• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.2 Keadaan Umum PPI Muara Angke

4.2.3 Keadaan perikanan tangkap

Ada dua jenis kapal perikanan yang beraktivitas di PPI Muara Angke yaitu kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut. Umumnya kapal yang digunakan terbuat dari bahan kayu. Armada ini masih didominasi oleh kapal penangkap ikan dan kapal yang berukuran ≤ 30 GT.

Tabel 12 Jumlah kapal menurut ukuran dan jenis kapal di PPI Muara Angke, 2004-2008

Tahun Jumlah kapal menurut GT

Jumlah kapal

menurut jenis kapal Jumlah ≤ 30 >30 Pengangkut Penangkap Ikan (0) (1) (2) (3) (4) (1+2) atau (3+4) 2004 3.884 1.046 1.407 3.523 4.930 2005 3.873 1.337 1.468 3.742 5.210 2006 3.701 1.191 1.006 3.886 4.892 2007 3.662 641 1.008 3.295 4.303 2008 3.235 614 1.021 2.828 3.849 Sumber : UPT PKPP Muara Angke (2009)

Pada tahun 2008 terdapat 3.849 unit armada penangkapan ikan di PPI Muara Angke, terdiri dari 3.235 unit kapal ≤ 30 GT dan 614 unit kapal >30 GT serta terdiri dari 2.828 unit kapal penangkap ikan dan 1.021 kapal pengangkut (Tabel 12).

Jumlah kapal yang melakukan tambat labuh di PPI Muara Angke periode 2004-2008 mengalami penurunan, namun pernah mengalami peningkatan pada tahun 2005 (Gambar 5). Kapal-kapal ini terdiri atas kapal pengangkut sebesar 28,2% dan kapal penangkap ikan sebesar 71,8%. Berdasarkan ukurannya, kapal-kapal ini terbagi menjadi kapal-kapal berukuran ≤ 30 GT sebanyak 74,3% dan kapal-kapal berukuran > 30 GT sebanyak 25,7% pada tahun 2005.

Gambar 5 Perkembangan jumlah kapal perikanan yang tambat labuh di PPI Muara Angke, 2004-2008

Menurut Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara (2009), alat penangkapan ikan yang terdapat di PPI Muara Angke terdiri dari berbagai jenis, antara lain yang mendominasi yaitu boukeami, jaring cumi, pukat cincin, bubu, cantrang dan gillnet, selain itu juga terdapat alat tangkap jenis lain seperti muroami, jaring rampus, payang, lampara, pancing dan liongbun.

Alat tangkap yang paling banyak dioperasikan oleh nelayan tahun 2008 yang beraktivitas di PPI Muara Angke antara lain boukeami, jaring cumi, pukat cincin dan bubu. Jumlah alat tangkap boukeami sebanyak 40,7% kemudian disusul oleh alat tangkap jaring cumi sebesar 21,6% selanjutnya pukat cincin sebesar 17,8% dan bubu sebesar 7,5%. Jenis alat tangkap lainnya seperti muroami, jaring rampus, payang, lampara, pancing dan liongbun sebanyak 1,9%. Jumlah alat tangkap terbanyak yang dioperasikan terdapat pada tahun 2006

sebesar 3.886 alat dan terjadi penurunan pada tahun 2008 sebesar 4,8% dari tahun sebelumnya (UPT PKPP Muara Angke, 2009). Penurunan jumlah alat tangkap tersebut diduga karena banyak kapal yang berpindah tempat ke pelabuhan lain untuk membongkar hasil tangkapannya karena ketidakcocokan harga pada saat akan melelang hasil tangkapannya.

2) Nelayan

Nelayan yang memanfaatkan PPI Muara Angke sebagai tempat tambat labuh maupun bongkar muat terbagi menjadi nelayan penetap dan nelayan pendatang. Nelayan penetap merupakan nelayan yang berasal dari luar maupun dalam wilayah Muara Angke yang bertempat tinggal menetap di wilayah Muara Angke ; sedangkan nelayan pendatang merupakan nelayan yang berasal dari luar wilayah Muara Angke. Klasifikasi nelayan penetap dan pendatang tersebut dapat terbagi lagi menjadi nelayan pekerja dan nelayan hanya pemilik. Nelayan pekerja merupakan nelayan yang melakukan operasi penangkapan ikan di laut ; sedangkan nelayan pemilik merupakan nelayan yang memiliki sarana penangkapan ikan.

Para nelayan dengan menggunakan armada penangkapan ikan yang berbasis di PPI Muara Angke melakukan operasi penangkapan ikan di daerah Perairan Bangka Belitung dengan hasil tangkapan 8,6% ; Perairan Timur Sumatera dengan hasil tangkapan 10,3% ; Selat Karimata 13,4% ; Laut Jawa 11, 6 % ; Perairan Kalimantan Barat 5,6% ; Kepulauan Natuna 2,8% ; Teluk Jakarta dan Karawang 0,7% dan Karimun Jawa dengan hasil tangkapan 1,4% (UPT PKPP Muara Angke, 2006).

3) Musim penangkapan

Musim penangkapan ikan di Muara Angke terjadi sepanjang tahun namun pada saat terang bulan tidak dilakukan penangkapan ikan. Menurut hasil wawancara dengan beberapa nahkoda (kapten kapal) dan ABK, musim penangkapan ikan terbagi menjadi dua, yaitu musim barat yang terjadi pada bulan November – April, dan musim timur yang terjadi pada bulan April – November.

Pada musim barat angin bertiup sangat kuat dan bergelombang besar. Keadaan demikian mengakibatkan banyak nelayan yang tidak mau turun ke laut karena resiko yang terlalu besar. Nelayan banyak menangkap ikan saat musim barat di daerah penangkapan ikan di sekitar Teluk Jakarta dan Perairan Karawang.

Pada musim timur angin bertiup tidak terlalu kuat dan bergelombang tidak sekuat pada musim barat sehingga memungkinkan nelayan untuk meningkatkan operasi penangkapannya. Daerah penangkapan yang menjadi tujuan nelayan saat musim timur yaitu perairan Bangka Belitung, perairan timur Sumatera, perairan Indramayu, Cirebon dan Semarang.

4) Produksi ikan

Jumlah dan nilai produksi perikanan di pelabuhan perikanan merupakan salah satu indikator perkembangan perikanan di suatu daerah. Semakin besar jumlah produksi perikanan disuatu pelabuhan perikanan maka dapat dikatakan pelabuhan tersebut semakin berkembang. Begitu pula dengan nilai produksi, semakin besar nilai produksi perikanan di suatu pelabuhan perikanan maka dapat dikatakan pelabuhan tersebut semakin berkembang.

Produksi hasil tangkapan di PPI Muara Angke pada tahun 2008 sebesar 14.553 ton. Jumlah tersebut menurun dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 17.108 ton dengan persentase penurunan sebesar 14,9 %.

Berdasarkan data dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara (2009), produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke cenderung mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 6,8 %. Pada tahun 2005 dan 2006 produksi hasil tangkapan meningkat cukup tinggi yaitu sebesar 14.696 ton dan 17.583 ton dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 25,2 % dan 19,6%. Peningkatan jumlah hasil tangkapan tersebut dapat dipengaruhi dari kinerja nelayan dan musim penangkapan.

Tabel 13 Jumlah dan nilai produksi perikanan di PPI Muara Angke tahun 2004-2008

Tahun Jumlah Produksi (ton) Nilai Produksi (Rp 106)

2004 11.735 43.778 2005 14.696 41.513 2006 17.583 43.826 2007 17.108 45.625 2008 14.553 40.572 Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, (2009)

Gambar 6 Perkembangan jumlah produksi hasil tangkapan di PPI Muara Angke, 2004-2008

Nilai produksi hasil tangkapan pada tahun 2008 di PPI Muara Angke sebesar Rp 40.572.000.000,00 (Tabel 13). Nilai ini cenderung menurun dibanding tahun sebelumnya dengan persentase penurunan sebesar 11,1 %. Peningkatan nilai produksi hasil tangkapan mulai terjadi pada tahun 2005 sampai 2007 (Gambar 7). Nilai produksi hasil tangkapan di PPI Muara Angke mencapai titik tertinggi pada tahun 2007, yaitu sebesar Rp 45.625.089.405.

Gambar 7 Perkembangan nilai produksi hasil tangkapan di PPI Muara Angke, 2004-2008

Dengan melihat jumlah dan nilai produksi per jenis hasil tangkapan yang didaratkan di suatu Pelabuhan Perikanan, maka indikator harga rata-rata hasil tangkapan tiap jenis per tahunnya dapat dihitung dengan cara menghitung ratio

NP/P yaitu membagi nilai produksi dengan jumlah produksinya untuk setiap jenis hasil tangkapan (Pane, 2010).

Komposisi produksi hasil tangkapan yang banyak didaratkan pada tahun 2008 adalah ikan bloso, cakalang, cucut, cumi-cumi, kembung, pari, lemuru, tembang, tenggiri dan tongkol (UPT PKPP Muara Angke, 2009). Adapun jenis ikan yang dihasilkan oleh berbagai unit penangkapan ikan yang terdapat di PPI Muara Angke tahun 2008 sangat bervariasi. Jenis ikan yang banyak dihasilkan, disajikan pada (Tabel 14).

Tabel 14 Nilai produksi, produksi dan indikator harga (Ratio NP/P) per jenis ikan di PPI Muara Angke tahun 2008

No Jenis Ikan

Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp) Ratio NP/P (Rp/Kg) % (kg) (%) (Rp 103) (%) 1 Bawal putih 544 0,01 16.124,50 0,06 29.640,63 14,00 2 Kuro 926 0,01 15.524,10 0,05 16.764,69 7,92 3 Ekor kuning 9.939 0,15 64.955,55 0,22 6.535,42 3,09 4 Bawal hitam 30.219 0,47 346.527,75 1,2 11.467,21 5,42 5 Krapu 33.918 0,52 218.943,27 0,76 6.455,08 3,05 6 Peperek 45.222 0,70 232.207,75 0,8 5.134,84 2,43 7 Kakap merah 45.228 0,70 724.895,99 2,5 16.027,59 7,57 8 Kwe 47.131 0,73 574.667,65 1,98 12.192,99 5,76 9 Teri 50.247 0,78 269.358,78 0,93 5.360,69 2,53 10 Golok-golok 50.909 0,79 275.631,00 0,95 5.414,19 2,56 11 Layur 67.274 1,04 404.960,45 1,4 6.019,57 2,84 12 Tongkol 67.770 1,05 500.703,05 1,73 7.388,27 3,49 13 Manyung 81.209 1,26 718.372,30 2,48 8.845,97 4,18 14 Como 88.025 1,36 368.261,43 1,27 4.183,60 1,98 15 Sontong 90.446 1,40 827.724,70 2,86 9.151,59 4,32 16 Kembung 90.734 1,40 601.326,93 2,08 6.627,36 3,13 17 Bentrong 91.380 1,41 485.066,80 1,67 5.308,24 2,51 18 Cucut 107.522 1,66 325.737,88 1,12 3.029,50 1,43 19 Kambing- kambing 130.202 2,01 697.347,83 2,41 5.355,89 2,53 20 Selar 152.999 2,37 721.863,95 2,49 4.718,10 2,23 21 Bloso 217.829 3,37 786.647,67 2,72 3.611,31 1,71 22 Tenggiri 275.459 4,26 1.172.302,44 4,05 4.255,81 2,01 23 Tembang 286.032 4,42 751.580,95 2,59 2.627,61 1,24 24 Cakalang 289.011 4,47 337.346,15 1,16 1.167,24 0,55 25 Baby tuna 293.202 4,54 917.060,53 3,17 3.127,74 1,48 26 Pari 305.834 4,73 759.453,50 2,62 2.483,22 1,17 27 Layang 361.415 5,59 1.565.556,33 5,4 4.331,74 2,05 28 Lemuru 378.716 5,86 1.883.095,85 6,5 4.972,32 2,35 29 Cumi-cumi 910.383 14,08 5.118.682,15 17,67 5.622,56 2,66 30 Lain-lain 1.864.984 28,85 7.291.002,62 25,16 3.909,42 1,85

Dari Tabel 14 terlihat bahwa terdapat beberapa jenis ikan yang produksi dan nilai produksinya dominan yaitu Cumi-cumi, Lemuru, Layang, Pari, dan Baby tuna. Berdasarkan ratio nilai produksi terhadap produksi, maka jenis ikan yang memiliki nilai komersial tinggi atau dugaan harga tinggi adalah Bawal putih (Rp 29.640,63 per kg), Kuro (Rp 16.764,69 per kg), Kakap merah (Rp 16.027,59 per kg), Kue (Rp 12.192,99 per kg) dan Bawal hitam (Rp 11.467,21 per kg).

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

Pelabuhan Perikanan, termasuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) dibangun untuk mengakomodir berbagai kegiatan para pelakunya seperti kegiatan nelayan, mulai dari proses pendaratan hasil tangkapan, pelelangan hingga pendistribusiannya. Pelabuhan Perikanan atau Pangkalan Pendaratan Ikan diharapkan dapat berperan dalam meningkatkan pendapatan nelayan dengan memberikan kemudahan bagi nelayan antara lain dalam pelayanan penangkapan ikan, pendaratan hasil tangkapan, pemasaran hasil tangkapan serta kebutuhan operasional.

Keberhasilan suatu pengoperasian pelabuhan perikanan menurut Lubis (1989) vide Krisdiyanto (2007), meliputi antara lain kelancaran aktivitas mulai dari proses pendaratan hasil tangkapan yang terdiri dari bongkar muatan hasil tangkapan, pelelangan, pengolahan hingga pemasarannya.

Pendaratan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan merupakan aktivitas membongkar hasil tangkapan dari dalam palka ke dek kapal dengan menurunkan hasil tangkapan dari palka ke dermaga pendaratan dan mengangkut hasil tangkapan dari dermaga pendaratan tersebut ke TPI (Pane, 2008) yang nantinya akan didistribusikan ke konsumen.

Cara pendaratan hasil tangkapan berkaitan erat dengan cara penanganan hasil tangkapan untuk mempertahankan mutunya. Oleh karena itu didalam mendaratkan hasil tangkapan haruslah memperhatikan cara penanganan yang baik karena terkait dengan mutu hasil tangkapan. Kondisi aktual yang diteliti meliputi ; mekanisme, pelaku, penggunaan alat bantu dan penanganan hasil tangkapan.

5.1 Kondisi Aktual Pendaratan Hasil Tangkapan di PPI Muara Angke

Dokumen terkait