BAB I PENDAHULUAN
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelitian pada kepustakaan, khususnya di lingkungan Perpustakaan Hukum Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang menyangkut masalah peranan dan tanggung jawab Kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.
Akan tetapi ada penelitian yang dilakukan oleh Manahan M.P. Sitompul, mahasiswa program Ilmu Hukum Pascarsarjana Universitas Sumatera Utara yang berjudul “Syarat-Syarat Pernyataan Pailit Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 dan Penerapannya oleh Pengadilan Niaga”.
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian tersebut adalah : 1. Bagaimanakah utang ditafsirkan dalam implementasi UUNo.4Tahun 1998?
2. Apakah permohonan pernyataan pailit dari debitor yang telah memenuhi syarat dalam Pasal I ayat (1) UU No. 4 Tahun 1998 harus dikabulkan ?
3. Bagaimanakah kedudukan kreditor separatis dalam kepailitan dan apakah kreditor separatis dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit ?15
Oleh karena ulasan dan pembahasannya berbeda, dengan demikian penelitian ini adalah benar-benar asli baik dari segi substansi maupun dari segi permasalahan sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
15Manahan M.P. Sitompul, 2001, Syarat-Syarat Pernyataan Pailit Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 dan Penerapannya Oleh Pengadilan Niaga, Tesis, Medan : PPs USU, hlm. 11
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Tinjuan Umum Tentang Kepailitan 1. Pengertian Pailit
Secara etimologi (tata bahasa), istilah kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit. Istilah pailit ini dijumpai juga dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris dengan istilah yang berbeda-beda. Dalam bahasa Perancis dipakai istilah failite yang artinya “pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran”. Oleh sebab itu “orang yang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya di dalam bahasa Perancis disebut lefailli. Dalam bahasa Belanda untuk arti yang sama dipergunakan istilah failliet, dan dalam bahasa Inggris dikenal istilah to fail dan dalam bahasa Latin dengan istilah faillure. Untuk istilah pailit dalam bahasa Belanda yaitu faiyit, namun ada juga yang menterjemahkan sebagai pafyit, dan faillessement untuk kepailitan. Sedangkan di negara yang berbahasa Inggris untuk pengertian pailit dan kepailitan digunakan istilah bancrupt dan bancruptcy.16
Pengertian kepailitan atau pailit dalam Black”s Law Dictionary adalah : “The state or condition of a person (individual, partnership, corporation, municipality) who is unable to pay its debt as they are. or become due “. The term includes a person against whom an involuntary petition, or who has been adju a bankrupt”17
16 Victor M Situmorang, dan Hendri Soekarso, 1999, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia, Jakarta. Rineka Cipta, hlm. 18
17 Henry Black Campbeil, 1968, "Blacks Lw Dictionary" St. Paul Minnesota, USA : West Publishing, Co. hlm. 186
Berdasarkan pengertian yang diberikan dalam Brack”s Law Dictionary tersebut, dapat dilihat bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang (debitor) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo.
Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga (di luar debitor), suatu permohonan pemyataan pailit ke pengadilan.
Maksud dari pengajuan permobonan tersebut adalah sebagai suatu bentuk pemenuhan asas “publisitas”“ dari keadaan tidak mampu membayar dari seorang debitor. Tanpa adanya permohonan tersebut ke pengadilan, maka pihak ketiga yang berkepentingan tidak akan pernah tahu keadaan tidak mampu membayar dari debitor Keadaan ini kemudian akan diperkuat dengan suatu keputusan pernyataan pailit oleh Hakim pengadilan, baik yang merupakan putusan yang mengabulkan ataupun menolak permohonan pailit yang diajukan.18
Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “pailit atau bangkrut antara lain adalah seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bankrupt, dan yang aktivanya atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar hutang-hutangnya”.19
Pada umumnya, kebanyakan orang sering menyatakan bahwa adapun yang dimaksud dengan pailit atau bangkrut adalah “suatu sitaan umum atas seluruh harta debitor agar dicapainya perdamaian antara debitor dan kreditor atau agar harta tersebut dapat dibagi-bagi secara adil di antara para kreditor”.200
18Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, 2004, Seri Hukum Bisnis: Kepailitan Ed. 4, Jakarta ; Rajawali Press, hlm. 12
19 Munir Fuady. 1999, Hukum Pailit 1998 Dalam Teori dan Praktek, Bandung ; PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 8
20Ibid
Pengertian kepailitan dalam UU KPKPU Pasal 1 butir 1 diartikan sebagai berikut: “Kepailitan adalah sita umum atas kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah Pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini”.
Istilah Insolvency sering dipersamakan dengan kata bankrupcty dan keduanya sama-sama diartikan sebagai kepailitan. Dalam istilah Belanda, insolvents memuat suatu makna teknis yang berbeda dari istilah kepailitan. Insolvensi ini terjadi dalam rapat verifikasi di antara para kreditor yang dilakukan setelah putusan pernyataan pailit. “Sesuai Ordonansi Kepailitan tahun 1905, makna teknis insovensi merupakan suatu periode setelah dijaruhkannya putusan kepailitan yang tidak diikuti dengan perdamaian (accord) di antara para kreditornya ataupun perdamaian telah ditolak dengan pasti”.21
Dalam sistem anglosaxon (common law), insolvensi itu terjadi sebelum kepailitan, sedangkan dalam sislem hukum eropa kontinental (civil law) insolvensi terjadi setelah kepailitan.
2. Syarat Pernyataan Pailit
Pasal 1 Faillisements-Verordening sebelum diubah menyatakan syarat pernyataan pailit bahwa:
Setiap berutang yang berada dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya, dengan putusan Hakim, baik atas pelaporan sendiri, baik atas permintaan seorang atau lebih para berpiutangnya, dinyatakan dalam keadaan pailit.
21Setiawan, 1998, "Kepailitan: Konsep-Konsep Dasar Serta Pengertiannya, Ulasan Hukum”, Varia Peradilan, No. 156, September, hlm. 4
Rumusan Pasal 1 FV di atas, hanya mencantumkan satu syarat unruk dikabulkannya permohonan pernyataan pailit, yaitu debitor yang berada dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya.
Pasal 2 ayat (1) UU KPKPU menyatakan bahwa debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
Dilihat dan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU KPKPU tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa syarat untuk dapat dikabulkannya suatu permohonan pailit adalah:
1. ada (minimal) dua kreditor;
2. ada (minimal) satu utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Ad. 1. Adanya dua kreditor
Pasal 2 ayat (1) UU KPKPU menyatakan bahwa salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyatakan seseorang itu pailit yaitu harus mempunyai dua kreditor atau lebih. Dengan demikian undang-undang ini hanya memungkinkan seorang debitor dinyatakan pailit apabila debitor memiliki paling sedikit 2 (dua) kreditor.
Logika dibalik syarat ini adalah karena pada intinya kepailitan merupakan proses pembagian harta debitor kepada para kreditornya.22Pasal 1131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengatur bahwa “segala kebendaan si berutang baik yang bergerak maupun yang tak bergerak. baik yang sudah ada maupun yang baru akan
22Aria Suyudi, dkk, Op Cit, hlm. 121
ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan”.
Kemudian Pasal 1132 KUHPer mengatur bahwa “kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu di bagi-bagi kan menurut keseimbangan. yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.
“Kedua pasal ini merupakan dasar hukum kepailitan”,23 yang bertujuan untuk meletakkan sita umum terhadap seluruh harta debitor sebagai pelunasan utang-utangnya terhadap semua kreditornya. Keberadaan lebih dari satu orang kreditor dimana pembagian harta pailit ini dilakukan secara berimbang di antara para kreditor harta pailit secara berimbang di antara para kreditor dikenal dengan konsep concursus creditorium.
Jika hanya terdapat seorang kreditor maka tidaklah sesuai dengan tujuan proses kepailitan. Selain itu, dalam kondisi hanya ada satu kreditor, kreditor dapat menempuh jalur perdata biasa untuk mendapatkan pelunasan utangnya.
Alasan mengapa seorang debitor tidak dapat dinyatakan pailit jika ia hanya mempunyai seorang kreditor adalah bahwa tidak ada keperluan untuk membagi aset debitor di antara para kreditor.24 Kreditor berhak dalam perkara ini alas semua aset debitor. Tidak ada concursus creditorum.
Hal ini dapat dimengerti, karena dalam kepailitan yang terjadi sebenarnya sita umum terhadap semua harta kekayaan debitor yang diikuti dengan likuidasi paksa,
23Ibid, hlm 122 lihat juga Victor M Situmorang dan Hendri Soekarso, hlm. 20
24Imran Nating, Op Cit. hlm. 24
untuk nanti perolehan dari likuidasi paksa tersebut dibagi secara prorata di antara kreditornya. Kecuali apabila ada di antara para kreditornya yang harus didahulukan menurut ketentuan Pasal 1132 KUHPer.25
Ketentuan Pasal 1131 dan 1132 KUHPer, mengandung asas-asas sebagai berikut:
1. Apabila si debitor tidak membayar utangnya dengan sukarda atau tidak rnembayarnya walaupun telah ada putusan pengadilan yang menghukum supaya melunasi hutangnya atau karena tidak mampu membayar seluruh hutangnya, maka semua harta bendanya disita unluk dijual dan hasil penjualan itu dibagi-bagikan untuk dijual kreditornya, menurut besar keciinya piutang masing-masing kreditor, kecuali apabila di antara kreditor ada alasan yang sah untuk didahulukan.
2. Semua kreditor mempunyai hak yang sama.
3. Tidak ada nomor unit dari para kreditor yang didasarkan atas saat timbulnya piutang-piutang mereka.26
Kreditor yang dimaksud dalam pasal ini adalah baik kreditor konkuren, kreditor separatis, maupun kreditor preferen. Khusus mengenai kreditor separatis dan kreditor preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit lanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitor dan haknya untuk didahulukan,
Ad, 2. Adanya utang yang lelah jatuh tempo dan dapat ditagih
Syarat lain yang harus dipenuhi bagi seorang pemohon pernyataan pailit ialah harus adanya utang yang telah jatuh waktu/tempo dan dapat ditagih. Seorang debitor dapat diajukan pailit hanya dengan adanya fakta bahwa ia belum membayar satu utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, terlepas apakah ia harus
25Ibid
26Victor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, Op Cit, hlm. 21
membayar bunganya saja atau utang pokoknya dan terlepas apakah si debitor tidak mampu membayar atau tidak mau membayar utangnya.
Utang dalam undang-undang ini diartikan sebagai “kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor”.27
Menurut Lee A- Weng, utang merupakan “kewajiban pembayarsn yang terbit dari adanya hubungan hukum pinjam-meminjam/perikatan utang piutang, dimana pihak kreditor yang memiliki piutang dan pihak debitor yang mempunyai utang, berupa kewajiban melakukan pembayaran kembali utang yang telah diterima dari kreditor berupa utang pokok ditambah bunga”.28
Pada dasarnya utang adalah kewajiban yang timbul dari perikatan yaitu prestasi yang harus dilaksanakan oleh para pihak dalam perikatan tersebut. Prestasi sebagai obyek perjanjian harus tertentu atau dapat ditentukan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPer. Kewajiban ini lahir dari perikatan yang dilakukan terhadap pihak lain. Berdasarkan ketentuan Pasal 1233 KUHPer, perikatan dilahirkan karena perjanjian atau karena undang-undang. Bentuk prestasi sebagai
27Lihat Pasal 1 butir 6 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
28Lee A. Weng, 2001, Tinjauan Pasal Denpasar Pasal Fv. Jis Perpu No. 1 Tahun 1998 dan Undang-undang No. 4 Tahun 1998. Medan, hlm. 22
obyek perikatan ditentukan dalam Pasal 1234 KUHPer yaitu untuk memberi sesuatu, berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu.
Tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya merupakan tindakan wanprestasi, yang bentuknya dapat berupa tidak dipenuhinya prestasi, keterlambatan pemenuhan prestasi serta tidak sempurnanya pemenuhan prestasi. Tidak sempumanya pelaksanaar, prestasi dapat berupa tidak dilaksanakannya prestasi secara substansial (material breach) atau tidak dipenuhinya prestasi secara keselumhan. Oleh karena itu “utang dalam hal ini bukan saja berupa tindakan penyerahan uang semala (membayar) tetapi juga tidak terpenuhinya suatu prestasi dalam hubungan perikatan”29
Dalam penjelasan UU KPKPU, hahwa yang dimaksud dengan utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang benvenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.
Suatu utang dikatakan jatuh tempo/waktu dan harus dibayar jika utang tersebut sudah waktunya untuk dibayar. Dalam perjanjlan biasanya diatur kapan suatu barang harus dibayar.
29Aria Suyudi dkk, Op Cit, hlm. 124 lihat juga Paripurna P Sugarda, 2002, "Defenisi Utang Menunil RUU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran", Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 17 Januari, hlm. 42
“Jika suatu perjanjian tidak mengatur ketentuan mengenai jatuh tempo utang, utang ini sudah waktunya untuk dibayar setelah pemberitahuan adanya kelalaian yang diberikan kepada debitor.30Dalam pemberitahuan ini suatu jangka waktu yang wajar harus diberikan kepada debitor untuk melunasi utangnya.
Terhadap istilah “jatuh waktu” dan “dapat ditagih”, Sutan Remy Sjahdeni berpendapat bahwa kedua “istilah tersebut berbeda pengertian dan kejadiannya. Suatu utang dapat saja telah dapat ditagih tetapi belum jatuh waktu.31Suatu utang dapat saja telah dapat ditagih tetapi belum jatuh waktu. Utang yang telah jatuh waktu dengan sendirinya menjadi utang yang telah dapat ditagih, namun utang yang telah dapat ditagih belum tentu merupakan utang yang telah jatuh tempo. Utang hanyalah jatuh watu apabila menurut perjanjian kredit atau perjanjian utang piutang telah sampai jadwal unluk dilunasi oleh debitor sebagaimana ditentukan dalam perjanjian itu.
3. Pihak yang Dapat Dinyatakan Pailit
Setiap orang dapat dinyatakan pailit sepanjang memenuhi ketentuan yang diatur daiam Pasal 2 ayat (1) UU KPKPU. Debitor yang secara sumir terbukti memenuhi syarat dalam ketentuan tersebut dapat dinyatakan pailit, baik debitor perorangan maupun badan hukum. Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan.
Adapun yang dapat dinyatakan sebagai debitor pailit adalah : 1) Orang perorangan
30Lihat Pasal 1238KUHPer
31Sutan Remy Sjahdeini, 2002, Hukum Kepailitan, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, hlm. 68
Baik laki-laki maupun perempuan, menjalankan perusahaan atau tidak, telah menikah maupun yang belum menikah. Jika permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan oleh “debitor perorangan yang telah menikah”, maka permohonan tersebut hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau isterinya, kecuali antara suami isteri tersebut tidak ada percampuran harta.”32
2) Harta Peninggalan (warisan)
“Harta warisan dari seseorang yang meninggal dunia dapat dinyatakan pailit apabila orang yang meninggal dunia tersebut semasa hidupnya berada dalam keadaan berhenti membayar utangnya, atau harta warisannya pada saat meninggal dunia si pewaris tidak mencukupi untuk membayar utangnya”.33 Dengan demikian “debitor yang telah meninggal dunia masih saja dinyatakan pailit atas hana kekayaannya apabila ada kreditor yang menyajukan permohonan tersebut”.34 Pernyataan pailit harta penmggalan berakibat demi hukum dipisahkan harta kekayaan pihak yang meninggal dari harta kekayaan para ahli waris sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 209 UU KPKPU.
Permohonan pailit terhadap harta peninggalan harus memperhatikan ketentuan Pasal 210 UU KPKPU yang mengatur bahwa “permohonan peniyataan pailit harus diajukan kepada pengadilan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari setelah debitor meninggal”.
32Ahmad Yaui, Gunawan Widjaja, Op Cn. hlm. 16 lihat juga Pasal 4 UU No 37 Tahun 2004
33Zainal Asikin, 2001, Hakum Kepailitati dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, hlm. 34
34Rudi Lontoh, Op. Cit, hlm. 524
3) Holding Company
Permohonan pailit dapat juga diajukan terhadap suatu Holding Company, oleh karena “suatu holding company adalah suatu perusahaan”.35UU KPKPU tidak mensyaratkan bahwa permohonan kepailitan terhadap suatu holding company dan anak-anak perusahaan harus diajukan dalam suatu dokumen yang sama.
Permohonan-permohonan selain dapat diajukan dalam satu permohonan, juga dapat diajukan terpisah sebagai dua permohonan.
Kartini Muljadi berpendapat bahwa “permohonan pailit terhadap holding company dan anak perusahaannya tidak diwajibkan untuk diajukan dalam satu permohonan. Mereka merupakan badan hukum yang berbeda, mempunyai kreditor yang berbeda, mungkin pula holding company adalah kreditor dari anak perusahaannya”.36
4) Penjamin (Guarantor)
Berkaitan dengan pemberian guarantee; biasanya diminta oleh perbankan dalam pemberian kredit bank. Seorang penjamin atau penanggung yang memberikan persona/ guarantee atau suatu perusahaan yang memberikan corporate guarantee dapat dimohonkan untuk dinyatakan pailit
Penanggung utang atau borgtocht adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga demi kepentingan kreditor mengikatkan dirinya untuk memenuhi kewajiban debitor apabila debitor bersangkutan tidak dapat memenuhi kewajibannya (Pasal 1820 KUHPer).
35Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit, hlm. 83
36Ibid
Penanggung ini sifatnya accessoir atau merupakan “suatu perjanjian tambahan” di samping perjanjian pokok (perjanjian kredit). Hal ini berakibat bahwa perjanjian pokoknya batal atau berakbir, perjanjian tambahannya pun menjadi batal atau berakhir dengan sendirinya.
Hakikat penanggung adalah sebagai berikut:
(1)Penanggung adalah jaminan perorangan (security right in personam) yang dibenkan:
a. Oleh pihak ketiga dengan sukarela;
b. Guna kepentingan kreditor;
c. Untuk memenuhi kewajiban debitor bila ia tidak memenuhinya (Pasal 1820 KUHPer).
(2)Penanggung adalah perjanjian asesor (accessoir), oleh karena itu:
a. Tidak ada penanggungan tanpa perjanjian pokok yang sah (Pasal 1821 KUHPer);
b. Cakupan penanggungan tidak dapat melebihi kewajiban debitor sebagaimana dimuat dalam perjanjian pokok (Pasal 1822 KUHPer).
(3)Hak-hak istimewa penanggung adalah:
a. Hak agar kreditor menuntut lebih dahulu debitor (yoorrecht van eerdere uitwinning = prior exhaustion or remedies against the debtor) sebagaimana dimuat dalam Pasal 1831 KUHPer.
b. Hak untuk meminta pemecahan utang (voorrecht van schuldsplisting -benefit of devising of debt) sebagaimana dimuat dalam Pasal 1837 KUHPer. Hak istimewa ini penting hanya bila terdapat lebih dari satu orang penanggung.
c. Hak untuk dibebaskan dari penanggungan bilamana karena salahnya kreditor, si penanggung tidak dapat menggantikan hak-haknya, hipotek/hak tanggungan dan hak-hak istimewa yang dimiliki kreditor (Pasal 1848 dan 1849 KUHPer).37sssss
Rudy A. Lontoh mengatakan bahwa “Seorang guarantor adalah seorang yang berkewajiban untuk membayar utang debitor kepada kreditor manakala si debitor
37 Fred F.G. Tunibuan, "Kepailitan dan PKPU Dikaitkan dengan Kedudukan Hukum Guarantor", dalam Rudy Lontoh, Op Cit, hlm 399i
lalai/cidera janji”38 Penjamin baru menjadi debitor/ berkewajiban utuk membayar setelah debitor utama yang utangnya ditanggung cidera janji dan harta benda milik debitor utama/debitor yang ditanggung telah disita dan dilelang terlebih dahulu tetapi hasilnya tidak cukup untuk membayar utangnya, atau debitor utama lalai/cidera janji sudah tidak mempunyai harta apapun. Sifat accessoir dari pemberian jaminan membawa kreditor dalam posisi lemah. Karena berdasarkan ketentuan tersebut penjamin atau penanggung tidak wajib membayar kepada kreditor, kecuali debitor harus disita dan dijual teriebih dahulu untuk melunasi utangnya.
Dalam prakliknya, setiap kreditor atau bank selalu meminta penanggung melepas hak istimewanya. Yaitu “apabila debitor ingkar janji, si penanggung dapat diminta pertanggungjawabannya secara langsung”.39
5) Badan Hukum
Dalam kepustakaan hukum Belanda istilah badan hukum dikenal dengan sebutan rechlsperson, dan dalam kepustakaan Common Law seringkali disebut dengan istilah legal entity, juristic person, atau artificial person.
Badan hukum itu bukanlah makhluk hidup sebagaimana halnya pada manusia.
Badan hukum kehilangan daya berpikir, kebendaknya, dan tidak mempunyai central bewustzijn. Oleh karena itu, ia tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri. “la harus bertindak dengan perantaraan orang-orang
38Rudy A. Lontoh, Op Cit, hlm. 403, lihat juga Pasal 1820 KUHPer
39 Djohansah, 2002. "Kreditor Separaiis dan Preferens, serta tentang Penjaminan Utang", Makalah disampaikan dalam Lokakarya Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis lainnya, Jakarta, 11-12 Juni.
biasa (natuwlijke personen), letapi orang yang bertindak itu tidak bertindak untuk dirinya atau untuk dirinya saja, melainkan untuk dan atas pertanggungan gugat badan hukum”.40 Pada badan hukum selalu diwakili oleh organ dan perbuatan badan hukum itu sendiri.
Organ itu hanya dapat mengikatkan badan hukum. jika tindakan-tindakannya di dalam batas wewenangnya yang ditentukan dalam anggaran dasar, ketentuan-ketentuan lainnya dan hakikat dari tujuannya itu.
6) Perkumpulan Bukan Badan Hukum
Perkumpulan yang tergolong bukan badan hukum adalah : a. Maatscappen (persekutuan perdata);
b. Persekutuan firma; dan c. Persekutuan komanditer.
Terhadap perkumpulan bukan badan hukum ini, apabila terjadi pailit maka hanya para anggotanya saja yang dapat dinyatakan pailit. Permohonan pailit terhadap firma dan persekutuan komanditer harus memuat nama dan tempat kediaman masing-masing persero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang firma.
7) Bank
Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang membedakan antara debitor bank dan bukan bank. Pembedaan tersebut dilakukan
40R Ali Ridho, 2001, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hu/cum, Perservan, Perkumpulan, Koperasi. Yayasan, Wakaf, Bandumg : Alumni, hlm. 15
oleh undang-undang mengenai siapa yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit. Dalam hal menyangkut debitor yang merupakan bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Hal tersebut dikarenakan antara lain bahwa di bank sarat dengan uang masyarakat yang harus dilindungi, dan hanya dapat diambil oleh Bank Indonesia.
8) Perusahaan Efek
Sebagaimana bank, UU KPKPU juga membedakan perusahaan efek dengan
Sebagaimana bank, UU KPKPU juga membedakan perusahaan efek dengan