• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan dan penelusuran pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa tidak ada ditemukan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dibawah Umur Yang Mengajukan Dispensasi Nikah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak (Studi Penetapan Nomor 95/Pdt.P/2017/PA.Mdn)” . Penulisan skripsi ini dimulai dengancara mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan judul skripsi ini baik melalui literatur dan sumber-sumber data yang diperoleh dari perpustakaan maupun internet. Terdapat beberapa sumber yang berkaitan, yaitu :

1. Peninjauan Kembali Tentang Batas Usia Kawin Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, skripsi yang disusun oleh Gita Maria Puspita Br. Sitinjak.

12

2. Tinjauan Yuridis Terhadap Perkawinan Dibawah Umur Berdasarkan Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Jo Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Jurnal yang disusun oleh Mulia Sixtrianti.

3. Analisis Perkawinan Anak Dibawah Umur (Tinjauan Dari Segi Hukum Islam dan UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974) oleh Livi Agustri Milala.

E. Metodologi

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.12Dan metode yuridis empiris yaitu penelitian hukum dengan cara meneliti data primer yang ada di lapangan. Penelitian inidimulai dengan cara mengumpulkan data yang bersifat sekunder.Seperti, literatur, jurnal, artikel, dan berbagai sumber data lainnya.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan bersifat deskriptif, yaitu salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu

12Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hlm 13-14

fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah yang diteliti.13 Serta menggambarkan suatu perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan dispensasi nikah tersebut dengan cara menghubungkan antara peraturan perundang-undangan yang menjadi payung hukumnya dengan gejala yang akan diteliti.

3. Metode Penelitian

Analisis data penelitian ini adalah metode kualitatif normatif yaitu metode analisis yang dilakukan dengan pendekatan normatif/doktrinal. Penyajian data dilakukan bersamaan dengan analisa data berdasarkan kerangka teori dan pemahaman yang berkembang pada saat menafsirkan data.14Yang dikaji melalui metode kualitatif ini ialah penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.

4. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan tekhnik penelitian kepustakaan (Library Research) dan sumber data sekunder yaitu :

a. Bahan Hukum Primer, berupa Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan dengan Perkawinan dan Perlindungan Anak

b. Bahan Hukum Sekunder, berupa rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, karya ilmiah dari kalangan hukum, dan lain-lain

c. Bahan Hukum Tersier, berupa kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan lain lain

13https://googleweblight.com/i?u=https://id.m.wikipedia.org/wiki/Penelitia_deskriptif&hl

=id-IDdiakses pada tanggal 20 agustus 2018

14Inna Noor Inayati. Op.cit Hal 48

14

Penelitian ini juga didukung oleh data yang bersumber dari hasil wawancara pada instansi tertentu.

5. Tekhnik Pengumpulan Data

Datasekunder yang didapatkan dengan cara pengumpulan data untuk penelitian ini ialah dengan menggunakan metode tinjauan kepustakaan, dengan cara membaca, memahami, mengutip, menganalisis semua peraturan perundang-undangan, jurnal, beserta sumber data yang terkait. Dan studi lapangan dengan mengadakan wawancara dengan Hakim di Pengadilan Agama Medan.

6. Analisis Data

Analisis penelitian ini menggunakan metode pengolahan kualitatif berupa uraian-uraian mengenai ketentuan didalam suatu peraturan yang terkait, untuk tujuan penyelesaian penelitian ini.

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab pertama, berisi pendahuluan yang terdiri dari : Latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, metodologi dan sistematika penulisan.

Bab kedua, menggambarkan mengenaifaktor-faktor penyebab terjadiperkawinan anak dibawah umur, yang meliputi pengertian anak, faktor penyebab terjadinya perkawinan dibawah umur, serta dampak yang akan terjadi terhadap perkawinan dibawah umur.

Bab ketiga, membahas mengenai perlindungan hukum terhadap anak dibawah umur yang mengajukan dispensasi nikah ditinjauundang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, dengan sub bab pertama tentangpengaturan dispensasi perkawinan anak dibawah umur menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang berisi pengertian perkawinan, asas-asas dalam Perkawinan, syarat materiil dan formil Perkawinan, tujuan perkawinanserta pengaturan dispensasi perkawinan terhadap anak dibawah umur. Dan sub bab kedua tentang perlindungan hukum terhadap anak dibawah umur yang mengajukan dispensasi nikah menurut undang-undang perlindungan anak yang meliputi pengertian perlindungan anak, hak dan kewajiban anak,kewajiban dan tanggung jawab orangtua dan keluarga terhadap anak,sertaperlindungan hukum terhadap anak dibawah umur yang melakukan perkawinan.

Bab keempat, membahas mengenai pertimbangan hukum oleh hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi perkawinan pada penetapan 95/Pdt.P/2017/PA.Mdn, yang berisi tentang kasus posisi pada penetapandispensasi nikah, pertimbangan hukum oleh hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah, serta analisis hasil penetapan .

Bab kelima, berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.Dan yang terakhir adalah daftar pustaka.

BAB II

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PERKAWINAN ANAK DIBAWAH UMUR

A. Pengertian Anak

Dilihat dari Kamus Umum Bahasa Indonesia mengenai pengertian anak secara etimologis diartikan dengan manusia yang masih kecil ataupun manusia yang belum dewasa.15

Definisi anak secara nasional didasarkan pada batasan usia anak menurut hukum pidana, hukum perdata, hukum adat dan hukum islam. Secara internasional definisi anak tertuang dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hak Anak atau United Nation Convention on The Right of The Child tahun 1989.

Aturan standar minimum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Pelaksanaan Peradilan Anak atau United Nations Standard Minimum Rules for the Adminitration of Juvenile Justice (The Beijing Rules) Tahun 1985 dan Deklarasi Hak Asasi Manusia atau Universal Declaration of Human Rights tahun 1948.

Secara nasional definisi anak menurut perundang-undangan, diantaranya menjelaskan anak adalah seorang yang belum mencapai usia 21 tahun atau belum menikah, ada yang mengatakan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun.16

Menurut Ter Haar, seorang tokoh adat mengatakan bahwa hukum adat memberikan dasar untuk menentukan apakah seseorang itu sudah dewasa yang

15W.J.S. Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka : Amirko, 1984.

Hal 25

16Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia. PT.Refika Aditama, Bandung, 2009. Hal.

33-34

harus memenuhi 3 unsur yaitu apakah anak tersebut sudah kawin, meninggalkan rumah orangtua dan rumah mertua, dan mendirikan kehidupan keluarga sendiri.

Menurut Mahadi, mencantumkan status perkawinan sebagai satu tanda kedewasaan tidaklah tepat, karena status perkawinan seseorang belum tentu menjadikan seseorang itu dewasa. Faktor penting yang menentukan seseorang menjadi dewasa apabila seseorang telah berdiri sendiri, bertindak dalam segala hal dan telah menjadi tuan rumah sendiri walaupun orang tersebut belum kawin.

Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Soepomo, untuk menentukan anak sudah dewasa atau belum dilihat dari apakah anak sudah dapat berdiri sendiri atau disebut dengan luat gawe.17Menurut Nicholas McBala dalam buku Juvenile Justice System mengatakan anak yaitu periode diantara kelahiran dan permulaan kedewasaan.18

Menurut Bismar Siregar dalam bukunya mengatakan bahwa, dalam masyarakat yang sudah mempunyai hukum tertulis diterapkan batasan umur yaitu 16 tahun atau 18 tahun ataupun usia tertentu yang menurut perhitungan pada usia itulah si anak bukan lagi termasuk atau tergolong anak tetapi sudah dewasa.19

Didalam Kompilasi Hukum Islam, dijelaskan dalam pasal 98 ayat (1) yaitu

“Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 (dua puluh satu) tahun, sepanjang anak tersebut tidak cacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan”. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, pasal 1 ayat (2) menentukan

17Ibid. hal 34

18Ibid. hal 36

19Bismar Siregar, Keadilan Hukum dalam Berbagai aspek Hukum Nasional, Rajawali : Jakarta, 1986. Hal 105

18

bahwa, “anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah menikah”.20

Dilihat dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, didalam pasal 1 ayat (1) berbunyi “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih didalam kandungan”.21

Anak menurut KUHPerdata, pasal 330 yang berbunyi : “belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidaklebih dahulu telah kawin”.22Dan menurut KUHPidana, didalam pasal 45

“anak adalah anak yang umurnya belum mencapai 16 (enam belas) tahun”.23

Terdapat berbagai penggolongan batasan usia untuk dapat dikatakan anak, yang dikemukakan oleh para ahli dan oleh Undang-Undang, dan batasan usia tersebut perlu kiranya untuk menyepakatinya secara jelas agar tidak terjadi permasalahan yang akan timbul dikemudian hari. Karena menurut penulis, tidak ada kesepakatan yang jelas mengenai batasan umur seperti diatas, hanya dilihat dari konteks perbuatannya.

20Rosnidar Sembiring, Hukum Keluarga, PT RajaGrafindo Persada: Depok, 2016, Hal 127-128

21Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia 297, TLN 5606)

22Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT.Pradnya Paramita:Jakarta, 2002. Hal 90

23R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Politeia:Bogor. Hal 61

B. Faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan Dibawah Umur

Perkawinan di bawah umur adalah perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki laki dan seorang wanita di mana umur keduanya masih di bawah batas minimum yang diatur oleh Undang-Undang Perkawinan No 1 tahun I974 dan kedua calon mempelai tersebut belum siap secara lahir maupun batin. Serta kedua calon mempelai tersebut belum mempunyai mental yang matang dan juga ada kemungkinan belum siap dalam hal materi.24

Di Indonesia pernikahan dini berkisar l2-20% yang dilakukan oleh pasangan baru. Biasanya, pernikahan dini dilakukan pada pasangan usia muda usia rata rata umurnya antara 16-20 tahun. Secara Nasional pernikahan dini dengan usia pengantin di bawah usia 16 tahun sebanyak 26,95%. Padahal pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah 21-25 tahun sementara laki-laki 25-28 tahun. Karena di usia itu organ reproduksi perempuan secara psikologis sudah berkembang dengan baik dan kuat serta siap untuk melahirkan keturunan secara fisik pun mulai matang. Sementara laki laki pada usia itu kondisi psikis danfisiknya sangat kuat, hingga mampu menopang kehidupan keluarga untuk melindungi baik secara psikis emosional, ekonomi dan sosial. 25

Hasil penelitian yang menjadi dokumen laporan Plan International bertajuk 'Getting the Evidence: Asia Child Marriage Initiative' ini dilakukan Plan dan lembaga penelitian berbasis di Inggris, Coram International di Indonesia,

24Teti Sriharyati, Faktor-Faktor Penyebab Perkawinan DIbawah Umur Didesa Blandongan Kecamatan Banjarharjo Kabupaten Brebes, Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial, UNY, 2012. Hal 23

25Ibid. Hal 23-24

20

Banglades dan Pakistan.Hasil penelitian menyimpulkan, penyebab utama pernikahan anak yaitu :

1. Rendahnya akses pendidikan, 2. Kesempatan di bidang ekonomi,

3. Serta kualitas layanan dan pendidikan kesehatan reproduksi, terutama untuk anak perempuan.

4. Tingkat kemiskinan juga turut menentukan situasi pernikahan anak.

Di beberapa wilayah survei, masih ada pembenaran tindak kekerasan seksual yang dilakukan laki-laki.Di kalangan laki-laki di Banglades misalnya, ada anggapan mereka harus menikahi perempuan yang jauh lebih muda. Dengan demikian, mereka bisa mengatur sang istri, dan mereka yakin dengan begitu hasrat seksual mereka juga terpenuhi. Sebaliknya, jika anak perempuan tidak segera menikah, maka dia akan menjadi gunjingan atau dianggap tidak laku. Selain Indonesia, ada 2 negara yang disurvei. Hasilnya, perkawinan usia anak paling parah terjadi di Banglades, di mana 73% anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun. Sebanyak 27% anak perempuan berusia 12 sampai 14 tahun sudah menikah. Sedangkan laki-laki di usia yang sama, yang menikah hanya 2,8%.

Pakistan adalah yang terendah, di mana hanya 34,8% saja anak perempuan usia di bawah 18 tahun yang menikah, dengan 15,2% menikah di bawah usia 15 tahun.

Direktur Regional Plan International Asia Mark Pierce mengatakan,pernikahan usiaanak terus terjadi karena kuatnya diskriminasi gender, ketergantungan ekonomi anak perempuan, serta kuatnya tradisi.26

26https://www.liputan6.com/news/read/2363627/ini-penyebab-maraknya-pernikahan-dini diakses pada tanggal 13 september 2018

Secara umum, alasan-alasan untuk melakukan perkawinan dibawah umur selalu tidak terlepas dari alasan ekonomi orangtua yang tidak dapat membiayai hidup serta pendidikan si anak, pergaulan bebas yang menyebabkan anak tersebut hamil diluar perkawinan, adat setempat atau kebiasaan yang mempengaruhi pola pikir si anak seperti perempuan yang tidak cepat menikah akan menjadi bahan pergunjingan atau dianggap tidak laku, serta alasan lainnya ialah suatu perkawinan merupakan ibadah sehingga terhindar dari perzinahan. Dari berbagai alasan-alasan tersebut hendaknya memikirkan dampak-dampak yang akan timbul pada anak dikemudian hari, bila perkawinan dibawah umur tersebut tetap dilakukan. Faktor yang menyebabkan perkawinan dibawah umur secara umum antara lain yaitu :27

a) Faktor kehendak orangtua b) Faktor kemauan sendiri c) Faktor adat dan budaya d) Faktor ekonomi

e) Faktor agama

f) Faktor pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu pisau bedah yang cukup ampuh dan kuat dalam merubah suatu sistem adat dan kebudayaan yang sudah mengakar dimasyarakat. Hal ini terkait dengan banyaknya perkawinan dibawah umur yang terjadi di masyarakat.

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan dibawah umur setelah menganggap dirinya sudah dewasa dan sudah dapat bertanggung jawab, setelah berpacaran beberapa lama selama usia pelajar di bangku SMP baru tamat

27Nurhidayat Akbar, Op.Cit. Hal 34

22

SMA atau belum tamat SMA telah memohon kepada orang tuanya untuk dinikahkan dan ada beberapa penyebab terjadinya perkawinan dibawah umur terutama sekali, yaitu :28

1. Merasa dirinya telah mampu untuk bertanggung jawab

Banyak pasangan remaja pubertas yang menganggap dirinya mampu dan telah siap menikah padahal belum ada pekerjaan tetap.Orang tua mengizinkan sehingga terjadilah pernikahan yang pada dasarnya belum siap.

2. Pergaulan Bebas

Sudah menjadi rahasia umum bahwa para remaja sekarang ini telah banyak terjerumus, pergaulan bebas hal ini terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan bahkan sudah terjadi pula di desa-desa atau Kampung. Sehingga orang tua cepat-cepat menikahkan anaknya agar tidak terjadi hamil diluar nikah, baru kenal sudah berani melakukan hubungan intim.

3. Menutup malu

Penyebab terjadinya pernikahan usia dini yang sangat riskan adalah ketika hamil sebelum nikah, merupakan suatu aib besar bila anak remajanya sudah hamil pada hal belum menikah, disinilah dilematis sebagai orang tua, dengan sangat berat hati orang tuanya menikahkan anaknya demi untuk menutup malu, akan tetapi adajuga orang tua yang bergembira dengan kejadian tersebut dengan mengadakan pesta besar-besaran untuk anaknya yang telah hamil diluar nikah.

28Ridwan Piliang, Perilaku Perkawinan Dalam Membangun Rumah Tangga Bahagia, Perdana Publishing :Medan. 2012. Hal 192-194

4. Dijodohkan

Dizaman serba canggih dan diera komputeriasi dan telah mendunianya (Global) masih ada perkawinan ala Siti Nurbaya yaitu dijodohkan oleh orang tua, sementara si anak yang masih remaja belum mau untuk berumah tangga, demi untuk mematuhi pemintaan orang tua si remaja menerimanya padahal belum siap untuk berumah tangga.

5. Ibadah.

Perkawinan atau Pernikahan adalah sunnah rasul artinya adalah Ibadah, bila perkawinan suatu anak adam dilandasi dengan iman dan taqwa serta ikhlas melaksanakannya maka ia menjadi dan bernilai ibadah akan tetapi bila hanya sekedar cinta belaka, atau dikarenakan nafsu bisa menjadi tidak bernilai ibadah sehingga dalam hukum munakahat ada beberapa hukum pernikahan yaitu Wajib, Sunnat, Mubah dan Haram, perkawinan dibawah umur termasuk kedalam katagori yang mana.

Faktor lain yang menyebabkan pernikahan dibawah umur antara lain:

1. Norma-norma Agama (Khususnya Islam) Islam tidak mengharamkan pernikahan dibawah umur dan tidak menentang juga tidak dikriminalkan terhadap pernikahan dibawah umur

2. Kebiasaan atau tradisi yang telah membudaya ditengah-tengah masyarakat bahkan adat istiadat apabila putri nya kawin mendapatjodoh cepat itu menjadi kemuliaan dan kehormatan.

3. Pernikahan dikerenakan keterpurukan ekonomi dana beban hidup masyarakat. Sebagian masyarakat merelakan anaknya untuk dipersunting

24

dikala masih usia dini disebabkan keterpurukan ekonomi dan beban hidup semangkin tinggi (Lihat Pernikahan Dini Syeh Puji.)

4. Kecenderungan pergaulan bebas sebagaimana yang telah diterangkan pada bab terdahulu, bila pergaulan bebas telah merasuk kedalam suatu keluarga atau anak sudah payah untuk membendungnya agar tidak tergelincir dari prostitusi.

Selain faktor-faktor diatas terdapat pula faktor pemicu perkawinan dibawah umur yakni media massa, di era modern sekarang ini terdapat banyak konten-konten negatif yang dapat dengan mudah diakses oleh anak-anak seperti video porno, dan gambar-gambar tidak senonoh melalui internet. Yang salah satunya menjadi pemicu timbulnya hasrat ingin melakukan hubungan seks karena kecanduan melihat video pornografi. Gencarnya ekspose seks dimedia massa sekarang ini menjadi salah satu penyebab tingginya pergaulan bebas yang menyebabkan banyaknya anak perempuan dibawah umur yang hamil diluar perkawinan (Marriage By Accident).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Hakim di Pengadilan Agama Medan kelas I-A pada tanggal 11 desember 2018, beliau menyatakan ada banyak faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan dibawah umur, tetapi khusus di Kota Medan paling banyak penyebab perkawinan dibawah umur karena dua hal yaitu:

Yang Pertama, disebabkan karena pihak wanita telah hamil diluar perkawinan, sehingga mengakibatkan para pihak harus segera menikah dan mengajukan dispensasi kepada pengadilan. Dan biasanya jika permohonan dispensasi diajukan dengan fakta bahwasannya pihak wanita sudah hamil, maka hakim akan mengabulkan permohonan dispensasi tersebut. Yang Kedua, disebabkan oleh

kekhawatiran orangtua,membiarkan anaknya yang berlainan jenis sangat akrab dan dekat sekali tanpa ikatan perkawinan akan mengarah kepada perzinahan.

Orangtua tidak dapat lagi melarang, karena si anak tidak dapat dipisahkan lagi.

Maka orangtua sangat khawatir jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan pada anaknya, dan meminta dispensasi ke pengadilan untuk dapat menikahkan keduanya dikarenakan usia si anak yang belum cukup umur.Jika melihat faktor penyebab perkawinan dibawah umur didaerah lain seperti di Aceh, penyebab perkawinan dibawah umur biasanya disebabkan oleh faktor adat istiadat setempat, contohnya kawin gantung.Yaitu suatu adat perkawinan yang menikahkan gadis belia yang belum cukup umur dengan laki-laki pilihan orangtuanya atau dijodohkan, karena tabu jika mencari jodohnya sendiri.Selain daripada itu, karena faktor kemiskinan atau ekonomi, pergaulan yang terlalu bebas dan kurangnya rasa pencegahan dari orangtua.29

C. Dampak Perkawinan Dibawah Umur

Setiap perbuatan pasti akan melahirkan sebuah dampak, atau konsekuensi yang harus ditanggung. Seperti halnya dengan suatu perkawinan, yang bertujuan untuk membangun suatu keluarga yang kekal, bahagia, serta sebagai wadah untuk melangsungkan keturunan. Dan untuk mewujudkan tujuan tersebut, orang yang ingin melangsungkan perkawinan haruslah menyadari status, hak dan kewajibannya masing-masing dalam rumah tangga, jika yang melakukan perkawinan tersebut adalah seorang anak yang usianya masih tergolong sangat

29Hasil Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Medan, pada tanggal 11 desember 2018, pukul 16:00 WIB

26

muda, sebelum mereka melakukan perkawinan maka mereka harus tau dulu dampak yang akan terjadi dikemudian hari.

Perkawinan dibawah umur mempunyai 2 (dua) dampak, yakni :30

1. Dampak Positif

a. Supaya terhindar dari pergaulan bebas atau tidak terjerumus ke lembah perzinahan. Pernikahan bertujuan membangun keluarga yang sakinah.

mawaddah. dan warahmah. Pernikahan dilakukan berdasarkan cinta dan kasih sayang terhadap pasangannya agar pernikahan itu untuk melegalkan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan secara agama ataupun negara.

b. Meringankan beban hidup salah satu pihak dari keluarga atau kedua belah pihak, artinya dengan terjadinya pernikahan usia muda maka anak mereka hidup dan kehidupannya tidak akan terlantar karena dengan pernikahan tersebut beban keluarga akan sedikit berkurang sebab bisa jadi anak perempuan merupakan tanggungjawab pihak laki-laki.

c. Belajar bertanggung jawab terhadap keluarga, suatu pernikahan pada dasarnya yaitu untuk menyatukan dua insan yang berbeda baik secara fisik maupun psikologis. Oleh karena itu. dalam kehidupannya suami-istri harus mempunyai konsekuensi serta komitmen agar pernikahan tersebut dapat dipertahankan.

30 Akhiruddin, Dampak Pernikahan Usia Muda, Jurnal Mahkamah, Vol 1 Nomor 1, juni 2016. Hal 216-217

2. Dampak Negatif

Tak selamanya perkawinan berdampak positif, tetapi juga memiliki dampak negatif , yaitu :31

a. Dampak biologis yaitu pasangan muda yang masih berusia belasan tahun atau pernikahan usia muda biasanya rentan terhadap resiko kehamilan terhadap perempuan karena organ perempuan masih terlalu muda dan belum siap terhadap apa yang masuk dalam tubuhnya sebab alat-alat reproduksi anak masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil kemudian melahirkan.

b. Dampak psikologis yaitu pernikahan itu untuk mempersatukan dua orang yang berbeda, sehingga memerlukan penyesuaian akan tetapi anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks. Sehingga akan

b. Dampak psikologis yaitu pernikahan itu untuk mempersatukan dua orang yang berbeda, sehingga memerlukan penyesuaian akan tetapi anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks. Sehingga akan