• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebebasan dalam Meyakini suatu Agama

Dalam dokumen T1 312008032 BAB III (Halaman 32-41)

B. Pengaturan Hukum Internasional Mengenai Kebebasan Beragama

2. Kebebasan dalam Meyakini suatu Agama

Cakupan perlindungan hukum internasional terhadap hak atas kebebasan untuk meyakini suatu agama meliputi kebebasan untuk meyakini agama67 serta pelarangan pembatasan yang mengganggu hak setiap orang dalam rangka

63 Nihal Jayawickrama, Loc.Cit. 64 Tim Hiller, Op., Cit. Hlm. 66. 65

Thomas Buergenthal, Op., Cit. Hlm. 104.

66 Malcolm N. Shaw. Op., Cit. Hlm. 124.

67 General comment No. 22: Article 18 ICCPR (Freedom of thought, conscience or religion)

87 kebebasan untuk mempertahankan atau untuk mengubah agamanya atau keyakinannya. Prinsip yang berlaku dalam perlindungan internasional terhadap kebebasan untuk meyakini suatu agama adalah dalam hal apapun kebebasan memeluk dan meyakini suatu agama atau keyakinan dianggap sebagai kebebasan absolut.68 Dalam penelitian ini, hak-hak yang akan disorot berkenaan dengan kebebasan meyakini agama adalah: a) Hak untuk beragama dan tidak beragama; b) Hak untuk berganti agama; serta c) Hak anak untuk menentukan agama.

a. Hak untuk Beragama serta Hak untuk Tidak Beragama

Instrumen hukum internasional pertama yang memberikan penghormatan dan penjaminan terhadap hak atas kebebasan beragama adalah Universal Declaration of Human Rights (UDHR).69 Article 18 UDHR menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak atas kebebasan untuk berpikir, berkeyakinan serta beragama. Ketentuan ini menjamin hak atas kebebasan pemikiran, keyakinan, dan agama yang umumnya dideskripsikan sebagai dimensi internal hak atas kebebasan beragama.70 Hak tersebut meliputi hak untuk memeluk suatu agama atau tidak, dalam hal ini, untuk percaya atau tidak percaya terhadap agama.

Article 18 (1) dan (2) ICCPR serta Article 1 1981 Declaration on the Elimination of All Forms of Intolerance and of Discrimination Based on Religion or Belief menambahkan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat dikenai

68

Malcolm D. Evans, Op., Cit. Hlm. 221, 317.

69 Natan Lerner. Sifat dan Standar Minimum Kebebebasan Beragama atau Berkeyakinan dalam

Tore Lindholm, et al., Op. Cit., hlm. 175.

88 pemaksaan yang akan mengganggu kebebasannya untuk memiliki atau mengadopsi suatu agama atau kepercayaan pilihannya. Ketentuan dalam Article 18 (1) dan (2) ICCPR serta Article 1 1981 Declaration memberi penegasan terhadap Article 18 UDHR, di mana dalam ICCPR dan 1981 Declaration telah ada penegasan cakupan hak atas kebebasan berpikir, bernurani, dan beragama yang mencakup hak untuk memilih suatu agama serta hak untuk menjalankan agama yang diyakininya tersebut. Bagaimanapun dalam menikmati hak atas kebebasan berpikir, bernurani, dan beragamanya tidak ada seorangpun yang dapat dikenakan pemaksaan yang akan mengganggu kebebasannya untuk memiliki atau mengadopsi suatu agama/kepercayaan yang menjadi pilihannya.71

Hak atas kebebasan seseorang untuk meyakini suatu agama meliputi hak untuk memilih serta memeluk suatu agama baik itu keyakinan teistik ataupun ateistik,72 hak untuk tidak memeluk suatu agama/keyakinan,73 hak untuk berganti agama/keyakinan, termasuk hak untuk mempertahankan agama/keyakinan yang pernah dipeluknya.

71

General comment No. 22: Article 18 ICCPR (Freedom of thought, conscience or religion) paragraf 5.

72 Pitsillides v. Republic of Cyprus, Supreme Court of Cyprus, (1983) 2 CLR 374, at 385, per

Stylianides J. Cf. Mahkamah Agung Siprus telah mengkonfirmasi pandangan bahwa hati nurani dan agama tidak terbatas pada kepercayaan atau hubungan manusia untuk seorang pencipta. Agama atau keyakinan tersebut meliputi keyakinan teistik dan keyakinan ateistik. Dalam Barralet et al v. Attorney General [1980] 3 All ER 918 pengadilan mendefinisikan 'agama' sebagai hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan. Dua dari atribut penting dari agama adalah iman dan ibadah; iman pada Tuhan dan menyembah Tuhan.

73 Dalam kasus Buscarini v. San Marino, European Court, (1999) 30 EHRR 208 pengadilan

menyatakan bahwa kebebasan beragama melingkupi antara lain, kebebasan memiliki atau tidak memiliki keyakinan agama dan mempraktikkan atau tidak mempraktikkan agama.

89 Pengaturan hukum internasional terhadap kebebasan berkeyakinan memberikan jaminan atas sifat absolut dari hak ini karena masuk ke dalam dimensi internal kebebasan beragama yang tidak boleh diganggu gugat dalam keadaan apapun oleh siapapun. Hak ini diperkuat dengan jaminan perlindungan atas hak privasi. Article 17 ICCPR menyatakan bahwa tidak seorangpun dapat menjadi subyek intervensi yang sewenang-wenang atau melanggar privasinya. Oleh karena itu setiap orang berhak atas kebebasan diri pribadi mereka termasuk dalam hal meyakini atau tidak meyakini suatu agama.74 Hak ini mencakup pula persoalan tentang administrasi kependudukan. Pada substansi data administrasi kependudukan, setiap orang berhak untuk mencantumkan ataupun tidak mencantumkan informasi mengenai agama atau keyakinannya secara eksplisit. Walaupun tidak ada aturan dalam hukum internasional yang secara jelas mengatur hak tersebut, namun hak untuk mencantumkan atau untuk tidak mencantumkan agamanya merupakan bagian dari hak atas privasi yang dimiliki oleh setiap orang. Masalah meyakini atau tidak meyakini suatu agama atau keyakinan merupakan urusan personal setiap orang yang tidak dapat diintervensi oleh siapapun dalam keadaan apapun.75 Oleh karena itu, negara seyogianya tidak melakukan intervensi terhadap kebebasan tersebut dengan memberikan keharusan pencantuman klausul agama dalam data kependudukan warganya.

74 Tore Lindholm, et al., Op. Cit., hlm. 177.

75 General comment No. 16: Article 17 (Right to privacy) paragraf 1, hak atas privasi tidak dapat

dikenai intervensi dalam hal apapun oleh siapapun termasuk oleh negara. Sebaliknya, negara harus melindungi kebebasan tersebut dengan membuat aturan yang melarang adanya gangguan terhadap hak tersebut.

90 Salah satu contoh peniadaan hak-hak sipil dan politik penganut agama di luar agama resmi adalah peniadaan hak untuk dicatatkan perkawinannya.76 Hak seseorang untuk melaksanakan perkawinan terdapat dalam Article 16 (1) UDHR yang menyatakan laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan.

Article 23 (2) ICCPR, Article 12 ECHR serta Article 17 (2) ACHR menyatakan hak laki-laki dan perempuan usia perkawinan untuk membentuk keluarga harus diakui dan dilindungi. Hak ini tidak boleh dibatasi oleh alasan yang bersifat diskriminatif termasuk terhadap persoalan agama.77 Diskriminasi yang membatasi hak untuk melaksanakan perkawinan ditentang dalam Hamer v. United Kingdom.78 Dalam kasus tersebut pengadilan menentang adanya diskriminasi terhadap tahanan yang hendak melakukan perkawinan. Pengadilan menyatakan bahwa telah terjadi pelanggaran Article 12 ECHR ketika terjadi pelarangan perkawinan terhadap tahanan.

76

Nicola Cobran, Loc. Cit.

77 Article 16 (1) UDHR menyatakan penentangan diskriminasi atas dasar kebangsaan,

kewarganegaraan atau agama dalam pelaksanaan hak untuk melangsungkan perkawinan. Article 17 (2) ACHR menyatakan pengaturan tentang hak untuk melangsungkan perkawinan tidak boleh melanggar prinsip non-diskriminasi. Ruang lingkup non-diskriminasi mencangkup ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lainnya, sosial, kekayaan, kelahiran atau status lainnya.

91

b. Hak untuk Berganti Agama

Salah satu hak yang termasuk dalam hak atas kebebasan beragama adalah hak untuk berganti agama.79 Walaupun terdapat kontroversi terkait pemuatan hak untuk berganti agama sebagai bagian dari hak atas kebebasan beragama,80 namun The Human Rights Committee mengamati bahwa kebebasan untuk memiliki atau mengadopsi sebuah agama/kepercayaan tentu memerlukan kebebasan untuk memilih agama atau kepercayaan, termasuk hak untuk mengganti agama saat seseorang atau kepercayaan dengan lain atau untuk mengadopsi pandangan ateistik, serta hak untuk mempertahankan agama/kepercayaan seseorang.81

Article 18 UDHR dan Article 9 (1) ECHR menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama, dimana hak tersebut

termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan. Pengaturan ini memberikan ruang bagi setiap orang untuk memilih agama apapun untuk diyakini, termasuk kebebasan dalam memilih agama lain untuk menggantikan agama yang sedang ia anut.82

ICCPR mengadopsi suatu formulasi yang berhubungan dengan pernyataan

tersebut “No one shall be subject to coercion which would impair his fr eedom to

have or to adopt a religion or belief of his choice.” Dengan kata lain setiap orang

79 Ibid. hlm. 770. Lihat juga General comment No. 22: Article 18 ICCPR (Freedom of thought,

conscience or religion) paragraf 2 dan paragraf 5.

80

Malcolm D. Evans, Op. Cit. Hlm. 194-195.

81 General comment No. 22: Article 18 ICCPR (Freedom of thought, conscience or religion)

paragraf 2 dan paragraf 5.

92 tidak dapat dipaksa sehingga mengganggu kebebasannya untuk menganut atau memeluk suatu agama atau keyakinan pilihannya sendiri.83

Komentar umum Komite Hak Asasi Manusia tentang bidang cakupan ketentuan ini menyatakan bahwa:

“The Committee observes that the freedom to “have or to adopt” a

religion or belief necessarily entails the freedom to choose a religion or

belief, including the right to replace one’s current religion or belief with

another or to adopt atheistic views, as well as the right to retain one’s religion or belief.”

Hak untuk berganti agama ini termasuk dalam dimensi internal kebebasan beragama. Konsekuensinya, hak ini merupakan hak yang absolut, mengingat dimensi hak internal menjadi ranah urusan pribadi seseorang, sehingga tidak dapat dibatasi dalam keadaan apapun oleh siapapun.

Salah satu contoh kasus adalah Darby v Swedia. Pengadilan menyatakan bahwa pembatasan hanya dapat diterapkan dalam dimensi eksternal kebebasan beragama, tetapi bukan untuk kebebasan memilih agama atau keyakinan seseorang.84 Pembatasan tidak berlaku bagi seseorang untuk berganti agama. Ketidakberlakuan atas pembatasan ini didasarkan adanya perbedaan bobot perlindungan antara kebebasan beragama dalam dimensi internal dan eksternal.85 Berganti agama masuk dalam kategori dimensi internal kebebasan beragama yang

83

Article 18 (2) ICCPR. Lihat juga Tad Stahnke, Hak untuk Melakukan Persuasi Keagamaan dalam Tore Lindholm, et al., Op. Cit., hlm. 544.

84 Darby v Swedia, Rep. Com. 11581/85 (EComHR, 9 Mei 1989). Paragraph 44. 85 Manfred Nowak dan Tanja Vosprnik dalam Tore Lindholm, et al., Op. Cit., hlm. 228.

93 bersifat absolut, sehingga tidak dapat dibatasi dalam keadaan apapun oleh siapapun.86

c. Hak Anak untuk Menentukan Agama

Anak memiliki hak atas informasi yang tepat, dilindungi dari indoktrinasi dan pencucian otak (dari negara, sekte-sekte, atau dari orang tua mereka sendiri), dan hak untuk tumbuh menjadi orang dewasa yang matang dan bertanggung jawab. Orang tua memiliki hak, namun hak ini dimaksudkan untuk menetralisir kekuatan intrusif negara dan melindungi keluarga, serta tidak dimaksudkan merugikan anak. Dalam hal ini pandangan anak juga harus dihormati.87

Hak anak untuk memeluk agama pilihannya dirumuskan dalam Article 14 Convention on the Rights of the Child (CRC) yang menyatakan “States Parties shall respect the right of the child to freedom of thought, conscience and

religion.” Pengaturan tersebut berimplikasi terhadap isu adopsi yang dimuat dalam Article 21 CRC yang memberikan syarat pelaksanaan adopsi dalam negara pihak. Tidak ada ketentuan CRC yang mengatur mengenai persyaratan agama dalam proses adopsi. Pelaksanaan adopsi anak semata-mata dilakukan dengan dilandasi prinsip demi kepentingan terbaik anak.88 Kepentingan terbaik anak

86 General comment No. 22: Article 18 ICCPR (Freedom of thought, conscience or religion)

menjelaskan bahwa “Article 18 melindungi keyakinan yang mempercayai Tuhan, yang tidak

percaya pada Tuhan dan ateis, maupun hak untuk tidak mengakui memeluk agama atau

keyakinan apapun.” Hal ini termasuk hak untuk memiliki, menganut, mempertahankan atau pindah agama atau keyakinan

87 Rajaji Ramanadha Babu Gogineni dan Lars Gule, Humanisme dan kebebasan dari agama, dalam

Tore Lindholm, et al., Op. Cit., hlm. 638.

88

Ingvill Thorson Plesner, Memajukan Toleransi melalui Pendidikan Agama dalam Tore Lindholm, et al., Op. Cit., hlm. 650-651.

94 artinya di dalam semua tindakan yang menyangkut anak, maka apa yang terbaik bagi anak haruslah menjadi pertimbangan yang utama.89

Standar HAM PBB tentang kebebasan beragama atau berkeyakinan seperti norma-norma HAM fundamental lainnya, juga mencangkup penekanan yang kuat terhadap prinsip non-diskriminasi.90 1981 Declaration memuat pengakuan hak yang sama dan sederajat dari semua warga terhadap kebebasan beragama atau keyakinan. Deklarasi ini menggarisbawahi hubungan yang erat antara pemajuan toleransi dan kebebasan beragama atau keyakinan. Deklarasi itu menyatakan:

“The child shall be protected from any form of discrimination on the

ground of religion or belief. He shall be brought up in a spirit of understanding, tolerance, friendship among peoples, peace and universal brotherhood, respect for freedom of religion or belief of others, and in full consciousness that his energy and talents should be devoted to the service of his fellow men.”91

Menurut 1981 Declaration, anak dilindungi dari setiap bentuk diskriminasi berdasarkan agama atau keyakinan dan harus diasuh dalam semangat pemahaman, toleransi, dan yang paling utama adalah anak dapat menghormati pula kebebasan beragama atau berkeyakinan orang lain. Substansi terpenting lainnya adalah anak tidak dapat atau tidak boleh dipaksa untuk menerima pengajaran agama atau keyakinan yang tidak sesuai dengan keinginan orang tua atau walinya yang sah,

89Article 3 Convention on the Rights of Child. Prinsip “the best interests of child” dalam perkara

adopsi juga dapat dilihat dalam kasus Van Oosterwijck v. Belgium, European Commission, (1979) 3 EHRR 581.

90 Ingvill Thorson Plesner, Loc. Cit. 91 Article 5 (3) 1981 Declaration.

95 dengan dilandasi prinsip demi kepentingan terbaik anak.92 Kepentingan terbaik anak diperlukan untuk melindungi kepentingan anak itu sendiri, karena anak belum dapat melaksanakan hak atas self determination yang dimilikinya. Oleh karena itu orang tua/wali bertanggungjawab penuh dalam pengawasan kelangsungan hidup anak dalam hal pendidikan agama/keyakinan.93

3. Kebebasan dalam Menjalankan/Mengekspresikan Agama yang

Dalam dokumen T1 312008032 BAB III (Halaman 32-41)

Dokumen terkait