru dalam deretan
ilmu-ilmu sosial yang ada saat ini. Sekitar tahun 1930-an, ilmu ini dimulai
dengan kegiatan penelitian dan pengkajian akademis. Jadi, ilmu hubungan
internasional belum terlalu lama penelitiannya jika dibandingkan dengan
ilmu-ilmu lain dan ilmu ini masih mengalami perkembangan (Soeprapto,
1997: 11).
Menurut Soeprapto (1997), istilah hubungan internasional diciptakan
pertama kali oleh Jeremy Bantham. Sebagai suatu ilmu, hubungan
internasional merupakan satu-kesatuan disiplin dan memiliki ruang lingkup
serta konsep-konsep dasar. Dua sebab yang mendorong munculnya ilmu
hubungan internasional adalah :
1) Adanya minat terhadap fenomena yang ada setelah Perang Dunia I
selesai.
2) Perang Dunia I yang menelan korban manusia serta kerusakan-kerusakan
materiil. Akibat dari Perang Dunia I tersebut, menimbulkan kesadaran
betapa pentingnya kebutuhan untuk mencegah peperangan dan
terselenggaranya ketertiban dunia (hlm. 12).
Secara sederhana pengertian hubungan internasional dipahami
sebagai interaksi yang terjadi antara orang-orang tertentu, di mana interaksi
tersebut telah melampaui batas yurisdiksi nasional sebuah negara. Pada
dasarnya, tujuan utama studi hubungan internasional adalah mempelajari
perilaku internasional yaitu perilaku aktor, negara maupun non negara, di
dalam arena transaksi internasional, di mana perilaku tersebut bisa berupa
perang, kerjasama, pembentukan aliansi, interaksi dalam organisasi
commit to user
Menurut T. May Rudy, hubungan internasional dapat disimpulkan
sebagai berikut:
Hubungan Internasional adalah hubungan yang mencakup berbagai macam hubungan atau interaksi yang melintasi batas-batas wilayah negara dan melibatkan pelaku-pelaku yang berbeda kewarganegaraan, berkaitan dengan segala bentuk kegiatan manusia. Hubungan ini dapat berlangsung baik secara kelompok maupun secara perorangan dari suatu bangsa atau negara, yang melakukan interaksi baik secara resmi maupun tidak resmi dengan kelompok atau perorangan dari bangsa atau negara lain (1993: 3).
Menurut Nasution (mengutip dari simpulan EH. Carr, 1965),
munculnya hubungan internasional sebagai bidang studi sendiri adalah
keinginan setiap negara untuk memahami sebab-sebab terjadinya konflik
dan membina dunia lebih damai yang dilakukan sesudah perang dunia
pertama. Sekitar tahun 1920 sampai 1930-an, studi hubungan internasional
dipelajari melalui tiga jalur. Pertama, hubungan internasional dipelajari
melalui penelaahan kejadian-kejadian yang sedang terjadi dan mencoba
dibuat urutan kejadian. Sehingga setiap kesalahpahaman dan konflik
antarbangsa bisa dihindari. Kedua, hubungan internasional dipelajari melalui
studi tentang organisasi internasional. Ini didasarkan pada kesimpulan
bahwa konflik bisa diselesaikan jika diciptakan suatu aturan atau tata tertib
hukum yang didukung oleh organisasi seperti Liga Bangsa-Bangsa. Ketiga,
studi hubungan internasional pada masa itu adalah sebuah analisa yang
menitikberatkan pada ekonomi internasional (Nasution, 1984: hlm. 1-5).
Menurut Nasution, ada beberapa pendekatan dalam hubungan
internasional (mengutip dari simpulan Crayson Kirk) yang di antaranya:
1) Pendekatan Historis, para sejarawan meneliti hubungan internasioanl
sebagai sejarah mutakhir saja, sehingga orang kehilangan banyak data
mengenai peristiwa waktu lampau.
2) Pendekatan Legalistis, para ahli hukum memandang aspek-aspek legal
dari hubungan antar negara itu saja, tanpa berusaha mencari sebab-sebab
commit to user
3) Pendekatan Ideal, para idealis yang memandang sistem hubungan
internasional lebih sempurna akan melakukan penyelidikan atas konflik
yang terjadi (1984: 16).
Hubungan Internasional dapat dilihat dari berkurangnya peranan
negara sebagai aktor dalam politik dunia dan meningkatnya peranan
aktor-aktor non-negara. Bagi beberapa aktor-aktor non-negara, batas-batas wilayah
secara geografis tidak dihiraukan. Hingga saat ini ilmu hubungan
internasional telah mengalami perkembangan yang signifikan. Setidaknya,
dapat dilihat dari perkembangan ruang lingkup kajian dan aktor-aktor di
dalam hubungan internasional, yang awalnya terbatas pada kajian keamanan
dan negara kemudian melibatkan aktor-aktor non-negara dan isu-isu yang
beragam, seperti ekonomi, sosial, lingkungan dan sebagainya (Johari, 1985).
Untuk mengimbangi ketegangan masalah dunia, urusan luar negeri
merupakan salah satu masalah pokok bagi setiap negara. Posisi setiap negara
berbeda-beda, tetapi semua negara beranggapan kalau politik luar negeri
sebagai priroritas yang penting. Menurut Prawirasaputra (1984), menyatakan
bahwa politik luar negeri adalah kumpulan kebijakan suatu negara untuk
mengatur hubungan-hubungan luar negerinya yang merupakan bagian dari
kebijakan nasional dan semata-mata dimaksudkan untuk mengabdi kepada
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, politik luar negeri suatu
negara mencerminkan kemampuan masyarakatnya (hlm. 7).
Politik luar negeri dapat memberi pengaruh positif dan negatif
kepada warga negara. Hubungan yang dijalin dengan negara lain merupakan
kebijakan pemerintah untuk melindungi dan menyejahterakan
masyarakatnya. Landasan politik luar negeri dari beberapa negara adalah
untuk memajukan nilai-nilai budayanya. Tetapi, dalam kenyataannya setiap
negara akan menghadapi negara lain yang juga ingin memajukan
budaya-budaya mereka. Pada dasarnya politik internasional merupakan usaha-usaha
untuk memperjuangkan perbedaan budaya suatu negara agar dikenal dan
diakui oleh seluruh masyarakat di berbagai negara. Kesepakatan dalam
commit to user
merumuskan tujuan politik luar negeri. Untuk menciptakan kebijakan yang
sesuai dengan kepentingan nasional maka pemerintah harus menyesuaikan
dengan sarana dan prasarana yang ada dalam negaranya. Dalam situasi
tertentu suatu tindakan pemerintah harus mencapai kepentingan nasional.
Tindakan pemerintah dalam politik luar negeri bertujuan untuk
mencapai sasaran yang dianggap sebagai kepentingan nasional. Oleh karena
itu, kepentingan nasional yang telah dibuat harus dirumuskan dan
dipertahankan oleh seluruh masyarakat. Kepentingan nasional bersifat abadi,
sehingga suatu negara akan selalu terlibat dalam permasalahan dunia.
Namun, apabila situasi dan masalah politik luar negeri berubah maka tujuan
dari kepentingan nasional akan berubah pula dan diperlukan tujuan yang
baru (Nasution, 1989: 7).
Organisasi untuk politik luar negeri dapat dikatakan sama di semua
pemerintahan, yang berbeda adalah kepala pemerintahan. Kepala
pemerintahan memegang peranan penting dalam urusan luar negeri dengan
bantuan para penasihat seperti Kabinet, Dewan Resolusi dan lain-lain.
Namun, bantuan yang terpenting adalah dari Menteri Luar Negeri yang
secara administratif mengepalai departemen dan mengurusi kebijakan luar
negeri serta menjadi penasihat resmi dari kepala pemerintahan. Untuk
mengambil suatu keputusan luar negeri, pemerintah akan berunding terlebih
dahulu dengan Menteri Luar Negeri. Keputusan tersebut dibuat menurut
situasi dan kondisi negaranya (Nasution, 1989: 15).
Menurut W. Coplin dan M. Marbun (1992: 32), pengambilan
keputusan luar negeri merupakan campuran antara:
1) Keputusan politik luar negeri secara umum
Merupakan serangkaian keputusan yang diekspresikan melalui
pernyataan-pernyataan kebijakan dan tindakan langsung. Sasaran politik
luar negeri bisa menjangkau lingkungan internasional atau sekelompok
commit to user
2) Keputusan yang bersifat administratifKeputusan ini dibuat oleh anggota birokrasi pemerintah yang
bertugas melaksanakan hubungan luar negeri negaranya. Departemen
luar negeri merupakan organisasi birokratis yang utama, namun badan
pemerintah lainnya, seperti dinas militer, dinas intelejen, dan departemen
perdagangan juga sering terlibat dalam pengambilan keputusan
administratif yang memengaruhi kebijakan luar negeri.
3) Keputusan yang bersifat kritis
Merupakan kombinasi dari keputusan secara umum dan keputusan
bersifat administratif. Keputusan kritis mempunyai dampak luas
terhadap kebijakan umum suatu negara dan bisa mengarah kepada situasi
kritis meskipun dampaknya menjangkau semua negara.
Adanya kepentingan nasional membuat politik luar negeri perlu
dikembangkan ke berbagai negara melalui kerjasama internasional.
Kerjasama internasional adalah bentuk hubungan yang dilakukan
oleh suatu negara dengan negara lain yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan rakyat dan untuk kepentingan negara-negara di dunia. Kerjasama
internasional yang meliputi kerja sama di bidang politik, sosial, pertahanan
keamanan, kebudayaan, dan ekonomi, berpedoman pada politik luar negeri
masing-masing negara. Kerjasama dilakukan apabila manfaat yang diperoleh
akan lebih besar daripada konsekuensi-konsekuensi yang harus ditanggung
(Soeprapto, 1997: 181).
Beberapa masalah yang terjadi, mengharuskan pemerintah saling
berhubungan dengan mangajukan pemecahan, perundingan atau
pembicaraan mengenai masalah yang dihadapi, mengemukakan berbagai
bukti teknis untuk menopang pemecahan masalah tertentu dan mengakhiri
perundingan dengan membentuk suatu perjanjian. Proses seperti ini disebut
(1993), kerjasama internasional dapat didefinisikan sebagai pola kerjasama
yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur yang jelas dan
commit to user
mengusahakan agar tercapai tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati
bersama, baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antara sesama
kelompok non-pemerintah pada negara yang berbeda (hlm. 3).
Menurut Soeprapto (1997), bahwa penggolongan kerjasama
internasional dibagi dalam empat bentuk yaitu:
1) Kerjasama Global
Adanya keinginan yang kuat dari berbagai bangsa di dunia untuk
bersatu dalam suatu wadah yang mampu mempersatukan cita-cita
bersama merupakan dasar utama bagi kerjasama global.
2) Kerjasama Regional
Merupakan kerjasama antar negara yang secara geografis letaknya
berdekatan. Kerjasama tersebut bisa berada dalam bidang pertahanan
tetapi juga bisa di bidang lain seperti pertanian, hukum, kebudayaan, dan
lain sebagainya.
3) Kerjasama Fungsional
Permasalahan maupun metode kerjasama menjadi semakin kompleks
disebabkan oleh semakin banyak berbagai lembaga kerjasama yang ada.
Walaupun kompleksitas dan banyak permasalahan yang dihadapi dalam
kerjasama fungsional baik di bidang ekonomi maupun sosial, untuk
pemecahannya diperlukan kesepakatan dan keputusan politik.
4) Kerjasama Ideologi
Pengertian ideologi merupakan alat dari suatu kelompok kepentingan
untuk membenarkan tujuan dan perjuangan kekuasaan. Berbagai
kelompok kepentingan berusaha mencapai tujuannya dengan
memanfaatkan berbagai kemungkinan yang terbuka di forum global
(hlm. 182).
Menurut K. J. Holsti (1995), ada beberapa alasan mengapa suatu
negara melakukan kerjasama dengan negara lain, yaitu:
1) Demi meningkatkan kesejahteraan ekonominya, di mana melalui
commit to user
yang harus ditanggung dalam memproduksi suatu produk kebutuhan
bagi rakyatnya karena keterbatasan yang dimiliki negara tersebut;
2) Untuk meningkatkan efisiensi yang berkaitan dengan pengurangan
biaya;
3) Karena adanya masalah-masalah yang mengancam keamanan bersama;
4) Mengurangi kerugian negatif yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan
buruk dari negara lain.
Menurut Muhadi Sugiono (2006), ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam kerjasama internasional. Pertama, negara bukan lagi
sebagai aktor eksklusif dalam politik internasional melainkan hanya bagian
dari jaringan interaksi politik, militer, ekonomi dan kultural bersama-sama
dengan aktor-aktor ekonomi dan masyarakat sipil. Kedua, kerjasama
internasional tidak lagi semata-mata ditentukan oleh kepentingan
masing-masing negara yang terlibat di dalamnya, melainkan juga oleh institusi
internasional, karena institusi internasional seringkali bukan hanya
mengelola berbagai kepentingan yang berbeda dari negara negara
anggotanya, tetapi juga bisa memaksakan kepentingannya sendiri (hlm. 6).
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
hubungan internasional adalah hubungan antara dua negara atau lebih yang
sama-sama menginginkan kemajuan bagi masyarakatnya dengan menjalin
kerjasama di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan. Di
samping itu, hubungan internasional ini juga digunakan sebagai sarana
untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di berbagai negara. Korea Utara
melakukan hubungan internasioanl dengan Rusia, China, Korea Selatan dan
beberapa negara komunis.
Politik yang dilakukan pemerintah merupakan politik isolasi, yang di
mana masyarakat tidak diperbolehkan untuk berhubungan dengan
masyarakat negara lain. Namun, pada masa Kim Jong Il sistem
pemerintahan berubah. Pemerintah mulai mendekati negara-negara lain yang
berada di sekitar Korea. Korea Utara menjalin kerjasama di bidang ekonomi
commit to user
merupakan negara yang paling banyak memberikan bantuan dan kerjasama
kepada pemerintah Korea Utara. Hal itu karena kedua negara tersebut
sedang berusaha untuk mengadakan reunifikasi Korea.
b. Sarana Hubungan Internasional
Sarana hubungan internasional menurut Wayan Suydnanya yang
dikutip dari J. Frankel (2010), ada berbagai sarana yang dapat dipergunakan
oleh negara-negara dalam melakukan hubungan internasional, yaitu:
1) Diplomasi
Diplomasi merupakan seluruh kegiatan untuk melaksanakan politik
luar negeri suatu negara dalam hubungannya dengan bangsa dan negara
lain. Diplomasi dapat bersifat bilateral (melibatkan dua negara) atau
multilateral (melibatkan lebih dari dua negara). Instrumen diplomasi ada
dua yaitu departemen luar negeri yang berkedudukan di ibukota negara,
yang merupakan pusat hubungan intenasional dalam negara dan
perwakilan diplomatik yang berkedudukan di ibukota negara penerima
yang merupakan wakil dari negaranya.
Dalam mewakili negara dan bangsanya, seorang diplomat memiliki
tiga fungsi dasar yaitu sebagai lambang, sebagai wakil yuridis yang sah
sesuai hukum internasional dan sebagai perwakilan politik. Sedangkan
tugas seorang diplomat dapat dibagi menjadi empat fase pokok
diplomasi, yaitu: perwakilan (representation), perundingan
(negotiation), laporan (reporting) dan perlindungan kepentingan bangsa,
negara dan warga negaranya di luar negeri.
2) Propaganda
Propaganda adalah usaha sistematis untuk memengaruhi pikiran,
emosi dan tindakan suatu kelompok demi kepentingan masyarakat
umum. Ada dua hal yang membedakan diplomasi dengan propaganda,
yaitu:
a) Propaganda ditujukan kepada rakyat negara tersebut, bukan
commit to user
b) Propaganda dilakukan hanya demi kepentingan negara pembuat
propaganda.
3) Ekonomi
Hubungan internasional melalui sarana ekonomi tidak mutlak
dilakukan oleh pemerintah, namun pihak swasta dapat berperan besar,
baik selama masa damai maupun dalam situasi perang. Semua negara
terlibat dalam hubungan ekonomi untuk mendapatkan barang yang tidak
dapat diproduksinya sendiri. Keuntungan lainnya dari perdagangan
internasional adalah diperolehnya suatu barang melalui sistem produksi
yang efisien dan murah.
4) Kekuatan Militer dan Perang
Berlawanan dengan ekonomi, bidang militer benar-benar dikuasai
oleh pemerintah. Bidang militer sangat memengaruhi diplomasi karena
memiliki kekuatan militer yang tangguh akan menambah rasa percaya
diri, sehingga bisa mengabaikan ancaman-ancaman dan tekanan lawan
yang dapat mengganggu kepentingan nasionalnya. Kekuatan militer
diperlihatkan dalam parade militer di hari-hari nasional untuk
menggertak dan memeringatkan negara-negara lawan sehingga perang
dapat dihindarkan. Jikalaupun menjadi sebuah keputusan, perang
merupakan pilihan terakhir.
Pemerintah Korea Utara menggunakan semua sarana hubungan
internasional untuk menutupi kekurangan negaranya dan melindungi
pemerintahan yang diwariskan secara turun temurun. Sarana hubungan
yang sering digunakan untuk menjalin kerjasama yaitu melalui
kerjasama ekonomi. Korea Utara merupakan negara yang mengalami
perekonomian yang buruk sehingga masyarakatnya mengalami
penderitaan dan memerlukan bantuan dari negara lain.
c. Pola Interaksi Hubungan Internasional
Pola interaksi hubungan internasional tidak dapat dipisahkan dengan
commit to user
internasional, baik oleh pelaku negara-negara maupun oleh pelaku-pelaku
bukan negara (Holsti, 1997). Pola hubungan atau interaksi ini dapat berupa:
1) Kerjasama
2) Persaingan
3) Pertentangan
Konflik dan kompetisi merupakan hal-hal yang tidak mudah
terhindarkan dalam interaksi hubungan internasional. Masalahnya adalah
bagaimana menempuh langkah-langkah untuk membina upaya bersama
guna mengurangi dan menghindari konflik yang mungkin terjadi. Sumber
konflik bisa terletak pada kelangkaan sumber-sumber daya dan egosentrisme
masing-masing negara atau kesatuan sosial tertentu, artinya aspirasi untuk
terus meningkatkan kekuatan serta kedudukan dalam hubungan dengan
negara-negara lain atau kesatuan sosial lainnya akan terus meningkat
(Suprapto, 1997).
Dalam kajian hubungan internasional, konflik tidak selalu berarti
perang atau langsung berada pada taraf setara perang, tetapi bisa berupa
krisis hubungan diplomatik, protes, penolakan, tuduhan, tuntutan,
peringatan, ancaman, tindakan balasan, serta pemboikatan produk.
Timbulnya konflik bisa dipicu oleh sikap dan tindakan saling tidak percaya
di antara dua atau lebih entitas sosial yang berbeda. Solusi yang perlu
dicapai dan dikembangkan adalah kerjasama. Pola-pola kerjasama
multilateral dan global perlu ditingkatkan, karena akan semakin luas
masalah global yang tidak bisa diatasi oleh beberapa negara saja, tetapi perlu
pemecahan masalah bersama-sama oleh banyak negara (Nasution, 1984).
Menurut Wayan Suydnanya (2010), ada tiga macam pola hubungan
antar bangsa, yaitu:
1) Pola Penjajahan
Penjajahan pada hakikatnya adalah penguasaan oleh suatu bangsa
atas bangsa lain yang ditimbulkan oleh perkembangan paham kapitalis,
di mana negara penjajah membutuhkan bahan mentah untuk produksi
commit to user
2) Pola KetergantunganUmumnya terjadi pada negara-negara berkembang yang karena
kekurangan modal dan teknologi untuk membangun negaranya, terpaksa
mengandalkan bantuan negara-negara maju yang akhirnya
mengakibatkan ketergantungan pada negara-negara maju tersebut.
3) Pola Hubungan Sama Derajat
Pola hubungan ini sulit diwujudkan, namun merupakan pola
hubungan paling ideal yang menuntut penghormatan atas kodrat
manusia sebagai makhluk yang sederajat tanpa memandang ideologi,
bentuk negara ataupun sistem pemerintahannya. Politik luar negeri
menghindarkan bangsa jatuh ke paham kebangsaan yang sempit atau
Chauvinisme yang mengagung-agungkan bangsa sendiri namun
memandang rendah bangsa lain dan menghindari paham Kosmopolitisme
yang memandang seluruh dunia sebagai negeri yang satu dan sama
sehingga mengabaikan negeri sendiri.
Ketika melakukan kerjasama dan hubungan internasional ini,
pemerintah dibantu oleh departemen luar negeri yang dipimpin seorang
menteri luar negeri, para duta dan konsul yang diangkat kepala
pemerintahan untuk negara-negara lain serta duta-duta dan konsul-konsul
negara lain yang diterima oleh menteri luar negeri. Dalam menerima duta
dan konsul negara lain, menteri yang menerima juga harus meminta
persetujuan dari kepala negara asal duta dan konsul tersebut dalam bentuk
Surat Kepercayaan (lettre de credance).
Korea Utara menerapkan pola hubungan kerjasama dengan Korea
Selatan. Akan tetapi, hubungan dengan Amerika Serikat merupakan pola
persaingan karena pemerintah Korea Utara menganggap Amerika Serikat
ingin menguasai wilayah Semenanjung Korea. Selain itu, Korea Utara juga
sangat tergantung pada bantuan Korea Selatan. Hal tersebut karena Korea
Utara yang perekonomiannya buruk memerlukan bantuan ekonomi dari
Korea Selatan yang telah menjadi negara maju dengan industrinya yang
commit to user
2. Kebijakana. Pengertian Kebijakan
Menurut Mas sofa yang dikutip dari Said Zainal Abidin (2004),
secara harfiah pengertian dari ilmu kebijakan publik adalah terjemahan
langsung dari kata policy science. Istilah kebijakan yang diterjemahkan dari
kata policy memang biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah,
karena pemerintah yang mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk
mengarahkan masyarakat dan bertanggung jawab melayani kepentingan
umum. Arti dari kebijakan itu sendiri adalah suatu peraturan yang dibuat
pemerintah untuk memajukan masyarakatnya dan dijadikan pedoman untuk
menjalankan pemerintahan.
Kata policy secara etimologis berasal dari kata polis dalam bahasa
Yunani (Greek), yang berarti negara. Dalam bahasa latin kata ini menjadi
politia, artinya negara. Dalam bahasa Inggris lama, kata tersebut menjadi
policie, yang pengertiannya berkaitan dengan urusan pemerintah atau
administrasi pemerintah. Uniknya dalam bahasa Indonesia, kata
policy
tersebut mempunyai konotasi tersendiri yaitu mempunyai arti kata bijaksana
atau bijak. Kebijakan merupakan suatu peraturan yang dibuat pemerintah
sedangkan kebijaksanaan merupakan suatu sikap tegas dalam pengambilan
keputusan saat terjadi pertemuan tertentu. Orang yang bijaksana mungkin
tidak pakar dalam sesuatu bidang ilmu, namun memahami hampir semua
aspek kehidupan.
Menurut Mas Sofa yang dikutip dari Said Zainal Abidin (2004),
bahwa Hugh Heglo menyebutkan kebijakan sebagai
intended to accomplish atau sebagai suatu tindakan yang
bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi Heglo ini, selanjutnya
diuraikan oleh Jones dalam kaitan dengan beberapa isi dari kebijakan.
Pertama, tujuan. Di sini yang dimaksudkan adalah tujuan tertentu yang
dikehendaki untuk dicapai (the desired ends to be achieved). Dalam
commit to user
sekedar keinginan. Setiap orang boleh saja berkeinginan apa saja, tetapi
dalam kehidupan bernegara keinginan tidak diperhitungkan. Kedua, rencana
atau proposal yang merupakan alat atau cara tertentu untuk mencapainya.
Ketiga, program atau cara tertentu yang telah mendapat persetujuan dan
pengesahan untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Keempat, keputusan
yaitu tindakan tertentu yang diambil untuk menentukan tujuan, membuat
dan menyesuaikan rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program
dalam masyarakat. Selanjutnya, Jones merumuskan kebijakan sebagai
forts in and
(perilaku yang tetap dan
berulang dalam hubungan dengan usaha yang ada di dalam dan melalui
pemerintah untuk memecahkan masalah umum). Definisi ini memberi
makna bahwa kebijakan itu bersifat dinamis.
Menurut Dahlan (1989), bahwa kebijakan adalah arah tindakan yang
direncanakan untuk mencapai sesuatu sasaran. Dalam hal ini terdapat tiga
masalah. Pertama, kebijakan luar negeri suatu negara menunjukan
dasar-dasar umum yang dipakai pemerintah untuk bereaksi terhadap lingkungan
internasional. Di lain pihak, suatu kebijakan merupakan arah tindakan yang
ditujukan pada satu sasaran, maka suatu negara akan mempunyai banyak
macam kebijakan karena banyaknya sasaran yang ada padanya. Masalah
kedua, suatu kebijakan selalu menyangkut keputusan dan tindakan.
Tindakan untuk mencapai sasaran dapat dihasilkan dari kebijakan, apabila
keputusan itu merupakan hasil dari pemikiran yang membuat kebijakan.
Keputusan resmi yang telah dituangkan di atas kertas biasanya mencakup
sedikitnya tiga unsur penjelasan dan petunjuk bagi siapa saja yang
bertanggung jawab dalam hal pelaksanaannya, yaitu:
1) Perumusan sasaran yang jelas.
2) Sifat tindakan yang akan diambil dinyatakan secara jelas sebagai
pembimbing dan pengarahan bagi pejabat lainnya.
3) Bentuk-bentuk dan jumlah kekuatan nasional yang akan dipergunakan
commit to user
Kebijakan menurut Lasswell dan Kaplan yang dikutip oleh Said
Zainal Abidin dari Abidin (2004: 21), adalah sarana untuk mencapai tujuan,
menyebutkan kebijakan sebagai program yang diproyeksikan berkenaan
dengan tujuan, nilai, dan praktik. Pendapat lain tentang kebijakan menurut
Heinz Eulau dan Kenneth Prewit adalah suatu keputusan yang menuntut
adanya perilaku yang konsisten dan pengulangan bagi pembuat dan
pelaksana kebijakan.
Terkait dengan kebijakan publik, menurut Thomas R. Dye penulis
buku , yang dikutip oleh Said Zainal Mustofa
(2004), Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah.
Kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengatur
kehidupan bersama untuk mencapai visi dan misi yang telah disepakati.
Pelaksanaan kebijakan merupakan bagian tugas administrasi negara yang
identik dengan proses politik. Untuk berhasilnya pelaksanaan suatu
kebijakan masing-masing tingkatan perlu memahami keadaan yang dapat
mendukung keberhasilan proses kebijakan dilaksanakan.
Proses pelaksanaan kebijakan menurut yang
dikutip oleh Said Zainal Mustofa:
...tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak yang diharapkan dan dampak yang tidak diharapkan.
Menurut Soenarko, pelaksanaan kebijakan tergantung pada
partisipasi masyarakat, berhubungan dengan itu partisipasi masyarakat perlu
sekali ditimbulkan dan digalakan. Artinya, masyarakat harus menjadi pelaku
yang baik dalam pelaksanaan kebijakan. Adanya partisipasi masyarakat
dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah, maka hal ini menimbulkan
peluang yang dapat memudahkan usaha mengatasi kesulitan yang timbul
commit to user
pelaksanaan kebijakan, dan mendukung sampai terwujud apa yang menjadi
dasar dan tujuan dibuatkan kebijakan publik tersebut.
Menurut Abdullah, et al. (2001), kerangka analisis yang berguna
untuk memahami suatu kebijakan publik adalah sebagai berikut:
1) Isi hukum (content of law), yakni uraian atau penjabaran tertulis dari
suatu kebijakan yang tertuang dalam bentuk perundang-undangan,
peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan pemerintah.
2) Tata laksana hukum (structure of law), yakni semua perangkat
kelembagaan dan pelaksana dari isi hukum yang berlaku.
3) Budaya hukum (culture of law), yakni persepsi, pemahaman, sikap
penerimaan, praktik-praktik pelaksanaan, penafsiran terhadap dua aspek
sistem isi hukum dan tata laksana hukum.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kebijakan adalah suatu aturan atau keputusan pemerintah yang mempunyai
tujuan untuk masyarakatnya menuju kehidupan yang lebih baik dengan
memenuhi kebutuhan melalui pengembangan di berbagai bidang dan
digunakan sebagai sarana untuk memecahkan masalah.
b. Bentuk Kebijakan
Menurut Abdullah, et al. (2001), bentuk kebijakan dapat dibedakan
dalam tiga tingkatan :
1) Kebijakan umum
Kebijakan umum adalah kebijakan yang menjadi pedoman atau
petunjuk pelaksanaan yang bersifat positif ataupun bersifat negatif yang
meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan. Untuk
wilayah negara, kebijakan umum mengambil bentuk undang-undang
atau keputusan presiden dan sebagainya. Sementara untuk suatu
provinsi, selain dari peraturan dan kebijakan yang diambil dari tingkat
pusat juga ada keputusan gubernur atau peraturan daerah yang
commit to user
Suatu kebijakan umum dapat menjadi pedoman bagi tingkatan
kebijakan di bawahnya. Tetapi untuk menjadi pedoman, kebijakan
umum mempunyai tiga kriteria yang harus dipenuhi. Pertama, cakupan
kebijakan itu meliputi keseluruhan wawasannya. Artinya, kebijakan itu
tidak hanya meliputi dan ditujukan pada aspek tertentu atau sektor
tertentu. Kedua, tidak berjangka pendek. Masa berlakunya atau tujuan
yang ingin dicapai dengan kebijakan tersebut berada dalam jangka
panjang ataupun tidak mempunyai batas waktu tertentu. Ketiga, strategi
kebijakan umum tidak bersifat operasional.
Sesuatu yang dianggap umum untuk tingkat kabupaten mungkin
dianggap teknis atau operasional untuk tingkat provinsi dan sangat
operasional dalam pandangan tingkat nasional. Makin umum suatu
kebijakan, makin kompleks dan dinamis kebijakan tersebut. Hal ini
disebabkan karena pada tingkat kebijakan umum banyak aspek yang
terlibat, banyak dimensi ilmu yang diperlukan untuk menganalisisnya
dan banyak pihak yang terkait. Sebaliknya semakin teknis suatu
kebijakan, semakin tidak kompleks kebijakan itu.
2) Kebijakan pelaksanaan
Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan
kebijakan umum. Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah tentang
pelaksanaan suatu undang-undang, atau keputusan menteri yang
menjabarkan pelaksanaan keputusan presiden adalah contoh dari
kebijakan pelaksanaan. Untuk tingkat provinsi, keputusan bupati atau
keputusan seorang kepala dinas yang menjabarkan keputusan gubernur
atau peraturan daerah bisa jadi suatu kebijakan pelaksanaan.
3) Kebijakan teknis
Kebijakan teknis adalah kebijakan operasional yang berada di bawah
kebijakan pelaksanaan itu. Secara umum, dapat disebutkan bahwa
kebijakan umum adalah kebijakan tingkat pertama, kebijakan
pelaksanaan adalah kebijakan tingkat ke dua, dan kebijakan teknis
commit to user
adalah kebijakan pemerintah. Tetapi, dalam pembagian nama tersebut
hanya menyangkut subyek yang membuat kebijakan, sedangkan dilihat
dari sifatnya sebagai pedoman dalam pelaksanaan pemerintahan dan dari
obyek yang dituju, yaitu masyarakat secara umum. Selain dari perbedaan
cakupan pada masing-masing strata kebijakan, juga terlihat ada
perbedaan isi atau tekanan dari masing-masing kebijakan.
Sesuai dengan sifatnya yang bersifat umum, kebijakan umum berada
pada level strategis. Karena itu, pengambilan keputusan kebijakan umum
perlu dilakukan dengan pembahasan yang matang dengan melibatkan
banyak pihak. Ini berarti bahwa kebijakan umum juga perlu
memperhitungkan segi operasionalisasinya. Dalam kebijakan
pelaksanaan, unsur strategis dan unsur teknis relatif berimbang. Dalam
kebijakan teknis unsur dari kebijakan yang dikelolanya sangat dominan.
Ini berarti bahwa seteknis-seteknisnya suatu kebijakan selalu masih lebih
umum daripada suatu petunjuk pelaksanaan.
Terakhir harus disadari bahwa keberhasilan pelaksanaan kebijakan,
proses kebijakan pada tingkat operasional harus dapat menjabarkan semua
kebijakan yang dihasilkan oleh pembuat kebijakan dan pengatur kebijakan
agar dapat dilaksanakan dengan baik dan mencapai hasil sesuai dengan
tujuan yang diharapkan.
3. Kekuasaan
a. Pengertian Kekuasaan
Menurut Suherman yang mengutip dari Noviyanto (2009), bahwa
kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh pada orang
lain, artinya kemampuan untuk mengubah sikap atau tingkah laku individu
atau kelompok. Jika setiap individu mengadakan interaksi untuk
memengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi
tersebut adalah pertukaran kekuasaan. Kekuasaan juga berarti kemampuan
untuk memengaruhi individu, kelompok, keputusan, atau kejadian.