• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT TESIS. Oleh. PANA SIMATUPANG /M.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT TESIS. Oleh. PANA SIMATUPANG /M."

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

PANA SIMATUPANG 017011050/M.Kn

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2006

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

PANA SIMATUPANG 017011050/M.Kn

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2006

(3)

Nomor Pokok : 017011050 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua

(Kurnia Yani Darmono, SH, MHum) (Dr. Runtung, SH, MHum)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur

(Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, MSc)

Tanggal lulus : 03 Januari 2006

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota : 1. Kurnia Yani Darmono, SH, MH

2. Dr. Runtung, SH, MHum 3. Dr. Sunarmi, SH, MHum

4. Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DFM

(5)

Putusan pernyataan pailit mengubah status hukum seseorang menjadi tidak cakap melakukan perbuatan hukum, menguasai, dan mengums harta kekayaan sejak putusan pernyataan pailit diucapkan, yang mengakibatkan debitor demi hukum kehilangan hak untuk menghuasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak pernyataan kepailitan. Dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit Kurator memiliki peran utama demi kepentingan kreditor dan debitor itu sendiri. Dalam Pasal 1 butir 5 Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diberikan defenisi "Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-undang ini". Tugas Kurator tidak mudah atau dapat dijalankan dengan mulus seperti yang ditentukan dalam undang-undang. Masalah yang dihadapi oleh Kurator seringkali menghambat proses kinerja Kurator yang seharusnya.

Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah mengatur dengan jelas bagaimana kewenangan dan tugas serta tanggung jawab dari Kurator. namun dalam kenyataannya melaksanakan tugas sebagai Kurator tidaklah sesederhana yang digambarkan dalam undang-undang. Oleh karena itu perlu dikaji tentang proses dan tata cara pengangkatan seorang Kurator, peran dan tanggung jawab Kurator dalam melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit, dan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh Kurator terhadap debitur yang tidak kooperatif.

Untuk mengkaji permasalah tersebut di atas maka dilakukan penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Lokasi penelitian di Pengadilan Niaga Jakarta. Sumber dala diperoleh dari data primer yang diperoleh dari responden dan juga data sekunder vang diperoleh melalui studi pustaka. Metode penelitian data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library research') dan studi lapangan (field research).

Keseluruhan data primer dan data sekunder akhirnya dianalisis dengan pendekatan kualitatif.

Dari hasil penelitian, seseorang yang ingin mendaftar sebagai Kurator harus memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. M.01-HT.05.IO Tahun 2005 tentang Pendaftaran Kurator dan Pengurus. Apabila telah memenuhi syarat untuk dapat didaftar sebagai Kurator sebagaimana dimaksud di atas, maka ia dapat mengajukan permohonan pendaftaran Kurator kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan dan wajib meiampirkan dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. M.01-HT.05.10 Tahun 2005 lentang Pendaftaran Kurator dan Pengurus.

Peran dan tanggung jawab Kurator dalam melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit sangat besar. Dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit

(6)

Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan oieh Kurator terhadap debitur yang tidak kooperatif dapat bervariasi dari yang paling ringan, misalnya dengan meminta Hakim Pengawas untuk mengeluarkan sural panggilan ataupun menyandera debitor.

Disarankan agar Kurator meningkatkan kemampuan individualnya sebab cakupan bidang yang dihadapai dalam kepailitan bukan hanya dari sei hukum, tetapi juga dalam bidang ekonomi terutama hukum perusahaan. Sehingga kinerja dan kualitas seorang Kurator sangat dibutuhkan agar kewenangan yang diberikan oleh undang-undang ini sesuai dengan yang diharapkan. Selain ilu juga UU KPKPU perlu mengatur tentang jaminan atas keselamatan atas din Kurator dalam melaksanakan tugasnya sehmgga dalam menjalankan tugasnya, Kurator tidak akan khawatir tentang keselamatan fisik dan jiwa mereka.

Kata Kunci : Peran dan Tanggung jawab Kurator, Pengurusan dan Pemberesan Harta Paifit.

(7)

controlling and taking care of his bankrupt property since it the bankruptcy is declared by the Court. In this condition, a Curator plays an important role for the sake of the creditor and the debtor. Article 1, paragraph 5 of Law on Bankruptcy and the Delay for the Responsibility to Pay off Debt defines that “Curator is a Probate Court or an individual appointed by the Court to take care of and settle a debtor’s bankrupt property under the control of a Supervisory Judge according to this law.”

His job is not as easy as what one thinks since many problems which are often faced by a Curator in doing his job. Law No. 37/2004 on Bankruptcy and the Delay for the Responsibility to Pay off Debt clearly regulates the authority and the responsibility of a Curator, but it is very difficult to carry out his job. Therefore, it is necessary to study the process and the procedure of appointing a Curator, his role and responsibility in carrying out his job to manage and settle bankrupt property, and his effort to handle non-cooperative debtors.

The research used descriptive analytical method. It was conducted in the Jakarta Commercial Court. Primary data were obtained from the respondents while secondary data were obtained from library research and field research. The gathered data were analyzed qualitatively.

The result of the research showed that a person who wants to be a Curator should meet the requirements stipulated in Article 2 of the Regulation of the minister of Law and Human Rights No M.01-HT.05.10/2005 on the Registration for Curator and Managing Board. Actually, a Curator has a big role and responsibility in carrying out his job to mange and settle bankrupt property. He has to strive for securing debtor’s bankrupt property in order to it is not reduced. He is also responsible for any fault or negligence in carrying out his job to avoid any harm of the bankrupt property. There are many techniques done by a Curator for non- cooperative debtors; the least effort is by asking the Supervisory Judge to issue a summons or to take the debtors hostages.

It is recommended that Curator increase his ability since the coverage of the case of bankruptcy is too broad, not only about legal aspect, but also about economic matters, especially business law. Therefore, his job is highly needed so that his authority given by law can be accomplished properly. Besides that, Law on KPKPU should regulate the guarantee on the security of a Curator in carrying out his job so that there will be no worry about his physical and mental safety.

Keywords: Curator’s Role and Responsibility, Managing and Settling Bankrupt Property

(8)

iv Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulisan tesis merupakan salah satu syarat yang barus dipenuhi untuk memperoleh gelas Magister Kenotariatan (M.Kn.), dan penulisan lesis ini berjudul:

"KAJI1AN YURIDIS TERHADAP PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT".

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang te3ah memberikan bantuan, dorongan moril, masukan dan saran. sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini tepat pada waktunya. Saya ucapkan terima kasih khususnya kepada yang terhormat Bapak Pembimbing: Bapak Prof. DR. Bismar Nasution, S.H., M.H., Bapak Kurnia Yam Darmono, S.H., M.Hum., dan Bapak DR. Runtung, S.H., M.Hum., dalam membantu dalam memberikan bimbingan dan petunjuk serta arahan tmtuk kesempumaan penulisan tesis ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. DR. Sunarmi, SH.,M.Hum serta Bapak Syafruddin S. Hasibuan S.H., M.H., DFM yang telah memberikan masukan-masukan terhadap penyempurnaan tesis in:.

Selanjutnya Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. M.Sc.. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. dan para Asisten Direktris beserta seluruh Staf atas kesempatan dan fasilitas jang diberikan kepada penulis sebingga dapat menyelesaikan pendidikan ini

3. Para Ibu dan Bapak Dosen di lingkungan Sekolah Pascasarjana khususnya para Ibu dan Bapak Dosen di Magister Kenotariatan.

(9)

v masukannya dalam penulisan tesis ini.

6. Indra Surya Bakti Simatupang, SH., MKn., Maya Afriani, SH dan James Sitanggang, ST serta rekan-rekan pada Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana USU yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang selalu memberikan semangat, dorongan dan juga bantuan kepada Penulis dalam penyelesaian studi S2 ini.

Secara tulus ucapan terima kasih yang tak terhingga, penulis sampaikan kepada isteri tercinta Delphi Masdiana Ujung, SH dan anak-anakku yang tersayang Albert Jonathan Partigor Simatupang, Grace Tabitha Tenggi Olifcta Simatupang, dan Joshua Nikanor Enkita Simatupang yang dengan penuh kesabaran dan kasih sayangnya kepada Penulis untuk mencurahkan perhatian dalam penulisan tesis ini.

Akhirnya ucapan (erima kasih penulis persembahkan kapada yang Ayah tercinta Bapak St.P.Simatupans; dan Ibu R.Br.Simorangkir serta Ayah Mertua H.Ujung dan Ibu Mertua M.Br. Lumbantobing yang dengan kasih sayang serla doanya sehingga Penulis menyelesaikan kuliah S2 (Strata Dua) dan khususnya dalam penulisan tesis ini.

Medan, Januari 2006 Penulis

Pana Simatupang, SH

(10)

vi

Tempat, Tanggal Lahir : Sibolga, 18 Juni 1966

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Kristen Protestan

Kebangsaan : Indonesia

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jalan Kalang Simbara No.8 Sidikalang

Kabupaten Dairi

Nama Istri : Delphi Masdiana Ujung, S.H., M.Si.

Nama Anak : 1. Albert Jonathan Partigor Simatupang 2. Grace Tabitha Tenggi Olihta Simatupang 3. Joshua Nikanor Enkita Simatupang

Status : Menikah

II. ORANG TUA

Ayah : Alm. St. Pangalian Simatupang

Ibu : Almh. Rena Simorangkir

III. RIWAYAT PENDIDIKAN

SD : SD RK No. 3 Pematang Siantar (1972-1979)

SMP : SMP Negeri 2 Pematang Siantar (1979-1982)

SMA : SMA Negeri 2 Pematang Siantar (1982-1985)

S1 Universitas : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (1986-1995)

S2 Universitas : Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (2001-2006)

(11)

vii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

DAFTAR BAHASA ASING ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN ... 12

A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan ... 12

1. Pengertian Pailit ... 12

2. Syarat Pernyataan Pailit... 14

3. Pihak yang Dapat Dinyatakan Pailit... 20

4. Pihak yang Dapat Memohonkan Pailit ... 26

B. Akibat Hukum Pernyataan Pailit ... 32

1. Akibat Kepailitan Bagi Debitor dan Hartanya ... 34

2. Akibat KepaiHtan Terhadap Harta Perkawinan ... 36

3. Akibat Kepailitan Terhadap Perjanjian Timbal Balik... 37

4. Akibat Kepailitan Terhadap Perjanjian Sewa ... 39

5. Akibat Kepailitan Terhadap Perjanjian Kerja ... 39

C. Kedudukan dan Kewenangan Kurator... 40

(12)

viii

5. Masa Tugas Kuraior ... 49

D. Tugas dan Kewenangan Kurator ... 50

E. Imbalan Jasa Kurator ... 55

BAB III METODE PENELITIAN ... 58

A. Spesifikasi Penelitian... 58

B. Lokasi Penelitian ... 59

C. Sumber Data ... 59

D. Metode Pengumpulan Data ... 60

E. Analisis Data ... 60

BAB IV HASIL, PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 61

A. Proses dan Tata Cara Pengangkatan Seorang Kurator ... 61

B. Peran dan Tanggung Jawab Kurator dalam Melaksanakan Tugas Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit . 66 1. Peran Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit... 66

2. Tanggung Jawab Kurator... 98

C. Upaya-upaya yang Diiakukan Oleh Kurator Terhadap Debitor yang Tidak Kooperatif... 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 115

A. Kesimpulan ... 115

B. Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 118

(13)

ix KUHPer

Perpu Qq Stb UU

UU KPKPU

: : : :

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Qualitate qua

Staatsblaad Undang-Undang

Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(14)

x Bankrupt

Bankrupcty Benchmark Borgtocht

By the operation of law Civil law

Common law

Concursus creditorium Corporate guarantee Debtor

Failiisements Verordening Guarantee

Guarantor

Holding Company Independent Insolvency Maatscappen Material breach Natuurlijke personen Ouderlijke macht Paritas creditorum

Personal guarantee Preferred creditor Privilege creditor Rechtsperson Rule of Reason

: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

: : : : :

Pailit Kepailitan Patokan

Penanggung utang Berlaku demi hukum

Sistem hukum Eropa Kontinenlal Sistem hukum Anglosaxon

Pembagian harta pailit secara berimbang di antara para kreditor

Perusahaan penjamin Debitor

Peraturan Kepailitan Jaminan

Penjamin Perusahaan Bebas Kepailitan

Persekutuan perdata

Tidak dipenuhinya prestasi secara keseluruhan

Orang-orang biasa Kekuasaan orang tua

Kreditor konkuren mempunyai hak yang sama alas pembayaran dan hasil kekayaan debitor

Jaminan perorangan Kreditor preferen

Kreditor dengan hak istimewa Subjek hukum

Akibat hukum tidak berlaku otomatis, tetapi berlaku jika diberlakukan pihak tertentu

Secured creditor

Security right in personam Uitvoorbaar bij Voraad Unsecured creditor

: : : :

Kreditor separatis

Penanggung adalah jaminan perorangan Bersifat serta merta

Kreditor konkuren

(15)

xi uitwinning/ prior exhaustion

or remedies against the debtor

Voorrecht van

schitIdsplisting/benefit of devising of deb

:

debitor

Hak untuk meminta pemecahan utang

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh para pengusaha umumnya sebagian besar merupakan pinjaman yang berasal dari berbagai sumber, baik dari bank, penanaman modal, penerbitan obligasi maupun cara lain yang diperbolehkan, telah menimbulkan banyak pennasalahan penyelesaian utang piutang dalam masyarakat.

Krisis moneter yang melanda negara Asia termasuk Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan kesulitan yang besar terhadap perekonomian dan perdagangan nasional. Kemampuan dunia usaha dalam mengembangkan usahanya sangat terganggu, bahkan untuk mempertabankan kelangsungan kegiatan usahanya juga tidak mudah. Hal ini sangat mempengaruhi kemampuan untuk memenuhi kewajiban pembayaran utangnya. Tidak hanya dalam kelangsungan usaha dan segi-segi ekonomi pada umumnya, tetapi juga pada masalah ketenagakerjaan dan aspek-aspek sosial lain yang saling berantai jika tidak segera diselesaikan akan berdampak lebih luas, antara lain hilangnya lapangan pekerjaan dan permasalahan sosial lainnya.

Untuk dunia usaha dalam menyelesaikan masalah utang-piutang secara adil, cepat, terbuka, dan efektif sangat diperlukan perangkat hukum yang mendukung.

(17)

Salah satu sarana hukum yang menjadi landasan bagi penyelesaian utang piutang yang erat kaitannya dengan kebangkrutan dunia usaha adalah peraturan tentang kepailitan, termasuk peraturan tentang penundaan kewajiban pembayaran utang. Pada tanggal 22 April 1998 dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan, yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang tentang Kepailitan tanggal 9 September 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 135). Sebelum UU No. 4 Tahun 1998 jo Perpu No. 1 Tahun 1998 dikeluarkan, masalah kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang di Indonesia diatur dalam Fail/isemenls- Verordening, selanjutnya disingkat FV (Staatsblad Tahun 1905 Nomor 217 jo Slaatsblad Tahun 1906 Nomor 348).

Undang-undang No. 4 Tahun 1998 tersebut bukanlah mengganti Faillifiements-Verordening., tetapi hanya sekedar mengubah dan menambah. Karena secara yuridis formal, peraturan kepailitan yang lama tersebut masih tetap berlaku.

Hanya saja karena pasal-pasal diubah (termasuk diganti) dan ditambah tersebut sedemikian banyaknya, maka sungguhpun secara formal perpu kepailitan hanya

“mengubah” peraturan yang lama, tetapi secara material, perpu kepailitan tersebut telah “mengganti” peraturan yang lama tersebut.

Pembahan terhadap Peraturan Kepailitan tersebut diatas hanya dilakukan dengan memperbaiki, menambah dan meniadakan ketentuan-ketentuan yang

(18)

dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat. Pada tanggal 18 Oktober 2004 dikeluarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Undang-undang ini mencabut Faillixsements Verordenmg (Stb. 1905 Nomor 217) jo. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 kecuali ketentuan mengenai Pengadilan Niaga (Pasal 280 s.d Pasal 285).

Ada beberapa faktor perlunya dibuat pengaturan mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban, yaitu sebagai berikut:

1. untuk menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitor.

2. untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa memperhatikan kepentingan debitor atau para kreditor lainnya.

3. untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang kreditor atau debitor sendiri. Misalnya, debitor berusaha untuk memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa orang kreditor tertentu sehingga kreditor lainnya dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari debitor untuk melarikan semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggungjawabnya terhadap para kreditor.1

Dalam sejarah hukum di Indonesia, Hukum Kepailitan mengalami perubahan tersendiri. Kepailitan yang tadinya nyaris tidak pernah dipergunakan oleh praktisi hukum, dalam waktu singkat mengalami peningkatan permohonan.

Dalam 3 (tiga) tahun pertama Pengadilan Niaga rata-rata menerima 72 permohonan tiap tahunnya. Hanya dalam tiga bulan operasi Pengadilan Niaga pada tahun 1998, Pengadilan Niaga menerima 31 (tiga puluh satu) permohonan pailit, tahun kedua jumlah tersebut meningkat menjadi 100 (seratus) permohonan, yang merupakan rekor permohonan terbanyak yang diajukan dalarn satu tahun. Pada tahun ketiga jumlah tersebut sedikit menurun

1 Penjelasan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(19)

menjadi 84 (delapan puluh empat) permohonan. Baru pada tahun keempat kuantitas permohonan ke Pengadilan Niaga mengalami penurunan. Pada pertengahan tahun keempai Pengadilan Niaga hanya menerima 34 (tiga puluh empat) permohonan pailit.2

Kepailititan memang mengalami pasang surut dalam pemakaiannya dalam masyarakat. “Pada awal abad dua puluh, lembaga kepailitan dapat dikatakan cukup umum digunakan di kalangan pelaku usaha”.3

“Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitor yang mempunyai kesulitan membayar utangnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan, Dalam hal ini Pengadilan Niaga, dikarenakan debitor tersebut tidak dapat membayar utangnya”.4 Menurut Sudargo Gautama, “setiap minggu pada hari pemeriksaan rol perdata, selalu dapat dikumpulkan puluhan permohonan pailit untuk diperiksa oleh Majelis Hakim”.5

“Para pihak yang dipailitkan umumnya adalah pedagang, pemilik toko, pendeknya adalah masyarakat kebayakan yang benar-benar menggunakan kepailitan sebagai alat

“keluar” dari utang yang tidak mampu dibayarnya”.6 Pada tahun 90-an kondisi tersebut berubah, menjelang diundangkannya Undang-undang Kepailitan sedikit sekali permohonan pailit diajukan pada masa itu. “Bahkan konsultan hukum dalam memberikan nasihat hukum kepada kliennya lebih memilih untuk mengabaikan

2Ibid, hlm. 22

3Aria Suyudi, dkk, 2004, Analisis Hukum Kepailitan Indonesia Kepailitan di Negeri Pailit, Jakarta ; Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK), hlm. 21

4 J. Djohansah, "Pengadilan Niaga" dalam Rudy Lontoh (Ed), 2001, Penyelesaian Utang Melalui Pailit atau Pemindaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung ; Alumni, hlm. 23, lihat juga Pasal 2 ayat (1) UU 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

5 Sudargo Gautama, 1998, Komentar A tax Peraturan Kejahatan Baru untuk Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Baku, hlm. 2

6Aria Suyudi, dkk. Loc Cit

(20)

peraturan kepailitan dan menganggap kepailitan adalah “pasal mati” yang tidak patut diperhitungkan konsekuensinya di Indonesia”.7

Kepailitan dilakukan dengan tujuan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi oleh kreditor dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitor dapat dibagikan kepada semua kreditor sesuai dengan hak masing-masing. Hal ini dikarenakan pada dasarnya kepailitan ada demi untuk menjamm para kreditor untuk memperoleh hak-haknya atas harta debitor pailit.

Lembaga kepailitan merupakan “suatu lembaga yang memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila debitor dalam keadaan berhenti membayar/tidak mampu membayar”.8Lembaga kepailitan ini mempunyai dua fungsi, yaitu:

1. pemberi jaminan kepada kreditor bahwa debitor tidak akan berbuat curang, dan tetap bertanggungjawab terhadap semua hutang-hutangnya kepada semua kreditor.

2. memberi perlindungan kepada debitor terhadap kemungkinan eksekusi massal oleh kreditor-kreditornya.9

Putusan pernyataan pailit mengubah status hukum seseorang menjadi tidak cakap melakukan perbuatan hukum, menguasai, dan mengurus harta kekayaan sejak putusan pemyataan pailit diucapkan, yang “mengakibatkan debitor demi hukum kehilangan hak untuk mengusai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak pernyataan kepailitan”.10

7Jerry Hoff, "Undang-undang Kepailitan di Indonesia" dalam Aria Suyudi, Ibid, hlm. 23

8ibid

9 Imran Nating, 2004, Peranan dun Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, hlm.

10 Fred B.C. Tumbuan, "Pokok-Pokok Undang-undang tentang Kepailitan sebagaimana diubah oleh PERPU No. 1/1998" dalam Rudy A. Lontoh, Op Cit, hlm 125

(21)

Putusan pernyataan pailit terbadap debitor membawa dampak besar bagi para kreditor dari debitor pailit tersebut. Dalam hal ini masalah selanjutnya yailu bagaimana mereka mendapatkan hak-haknya atas harta debitor pailit. Siapa yang akan mengurus pembagian harta debitor pailit pailit kepada para kreditor berdasarkan hak masing-masing.

Setiap debitor baik badan hukum atau perorangan dapat dipailitkan asalkan memenuhi syarat-syarat dalam Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang selanjutnya disingkat dengan UU KPKPU. Sementara prosedur perkara permohonan kepailitan tersebut diatur secara khusus dalam UU KPKPU yang sangat berbeda dengan prosedur perkara biasa.

Syarat utama untuk dapat dinyatakan pailit adalah bahwa seorang debitor mempunyai paling sedikit 2 (dua) kreditor dan tidak membayar lunas salah satu utangnya yang sudah jatuh waktu. Dalam pengaturan pembayaran ini, tersangkul baik kepentingan debitor sendiri, maupun kepentingan para kreditornya. Dengan adanya putusan pernyataan pailit tersebut, diharapkan agar harta pailit debitor dapat digunakan untuk membayar kembali seluruh utang debitor secara adil dan merata serta berimbang.

Seorang Kurator memiliki peran utama dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit demi kepentingan kreditor dan debitor itu sendiri. Dalam Pasal I butir 5 UU KPKPU diberikan defenisi “Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta

(22)

debitor pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-undang ini”. Pelaksanaan pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit tersebut diserahkan kepada Kurator yang diangkat oleh Pengadilan, dengan diawasi oleh Hakim Pengawas yang ditunjuk oleh Hakim Pengadilan.

Uniuk melaksanakan lugas dan kewenangannya, seorang Kurator perlu memilah kewenangan yang dimilikinya berdasarkan undang-undang, yaitu:

a. kewenangan yang dapat dilaksanakan tanpa diperlukannya persetujuan dari imiansi atau pihak lain;

b. kewenangan yang dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan dari pihak lain, dalam hal ini Hakim Pengawas.11

Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tersebut, Kurator paling tidak harus mempunyai kemampuan antara lain:

a. penguasaan hukum perdata yang memadai;

b. penguasaan hukum kepailitan,

c. penguasaan manajemen (jika debitor pailit merupakan suatu perusahaan yang masih dapat diselamatkan kegiatan usahanya); dan

d. penguasaan dasar mengenai keuangan.12

Kemampuan tersebut idealnya harus dimiliki oleh seorang Kurator karena dalam praktiknya masih ada beberapa Kurator yang kurang maksimal dalam pengurusan dan pemberesan budel pailit atau seringkali Kurator tidak didukung sumber daya manusia yang memadai untuk meiakukan due diligent dan/atau penelitian terhadap laporan keuangan debitor pailit sehingga budel pailit pun menjadi tidak maksimal.13

Kemampuan Kurator harus diikuti dengan integritas. Fntegritas berpedoman pada kebenaran dan keadilan serta keharusan untuk mentaati standar profesi dan etika

11 Marjan E. Pane, 2002, “Permasalahan Seputar Kurator”, makalah dalam “Lokakarya Kurator/Pengurus dan Hakim Pengawas; Tinjauan Secara Kritis”, Jakarta, 30-31 Juli

12Ibid

13Imran Nating, Op. Cit, hlm. 13

(23)

sesuai isi dan semangatnya. Integritas merupakan salah satu ciri yang fundamental bagi pengakuan terhadap profesionalisme yang melandasi kepercayaan publik serta patokan (benchmark) bagi anggota (Kurator) dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.

Integritas mengharuskan Kurator untuk antara lain bersikap jujur dan dapat dipercaya serta tidak mengorbankan kepercayaan publik demi kepentingan pribadi.

Integritas mengharuskan Kurator bersikap objektif dan menjaiankan profesinya secara cermat dan seksama.14

Kurator yang diangkat harus mandiri dan tidak boleh mempunyai benturan kepentingan dengan debitor ataupun kreditor. Seorang kreditor atau debitor yang mengajukan permohonan kepailitan dapat meminta penunjukan seorang Kurator kepada pengadilan. Apabila tidak ada perminlaan, Hakim Pengadilan Niaga dapat menunjuk Kurator dan atau Balai Harta Peninggalan yang bertindak sebagai Kurator.

Tugas Kurator tidak mudah atau dapat dijalankan dengan mulus seperti yang ditentukan dalam undang-undang. Masalah yang dihadapi oleh Kurator seringkali menghambat proses kinerja Kurator yang seharusnya, seperti menghadapi debitor dengan tidak sukarela menjalankan putusan pengadilan, misalnya debitor tidak memberi akses data dan informasi atas asetnya yang dinyatakan pailit.

Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah mengatur dengan jelas bagaimana kewenangan

14 Kode Etik Profesi Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia, Bagian Pertama Prinsip Kelima

(24)

dan tugas serta tanggung jawab dari Kurator, namun dalam kenyataannya melaksanakan tugas sebagai Kurator tidaklah sesederhana yang digambarkan dalam undang-undang.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang merupakan titik tolak penelitian ini sebagai benkut:

1. Bagaimana proses dan tata cara pengangkatan seorang Kurator ?

2. Bagaimana peran dan tanggung jawab Kurator dalam melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit ?

3. Upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan oleh Kurator terhadap debitor yang tidak kooperatif ?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada perumusan masalah yang merupakan titik tolak penelitian sebagaimana disebutkan di atas, maka dapat dikemukakan bahwa tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui proses terjadinya suatu pernyataan pailit.

2. Untuk mengetahui sejauh mana kewenangan dan tanggung jawab Kurator dalam melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit.

3. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan oleh Kurator terhadap debitor yang tidak kooperatif.

(25)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapat dari hasil peneliiian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoretis basil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum bidang keperdataan khususnya Hukum Kepailitan serta menambah khasanah perpustakaan.

2. Secara praktis bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan hukum tentang peranan dan tanggung jawab Kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit dan juga diharapkan penelitian ini dapat sebagai bahan pegangan dan rujukan dalam mempelajari tentang kepailitan bagi para pihak baik akademisi, praktisi hukum, kurator dan notaris.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian pada kepustakaan, khususnya di lingkungan Perpustakaan Hukum Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang menyangkut masalah peranan dan tanggung jawab Kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.

Akan tetapi ada penelitian yang dilakukan oleh Manahan M.P. Sitompul, mahasiswa program Ilmu Hukum Pascarsarjana Universitas Sumatera Utara yang berjudul “Syarat-Syarat Pernyataan Pailit Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1998 dan Penerapannya oleh Pengadilan Niaga”.

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian tersebut adalah : 1. Bagaimanakah utang ditafsirkan dalam implementasi UUNo.4Tahun 1998?

(26)

2. Apakah permohonan pernyataan pailit dari debitor yang telah memenuhi syarat dalam Pasal I ayat (1) UU No. 4 Tahun 1998 harus dikabulkan ?

3. Bagaimanakah kedudukan kreditor separatis dalam kepailitan dan apakah kreditor separatis dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit ?15

Oleh karena ulasan dan pembahasannya berbeda, dengan demikian penelitian ini adalah benar-benar asli baik dari segi substansi maupun dari segi permasalahan sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

15Manahan M.P. Sitompul, 2001, Syarat-Syarat Pernyataan Pailit Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 dan Penerapannya Oleh Pengadilan Niaga, Tesis, Medan : PPs USU, hlm. 11

(27)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Tinjuan Umum Tentang Kepailitan 1. Pengertian Pailit

Secara etimologi (tata bahasa), istilah kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit. Istilah pailit ini dijumpai juga dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris dengan istilah yang berbeda-beda. Dalam bahasa Perancis dipakai istilah failite yang artinya “pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran”. Oleh sebab itu “orang yang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya di dalam bahasa Perancis disebut lefailli. Dalam bahasa Belanda untuk arti yang sama dipergunakan istilah failliet, dan dalam bahasa Inggris dikenal istilah to fail dan dalam bahasa Latin dengan istilah faillure. Untuk istilah pailit dalam bahasa Belanda yaitu faiyit, namun ada juga yang menterjemahkan sebagai pafyit, dan faillessement untuk kepailitan. Sedangkan di negara yang berbahasa Inggris untuk pengertian pailit dan kepailitan digunakan istilah bancrupt dan bancruptcy.16

Pengertian kepailitan atau pailit dalam Black”s Law Dictionary adalah : “The state or condition of a person (individual, partnership, corporation, municipality) who is unable to pay its debt as they are. or become due “. The term includes a person against whom an involuntary petition, or who has been adju a bankrupt”17

16 Victor M Situmorang, dan Hendri Soekarso, 1999, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia, Jakarta. Rineka Cipta, hlm. 18

17 Henry Black Campbeil, 1968, "Blacks Lw Dictionary" St. Paul Minnesota, USA : West Publishing, Co. hlm. 186

(28)

Berdasarkan pengertian yang diberikan dalam Brack”s Law Dictionary tersebut, dapat dilihat bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang (debitor) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo.

Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga (di luar debitor), suatu permohonan pemyataan pailit ke pengadilan.

Maksud dari pengajuan permobonan tersebut adalah sebagai suatu bentuk pemenuhan asas “publisitas”“ dari keadaan tidak mampu membayar dari seorang debitor. Tanpa adanya permohonan tersebut ke pengadilan, maka pihak ketiga yang berkepentingan tidak akan pernah tahu keadaan tidak mampu membayar dari debitor Keadaan ini kemudian akan diperkuat dengan suatu keputusan pernyataan pailit oleh Hakim pengadilan, baik yang merupakan putusan yang mengabulkan ataupun menolak permohonan pailit yang diajukan.18

Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “pailit atau bangkrut antara lain adalah seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bankrupt, dan yang aktivanya atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar hutang-hutangnya”.19

Pada umumnya, kebanyakan orang sering menyatakan bahwa adapun yang dimaksud dengan pailit atau bangkrut adalah “suatu sitaan umum atas seluruh harta debitor agar dicapainya perdamaian antara debitor dan kreditor atau agar harta tersebut dapat dibagi-bagi secara adil di antara para kreditor”.200

18Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, 2004, Seri Hukum Bisnis: Kepailitan Ed. 4, Jakarta ; Rajawali Press, hlm. 12

19 Munir Fuady. 1999, Hukum Pailit 1998 Dalam Teori dan Praktek, Bandung ; PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 8

20Ibid

(29)

Pengertian kepailitan dalam UU KPKPU Pasal 1 butir 1 diartikan sebagai berikut: “Kepailitan adalah sita umum atas kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah Pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini”.

Istilah Insolvency sering dipersamakan dengan kata bankrupcty dan keduanya sama-sama diartikan sebagai kepailitan. Dalam istilah Belanda, insolvents memuat suatu makna teknis yang berbeda dari istilah kepailitan. Insolvensi ini terjadi dalam rapat verifikasi di antara para kreditor yang dilakukan setelah putusan pernyataan pailit. “Sesuai Ordonansi Kepailitan tahun 1905, makna teknis insovensi merupakan suatu periode setelah dijaruhkannya putusan kepailitan yang tidak diikuti dengan perdamaian (accord) di antara para kreditornya ataupun perdamaian telah ditolak dengan pasti”.21

Dalam sistem anglosaxon (common law), insolvensi itu terjadi sebelum kepailitan, sedangkan dalam sislem hukum eropa kontinental (civil law) insolvensi terjadi setelah kepailitan.

2. Syarat Pernyataan Pailit

Pasal 1 Faillisements-Verordening sebelum diubah menyatakan syarat pernyataan pailit bahwa:

Setiap berutang yang berada dalam keadaan berhenti membayar utang- utangnya, dengan putusan Hakim, baik atas pelaporan sendiri, baik atas permintaan seorang atau lebih para berpiutangnya, dinyatakan dalam keadaan pailit.

21Setiawan, 1998, "Kepailitan: Konsep-Konsep Dasar Serta Pengertiannya, Ulasan Hukum”, Varia Peradilan, No. 156, September, hlm. 4

(30)

Rumusan Pasal 1 FV di atas, hanya mencantumkan satu syarat unruk dikabulkannya permohonan pernyataan pailit, yaitu debitor yang berada dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya.

Pasal 2 ayat (1) UU KPKPU menyatakan bahwa debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

Dilihat dan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU KPKPU tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa syarat untuk dapat dikabulkannya suatu permohonan pailit adalah:

1. ada (minimal) dua kreditor;

2. ada (minimal) satu utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Ad. 1. Adanya dua kreditor

Pasal 2 ayat (1) UU KPKPU menyatakan bahwa salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyatakan seseorang itu pailit yaitu harus mempunyai dua kreditor atau lebih. Dengan demikian undang-undang ini hanya memungkinkan seorang debitor dinyatakan pailit apabila debitor memiliki paling sedikit 2 (dua) kreditor.

Logika dibalik syarat ini adalah karena pada intinya kepailitan merupakan proses pembagian harta debitor kepada para kreditornya.22Pasal 1131 Kitab Undang- undang Hukum Perdata mengatur bahwa “segala kebendaan si berutang baik yang bergerak maupun yang tak bergerak. baik yang sudah ada maupun yang baru akan

22Aria Suyudi, dkk, Op Cit, hlm. 121

(31)

ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan”.

Kemudian Pasal 1132 KUHPer mengatur bahwa “kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu di bagi-bagi kan menurut keseimbangan. yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.

“Kedua pasal ini merupakan dasar hukum kepailitan”,23 yang bertujuan untuk meletakkan sita umum terhadap seluruh harta debitor sebagai pelunasan utang- utangnya terhadap semua kreditornya. Keberadaan lebih dari satu orang kreditor dimana pembagian harta pailit ini dilakukan secara berimbang di antara para kreditor harta pailit secara berimbang di antara para kreditor dikenal dengan konsep concursus creditorium.

Jika hanya terdapat seorang kreditor maka tidaklah sesuai dengan tujuan proses kepailitan. Selain itu, dalam kondisi hanya ada satu kreditor, kreditor dapat menempuh jalur perdata biasa untuk mendapatkan pelunasan utangnya.

Alasan mengapa seorang debitor tidak dapat dinyatakan pailit jika ia hanya mempunyai seorang kreditor adalah bahwa tidak ada keperluan untuk membagi aset debitor di antara para kreditor.24 Kreditor berhak dalam perkara ini alas semua aset debitor. Tidak ada concursus creditorum.

Hal ini dapat dimengerti, karena dalam kepailitan yang terjadi sebenarnya sita umum terhadap semua harta kekayaan debitor yang diikuti dengan likuidasi paksa,

23Ibid, hlm 122 lihat juga Victor M Situmorang dan Hendri Soekarso, hlm. 20

24Imran Nating, Op Cit. hlm. 24

(32)

untuk nanti perolehan dari likuidasi paksa tersebut dibagi secara prorata di antara kreditornya. Kecuali apabila ada di antara para kreditornya yang harus didahulukan menurut ketentuan Pasal 1132 KUHPer.25

Ketentuan Pasal 1131 dan 1132 KUHPer, mengandung asas-asas sebagai berikut:

1. Apabila si debitor tidak membayar utangnya dengan sukarda atau tidak rnembayarnya walaupun telah ada putusan pengadilan yang menghukum supaya melunasi hutangnya atau karena tidak mampu membayar seluruh hutangnya, maka semua harta bendanya disita unluk dijual dan hasil penjualan itu dibagi-bagikan untuk dijual kreditornya, menurut besar keciinya piutang masing-masing kreditor, kecuali apabila di antara kreditor ada alasan yang sah untuk didahulukan.

2. Semua kreditor mempunyai hak yang sama.

3. Tidak ada nomor unit dari para kreditor yang didasarkan atas saat timbulnya piutang-piutang mereka.26

Kreditor yang dimaksud dalam pasal ini adalah baik kreditor konkuren, kreditor separatis, maupun kreditor preferen. Khusus mengenai kreditor separatis dan kreditor preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit lanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitor dan haknya untuk didahulukan,

Ad, 2. Adanya utang yang lelah jatuh tempo dan dapat ditagih

Syarat lain yang harus dipenuhi bagi seorang pemohon pernyataan pailit ialah harus adanya utang yang telah jatuh waktu/tempo dan dapat ditagih. Seorang debitor dapat diajukan pailit hanya dengan adanya fakta bahwa ia belum membayar satu utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, terlepas apakah ia harus

25Ibid

26Victor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, Op Cit, hlm. 21

(33)

membayar bunganya saja atau utang pokoknya dan terlepas apakah si debitor tidak mampu membayar atau tidak mau membayar utangnya.

Utang dalam undang-undang ini diartikan sebagai “kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor”.27

Menurut Lee A- Weng, utang merupakan “kewajiban pembayarsn yang terbit dari adanya hubungan hukum pinjam-meminjam/perikatan utang piutang, dimana pihak kreditor yang memiliki piutang dan pihak debitor yang mempunyai utang, berupa kewajiban melakukan pembayaran kembali utang yang telah diterima dari kreditor berupa utang pokok ditambah bunga”.28

Pada dasarnya utang adalah kewajiban yang timbul dari perikatan yaitu prestasi yang harus dilaksanakan oleh para pihak dalam perikatan tersebut. Prestasi sebagai obyek perjanjian harus tertentu atau dapat ditentukan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPer. Kewajiban ini lahir dari perikatan yang dilakukan terhadap pihak lain. Berdasarkan ketentuan Pasal 1233 KUHPer, perikatan dilahirkan karena perjanjian atau karena undang-undang. Bentuk prestasi sebagai

27Lihat Pasal 1 butir 6 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

28Lee A. Weng, 2001, Tinjauan Pasal Denpasar Pasal Fv. Jis Perpu No. 1 Tahun 1998 dan Undang-undang No. 4 Tahun 1998. Medan, hlm. 22

(34)

obyek perikatan ditentukan dalam Pasal 1234 KUHPer yaitu untuk memberi sesuatu, berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu.

Tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya merupakan tindakan wanprestasi, yang bentuknya dapat berupa tidak dipenuhinya prestasi, keterlambatan pemenuhan prestasi serta tidak sempurnanya pemenuhan prestasi. Tidak sempumanya pelaksanaar, prestasi dapat berupa tidak dilaksanakannya prestasi secara substansial (material breach) atau tidak dipenuhinya prestasi secara keselumhan. Oleh karena itu “utang dalam hal ini bukan saja berupa tindakan penyerahan uang semala (membayar) tetapi juga tidak terpenuhinya suatu prestasi dalam hubungan perikatan”29

Dalam penjelasan UU KPKPU, hahwa yang dimaksud dengan utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang benvenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.

Suatu utang dikatakan jatuh tempo/waktu dan harus dibayar jika utang tersebut sudah waktunya untuk dibayar. Dalam perjanjlan biasanya diatur kapan suatu barang harus dibayar.

29Aria Suyudi dkk, Op Cit, hlm. 124 lihat juga Paripurna P Sugarda, 2002, "Defenisi Utang Menunil RUU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran", Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 17 Januari, hlm. 42

(35)

“Jika suatu perjanjian tidak mengatur ketentuan mengenai jatuh tempo utang, utang ini sudah waktunya untuk dibayar setelah pemberitahuan adanya kelalaian yang diberikan kepada debitor.30Dalam pemberitahuan ini suatu jangka waktu yang wajar harus diberikan kepada debitor untuk melunasi utangnya.

Terhadap istilah “jatuh waktu” dan “dapat ditagih”, Sutan Remy Sjahdeni berpendapat bahwa kedua “istilah tersebut berbeda pengertian dan kejadiannya. Suatu utang dapat saja telah dapat ditagih tetapi belum jatuh waktu.31Suatu utang dapat saja telah dapat ditagih tetapi belum jatuh waktu. Utang yang telah jatuh waktu dengan sendirinya menjadi utang yang telah dapat ditagih, namun utang yang telah dapat ditagih belum tentu merupakan utang yang telah jatuh tempo. Utang hanyalah jatuh watu apabila menurut perjanjian kredit atau perjanjian utang piutang telah sampai jadwal unluk dilunasi oleh debitor sebagaimana ditentukan dalam perjanjian itu.

3. Pihak yang Dapat Dinyatakan Pailit

Setiap orang dapat dinyatakan pailit sepanjang memenuhi ketentuan yang diatur daiam Pasal 2 ayat (1) UU KPKPU. Debitor yang secara sumir terbukti memenuhi syarat dalam ketentuan tersebut dapat dinyatakan pailit, baik debitor perorangan maupun badan hukum. Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan.

Adapun yang dapat dinyatakan sebagai debitor pailit adalah : 1) Orang perorangan

30Lihat Pasal 1238KUHPer

31Sutan Remy Sjahdeini, 2002, Hukum Kepailitan, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, hlm. 68

(36)

Baik laki-laki maupun perempuan, menjalankan perusahaan atau tidak, telah menikah maupun yang belum menikah. Jika permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan oleh “debitor perorangan yang telah menikah”, maka permohonan tersebut hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau isterinya, kecuali antara suami isteri tersebut tidak ada percampuran harta.”32

2) Harta Peninggalan (warisan)

“Harta warisan dari seseorang yang meninggal dunia dapat dinyatakan pailit apabila orang yang meninggal dunia tersebut semasa hidupnya berada dalam keadaan berhenti membayar utangnya, atau harta warisannya pada saat meninggal dunia si pewaris tidak mencukupi untuk membayar utangnya”.33 Dengan demikian “debitor yang telah meninggal dunia masih saja dinyatakan pailit atas hana kekayaannya apabila ada kreditor yang menyajukan permohonan tersebut”.34 Pernyataan pailit harta penmggalan berakibat demi hukum dipisahkan harta kekayaan pihak yang meninggal dari harta kekayaan para ahli waris sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 209 UU KPKPU.

Permohonan pailit terhadap harta peninggalan harus memperhatikan ketentuan Pasal 210 UU KPKPU yang mengatur bahwa “permohonan peniyataan pailit harus diajukan kepada pengadilan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari setelah debitor meninggal”.

32Ahmad Yaui, Gunawan Widjaja, Op Cn. hlm. 16 lihat juga Pasal 4 UU No 37 Tahun 2004

33Zainal Asikin, 2001, Hakum Kepailitati dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, Jakarta:

Raja Grafindo Persada, hlm. 34

34Rudi Lontoh, Op. Cit, hlm. 524

(37)

3) Holding Company

Permohonan pailit dapat juga diajukan terhadap suatu Holding Company, oleh karena “suatu holding company adalah suatu perusahaan”.35UU KPKPU tidak mensyaratkan bahwa permohonan kepailitan terhadap suatu holding company dan anak-anak perusahaan harus diajukan dalam suatu dokumen yang sama.

Permohonan-permohonan selain dapat diajukan dalam satu permohonan, juga dapat diajukan terpisah sebagai dua permohonan.

Kartini Muljadi berpendapat bahwa “permohonan pailit terhadap holding company dan anak perusahaannya tidak diwajibkan untuk diajukan dalam satu permohonan. Mereka merupakan badan hukum yang berbeda, mempunyai kreditor yang berbeda, mungkin pula holding company adalah kreditor dari anak perusahaannya”.36

4) Penjamin (Guarantor)

Berkaitan dengan pemberian guarantee; biasanya diminta oleh perbankan dalam pemberian kredit bank. Seorang penjamin atau penanggung yang memberikan persona/ guarantee atau suatu perusahaan yang memberikan corporate guarantee dapat dimohonkan untuk dinyatakan pailit

Penanggung utang atau borgtocht adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga demi kepentingan kreditor mengikatkan dirinya untuk memenuhi kewajiban debitor apabila debitor bersangkutan tidak dapat memenuhi kewajibannya (Pasal 1820 KUHPer).

35Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit, hlm. 83

36Ibid

(38)

Penanggung ini sifatnya accessoir atau merupakan “suatu perjanjian tambahan” di samping perjanjian pokok (perjanjian kredit). Hal ini berakibat bahwa perjanjian pokoknya batal atau berakbir, perjanjian tambahannya pun menjadi batal atau berakhir dengan sendirinya.

Hakikat penanggung adalah sebagai berikut:

(1)Penanggung adalah jaminan perorangan (security right in personam) yang dibenkan:

a. Oleh pihak ketiga dengan sukarela;

b. Guna kepentingan kreditor;

c. Untuk memenuhi kewajiban debitor bila ia tidak memenuhinya (Pasal 1820 KUHPer).

(2)Penanggung adalah perjanjian asesor (accessoir), oleh karena itu:

a. Tidak ada penanggungan tanpa perjanjian pokok yang sah (Pasal 1821 KUHPer);

b. Cakupan penanggungan tidak dapat melebihi kewajiban debitor sebagaimana dimuat dalam perjanjian pokok (Pasal 1822 KUHPer).

(3)Hak-hak istimewa penanggung adalah:

a. Hak agar kreditor menuntut lebih dahulu debitor (yoorrecht van eerdere uitwinning = prior exhaustion or remedies against the debtor) sebagaimana dimuat dalam Pasal 1831 KUHPer.

b. Hak untuk meminta pemecahan utang (voorrecht van schuldsplisting - benefit of devising of debt) sebagaimana dimuat dalam Pasal 1837 KUHPer. Hak istimewa ini penting hanya bila terdapat lebih dari satu orang penanggung.

c. Hak untuk dibebaskan dari penanggungan bilamana karena salahnya kreditor, si penanggung tidak dapat menggantikan hak-haknya, hipotek/hak tanggungan dan hak-hak istimewa yang dimiliki kreditor (Pasal 1848 dan 1849 KUHPer).37sssss

Rudy A. Lontoh mengatakan bahwa “Seorang guarantor adalah seorang yang berkewajiban untuk membayar utang debitor kepada kreditor manakala si debitor

37 Fred F.G. Tunibuan, "Kepailitan dan PKPU Dikaitkan dengan Kedudukan Hukum Guarantor", dalam Rudy Lontoh, Op Cit, hlm 399i

(39)

lalai/cidera janji”38 Penjamin baru menjadi debitor/ berkewajiban utuk membayar setelah debitor utama yang utangnya ditanggung cidera janji dan harta benda milik debitor utama/debitor yang ditanggung telah disita dan dilelang terlebih dahulu tetapi hasilnya tidak cukup untuk membayar utangnya, atau debitor utama lalai/cidera janji sudah tidak mempunyai harta apapun. Sifat accessoir dari pemberian jaminan membawa kreditor dalam posisi lemah. Karena berdasarkan ketentuan tersebut penjamin atau penanggung tidak wajib membayar kepada kreditor, kecuali debitor harus disita dan dijual teriebih dahulu untuk melunasi utangnya.

Dalam prakliknya, setiap kreditor atau bank selalu meminta penanggung melepas hak istimewanya. Yaitu “apabila debitor ingkar janji, si penanggung dapat diminta pertanggungjawabannya secara langsung”.39

5) Badan Hukum

Dalam kepustakaan hukum Belanda istilah badan hukum dikenal dengan sebutan rechlsperson, dan dalam kepustakaan Common Law seringkali disebut dengan istilah legal entity, juristic person, atau artificial person.

Badan hukum itu bukanlah makhluk hidup sebagaimana halnya pada manusia.

Badan hukum kehilangan daya berpikir, kebendaknya, dan tidak mempunyai central bewustzijn. Oleh karena itu, ia tidak dapat melakukan perbuatan- perbuatan hukum sendiri. “la harus bertindak dengan perantaraan orang-orang

38Rudy A. Lontoh, Op Cit, hlm. 403, lihat juga Pasal 1820 KUHPer

39 Djohansah, 2002. "Kreditor Separaiis dan Preferens, serta tentang Penjaminan Utang", Makalah disampaikan dalam Lokakarya Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis lainnya, Jakarta, 11- 12 Juni.

(40)

biasa (natuwlijke personen), letapi orang yang bertindak itu tidak bertindak untuk dirinya atau untuk dirinya saja, melainkan untuk dan atas pertanggungan gugat badan hukum”.40 Pada badan hukum selalu diwakili oleh organ dan perbuatan badan hukum itu sendiri.

Organ itu hanya dapat mengikatkan badan hukum. jika tindakan-tindakannya di dalam batas wewenangnya yang ditentukan dalam anggaran dasar, ketentuan- ketentuan lainnya dan hakikat dari tujuannya itu.

6) Perkumpulan Bukan Badan Hukum

Perkumpulan yang tergolong bukan badan hukum adalah : a. Maatscappen (persekutuan perdata);

b. Persekutuan firma; dan c. Persekutuan komanditer.

Terhadap perkumpulan bukan badan hukum ini, apabila terjadi pailit maka hanya para anggotanya saja yang dapat dinyatakan pailit. Permohonan pailit terhadap firma dan persekutuan komanditer harus memuat nama dan tempat kediaman masing-masing persero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang firma.

7) Bank

Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang membedakan antara debitor bank dan bukan bank. Pembedaan tersebut dilakukan

40R Ali Ridho, 2001, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hu/cum, Perservan, Perkumpulan, Koperasi. Yayasan, Wakaf, Bandumg : Alumni, hlm. 15

(41)

oleh undang-undang mengenai siapa yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit. Dalam hal menyangkut debitor yang merupakan bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Hal tersebut dikarenakan antara lain bahwa di bank sarat dengan uang masyarakat yang harus dilindungi, dan hanya dapat diambil oleh Bank Indonesia.

8) Perusahaan Efek

Sebagaimana bank, UU KPKPU juga membedakan perusahaan efek dengan debitor lainnya. Jika menyangkut debitor yang merupakan perusahaan efek, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Bidang ini dikecualikan oleh undang-undang karena lembaga ini mengelola dana masyarakat umum. Hal ini dilakukan untuk melindungi kepentingan masyarakat.

4. Pihak yang Dapat Memohonkan Pailit

Ridwan Khairandy dan Siti Anisah mengatakan bahwa:

Undang-undang Kepailitan seharusnya dibuat untuk memberikan perlindungan yang seimbang kepada para kreditor, apabila kreditor tidak mampu membayar utang-utangnya yang teiah jatuh tempo dan dapat ditagih.

sehingga para kreditornya dapat mengakses harta kekayaan debitor yang dinyatakan pailit.41

Pihak yang memohon pailit atau yang disebut dengan pemohon pailit adalah pihak yang mengambil inisiatif untuk mengajukan permohonan pailit ke pengadilan.

Berdasarkan Pasal 2 UU KPKPU, permohonan kepailitan dapat diajukan oleh:

41Ridwan Ktiairandy dan Siti Anisah, 2002, "Perlindungan yang Seimbang dalam Undang- Undang Kepailitan: Telaah Teoritis Terhadap Para Pihak Yang Berhak Mengajukan Permohonan Pernyataan Oalit”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 17 Januari. hlm. 32

(42)

1. Debitor itu sendiri (Voluntary Petition) 2. Kreditor

3. Kejaksanaan untuk kepentingan umum 4. Bank Indonesia

5. Badan Pengawas Pasar Modal 6. Menteri Keuangan

1) Debitor (Voluntary Petition)

Kepailitan bermula pada saat debitor tidak mampu memenuhi jadwal pembayaran utangnya, yaitu “ketika proyeksi arus kas perusahaan menunjukkan bahwa dalam waktu dekat kewajiban-kewajiban pembayaran tidak akan dipenuhi”.42 Ketika keadaan perusahaan demikian, maka harus diputuskan apakah perusahaan tersebut akan dimohonkan untuk dinyatakan pailit, atau tetap dipertahankan hidup melalui restrukturisasi.

Apabila suatu permohonan pernyataan pailit diajukan oleh seorang debitor, berarti secara sukarela seorang debitor mengakui bahwa ia telah mengalami kesulitan pembayaran utang-utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat dibayarkan.

Aria Suyudi mengatakan bahwa “biasanya debitor mengambil tindakan memailitkan diri sendiri ini dengan alasan bahwa dirinya ataupun kegiatan-kegialan usahanya sudah tidak lagi mampu melaksanakan kewajiban-kewajiban internal ataupun eksternalnya”.43

Dalam hal voluntary petition ini, “ada keharusan bagi debitor untuk membuklikan keadaan berhenti atau tidak mampu membayar dengan audit pejabat publik yang berwenang”.44

42Ibid, hlm. 33

43Aria Suyudi, dkk, Op. Cit, hlm. 78

44Ibid

(43)

Menurut Aria Suyudi bahwa:

Secara legal formal hal ini bermasalah karena syarat tersebut tidak ada dalam syarat pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU KPKPU. Selain itu juga kewajiban melakukan audit ini akan memberatkan debitor yang akan mengajukan permohonan pailit bagi dirinya sendiri karena untuk melakukan suatu audit memerlukan biaya yang relatif besar.45

Namun dapai dipahami adanya kekhawatiran bahwa debitor dengan itikad buruk dapat saja mengajukan permohonart pailit untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikannya, sehingga langkah berikutnya yang harus dilakukan seperti verifikasi uang, publikasi, dan tahap-tahap lainnya yang melindungi kepentingan- kepentingan kreditor menjadi suatu hal penting untuk dicermati. Akan tetapi hal tersebut tidak mengakibatkan suatu voluntary petition dipersulit dengan menambahkan persyaratan baru untuk dapat dinyatakan pailit. Karena “permohonan pailit yang diajukan oleh debitor secara sukarela harus terlebih dahulu dipandang sebagai inisiatif dengan itikad baik”.46

2) Kreditor

Syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah minimal terdapat dua kreditor dan tidak membayai sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. “Keharusan sedikitnya dua kreditor dalam undang-undang ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1132 KUHPer, yang menetapkar. bahwa pembagian kekayaan debitor di antara kreditornya harus dilaksanakan secara paripassupro rataparte”.47

Tanpa adanya lebih dari satu kreditor, rasio kepailitan sebenarnya tidak ada, sebab tidak perlu diadakan pembagian hasil perolehan aset debitor di antara para

45Ibid, hlm. 80

46Iibid

47Ridwan Khairandy dan Siti Anisah, Op Cit, hlm. 38

(44)

kreditornya. Dengan demikian syarat memiliki lebih dari seorang kreditor sesuai dengan prinsip concursus creditorium.

Secara umum kreditor terbagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu:

1. Kreditor Preferen (istimewa atau privilege) a. kreditor Preferen karena undang-undang b. kreditor Seperatis (secured creditor) 2. Kreditor Konkuren (unsecured creditor)

Prinsip umum yang dipergunakan dalam UU KPKPU adalah prinsip paritas credtiorum, yaitu bahwa “semua kreditor konkuren mempunyai hak yang sama atas pembayaran dan hasil kekayaan debitor akan dibagi secara proposional sesuai besarnya tagihan mereka”.48Prinsip umum ini dinyatakan dalam Pusal 1131 dan 1132 KUHPer. Namun prinsip ini memiliki pengecualian yang terlihat dalam kalimat Pasal 1132 yaitu:

“ ...kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.

Alasan-alasan sah yang harus dilakukan dalam hal ini mencakup kreditor yang memegang hak jaminan (secured creditor), dan kreditor yang mempunyai hak preferensi berdasarkan undang-undang (preferred creditor). Oleh karena itu dapat dilihat bahwa selain kreditor konkuren yang kepadanya berlaku prinsip par it as creditorium ini, terdapat jenis kreditor yang didahulukan yaitu kreditor separatis (secured creditor) dan kreditor preferen (preferred creditor).

48Jerry Hoff, Undang-undang Kepailitan di Indonesia” dalam Aria Suyudi. Op Cit, hlm. 81

(45)

3) Kejaksaan untuk kepentingan umum

Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan untuk kepentingan umum, dalam hal persyaratan permohonan pailit telah terpenuhi dan tidak ada pihak yang mengajukan permohonan pailit.

Kepentingan umum mengandung arti kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas, misalnya:

a. debitor melarikan diri;

b. debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaan;

c. debitor mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat;

d. debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas;

e. debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; atau

f. dalam hal lainnya menurut kejaksanaan merupakan kepentingan umum.49

Dalam prakteknya “belum pemah jaksa mengajukan permohonan pailit untuk kepentingan umum”.50 Menurut Ridwan Khairandy dan Siti Anisah, hal ini menunjukkan dua hal, yaitu:

1. selama ini tidak ada debitor, baik perorangan atau perusahaan yang perlu dimohonkan pailit demi kepentingan umum,

2. pihak Kejaksaan tidak memahami pengerlian kepentingan umum yang timbul berkaitan dengan akiivitas perorangan atau perusahaan dalam menjalankan perusahaannya.51

4) Bank Indonesia

Pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia dan semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi

49Lihat Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU KPKPU

50Ridwan Khairandy dan Siti Anisah, Op Cit, hlm 35

51Ibid, hlm. 35-36

(46)

keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan. Kewenangan Bank Indonesia untuk mengajukan permohonan kepailitan ini tidak menghapus kewenangan Bank Indonesia yang berhubungan dengan ketentuan mengenai pencabutan izin usaha bank, pembubaran badan hukum, dan likuidasi bank sesuai peraturan penmdang- undangan.

5) Badan Pengawas Pasar Modal

Apabila debitor pailit adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal, sesuai dengan ketentuan Pasai 2 ayat (4) UU KPKPU.

Badan Pengawas Pasar Modal adalah satu-satunya yang dapat mengajukan permohonan pailit jika debitornya adalah perusahan efek. Hal ini disebabkan lembaga ini melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah Pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal.

Badan Pengawas Pasar Modal juga mempunyai kewenangan daiani hal pengajuan permohonan pernyataan pailit untuk instasi-instansi yang berada di bawah Pengawasannya, seperti halnya kewenangan Bank Indonesia terhadap bank.

6) Menteri Keuangan

Berdasarkan ketentuan Pasai 2 ayat (5) UU KPKPU bahwa “Dalam hal debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan”.

(47)

Ketentuan ini diperlukan untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan asuransi. perusahaan reasuransi, dana pension, atau Badan Usaha Milik Negara sebagai lembaga yang mengeiola dana masyarakat yang memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian.

Dari uraian tentang siapa yang dapat mengajukan permohonan kepailitan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa UU KPKPU tidak mempersoalkan kebangsaan seorang kreditor. “Seorang kreditor asing, sebagaimana kreditor Indonesia, dapat mengajukan suatu permohonan kepailitan. Dan hanya seorang penasihat hukum yang memiliki tzin praktik saja yang boleh mengajukan permohonan kepailitan ke pengadilan”.52

B. Akibat Hukum Pernyataan Pailit

Kartini Muljadi sebagaimana dikutip olch Imran Mating menyatakan bahwa

“sebelum adanya pernyataan pailit, hak-hak debitor untuk melakukan semua tindakan hukum yang berhubungan dengan kekayaannya harus dihormati, dengan memperhatikan hak-hak kontraktual serta kewajiban debitor menurut peraturan perundang-undangan”.53

Selanjutnya Lee A, Weng berpendapat:

Sejak pengadilan mengucapkan putusan kepailitan dalam sidang yang terbuka untuk umum terhadap debitor, maka hak dan kewajiban si pailit beralih kepada Kurator untuk mengurus dan menguasai budelnya. Akan tetapi debitor pailit masih berhak melakukan tindakan-tindakan atas harta kekayaannya, sepanjang tindakan itu membawa/memberikan keuntungan atau manfaat bagi

52Imran Nating, Op Cit, hlm. 39

53Kartini Muljadi, "Actio Paulina dan Pokok-Pokok tentang Pengadilan Niaga", dalam Imran Nating, Op Cit, hlm 39

(48)

budelnya. Sebaliknya tindakan yang tidak memberikan manfaat bagi budel, tidak mengikat budel tersebut.54

Secara umum, menurut Sutan Remy Sjahdeini akibat pernyataan pailit adalah sebagai berikut:

a. Kekayaan debitor pailit yang masuk barta pailit merupakan sitaan umum atas harta pihak yang dinyatakan pailit. Menurut Pasal 19 Fv, harta pailit meliputi seluruh kekayaan debitor pada waktu putusan pailit diucapkan serta segala apa yang diperoleh debitor pailit selama kepailitan. Barang-barang yang tidak termasuk harta pailit diatur dalam Pasal 20 Fv, misalnya perlengkapan tidur, persediaan makanan selama 1 bulan dan sebagainya.

b. Kepailitan semaia-mata harus mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi debitor pailit Misalnya seseorang dapat tetap melangsungkan pernikahan meskipun ia telah dinyatakan pailit.

c. Debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai kekayaannya yang termasuk harta pailit, sejak hari putusan pailit diucapkan (Pasal 24 UU KPKPU).

d. Segafa perikatan debitor yang timbul sesudah putusan pailit diucapkan tidak dapat dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta pailit (Pasal 25 UU KPKPU).

e. Harta pailit diurus dan dikuasai Kurator untuk kepentingan semua para Kurator dan debitor dan Hakim Pengawas memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya kepailitan.

f. Tuntutan dan gugatan mengcnai hak dan kewajiban harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap Kurator (Pasai 26 ayat (1) UU KPKPU).

g. Semua tuntutan atau gugatan yang bertujuan mendapatkan pelunasan suatu perikatan dari harta pailit, dan dari harta debitor sendin selama kepailitan harus diajukan dengan cara melaporkannya untuk dicocokkan (Pasal 27 UU KPKPU).

h. Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, kreditor yang dijamin dengan hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan dapat melaksanakan hak agunannya seolah-olah tidak ada kepailitan (Pasal 55 UU KPKPU).

i. Hak eksekutif kreditor yang dijamin sebagaimana diatur dalam Pasal 55 UU KPKPU, dan hak pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitor pailit atau kreditor, ditangguhkan maksimum untuk waktu 90 (sembilan puluh) hari setelah putusan pailit diucapkan (Pasal 56 ayat (1) UU KPKPU).55

54Lee A Weng, Op Cit, hlm. 117-118

55Sutan Reniy Sjahdeini, Op Cit, hlm. 255-256

Referensi

Dokumen terkait

No Satuan Kerja Kegiatan Nama Paket Jenis Volume Pagu Sumber.. Dana

Dari penelusuran yang peneliti lakukan dan berdasarkan data yang telah didapat dari pihak atau pengurus Baitul Maal Amanah PAMA di Kabupaten Tabalong, dijelaskan

TUTOR SEBAYA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGGAMBAR BUSANA DENGAN TEKNIK PEWARNAAN KERING KELAS XI TATA BUSANA B SMK NEGERI 9 SURAKARTA TAHUN AJARAN

Aulia Rahmah, 201210235078, aulia.ferdiansyah05@gmail.com, Fakultas Teknik Program Studi Teknik Kimia Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Pengaruh Suhu Temper Terhadap

Berbagai upaya yang terus dilakukan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan tersebut adalah kerjasama resiprokal pembebasan visa masuk Indonesia –

12 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI... 1 0 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN

Sedangkan untuk nilai Cox Snell’s R Square sebesar 0.343 dan nilai Nagelkerke R Square adalah 0,715 yang berarti variabilitas yang terjadi pada variabel terikat

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hasil tentang penerapan metode Balanced Scorecard dalam pengukuran kinerja Kusuma Sahid Prince Hotel Surakarta pada tahun