• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan seperti itu cukup kiranya untuk menjelaskan mengapa suatu hukuman yang tampaknya diperhitungkan untuk menakuti

pikiran normal, dalam kenyataannya tidak ada hubungannya dengan

psikologi normal. Semua statistik, tanpa kecuali, baik di negara

yang masih mempraktekkan hukuman mati maupun yang tidak,

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara dihapuskannya

hukuman mati dengan kriminalitas.8 Gilotin ada, demikian pula

kejahatan; antara keduanya tidak ada hubungan kecuali hubungan

hukum. Statistik kejahatan tidak naik ataupun turun. Yang dapat kita

simpulkan dari angka-angka, yang diatur rapi pada tabel-tabel statistik,

adalah ini: selama berabad-abad kejahatan selain pembunuhan dijatuhi

hukuman mati, namun hukuman ini tidak mampu menghilangkan

kejahatan-kejahatan tersebut. Be.rabad-abad pula lamanya sampai

kini, kejahatan demikian tidak lagi dijatuhi hukuman mati. Namun

kejahatan-kejahatan tersebut tidak naik, bahkan beberapa di antaranya

malah turun. Demikian pula pembunuhan, berabad-abad hukum

membalasnya dengan eksekusi, namun para keturunan Kain masih

terus ada. Dan akhirnya di

33

negara yang menghapus atau tidak lagi

mengakui hukuman mati, jumlah pembunuhnya tidak meningkat.

Siapa lalu dapat menyimpulkan bahwa hukuman mati benar-benar

dapat membuat orang takut?

Orang-orang konservatif tidak akan dapat menolak fakta dan

angka ini. Yang perlu diperhatikan adalah jawaban mereka satu-satunya.

Mereka menjelaskan sikap masyarakat yang saling bertentangan,

sehingga menyembunyikan sifat eksekusi yang dapat dicontoh. "lidak

ada yang dapat membuktikan bahwa hukuman mati bersifat memberi

8 Laporan Komite Pemilihan lnggris 1930 dan Komisi Ktr-aajan Inggris yang baru saja menyelesaikan penelitian tersebut menyatakan, '"Semua statistik yang kami periksa mcmperkuat fakta bah"'·a penghapusan hukuman mati tidak menyebabkan kcnaikan jumlah kejahatan".

contoh, clan aclalah ha! yang nyata bahwa ribuan pembunuh ticlak pemah merasa takut karenanya". Demikianlah menurut penganut paham konservatif. "Tetapi memang ticlak acla cara yang clapat clipakai untuk mengetahui siapa yang telah clitakuti, sehingga nilai hukuman ma ti sebagai contoh itu memang ticlak clapat clibuktikan". Dengan clemikian, hukuman terberat, hukuman yang menyebabkan terhukum mengalami kenistaan besar clan masyarakat memiliki kekuasaan agung, cliclasarkan pacla suatu kebolehjaclian yang ticlak clapat cliterangkan. Sementara itu maut ticlak pecluli akan segala macam tingkat, clerajat, atau kebolehjaclian. Maut memperkeras semua ha!, baik tinclakan bersalah maupun tubuh pembunuh, clengan ketegaran yang pasti. Waiau pun begitu, maut clijatuhkan pacla kita karena acla kesempatan clan perhitungan. Bahkan meskipun perhitungan itu betul, bukankah ticlak acla kepastian untuk mensahkan keticlakpastian clalam menentukan kematian yang paling pasti? Namun si terhukum suclah terpotong clua, bukan hanya oleh kejahatan yang telah clilakukannya, melainkan juga oleh riwayat semua kejahatan yang mungkin akan terjacli atau ticlak akan terjacli, yang pemah melibatkannya maupun ticlak pemah melibatkannya. Keticlakpastian paling nyata clalam ha! ini menguasai kepastian yang telah terbuktikan.

Saya bukanlah satu-satunya yang terkesan oleh kontracliksi berbahaya ini. Bahkan penguasa pun mengecam hal ini, clan kesaclaran yang clemikian buruk ini pacla gilirannya menjelaskan kontracliksi sikap penguasa sencliri. Penguasa mencegah publisitas eksekusi karena ticlak clapat clengan tegas menyatakan bahwa eksekusi clilakukan untuk membuat penjahat takut, meski faktanya memang seperti itu. Penguasa ticlak clapat bebas clari clilema yang oleh Beccaria cliterangkan clalam tulisannya sebagai berikut: "Bila bagi rakyat perlu sekali clitunjukkan bukti-bukti kekuasaan sesering-seringnya, maka hukuman mati harus clilakukan lebih sering lagi. Tetapi yang berarti kejahatan juga harus

KR/SIS KEBEBASAN

lebih sering terjadi, dan ini akan membuktikan bahwa hukuman mati tidak memberikan gambaran seperti apa yang seharusnya diberikan, sementara hasilnya bisa berupa entah tidak ada gunanya ataupun tidak perlu." Apa yang dapat dilakukan penguasa dengan hukuman yang sekaligus tidak berguna namun perlu, selain menyembunyikan tanpa menghapuskannya? Penguasa akan tetap memakainya meskipun sedikit tidak sesuai, dan bukannya tanpa rasa jengah, dengan harapan buta bahwa paling tidak seseorang, pada suatu waktu, akan memberi pembenaran pada hukum yang tidak didukung baik oleh aka! budi maupun oleh pengalaman. Dalam rangka terus mendukung pemyataan bahwa gilotin memiliki nilai sebagai contoh, dengan sendirinya penguasa terdorong untuk melipatgandakan pembunuhan yang sangat nyata, sebab penguasa berharap untuk mencegah pembunuhan baru yang mungkin dan barangkali tidak akan pemah dilakukan. Hukum yang ganjil, yang mengenal sendiri pembunuhan yang didukungnya, tidak pemah mengenal pembunuhan yang hendak dicegahnya. Apa yang tersisa dari kekuatannya sebagai contoh jika terbukti bahwa hukuman mati mempunyai kekuatan lain, dan sangat nyata, yang membuat martabat manusia merosot menjadi kehinaan, kegilaan, dan pembunuhan?

Seharusnya kita sudah dapat mengerti bagaimana pengaruh sifat hukuman mati yang dapat dicontoh terhadap pendapat umum, manifestasi sadisme yang diungkitnya, keangkuhan tersembunyi yang dipercikkannya dalam hati para penjahat tertentu. Di keliling tiang gantungan tidak terdapat kemuliaan, yang ada hanya kemuakan, kehinaan, dan dorongan nafsu rendah. Hal seperti ini diketahui banyak orang. Kesantunan menyebabkan gilotin dipindahkan dari depan Place de !'Hotel de Ville ke depan gerbang kota, dan kemudian ke halaman penjara. Sangat sedikit informasi yang kita ketahui mengenai perasaan para petugas yang harus hadir di depan pelaksanaan eksekusi. Tetapi

dengarlah kata-kata sipir penjara lnggris yang berbicara tentang "suatu

perasaan malu yang tajarn menyentuh" dan pastor yang berbicara

tentang "rasa malu, ngeri, dan hina".9 Bayangkanlah perasaan

seseorang yang membunuh karena perintah-yaitu para algojo. Apa

pendapat kita tentang petugas yang menyebut gilotin sebagai "mesin

potong", terhukum sebagai "klien" atau "paket"? Pastor Bella Just, yang

mendampingi lebih dari 30 orang terpidana mati, menulis: "Istilah­

istilah yang digunakan para petugas peradilan sama-sama kasar dan

sinisnya dengan yang dipakai pada penjahat".10 Dan inilah ucapan salah

satu pembantu algojo yang melakukan perjalanan dinas ke daerah: "Bila

kami melakukan perjalanan dinas, suasananya selalu menyenangkan,

berkeliling memakai taksi, dan makan di restoran terkenal!"11 Orang

yang sama juga membualkan kecekatan algojo melepas pisau gilotin:

"Kita boleh berbangga karena berhak menjarnbak rambut klien". Lagak

seperti ini masih mempunyai aspek lain yang lebih dalam. Pakaian

terhukum biasanya disimpan menjadi milik algojo. Deibler senior

mempunyai kebiasaan memajang pakaian seperti itu dalarn karnar kaca,

sehingga sekali waktu dia dapat memandangnya berlama-lama. Dan

masih ada lagi dampak yang lebih serius. Pembantu algojo tadi juga

bercerita bahwa: "Algojo yang baru rupanya jatuh cinta pada gilotin.

Kadang-kadang selama berhari-hari dia duduk di rumah dalam pakaian

dinas, menanti perintah panggilan dari Kementerian."12

Yang, itulah orangnya yang oleh Joseph de Maistre dikatakan