• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.3 Hasil Penelitian

4.3.1 Keberadaan Pengrajin sepatu kulit Bunut

Pengrajin sepatu Bunut yang terletak di Kelurahan Bunut Kecamatan Kota Kisaran Barat merupakan salah satu industri kecil tempat pengrajin dan penjual sepatu yang ada di Kabupaten Asahan.Pada awalnya industri ini hanya didirikan oleh tiga rumah tangga yang ada di kelurahan Bunut, namun sekarang industri sepatu ini diproduksi oleh 19 toko sepatu.Toko sepatu Bunut ini terletak berjajar di sepanjang jalan lintas Sumatera sehingga tempat ini terbilang cukup strategis di tambah lagi industri sepatu Bunut ini juga sudah berdiri cukup lama sehingga

menjadi salah satu daya tarik masyarakat untuk menjadi oleh-oleh khas kabupaten Asahan. Jarak tempuh antara kelurahan Bunut dengan pusat kota tidak cukup jauh yaitu hanya sekitar 8 km.

Menurut sejarahnya, sepatu Bunut pada awalnya diproduksi oleh perusahaan perkebunan karet milik pengusaha Amerika yang bernama Colehan.

Modal dan bahan-bahan baku untuk membuat sepatu ini di datangkan langsung dari Amerika. Produk sepatu ini pun ditujukan hanya untuk kalangan terbatas, yaitu untuk staf perkebunan dan para tamu istimewa sehingga apabila ada orang selain staf perkebunan dan para tamu istimewa memakai sepatu tersebut maka orang tersebut akan ditangkap. Sepatu Bunut sampai terkenal keluar negeri tepatnya, setelah tamu perkebunan sering membawa sepatu Bunut ke Negara asalnya sebagai oleh-oleh dan pada akhirnya, nama kelurahan Bunut ini pun mulai dikenal di mancanegara.

Pada tahun 80-an Abu Rizal Bakrie membeli pabrik tersebut dengan tujuan agar sepatu Bunut tersebut dapat dipasarkan kedalam negeri.Ketika produksi dibuat dan sepatu mulai dipasarkan kedalam negeri ternyata hasilnya kurang memuaskan karena promosi yang dilakukan kurang menarik minat konsumen sehingga konsumen tidak begitu suka dan tidak begitu tertarik dengan sepatu Bunut ini dan juga karena adanya persaingan dari sepatu di Jawa.Akhirnya Bakrie pun mulai memasarkan sepatu Bunut ini kembali lagi ke AS namun ternyata pihak AS menolak karena bahan bakunya tidak berasal dari Amerika dan pihak AS pun tidak mau menjalin hubungan kerjasama dengan Bakrie sehingga kerugian pun terjadi.tidak mau menjalin hubungan kerjasama dengan Bakrie sehingga kerugian pun terjadi. Akibat dari kerugian tersebut terjadilah penurunan gaji karyawan dan

pemberhentian karyawan yang menyebabkan banyak pengangguran dan tidak memiliki penghasilan yang dikarenakan penurunan jumlah produksi sepatu sehingga akhirnya Bakrie pun memberhentikan para karyawannya.

Setelah beberapa tahun pabrik sepatu ditutup para pekerja yang menjadi pengangguran mulai mengembangkan keterampilan yang mereka dapat selama bekerja di pabrik. Dengan keterampilan dari pabrik sepatu tempat bekerja dulu dan dengan didorong oleh tekad yang kuat, para pengrajin tersebut memberanikan diri membuka usaha pembuatan sepatu secara kecil-kecilan di rumah masing-masing dengan bantuan anggota keluarga dan dengan modal sendiri yang bersumber pada tabungan pribadi, pinjaman dari bank, dan pinjaman dari kerabat atau tetangga. Tidak butuh waktu lama bagi para pengrajin sepatu untuk membuat masyarakat tertarik untuk membeli sepatu buatan mereka, hal ini dikarenakan sepatu Bunut dulunya memang sudah dikenal oleh masyarakat luas.Ternyata sepatu yang diproduksi secara rumahan ini cukup laku di masyarakat sehingga para pengrajin membutuhkan tenaga kerja tambahan dan mulai merekrut pekerja dari warga sekitar yang tinggal di daerah kelurahan Bunut.

Pada akhirnya, keterampilan membuat sepatu secara rumahan ini pun diwariskan secara turun temurun kepada anak-anaknya sehingga kini telah menjadi bagian dari karya industri khas dari Asahan.Jika dulu sepatu Bunut diproduksi oleh perusahaan perkebunan karet, sekarang sepatu Bunut ini telah diproduksi oleh warga kelurahan Bunut itu sendiri. Kualitas sepatu Bunut sangat baik dan tahan lama ditambah lagi model sepatunya tidak kalah dengan sepatu merk terkenal lainnya sehingga sepatu Bunut sangat terkenal di berbagai daerah mulai dari dalam negeri seperti Jawa, Nangroe Aceh Darussalam, Riau, Jambi dan

Kalimantan hingga di luar negeri seperti Malaysia, Brunei Darussalam dan sebagainya. Harga sepatu ini berkisar antara Rp 150 ribu hingga jutaan rupiah, sehingga tidak aneh bila para pengrajin merasakan keuntungan dari industri tersebut.

Alat-alat dalam proses pembuatan sepatu ini masih menggunakan teknologi yang sederhana yaitu terdiri dari alat seset, mesin pres sepatu dan mesin jahit sepatu. Cara untuk membuat sepatu Bunut tersebut yang pertama adalah memilih bahan baku kulit untuk sepatu lalu membuat pola sepatu diatas bahan baku kulit sesuai dengan desain sepatu. Kedua, setelah pola selesai, pola tersebut dipotong dan kulit yang sudah dipotong masuk kedalam proses seset. Ketiga, masuk dalam tahap penyetelan sepatu dan dalam proses pembuatan upper (potongan kulit atas). Keempat, proses perakitan sepatu mulai dari melakukan pengeleman dan tahap penjahitan. Terakhir, dipres setelah itu mulai pengecekan produksi sol lalu masuk dalam proses penyemprotan dan sepatu pun siap untuk dijual. Pengrajin sepatu ini menjual sepatu di toko yang terdapat didepan rumahnya dan ada juga sebagian toko yang hanya menjual sepatunya saja dan mengambil sepatu langsung kepada pengrajin sepatu.

Sepatu Bunut ini banyak dibeli ketika menjelang hari-hari besar seperti hari lebaran, natal dan hari-hari libur seperti hari libur sekolah.Kebanyakan pembeli berasal dari luar daerah Asahan seperti dari Pekanbaru atau dari pulau Jawa. Sepatu ini memiliki kualitas yang bagus karena kualitas kulit sepatu yang bagus, model sepatu yang senyawa sehingga tidak mudah rusak dan ciri khas sepatu Bunut dengan model jahitan dikepala sepatunya serta sepatu ini juga menggunakan tapak yang terbuat dari bahan karet sehingga jika dilengkukan tidak

akan merusak bentuk dari tapak tersebut. Sehingga pekerja kantoran seperti pegawai negeri sering menempah sepatu untuk berkerja di tempat ini.Sepatu Bunut ini tidak kalah kualitasnya apabila dibandingkan dengan sepatu dari Cibaduyut ataupun dari Sidoarjo.

Salah satu faktor yang mempengaruhi proses produksi adalah tenaga kerja, baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya. Sebab tenaga kerja merupakan faktor asli selain faktor produksi alam.

Data Pengrajin Sepatu Kulit Bunut

Jenis Usaha Tenaga Kerja 1. ”Boenoet Shoes”

(Logo Kuda)

Jufri ± 300

pasang/bulan Produksi 5 orang

2. ”Gucci” M. Rasyid ± 300

pasang/bulan Produksi 3 orang 3. ”Egalite Shoes” Supardi

Timur

± 600

pasang/bulan Produksi 4 orang

4. ”MC”

(Mustika Citra) Andika ± 100

pasang/bulan Produksi 3 orang

5. ”Boenoet Shoes”

(Logo Kapal Layar) Sutomo ± 70

pasang/bulan Produksi 2 orang

6. “Queen Bunut Shoes”

Syamsul Bahri

± 90

pasang/bulan Produksi 4 orang 7. ”Boenoet Shoes”

(Mahkota) Sofyan ± 150

pasang/bulan Produksi 4 orang

8. ”Reffa Shoes” Budianto ± 75

pasang/bulan Produksi 3 orang

9. ”Teguh” Johari

Hidayat

± 25

pasang/bulan Produksi 3 orang 10. ”Bunut Shoes”

(Logo B)

Sumantri ± 50

pasang/bulan Produksi 4 orang 11. ”Boenoet Shoes” Apdi Hamid ± 40

pasang/bulan Produksi 4 orang

12. Riyan Novita

Ningsih - Pedagang 2 orang

13. Azriz Indrawansyah

putra - Pedagang 2 orang

Sumber: Dinas Koperasi Perindustrian Kabupaten Asahan

Berdasarkan data yang diperoleh oleh Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan, pengrajin sepatu kulit yang terdapat di Kecamatan Kota Kisaran Barat sebanyak 11 pengrajin yang mempekerjakan 36 pekerja, dan 8 pedagang sepatu kulit yang mempekerjakan 16 pekerja, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Kegiatan penelitian yang dilaksanakan kurang lebih 28 hari, telah mempelajari bagaimana kegiatan pengrajin industri kecil sepatu kulit dan peranan pemerintah dalam hal ini Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan sebagai fasilitatornya.

Rencana Program Industri Untuk Pengrajin Sepatu Kulit 2016-2020 Pembinaan

Kemampuan Teknologi Industri

Input : Dana

Output : Terlaksananya Bantuan Peralatan Industri Sepatu Kulit

Outcomes : Terdapatnya IKM yang Efektif dan Efisien

Benefits : Termanfaatkannya Potensi Daerah dengan Maksimal

Impacts : Terdapatnya Icon Daerah IKM Sepatu Kulit Pembinaan

Kemampuan Teknologi Industri

Input : Dana

Output : Terlaksananya Bantuan Kemampuan Teknologi Peralatan Industri

Outcomes : Terdapatnya Peningkatan Kualitas, Kuantitas dan Daya Saing Produk

Benefits : Terdapatnya usaha IKM yang Kuat, sehat dan Mandiri

Impacts : Terperolehnya Penyerapan Tenaga Kerja dlm Mengurangi Pengangguran

Sumber: Rencana Strategis Dinas koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan 2016-2020

Pemberdayaan pengrajin sepatu kulit oleh Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan diharapkan dapat menyerap tenaga kerja dan juga meningkatkan pendapatan juga produk sepatu kulit pengrajin menjadi ikon daerah.

Adapun permasalahan yang terindentifikasi menurut peneliti yaitu:

a. Tenaga kerja (labor)

Kurangnya tenaga kerja menjadi kendala utama karena masyarakat sekarang gengsi dan cenderung tidak mau menjadi pengusaha di industri kecil.Pekerjaan ini dianggap kurang menarik, kurang produktif dan tidak menguntungkan.Selain hal tersebut di atas, penguasaan keterampilan juga menjadi kendala.Para pengrajin sepatu kulit hanya mampu memproduksi sepatu menggunakan peralatan sederhana, dan tidak mampu menggunakan alat yang lebih modern.Hal ini dapat mempengaruhi kuantitas produksi sepatu kulit yang dihasilkan oleh pengrajin.

b. Modal (capital)

Masyarakat kabupaten Asahan memiliki keterbataan modal dalam kegiatan pemberdayaan industri kecil, salah satunya adalah industri kecil sepatu kulit.Selain itu, pemimjaman modal memerlukan administrasi yang panjang, membuat para pengusaha terkesan malas mengurusnya.

c. Sumber daya fisik (physical resources)

Kegiatan produksi pengrajin sepatu kulit masih menggunakan alat yang sederhana dan termasuk alat tradisional.Sebenarnya sudah ada mesin, namun penguasaan pengrajin terhadap teknologi yang masih kurang

menjadi kendala penggunaan mesin tersebut sehingga sampai sekarang masih menggunakan alat yang tradisional, sehingga menyebabkan kegiatan produksi menjadi tidak efisien karena membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak.

d. Kewirausahaan (entrepreneurship)

Selain modal dan keterampilan, faktor ini juga menjadi masalah yaitu kewirausahaan. Dimana masyarakat kurang memahami jiwa kewirausahaan yang menjadi sebuah keterampilan termasuk dalam manajemen, penguasaan medan produksi, distribusi dan konsumsi maupun teori pasar yang ditentukan dengan permintaan dan penawaran.

e. Pemasaran

Pemasaran sangatlah dibutuhkan dalam usaha meningkatkan industri kecil sepatu kulit.Pemasaran sepatu kulit dilakukan secara beragam, ada yang menitipkan di toko-toko sepatu, atau pengrajin langsung menjualnya sendiri di tempat usaha industri mereka.

4.3.2 Analisis Pemberdayaan Masyarakat Pengrajin Sepatu Kulit Oleh Dinas

Dokumen terkait