• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahura Djuanda merupakan salah satu jenis dari hutan konservasi berupa kawasan konservasi insitu dimana sumberdaya alam yang ada di lokasi tersebut dipergunakan untuk memenuhi keperluan manusia dalam waktu yang lama. Konservasi dapat diartikan sebagai suatu usaha pengelolaan yang dilakukan oleh manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam sehingga dapat menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya secara berkelanjutan untuk generasi manusia saat ini, serta tetap memelihara potensinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi generasi yang akan datang (Irwanto, 2006). Pada dasarnya, konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan dengan kegiatan: (1) perlindungan sistem penyangga kehidupan; (2) pengawetan keanekaragaman spesies tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; dan (3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Tahura Djuanda dalam pelaksanaan pengelolaannya telah berupaya semaksimal mungkin dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut. Usaha yang dilakukan juga diupayakan agar dapat berkelanjutan hingga masa yang akan datang.

Konservasi yang ada juga menyangkut manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat, termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan. Kegiatan utama lainnya di Tahura Djuanda adalah rekreasi. Penggunaan lokasi sebagai kawasan konservasi yang di dalamnya terdapat sarana rekreasi diharapkan akan dapat bertahan sampai masa yang akan datang sehingga generasi yang akan datang juga akan bisa menikmati manfaat keseluruhan dari keberadaan Tahura.

5.1. Letak, Batas dan Luas

Taman Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Djuanda merupakan kawasan konservasi yang terpadu antara alam sekunder dengan hutan tanaman dengan jenis Pinus (Pinus merkusii) yang terletak di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung, DAS Citarum yang membentang mulai dari Curug Dago, Dago Pakar sampai Maribaya yang merupakan bagian dari kelompok hutan Gunung Pulosari, menjadikan Tahura Djuanda sangat baik sebagai lokasi pariwisata alam dan juga sebagai sarana tempat untuk pengembangan pendidikan lingkungan.

Secara administratif, sebagian besar kawasan Tahura Djuanda (kawasan Pakar-Maribaya) masuk ke dalam wilayah Kabupaten Bandung yaitu Desa Ciburial dan Desa Cimenyan dan sebagian lagi termasuk wilayah Desa Mekarwangi, Desa Langensari, Desa Wangunharja dan Desa Cibodas, Kecamatan Lembang sedangkan sebagian kecil (Curug Dago) masuk dalam wilayah kelurahan Dago Kecamatan Coblong dan Kelurahan Ciumbuleuit Kecamatan Cidadap Kota Bandung. Adapun batasan kawasan ini meliputi :

1. Sebelah Barat berbatasan dengan tanah milik (pertanian dan pemukiman) Desa Mekarwangi.

2. Sebelah Timur Berbatasan dengan Hutan Lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten (KPH Bandung Utara) dan tanah milik (pertanian dan pemukiman) Desa Ciburial.

3. Sebelah Utara berbatasan dengan tanah milik penduduk berupa lahan pertanian desa Cibodas, Desa Wangunharja Kecamatan Lembang dan Hutan Lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten (KPH Bandung Utara).

50 4. Sebelah selatan berbatasan dengan tanah penduduk berupa lahan pertanian

dan pemukiman Desa Ciburial Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung dan Kelurahan Dago Kecamatan Coblong, Kelurahan Ciumbuleuit Kecamatan Cidadap Kota Bandung.

Luas areal kawasan Tahura Djuanda seluas  526,98 ha dibagi menjadi unit pengelolaan terkecil berupa blok-blok pengelolaan dengan rincian seperti tercantum pada tabel berikut ini :

Tabel 5. Luas Areal Kawasan Tahura Djuanda

Nama Luas (ha) Cakupan Wilayah

Kab/Kota Kecamatan

Blok Koleksi tanaman Blok Pemanfaatan Blok Perlindungan 171,22 72,72 2,96 280,08 Kab. Bandung Kab. Bandung Kota Bandung Kab. Bandung Cimenyan Lembang Cimenyan Lembang Coblong Cimenyan Lembang Total 526,98

Sumber : Balai Pengelolaan Tahura Djuanda (2009)

5.2. Potensi Kawasan Tahura Djuanda

Daya tarik wisata alam yang ada di kawasan Tahura Djuanda merupakan hasil dari gejala alam dan fenomena alam pegunungan. Beberapa potensi wisata yang bersifat khas dari kawasan ini adalah :

1. Pemandangan Alam.

Berupa kondisi lingkungan berhutan di kiri-kanan sungai dengan ketinggian 700 –1300 mdpl yang berhawa segar dengan panorama yang indah.

2. Monumen Ir. H. Djuanda.

Sesuai dengan salah satu tujuan dari pembangunan Taman Hutan Raya ialah untuk menghormati perjuangan Ir. H. Djuanda, maka di Tahura Djuanda ini

dibangun monumen Ir. H. Djuanda yang berupa patung yang terletak pada suatu pelataran/plaza yang relatif lebih tinggi dari tempat di sekitarnya.

3. Keragaman Flora.

Hutan di kawasan ini merupakan vegetasi campuran yang terdiri dari 2.500 pohon termasuk pada 40 famili dari 112 spesies. Pada areal 30 ha ditanami dengan pohon-pohon berasal dari luar negeri seperti Sosis (Kegelia aethiopica) yang berasal dari Afrika, Jacaranda filicifolia yang berasal dari Amerika Selatan, Mahoni Uganda (Khaya anthotheca) berasal dari Afrika, Pinus Meksiko (Pinus montecumae), Cengal Pasir (Hopea odorata) dari Burma, Cedar Honduras (Cedrela mexicum M. Roem) dari Amerika Tengah. Selain berasal dari luar negeri juga terdapat banyak koleksi flora yang berasal dari dalam negeri seperti Cemara Sumatra (Casuarina sumatrana), Bayur Sulawesi (Pterospermum celebicum), Ampupu atau Kayu Putih (Eucalyptus alba), Mangga (Mangifera indica) dari Jawa, Ki Bima (Podocarpus blumei) dan sebagainya.

4. Keragaman Fauna.

Fauna yang dapat dilihat dan dinikmati di dalam kawasan Tahura Djuanda ini adalah suara beberapa jenis burung seperti Kacamata, Kutilang (Pycnonotus caferaurigaster), Ayam hutan (Galus-galus bankiva) dan jenis burung lainnya. Sementara itu Musang (Paradoxurus hermaproditus), Tupai (Callosciurus notatus) dan kera (Macaca fascularis).

52 5. Kolam Pakar.

Merupakan kolam buatan dengan luas 1,15 ha untuk PLTA, berfungsi sebagai tempat penampungan air yang berasal dari Sungai Cikapundung untuk digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik (PLTA Bengkok).

6. Goa Belanda dan Goa Jepang.

Merupakan goa peninggalan jaman Belanda dan Jepang yang memiliki nilai historis.

7. Jalan Setapak (jogging track) Pakar Dago – Maribaya.

Adanya jalan setapak antara Pakar Dago sampai ke Maribaya, menyusuri ekosistem pinggir sungai berhutan sejauh 3 km dengan kondisi yang baik. 8. Patahan Lembang.

Di wilayah dekat Obyek Wisata Maribaya dapat diamati adanya fenomena alam yang dikenal dengan Patahan Lembang (Lembang Fault). Patahan Lembang ini membujur arah Barat Laut-Tenggara yang sekaligus menjadi punggung bukit yang membatasi Sub DAS Cikapundung Hulu bagian Barat. 9. Curug Omas.

Fenomena alam yang terletak disebelah utara Tahura Djuanda dan bersebelahan dengan obyek wisata air panas Maribaya.

10. Curug Dago.

Fenomena alam yang terletak di tepian sungai Cikapundung. Di bagian bawah curug ini terdapat ceruk yang merupakan hasil erosi atau pengikisan aliran sungai.

11. Prasasti Thailand.

Merupakan batu bertulis berbahasa Thailland yang terdapat di Situs Curug Dago. Prasasti tersebut memberikan keterangan mengenai kedatangan Raja Chulalongkorn II (Rama V) beserta rombongan pada tahun 1896 M ke Bandung.

5.3. Tanah dan Topografi

Tanah di wilayah ini berkembang dari batuan vulkanik yang berkembang dari zaman kwarter tua, jenis tanah didominasi oleh Andosol yang merupakan tanah yang sangat dominan di wilayah ini, memiliki kesuburan tinggi, walaupun di wilayah Tahura Djuanda tanah ini memiliki jeluk tanah yang tipis, karena sebagaian besar wilayah lahannya (terrain-nya) berbatu. Di wilayah yang agak landai pada lereng bawah (Selatan), tanah didominasi oleh jenis Grumusol.

Sebagian besar kawasan Tahura Djuanda merupakan ekosistem pinggir sungai (riparian ecosystem) yang berlereng terjal dengan tonjolan-tonjolan batu cadas, yang mempunyai ketinggian antara 770 sampai 1.330 mdpl. Bentang lahannya berbentuk cekungan (basin), pada dasar cekungan mengalir Sungai Cikapundung yang diapit oleh lereng terjal. Lereng Timur dan Barat ditumbuhi oleh hutan Pinus (Pinus merkusii), pada lereng yang terjal, berbatu dan berjeluk tanah tipis kehijauan bentang lahan tetap dipertahankan oleh tanaman jenis Kaliandra (Caliandra callotysus). Kedua lereng terjal setinggi 100 – 150 m dari permukaan Sungai Cikapundung ini telah menciptakan bentang lahan khusus berupa lembah yang sangat indah.

54 5.4. Iklim dan Curah Hujan

Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson lokasi ini beriklim B (9 bulan merupakan Bulan Basah dan 3 bulan merupakan Bulan Kering) dan C (8 bulan merupakan Bulan Basah dan 4 bulan merupakan Bulan Kering). Bulan Basah menurut definisi dari Schmidt and Ferguson adalah bulan dengan curah hujan bulanan > 100 mm, sedangkan Bulan Kering adalah bulan dengan curah hujan bulanan kurang dari 50 mm (Balai Pengelolaan Tahura Ir. H. Djuanda, 2009).

Wilayah ini memiliki curah hujan yang semakin tinggi dengan semakin naiknya ketinggian dari permukaan laut (fenomena hujan Tipe Orografis), dari Pakar menuju Maribaya, curah hujan cenderung meningkat secara nyata. Sehingga sekitar separuh dari kawasan Tahura Djuanda, yaitu wilayah di bagian utara bertipe iklim B dan wilayah di bagian selatan memiliki tipe iklimC. Curah hujan tahunan di wilayah Tahura Djuanda bagian selatan berkisar dari 2.500 – 3.000 mm, sedangkan di bagian utara berkisar dari 3000 - 4.500 mm.

Kelembaban nisbi udara di dalam kawasan Tahura Djuanda dan sekitarnya selalu tinggi, kelembaban mutlak memperlihatkan kisaran yang cukup rendah yaitu berkisar antara 70 % (siang hari) – 95 % (malam dan pagi hari). Suhu di bagian lembah berkisar antara 22 – 24 ºC dan di bagian puncak antara 18 – 24 ºC.

5.5. Aksesibilitas

Tahura Djuanda memiliki tingkat aksesibilitas yang tinggi, kawasan ini sekarang telah bersatu dengan Kota Bandung dan dapat ditempuh dari berbagai jalur jalan, baik melalui Jalan Dago maupun melalui Jalan Cikutra. Semua jenis kendaran bisa masuk hingga ke pintu gerbang utama. Kondisi jalan dari pusat kota sampai dengan lokasi (pintu gerbang utama) sudah beraspal dan kini dalam

kondisi baik (sebelumnya rusak berat). Walaupun demikian, jalan masuk dari Kordon ke Tahura Djuanda yang berjarak ± 500 m dirasakan terlalu sempit, sehingga menyulitkan kendaran berpapasan. Bila menggunakan kendaraan umum, Angkutan Kota hanya sampai Terminal Dago, selanjutnya perjalanan diteruskan dengan kendaraan umum lain jurusan Kampus Unisba dan berhenti di Kordon. Dari Kordon perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh 500 m. Selain dari arah Selatan, Tahura Djuanda juga dapat ditempuh dari arah Utara, melalui Obyek Wisata Maribaya-Lembang. Dari pintu gerbang ini akan dapat dilihat obyek wisata Curug Omas dan kemudian perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri jalan setapak sepanjang 6 km menuju ke Pakar Dago.

Dokumen terkait