• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PENGRAJIN SEPATU KULIT BUNUT OLEH DINAS KOPERASI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN ASAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PENGRAJIN SEPATU KULIT BUNUT OLEH DINAS KOPERASI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN ASAHAN"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PENGRAJIN SEPATU KULIT BUNUT OLEH DINAS KOPERASI

PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN ASAHAN

TESIS

Oleh:

WANDA AUGUSTO SINAGA 167024023/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PENGRAJIN SEPATU KULIT BUNUT OLEH DINAS KOPERASI

PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN ASAHAN

TESIS

DiajukanSebagai Salah SatuSyaratUntukMemperolehGelar Magister Studi Pembangunan dalam Program StudiStudi Pembangunan

padaFakultasIlmuSosialdanIlmuPolitikUniversitas Sumatera Utara

Oleh:

WANDA AUGUSTO SINAGA 167024023/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)

TanggalLulus : 31 Oktober2018

(4)

TelahdiujipadaTanggal31 Oktober2018

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Prof. Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si Anggota : 1. Dr. Zulkifli Lubis, MA

2. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si 3. Henry Sitorus, M.Si

4. Dr. Humaizi, MA

(5)

PERNYATAAN

JudulTesis

“Pemberdayaan Masyarakat Pengrajin Sepatu Kulit Bunut Oleh Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan”

Dengan ini peneliti menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan dalam Program Studi Pembangunan padaFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya peneliti sendiri.

Adapun pengutipan - pengutipan yang peneliti lakukan pada bagian – bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, peneliti bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksilainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Oktober2018 Peneliti,

Wanda Augusto Sinaga

(6)

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PENGRAJIN SEPATU KULIT BUNUT OLEH DINAS KOPERASI PERINDUSTRIAN DAN

PERDAGANGAN KABUPATEN ASAHAN

ABSTRAK

Pemberdayaan masyarakat pengrajin sepatu kulit adalah salah satu aspek penting yang merupakan bagian pembangunan di Kabupaten Asahan yang perlu dikembangkan agar semakin mampu menunjang pembangunan dan juga dapat mempromosikan barang khas dari Kabupaten Asahan.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemberdayaan masyarakat pengrajin sepatu kulit, faktor pendukung dan penghambat dalam memberdayakan pengrajin sepatu kulit dan upaya yang dilakukan oleh Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan dalam memberdayakan masyarakat pengrajin sepatu kulit di Kabupaten Asahan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara mendalam, studi kepustakaan dan dokumentasi.Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dimulai dari tahap reduksi data, tahap penyajian data, tahap kesimpulan (verifikasi), dan triangulasi.

Hasil pembahasan yang didasarkan pada teori oleh Totok Mardikanto, di mana menurut Mardikanto dalam teori pemberdayaannya, pemberdayaan dilakukan berdasarkan bina manusia, bina usaha, bina lingkungan dan bina kelembagaan. Adapun pemberdayaan pengrajin sepatu kulit oleh Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan sudah berjalan dengan baik meskipun masih terdapat kendala-kendala dalam pemberdayaan.Namun Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan masih terus berupaya untuk mengatasi kendala-kendala pemberdayaan pengrajin sepatu kulit tersebut.

Kata Kunci : Pemberdayaan Masyarakat, Pengrajin Sepatu

(7)

EMPOWERMENT OF BUNUT LEATHER SHOES BY THE INDUSTRY AND COMMERCE COOPERATIVE AGENCY IN ASAHAN REGENCY

ABSTRACT

Empowerment of leather shoe craftsmen is one of the important aspects as part of development in Asahan Regency. It needs to be continuously developed in order to support the development and to promote specific goods from Asahan Regency. The objective of the research was to find out how the empowerment of leather shoe craftsmen was, some enabling and inhibiting factors in empowering leather shoe craftsmen, and the efforts of the Industry and Commerce Cooperative Agency in empowering leather shoe craftsmen in Asahan Regency.

The research used qualitative method. The data were gathered by conducting observation, in-depth interviews, library research, and documentation and analyzed by conducting data reduction, data presentation, conclusion (verification), and triangulation.

The result of the research was based on the theory by Totok Mardikanto who stated in his theory of empowerment thatempowerment was done based on human development, business development, environment development, and institutional development. The empowerment of leather shoe craftsmen by the Industry and Commerce Cooperative Agency of Asahan Regency had run well even though there were some obstacles in the empowerment of leather shoe craftsmen. However, the Industry and Commerce Cooperative Agency of Asahan Regency has continuously made efforts to handle them.

Keywords: Community Empowerment, Shoe Craftsmen

(8)

KATA PENGANTAR

Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah dan Rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan tesis ini dengan maksimal guna melengkapi salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang berjudul “Pemberdayaan Masyarakat Pengrajin Sepatu Kulit Bunut Oleh Dinas Koperasi Perindustrian Kabupaten Asahan”. Persembahan khusus peneliti mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua peneliti, yaitu Ayahanda Wasinton Sinaga dan Ibunda Renti Mennaria Saragih, Istri tercinta dr. Desi Ranti Octavia Silaen.

Dalam menyelesaikan tesis ini, peneliti mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan kerendahan hati, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Muryanto Amin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Ketua Program Studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. R. Hamdhani, M.Si selaku dosen pembimbing I yang dengan ikhlas meluangkan waktunya dan selalu mengarahkan peneliti hingga peneliti mampu menyelesaikan tesis.

(9)

5. Bapak Dr. Zulkifli Lubis, MA selaku dosen pembimbing II yang dengan ikhlas meluangkan waktunya dan selalu mengarahkan peneliti hingga peneliti mampu menyelesaikan tesis.

6. Bapak/Ibu dosen pengajar serta para pegawai selama proses perkuliahan di Program Studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Bupati Asahan Drs. H. Taufan Gama Simatupang dan Wakil Bupati Asahan H. Surya, B.Sc yang telah mengijinkan peneliti untuk melanjutkan perkuliahan Strata 2.

8. Adik kandung peneliti, yaitu Daniel Candra Sinaga dan Leonardo Sinaga serta seluruh keluarga besar peneliti.

9. Rekan-rekan seperjuangan Angkatan XXXIII Magister Studi Pembangunanyang telah memberikan semangat dan membantu peneliti dengan berbagai bentuk.

Peneliti menyadari bahwa didalam penulisan tesis ini terdapat banyak kekurangan.Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan peneliti dalam pengumpulan literatur maupun penulisan karya ilmiah.Oleh sebab itu, peneliti menerima saran dan kritik dari para pembaca.Demikianlah peneliti sampaikan dan semoga tesis ini bermanfaat untuk berbagai pihak.

Medan, Juli 2018

Peneliti,

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 14

1.3 Tujuan Penelitian ... 15

1.4 Manfaat Penelitian ... 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan ... 17

2.2 Konsep Ekonomi Formal dan Informal ... 22

2.3 Industri Kecil ... 23

2.4 Konsep Pemberdayaan Industri Kecil ... 28

2.5 Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan ... 30

2.6 Penelitian Terdahulu ... 40

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 42

3.2 Lokasi Penelitian ... 42

3.3 Informan Penelitian ... 42

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.5 Teknik Analisis Data ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 51

4.1.1 Keadaan Geografis Kabupaten Asahan ... 51

4.1.2 Keadaan Demografis Kabupaten Asahan... 51

4.1.3 Keadaan Sosial Ekonomi Kabupaten Asahan ... 53

4.1.3.1 Ketenaga Kerjaan ... 54

4.1.3.2 Pendidikan. ... 55

4.1.3.3 Kemiskinan. ... 56

4.1.3.4 Pendapatan Regional. ... 57

(11)

4.2.1 Struktur Organisasi Diskoperindag Kab.Asahan. ... 59

4.2.2 Tugas dan Wewenang. ... 60

4.3Hasil Penelitian ... 61

4.3.1 Keberadaan Pengrajin Sepatu Kulit Bunut. ... 62

4.3.2Analisis Pemberdayaan Masyarakat Pengrajin Sepatu Kulit ... 62

4.3.3 Faktor Pendukung dan Penghambat Pemberdayaan Pengrajin Sepatu ... 62

4.3.3.1Faktor Pendukung ... 63

4.3.3.2 Faktor Penghambat. ... 64

4.3.4 Upaya Diskoperindag dalam Pemberdayaan Pengrajin Sepatu. ... 65

4.3.4.1Upaya Langsung ... 66

4.3.4.2 Upaya Tidak Langsung. ... 67

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 78

5.2 Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Implementasi kebijakan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, membawa perubahan dalam paradigma pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah Daerah diberi kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar dalam mengurus rumah tangganya untuk memajukan kesejahteraan hidup masyarakat.Hal ini mendorong kepada setiap daerah yang dapat mengembangkan produk-produk andalan sehingga dapat menjadi sumber pemasukan bagi daerah. Dengan kebijakan otonomi daerah tersebut, daerah kabupaten atau kota dan provinsi mempunyai kewenangan yang sangat luas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya melalui pengelolaan dan pemanfaatan potensi perindustrian untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sehingga kesejahteraan masyarakat tercapai.

Pengembangan UKM harus di arahkan pada industri-industri kecil di daerah baik industri rumah tangga maupun industri pedesaan.Karena dengan melakukan pengembangan dalam industri kecil dapat meningkatkan lapangan pekerjaan bagi rakyat dan barang dan jasa yang dapat di ekspor ke luar daerah maupun ke luar negeri yang pada akhirnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014Tentang Perindustrian mengatur peraturan mengenai bidang usaha dan jenis industri, dimana pemerintah mengelompokkan industri dalam dua jenis industri, yaitu:

(13)

a. Industri kecil yang termasuk di dalamnya keterampilan tradisional dan pengrajin yang menghasilkan benda seni.

b. Selain industri kecil pemerintah juga menetapkan industri khusus untuk penanaman modal, sedangkan untuk pengaturan, pembinaan, dan pengembangan.

Kabupaten Asahan secara geografis mempunyai potensi yang sangat besar terutama di sektor perdagangan barang dan jasa, hal ini disebabkan oleh minimnya sumber daya alam yang dimiliki, hanya sektor perkebunan yang merupakan sektor yang berkembang di Kabupaten Asahan.

Sejak tahun 2011, perusahaan industri kecil dan menengah yang terdapat di Kabupaten Asahan adalah sebanyak 660 unit. Namun pada tahun 2012 industri kecil dan menengah terjadi pertumbuhan menjadi 669 unit dan pada tahun 2015 bertambah menjadi 722 unit, hingga pada tahun 2017 sebanyak 744 unit.Untuk lebih jelas data tentang industri kecil dan menengah di Kabupaten Asahan tersaji dalam tabel berikut ini.

Tabel 1.1

Data Perkembangan UMKM 2011-2017

No Uraian 20111 2012 2013 2014 2015 2016 2017 1 Unit

Usaha (unit)

660 669 703 711 722 731 744

2 Tenaga Kerja (orang)

3.052 3.132 3.345 3.653 3.987 3.998 4.034

3 Investasi (Rp.juta)

14.763 15.276 15.643 16.058 17.034 17.105 17.363

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten AsahanTahun 2017

(14)

Namun perlu diketahui, bahwa industri kecil sepatu pernah berkembang pesat di Kabupaten Asahan.Bahkan pada tempo dulu, sepatu kulit buatan pengrajin di Asahan terkenal akan kualitasnya di Sumatera Utara maupun di dalam lokal.

Seiring perkembangan waktu, industri kecil sepatu semakin tergerus keberadaannya.Namun pada saat ini, pemerintah Kabupaten Asahan melalui Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan berupaya untuk menghidupkan kembali industri kecil.Karena industri kecil banyak berdampak positif bagi masyarakat sekitar, selain meningkatkan pendapatan asli daerah, juga dapat menyerap tenaga kerja dan dapat mempromosikan barang khas dari Kabupaten Asahan.

Kabupaten Asahan juga memiliki sejumlah produk unggulan yang dihasilkan dari industri kecil dan kerajinan rumah tangga. Beberapa bidang usaha yang berkembang antara lain adalah pembuatan pupuk kompos, pengolahan sabut kelapa, dan pembuatan sepatu kulit. Bidang usaha inilah yang diharapkan nantinya berkembang pesat, karena terbukti mampu meningkatkan pendapatan dan menyerap tenaga kerja.

Pengrajin sepatu Bunut yang terletak di Kelurahan Bunut Kecamatan Kota Kisaran Barat merupakan salah satu industri kecil tempat pengrajin dan penjual sepatu yang ada di Kabupaten Asahan.Pada awalnya industri ini hanya didirikan oleh tiga rumah tangga yang ada di kelurahan Bunut, namun sekarang industri sepatu ini diproduksi oleh 19 toko sepatu.Toko sepatu Bunut ini terletak berjajar di sepanjang jalan lintas Sumatera sehingga tempat ini terbilang cukup strategis di tambah lagi industri sepatu Bunut ini juga sudah berdiri cukup lama sehingga

(15)

menjadi salah satu daya tarik masyarakat untuk menjadi oleh-oleh khas kabupaten Asahan. Jarak tempuh antara kelurahan Bunut dengan pusat kota tidak cukup jauh yaitu hanya sekitar 8 km.

Menurut sejarahnya, sepatu Bunut pada awalnya diproduksi oleh perusahaan perkebunan karet milik pengusaha Amerika yang bernama Colehan.

Modal dan bahan-bahan baku untuk membuat sepatu ini di datangkan langsung dari Amerika. Produk sepatu ini pun ditujukan hanya untuk kalangan terbatas, yaitu untuk staf perkebunan dan para tamu istimewa sehingga apabila ada orang selain staf perkebunan dan para tamu istimewa memakai sepatu tersebut maka orang tersebut akan ditangkap. Sepatu Bunut sampai terkenal keluar negeri tepatnya, setelah tamu perkebunan sering membawa sepatu Bunut ke Negara asalnya sebagai oleh-oleh dan pada akhirnya, nama kelurahan Bunut ini pun mulai dikenal di mancanegara.

Pada tahun 80-an Abu Rizal Bakrie membeli pabrik tersebut dengan tujuan agar sepatu Bunut tersebut dapat dipasarkan kedalam negeri.Ketika produksi dibuat dan sepatu mulai dipasarkan kedalam negeri ternyata hasilnya kurang memuaskan karena promosi yang dilakukan kurang menarik minat konsumen sehingga konsumen tidak begitu suka dan tidak begitu tertarik dengan sepatu Bunut ini dan juga karena adanya persaingan dari sepatu di Jawa.Akhirnya Bakrie pun mulai memasarkan sepatu Bunut ini kembali lagi ke AS namun ternyata pihak AS menolak karena bahan bakunya tidak berasal dari Amerika dan pihak AS pun tidak mau menjalin hubungan kerjasama dengan Bakrie sehingga kerugian pun terjadi.tidak mau menjalin hubungan kerjasama dengan Bakrie sehingga kerugian pun terjadi. Akibat dari kerugian tersebut terjadilah penurunan gaji karyawan dan

(16)

pemberhentian karyawan yang menyebabkan banyak pengangguran dan tidak memiliki penghasilan yang dikarenakan penurunan jumlah produksi sepatu sehingga akhirnya Bakrie pun memberhentikan para karyawannya.

Setelah beberapa tahun pabrik sepatu ditutup para pekerja yang menjadi pengangguran mulai mengembangkan keterampilan yang mereka dapat selama bekerja di pabrik. Dengan keterampilan dari pabrik sepatu tempat bekerja dulu dan dengan didorong oleh tekad yang kuat, para pengrajin tersebut memberanikan diri membuka usaha pembuatan sepatu secara kecil-kecilan di rumah masing- masing dengan bantuan anggota keluarga dan dengan modal sendiri yang bersumber pada tabungan pribadi, pinjaman dari bank, dan pinjaman dari kerabat atau tetangga. Tidak butuh waktu lama bagi para pengrajin sepatu untuk membuat masyarakat tertarik untuk membeli sepatu buatan mereka, hal ini dikarenakan sepatu Bunut dulunya memang sudah dikenal oleh masyarakat luas.Ternyata sepatu yang diproduksi secara rumahan ini cukup laku di masyarakat sehingga para pengrajin membutuhkan tenaga kerja tambahan dan mulai merekrut pekerja dari warga sekitar yang tinggal di daerah kelurahan Bunut.

Pada akhirnya, keterampilan membuat sepatu secara rumahan ini pun diwariskan secara turun temurun kepada anak-anaknya sehingga kini telah menjadi bagian dari karya industri khas dari Asahan.Jika dulu sepatu Bunut diproduksi oleh perusahaan perkebunan karet, sekarang sepatu Bunut ini telah diproduksi oleh warga kelurahan Bunut itu sendiri. Kualitas sepatu Bunut sangat baik dan tahan lama ditambah lagi model sepatunya tidak kalah dengan sepatu merk terkenal lainnya sehingga sepatu Bunut sangat terkenal di berbagai daerah mulai dari dalam negeri seperti Jawa, Nangroe Aceh Darussalam, Riau, Jambi dan

(17)

Kalimantan hingga di luar negeri seperti Malaysia, Brunei Darussalam dan sebagainya. Harga sepatu ini berkisar antara Rp 150 ribu hingga jutaan rupiah, sehingga tidak aneh bila para pengrajin merasakan keuntungan dari industri tersebut.

Alat-alat dalam proses pembuatan sepatu ini masih menggunakan teknologi yang sederhana yaitu terdiri dari alat seset, mesin pres sepatu dan mesin jahit sepatu. Cara untuk membuat sepatu Bunut tersebut yang pertama adalah memilih bahan baku kulit untuk sepatu lalu membuat pola sepatu diatas bahan baku kulit sesuai dengan desain sepatu. Kedua, setelah pola selesai, pola tersebut dipotong dan kulit yang sudah dipotong masuk kedalam proses seset. Ketiga, masuk dalam tahap penyetelan sepatu dan dalam proses pembuatan upper (potongan kulit atas). Keempat, proses perakitan sepatu mulai dari melakukan pengeleman dan tahap penjahitan. Terakhir, dipres setelah itu mulai pengecekan produksi sol lalu masuk dalam proses penyemprotan dan sepatu pun siap untuk dijual. Pengrajin sepatu ini menjual sepatu di toko yang terdapat didepan rumahnya dan ada juga sebagian toko yang hanya menjual sepatunya saja dan mengambil sepatu langsung kepada pengrajin sepatu.

Sepatu Bunut ini banyak dibeli ketika menjelang hari-hari besar seperti hari lebaran, natal dan hari-hari libur seperti hari libur sekolah.Kebanyakan pembeli berasal dari luar daerah Asahan seperti dari Pekanbaru atau dari pulau Jawa. Sepatu ini memiliki kualitas yang bagus karena kualitas kulit sepatu yang bagus, model sepatu yang senyawa sehingga tidak mudah rusak dan ciri khas sepatu Bunut dengan model jahitan dikepala sepatunya serta sepatu ini juga menggunakan tapak yang terbuat dari bahan karet sehingga jika dilengkukan tidak

(18)

akan merusak bentuk dari tapak tersebut. Sehingga pekerja kantoran seperti pegawai negeri sering menempah sepatu untuk berkerja di tempat ini.Sepatu Bunut ini tidak kalah kualitasnya apabila dibandingkan dengan sepatu dari Cibaduyut ataupun dari Sidoarjo.

Bantuan dari pemerintah yaitu dari Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan berupa pelatihan yang dilakukan oleh beberapa pengrajin sepatu Bunut ke Sidoarjo pada tahun 2008 yang dibiayai langsung oleh dinas tersebut dan berupa barang atau alat yang dibutuhkan oleh pengrajin.

Namun bantuan dari Diskoperindag ini kurang bermanfaat karena alat yang diberikan oleh dinas ini tidak sesuai dengan alat yang dibutuhkan oleh pengrajin. Misalnya saja pengrajin kekurangan mesin seset yaitu alat untuk mengurangi ketebalan kulit tapi dinas terkait memberikan mesin untuk menjahit.

Padahal mesin untuk menjahit sudah cukup banyak, maka mesin tersebut pun tidak dipergunakan dan menjadi tidak bermanfaat. Namun yang menjadi masalah adalah kurangnya modal, pemasaran dan manajemen yang kurang baik membuat sepatu Bunut ini kurang dapat berkembang dengan pesat, ditambah lagi kurangnya dukungan dan bantuan dari pemerintah setempat dan dinas-dinas yang terkait kalaupun bantuan tersebut ada kurang bermanfaat karena bantuan yang diperlukan oleh pengrajin tidak sesuai dengan yang diberikan oleh dinas tersebut.

Kondisi ini sangat berbeda dengan pengrajin sepatu yang berada di Cibaduyut.Munny Cahya Lestari dan Rosita dalam Jurnalnya tentang (Strategi Penguatan Citra Cibaduyut Sebagai Kawasan Wisata Kerajinan Sepatu di Kota Bandung):2011 menjelaskan bahwa pengrajin sepatu Cibaduyut mendapatkan dukungan dari pemerintah. Pemerintah Kota Bandung mengadakan kegiatan

(19)

pelatihan manajemen dan peningkatan mutu produksi sepatu Cibaduyut. Pelatihan ini diikuti pengrajin sepatu yang merupakan anggota forum perorangan pengrajin alas kaki, tas, sepatu sareng sajabina (Repalts), ditandai pembagian alat cetakan standarisasi alas kaki berbahan baku fiber dan diserahkan pula 5 ribu eksemplar katalog sarana pemasaran hasil produk. Kegiatan ini merupakan pelaksanaan program penyaluran Corporate Social Responsibility (CSR) Bank BJB (Bank Jabar Banten).

Untuk melakukan pemberdayaan yang efektif dan efisien, Jurnal MPI (Vol 1 No.2 : 2006) tentang strategi pemberdayaan industri kecil sepatu Ciomas, menjelaskan bahwa dalam pemberdayaan industri kecil sepatu perlu diperhatikan beberapa hal yakni (1) strategi produk, (2) strategi distribusi, (3) strategi harga dan (4) strategi promosi.

Ravik Karsidi dalam jurnalnya yang berjudul Pemberdayaan Masyarakat Untuk Usaha Kecil dan Mikro (Pengalaman Empiris di Wilayah Surakarta Jawa Tengah) Vol.3 No.2 (2008), mengatakan bahwa Secara konseptual pemberdayaan UKM terutama dapat dilakukan dengan sistem pemberdayaan pelaku UKM itu sendiri. Keberhasilan pemberdayaan sangat bergantung pada partisipasi UKM sebagai pelaku maupun stakeholder lain yang turut dalam pengembangannya.

Dalam hal ini lebih banyak metode "bottom up", di mana perencanaan lebih diupayakan sasaran dan dilakukan secara partisipatif.

Pemberdayaan masyarakat pengrajin perlu dilakukan untuk mendorong usaha industri kecil menuju kemandirian usaha. Pemberdayaan semestinya dilakukan dengan melihat kondisi langsung pelaku usaha. Tulus Haryo dalam Jurnalnya yang berjudul (Pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah Menuju

(20)

Kemandirian Melalui Pembinaan Kewirausahaan):2008 menjelaskan bahwa ada beberapa kendala pengrajin industri kecil dalam menjalankan usahanya, yaitu : (1) kualitas SDM rendah, (2) keterbatasan kepemilikan mesin/alat produksi, (3) mutu/desain produk belum optimal, (4) keterbatasan bahan baku, (5) akses permodalan masih lemah.

Pemberdayaan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Asahan kepada pengrajin sepatu kulit Bunut belum memberikan dampak yang signifikan terhadap industri sepatu kulit Bunut. Industri kecil sepatu kulit bunut masih tidak ada kemajuan dan terkesan berjalan di tempat.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian untuk penyusunan tesis, penulis tertarik untuk mengangkat masalah industri kecil dengan judul:

“PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PENGRAJIN SEPATU KULIT OLEH DINAS KOPERASI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN ASAHAN.”

(21)

1.2 Rumusan Masalah

Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdaganganmerupakan perpanjangan tangan dari pemerintah daerah dalam penguatan industri kecil di kabupaten serta pemberdayaan usaha kecil.Namun, dalam pelaksanaan program-program yang dilakukan oleh Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan tidak semudah yang dibayangkan karena masih terdapat kendala-kendala.Pemberdayaan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Asahan kepada pengrajin sepatu kulit Bunut belum memberikan dampak yang signifikan terhadap industri sepatu kulit Bunut.

Industri kecil sepatu kulit bunut masih tidak ada kemajuan dan terkesan berjalan di tempat.

Untuk mengkaji pemberdayaan masyarakat yang seharusnya dilakukan, peneliti menggunakan konsep pemberdayaan oleh Mardikanto (2013:28), merumuskan empat pokok dalam setiap pemberdayaan masyarakat, yaitu:

1. Bina Manusia, merupakan upaya yang pertama dan utama yang harus diperhatikan dalam setiap upaya pemberdayaan masyarakat. Bina manusia merupakan pemberdayaan dalam upaya peningkatan/pengembangan kapasitas individu.

2. Bina Usaha, Bina Usaha mencakup pemilihan komoditas dan jenis usaha, pembentukan badan usaha, perencanaan investasi dan penetapan sumber- sumber pembiayaan.

3. Bina Lingkungan, meliputi tanggung jawab sosial dan tanggung jawab lingkungan.

4. Bina Kelembagaan, meliputi sarana produksi, penyuluhan dan pembinaan, dan modal.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis membatasi permasalahan tersebut dalam identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah keberadaan pengrajin sepatu kulit Bunut?

(22)

2. Bagaimanakahpemberdayaan masyarakat pengrajin sepatu kulit oleh Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan?

3. Apa yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam pemberdayaan masyarakat pengrajin sepatu kulit oleh Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui keberadaan pengrajin sepatu kulit Bunut .

b. Untuk mengetahui pemberdayaan masyarakat pengrajin sepatu kulit oleh Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan.

c. Untuk mengetahui faktor pendukungdan penghambat dalam pemberdayaan masyarakat pengrajin sepatu kulit oleh Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian mengulas kegunaan hasil penelitian. Harus dijelaskan manfaat penelitian tersebut bagi siapa dan untuk keperluan apa serta seberapa besar manffat bagi mereka. Kemudian, manfaat penelitian memuat tentang pentingnya penelitian didasarkan pada hasil identifikasi kesenjangan, baik teoritik maupun empirik. Oleh sebab itu manfaat penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

(23)

1.Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya pengetahuan di bidang pemerintahan dalam hal pemberdayaan industri kecil sebagai upaya meningkatkan pendapatan masyarakat serta menjadi bahan kajian studi untuk membandingkan teori- teori pemberdayaan dengan keadaan di lapangan serta menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.

2.Manfaat Praktis

Hasil penelitian dari akan memiliki kegunaan praktis bagi instansi maupun masyarakat itu sendiri. Kegunaannya adalah sebagai berikut:

a. Dapat memberikan sumbangan informasi tentang gambaran pemberdayaan dan pengembangan industri kecil oleh pemerintah daerah kepada masyarakat.

b. Dapat memberikan solusi dan masukan untuk pemecahan masalah bagi pemerintah daerah khususnya Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan di bidang industri kecil sepatu kulit.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pemberdayaan

Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapatkan awalan ber- menjadi berdaya yang berarti memiliki atau mempunyai daya.Pemberdayaan yang dalam bahasa inggrisnya empowerment, mempunyai istilah “empowerment is process change from powerless to powerfull”. Jadi, pemberdayaan yakni proses

perubahan dari sesuatu yang tidak berdaya menjadi berdaya. Pemberdayaan dapat di artikan proses untuk meningkatkan kapasitas individu dan meningkatkan kemampuan individu untuk menjadi seorang yang berkualitas untuk mendapatkan pendapatan yang besar.

Dalam pengertian tersebut, Djohani dalam Anwas (2012:49) mengatakan bahwa pemberdayaan mengandung arti perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan setiap individu dan masyarakat baik antara lain dalam arti:

1). Perbaikan ekonomi, terutama kecukupan pangan;

2).Perbaikan kesejahteraan sosial (pendidikan dan kesehatan);

3). Kemerdekaan dari segala bentuk penindasan;

4). Terjaminnya keamanan;

5).Terjaminnya hak asasi manusia yang bebas dari rasa takut dan kekhawatiran.

Menurut Suharto (2014:58):Pemberdayaan menunjukkan pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam :

a. Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memilik kebebasan, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan

(25)

bebas dari kelaparan, bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan;

b. Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan;

c. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.

Wasistiono (2001:71) mengatakan bahwa: Pemberdayaan adalah upaya membuat orang, kelompok atau masyarakat menjadi berdaya sehingga mampu mengurus kepentingannya sendiri secara mandiri.Dengan demikian inti pemberdayaan adalah menciptakan kemandirian, baik dari individu, kelompok maupun masyarakat.

MenurutDjohani dalam Anwas (2012:49):Pemberdayaan (empowerment) merupakan konsep yang berkaitan dengan kekuasaan (power). Pemberdayaan adalah suatu proses untuk memberikan daya/kekuasaan (power) kepada pihak yang lemah (powerless), dan mengurangi kekuasaan (disempowerd) kepada pihak yang terlalu berkuasa (powerfull) sehingga terjadi keseimbangan.

Sedangkan Bennis dan Mische (1995:45) dalam Sedarmayanti (2001:3) menjelaskan bahwa:Pemberdayaan berarti menghilangkan batasan yang mengkotak-kotakkan orang dan membuat mereka menggunakan seefektif mungkin keterampilan, pengalaman, energy, dan ambisinya. Ini berarti memperkenankan mereka untuk mengembangkan suatu perasaan memiliki bagian-bagian dari proses, khususnya yang menjadi tanggung jawab mereka.

Sementara, waktu yang menuntut mereka menerima suatu bagian tanggung jawab dan kepemilikan yang lebih luas dari keseluruhan proses.

Dari ketiga pendapat di atas mengenai pemberdayaan, terdapat kesamaan bahwa pemberdayaan bertujuan untuk membuat masyarakat semakin berdaya dalam arti mandiri.

(26)

Persons dalam Suharto (2010:66) menyatakan bahwa:“proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif, dalam beberapa situasi pemberdayaan dapat saja dilakukan secara individual, meskipun pada gilirannya strategi tetap berkaitan dengan kolektivitas, dalam arti mengaitkan klien dengan sumber atau system lain di luar dirinya.” Lebih lanjut Persons dalam Suharto (2010:66) menyatakan bahwa:

Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan dengan melalui tiga aras pemberdayaan yakni mikro, mezzo, dan makro yang diuraikan sebagai berikut:

1. Aras Mikro yaitu pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention.

2. Aras Mezzo yaitu pemberdayaan yang dilakukan terhadap sekelompok klien dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi.

3. Aras Mekro yaitu pemberdayaan yang sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang luas.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat oleh Mardikanto sebagai acuan dalam menganalisis pemberdayaan masyarakat pengrajin sepatu kulit oleh Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan.Mardikanto (2013:28) merumuskan empat pokok dalam setiap pemberdayaan masyarakat, yaitu:

1. Bina Manusia, merupakan upaya yang pertama dan utama yang harus diperhatikan dalam setiap upaya pemberdayaan masyarakat. Bina manusia merupakan pemberdayaan dalam upaya peningkatan/pengembangan kapasitas individu.

2. Bina Usaha, Bina Usaha mencakup pemilihan komoditas dan jenis usaha, pembentukan badan usaha, perencanaan investasi dan penetapan sumber- sumber pembiayaan.

3. Bina Lingkungan, meliputi tanggung jawab sosial dan tanggung jawab lingkungan.

4. Bina Kelembagaan, meliputi sarana produksi, penyuluhan dan pembinaan, dan modal.

(27)

2.2 Konsep Ekonomi Formal dan Informal

Sektor Usaha Formal adalah lapangan atau bidang usaha yang mendapat izin dari pejabat berwenang dan terdaftar di kantor pemerintahan. Badan usaha tersebut apabila dilihat di kantor pajak maupun kantor perdagangan dan perindustrian terdaftar nama dan bidang usahanya.

Ciri-ciri :

Adanya izin mendirikan usaha dari pemerintah ( SIUP ), Ada Akta Pendirian olrh Notaris, Memiliki pembukuan/Laporan Kuangan yang Jelas, Rutin Melaporkan Keuangan ke Kantor Pajak

Sektor Formal di Indonesia, yaitu : Badan Usaha Milik Negara ( BUMN )

Sebagai realisasi dari pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945 maka didirikanlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN adalah badan usaha yang sebagian/seluruh modalnya milik pemerintah / Negara. Berdasarkan UU RI No. 9 Tahun 1969 perusahaan Negara digolongkan menjadi 3 :

- Perusahaan Jawatan (Perjan) - Perusahaan Umum (Perum) - Perusahaan Perseroan (Persero)

Menurut Mulyadi (2003: 95) sektor informal adalah unit-unit usaha yang tidak atau sama sekali menerima proteksi ekonomi secara resmi dari pemerintah.

Sektor informal yang ada di kota maupun di desa tidak mendapatkan perlindungan yang cukup besar dari pemerintah sehingga apabila dilakukan penggusuran sektor informal tidak bisa berbuat banyak. Selain itu, perlindungan terhadap sektor informal ini dapat berupa tarif proteksi, kredit dengan bunga yang relatif rendah,

(28)

pembimbingan, penyuluhan, perlindungan dan perawatan tenaga kerja, terjaminnya arus teknologi import, hak paten dan sebagainya. (Mulyadi, 2003:

95).

Sedangkan menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil, sektor informal adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan. Undang-undang (UU) ini yang menjelaskan serta mengatur jalannya usaha kecil seperti sektor informal dan juga tentang ekonomi kerakyatan yang ada di masyarakat serta berbagai hal yang berkaitan dengan usaha kecil pedagang kaki lima (PKL), warung-warung keluarga, penjual makanan keliling, pedagang sayuran, dan lain-lainnya yang masing-masing usahanya bersifat kekeluargaan.

Menurut Todaro (1998) karakteristik sektor informal adalah sangat bervariasi dalam bidang kegiatan produksi barang dan jasa berskala kecil, unit produksi yang dimiliki secara perorangan atau kelompok, banyak menggunakan tenaga kerja (padat karya), dan teknologi yang dipakai relatif sederhana, para pekerjanya sendiri biasanya tidak memiliki pendidikan formal, umumnya tidak memiliki keterampilan dan modal kerja. Oleh sebab itu produktivitas dan pendapatan mereka cenderung rendah dibandingkan dengan kegiatan bisnis yang dilakukan di sektor formal.Pendapatan tenaga kerja informal bukan berupa upah yang diterima tetap setiap bulannya, seperti halnya tenaga kerja formal.Upah pada sektor formal diintervensi pemerintah melalui peraturan Upah Minimum Propinsi (UMP).Tetapi penghasilan pekerja informal lepas dari campur tangan pemerintah.

(29)

Sebagaimana dikemukakan oleh Keith Hart (2000), terdapat dua macam sektor informal jika dilihat dari kesempatan memperoleh penghasilan, yaitu:

1. Sah, yaitu terdiri atas:

a. Kegiatan-kegiatan primer dan skunder, misalnya; usaha pertanian, perkebunan yang berorientasi pada pasar, kontraktor bangunan, dan lain sebagainya.

b. Usaha tersier dengan modal yang relatif besar, misalnya; perumahan, transportasi, usaha-usaha untuk kepentingan umum, dan lain

sebagainya.

c. Distribusi kecil-kecilan, meliputi; pedagang kaki lima, pedagang pasar, pedagang kelontong, pedagang asongan, dan sebagainya.

d. Transaksi pribadi, misalnya pinjam-meminjam, pengemis atau pemulung.

e. Jasa yang lain, misalnya; pengamen, penyemir sepatu, tukang cukur, pembuang sampah, dan sebagainya.

2. Tidak sah, terdiri dari:

a. Jasa kegiatan dan perdagangan gelap pada umumnya; penadah barang-barang curian, lintah darat, perdagangan obat bius/terlarang, penyelundupan, pelacuran, dan sebagainya.

b. Transaksi pencurian kecil (pencopetan), pencurian besar (perampokan bersenjata), pemalsuan uang, perjudian, dan sebagainya.

Perbedaan antara sektor informal dan sektor formal sangat jauh dari segi dana, kredit dan usaha yang dilakukan. Perbedaan antara kedua sektor memberikan pengaruh pendapatan dan pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda baik untuk negara maupun masyarakat dan kedua sektor ini.

(30)

2.3 Industri Kecil

Memahami lebih lanjut apa industri kecil, menurut Hendarsyah yang dikutip Baratha (1982), industri kecil adalah, “Sebagai usaha member faedah bentuk fisik dan kimia dari suatu barang sehingga dapat memenuhi kebutuhan”, sedangkan menurut Kusumanto dalam Baratha (1982) menyatakan bahwa, industri adalah sebagai suatu usaha dalam proses produksi yang di dalamnya ada perubahan bentuk atau sifat barang dalam proses itu faktor manusia dengan kalkulasinya lebih menentukan dari faktor alam”.

Berdasarkan kutipan diatas maka dapat diketahui adanya suatu proses kegiatan, dimana kegiatan yang dimaksud ditujukan dalam rangka mencapai hasil yang mempunyai nilai tambah dan nilai guna, sedangkan industri kecil sendiri merupakan suatu bentuk perusahaan sederhana dalam usaha formal dan nonformal.

Industri kecil merupakan penunjang pembangunan dan bisa berkembang sebagaimana diharapkan sebagai sendi kehidupan perekonomian Indonesia, menurut Baratha (1982) keuntungannya antara lain:

1. Industri kecil menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat yang mempunyai ketrampilan tersendiri.

2. Industri kecil dapat menyediakan barang-barang kebutuhan yang terjangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah.

3. Industri kecil merupakan ujung tombak industri nasional.

4. Industri kecil dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknologi sederhana yang mudah dimengerti oleh masyarakat.

(31)

Ada banyak pengertian mengenai industri kecil. Marbun (1996:49) mengemukakan pengertian industri sebagai berikut :

- Kegiatan memproses atau memperbaiki barang dengan sarana dan peralatan secara besar-besaran ;

- Sektor atau bidang usaha tertentu, miaslnya perminyakan, perindustrian dan permasalahan ;

Biro Pusat Statistik dalam (Mudrajat Kuncoro, 1997:314) memberikan klasifikasi industri berdasarkan skala penggunaan tenaga kerjanya, yaitu :

1. Industri Besar bila menggunakan tenaga kerja lebih dari 100 orang.

2. Industri Sedang bila menggunakan tenaga kerja antara 20 hingga 99 orang.

3. Industri kecil bila menggunakan tenaga kerja antara 5 hingga 19 orang.

4. Industri Rumah Tangga bila menggunakan tenaga kerja kurang dari 5 orang.

2.4 Konsep Pemberdayaan Industri Kecil

Oos M. Anwas (2013:124) berpendapat bahwa:

“Secara umum usaha kecil memiliki karakteristik sebagai usaha yang tergolong ekonomi lemah, baik dari aspek: pengetahuan, keterampilan, teknologi yang digunakan, permodalan, pemasaran, promosi, dan juga kerjasama masih rendah. Kelompok usaha ini sulit bersaing dengan perusahaan raksasa.Oleh karena itu usaha kecil perlu diberdayakan untuk mampu bersaing dan mandiri.”

Pembangunan industri kecil dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Menurut Saleh (1986:) menyebutkan bahwa, Keberhasilan pembangunan industri kecil ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Faktor Potensi Wilayah

Faktor potensi wilayah sangat potensial dalam rangka persiapan, pengadaan dan pengembangan industri kecil.Faktor produksi alam tersebut meliputi tanah, hasil bumi berupa hasil pertanian dan masih

(32)

banyak faktor produksi alam lainnya.Faktor produksi alam tersebut tidak disediakan begitu saja oleh alam untuk langsung dimanfaatkan oleh manusia, tetapi manusia itu dituntut untuk mengolahnya supaya dapat dimanfaatkan.

2. Faktor Tenaga Kerja

Faktor tenaga kerja merupakan faktor yang terpenting dalam upaya mengolah pembangunan dengan sumber daya manusia yang cukup.

Dalam hal ini tidak semua manusia dapat melakukannya akan tetapi yang dimaksud disini adalah manusia yang sarat dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Faktor manusia merupakan faktor yang terpenting bukan berarti tenaga kerja hewan dan mesin tidak berguna akan tetapi disini berarti merupakan faktor penentu untuk meningkatkan nilai guna dari suatu bentuk benda dari hasil produksi alam. Untuk itu diperlukan tenaga-tenaga manusia yang terampil dan ulet serta rajin untuk menggali dan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia.

3. Faktor Modal

Pengolahan lebih lanjut dari kedua factor produksi alam dan factor tenaga kerja adalah dengan faktor produksi modal. Faktor produksi modal dapat berupa faktor modal tetap seperti tanah, mesin-mesin, gedung dan alat-alat sederhana lainnya yang mendukung pelaksanaan proses produksi. Sedang modal lancar dapat berupa uang tunai dan simpanan di Bank.Oleh karena itu faktor produksi modal mutlak diperlukan untuk menjaga kontinuitas pengadaan dan pengembangan industri.

Menurut Hadi Prayitno(1985 : 50), ada beberapa alasan mengapa pembangunan industri kecil diperlukan yaitu :

a. Karena letaknya di daerah pedesaan maka tidak akan menambah migrasi ke kota atau dengan kata lain mengurangi/menghentikan laju urbanisasi.

b. Sifatnya yang padat tenaga kerja akan memberikan kemampuan serap lebih besar per-unit yang diinverstasikan.

c. Masih dimungkinkan bagi tenaga kerja yang terserap dengan letak yang berdekatan, untuk kembali berburuh tani dalam usaha tani khususnya menjelang dan saat-saat sibuk.

d. Penggunaan teknologi yang sederhana mudah dipelajari dan dilaksanakan.

(33)

2.5Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan

Dinas Daerah Kabupaten/Kota merupakan unsur pelaksana pemerintah Kabupaten/Kota dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretariat Daerah.

Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan berfungsi untuk merumuskan kebijakan teknis lingkup Koperasi dan Usaha Kecil Menengah yang meliputi kelembagaan, usaha fasilitasi pembiayaan dan pengendalian usaha jasa keuangan, serta pemberdayaan koperasi dan usaha kecil menengah. Selain itu juga dapat menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan umum, pembinaan, dan pelaksanaan tugas serta pembuat kebijakan teknis sesuai dengan lingkup koperasi dan usaha kecil menengah.

Untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan, dalam Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor 8 Tahun 2013 tentang Struktur Organisasi Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan, Dinas KoperasiPerindustrian dan Perdagangan mempunyai fungsi:

a. Pengelolaan urusan kepegawaian, keuangan umum dan perlengkapan;

b. Penyusunan rumusan dan kebijakan teknis serta pelaksanaan operasional di bidang Koperasi Perindustrian dan Perdagangan;

c. Perencanaan yang meliputi segala usaha dan kegiatan untuk merencanakan, mengarsipkan, mengelola, menelaah serta menyusun kebijakan teknis dan program di bidang Koperasi Perindustrian dan Perdagangan;

d. Koordinasi yang meliputi segala usaha dan kegiatan guna mewujudkan kesadaran yang berhubungan dengan peningkatan tugas di bidang Koperasi Perindustrian dan Perdagangan;

e. Penyusunan yang meliputi segala usaha dan kegiatan untuk melaksanakan pengadaan teknis atau pelaksanaan tugas pokok sesuai dengan kebijakan

(34)

yang telah ditetapkan oleh pemerintah serta memuat peraturan perundang- undangan yang berlaku;

f. Penelitian dan pengembangan yang meliputi segala kegiatan usaha dan kegiatan untuk menyelenggarakan, mengelola dan mengembangkan serta menumbuhkan hubungan untuk melaksanakan dan meningkatkan tugas di bidang Usaha Perindustrian dan Perdagangan;

g. Merumuskan dan penjabaran kebijakan teknis dan pemberian bimbingan di bidang fasilitas pembiayaan dan simpan pinjam;

h. Pembinaan, pengaturan dan pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan operasional industri dan usaha kecil;

i. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh bupati.

(35)

2.6Penelitian Terdahulu

Untuk membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka penulis menyertakan beberapa penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu merupakan acuan dan panduan bagi penulis karena memiliki aspek yang sama namun memiliki perbedaan dengan apa yang penulis teliti. Persamaan inilah yang akan mendukung penelitian dari penulis. Adapun penelitian terdahulu ditulis oleh Kumalasari, Suryono, dan Rozikin (2011) dalam jurnalnya yang berjudul Pembinaan dan Pemberdayaan Pengrajin Batik (Studi di Dinas Koperasi, UKM, Perdagangan dan ESDM) Kabupaten Sidoarjo. Mereka memandang bahwa Sidoarjo yang merupakan kota UKM memiliki jumlah industri kecil yang dapat menjadi kegiatan ekonomi masyarakat Sidoarjo. Dari banyaknya jumlah industri kecil di Sidoarjo yang merupakan produk unggulan daerah salah satunya adalah industri kecil batik.Tidak bisa dipungkiri masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh industri kecil batik, salah satunya adalah rendahnya sumber daya manusia.

Kumalasari, dkk (2008) dalam jurnalnya tersebut mengatakan bahwa pemerintah melalui Diskoperindag dan ESDM Kabupaten Sidoarjo melakukan suatu pembinaan dan pemberdayaan untuk mengatasi permasalahan yang dialami oleh industri kecil batik di Kampoeng Batik Jetis. Adapun pembinaan yang dilakukan, yaitu: (1) Pembinaan pengembangan sumber daya manusia, dan (2) Pembinaan peningkatan kemampuan teknologi. Pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan yaitu berupa pelatihan desain dan motivasi kewirausahaan akan tetapi pembinaan tersebut belum menyeluruh dilakukan kepada pengrajin batik di Kampoeng Batik Jetis. Pembinaan peningkatan

(36)

kemampuan teknologi yang berupa kemampuan teknologi dalam produksi batik dan kemampuan teknologi dalam pemasaran.Hasil dari pelatihan tersebut belum optimal karena kurangnya kesadaran pengrajin batik untuk mengikuti pelatihan.

Munny Cahya Lestari dan Rosita dalam Jurnalnya tentang (Strategi Penguatan Citra Cibaduyut Sebagai Kawasan Wisata Kerajinan Sepatu di Kota Bandung):2011 menjelaskan bahwa pengrajin sepatu Cibaduyut mendapatkan dukungan dari pemerintah. Pemerintah Kota Bandung mengadakan kegiatan pelatihan manajemen dan peningkatan mutu produksi sepatu Cibaduyut. Pelatihan ini diikuti pengrajin sepatu yang merupakan anggota forum perorangan pengrajin alas kaki, tas, sepatu sareng sajabina (Repalts), ditandai pembagian alat cetakan standarisasi alas kaki berbahan baku fiber dan diserahkan pula 5 ribu eksemplar katalog sarana pemasaran hasil produk. Kegiatan ini merupakan pelaksanaan program penyaluran Corporate Social Responsibility (CSR) Bank BJB (Bank Jabar Banten).

Masih membahas mengenai pemberdayaan masyarakat, Ravik Karsidi dalam jurnalnya yang berjudul Pemberdayaan Masyarakat Untuk Usaha Kecil dan Mikro (Pengalaman Empiris di Wilayah Surakarta Jawa Tengah) Vol.3 No.2 (2008), mengatakan bahwa Secara konseptual pemberdayaan UKM terutama dapat dilakukan dengan sistem pemberdayaan pelaku UKM itu sendiri.

Keberhasilan pemberdayaan sangat bergantung pada partisipasi UKM sebagai pelaku maupun stakeholder lain yang turut dalam pengembangannya. Dalam hal ini lebih banyak metode "bottom up", di mana perencanaan lebih diupayakan sasaran dan dilakukan secara partisipatif. Dalam praktek untuk menggugah partisipasi masyarakat sasaran langkah-langkah yang dilakukan adalah: 1.

(37)

Identifikasi Potensi 2. Analisis Kebutuhan 3. Rencana Kerja Bersama 4.

Pelaksanaan Program Kerja Bersama 5.Monitoring dan Evaluasi.Identifikasi potensi, dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik Sumberdaya Manusia (SDM) UKM dan lingkungan internalnya baik lingkungan sosial, ekonomi, dan Sumberdaya Alam (SDA) khususnya yang terkait dengan usahanya, maupun lingkungan eksternal UKM.Dengan langkah ini diharapkan setiap gerak kemajuan dapat bertumpu dan memanfaatkan kemampuan dan potensi wilayah masing- masing.

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang orang dan perilaku yang dapat diamati.

Studi kasus merupakan tipe pendekatan yang telaahnya dilakukan terhadap fokus tertentu yang dilakukan secara intensif terus menerus, mendalam dan komprehensif, sehingga ditemukan jawaban atau pertanyaan-pertanyaan penelitian secara lengkap dan transparan.

Hasil penelitian / kesimpulan yang diperoleh melalui metode ini tidak dapat digeneralisasikan namun merupakan deskripsi khusus dari fenomena Pedagang sepetu kulit Bunut.

Creswel (2010:4) menjelaskan tentang penelitian kualitatif itu sendiri, yaitu:

Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna oleh sejumlah individu atau sekelompok orang yang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang umum ke tema-tema yang khusus.

3.1 Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan di Kabupaten Asahan, dan juga kios-kios pengrajin sepatu kulit.

(39)

3.2 Sumber Data

Dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling yang menurut Sandjaja dan Heriyanto (2006) bahwa cara ini berdasarkan keputusan subjektif peneliti berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pada cara ini, awalnya peneliti mengidentifikasi dan mempelajari semua karakteristik informan yang hendak diteliti. Yang menjadi informan dari penelitian Pemberdayaan Industri Kecil Sepatu Kulit oleh Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara yaitu:

1.Kepala Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan 2.Kepala Bidang Perindustrian Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan

Kabupaten Asahan

3.Kepala Seksi Bimbingan Usaha Produksi Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan

4.Pengusaha industri kecil sepatu kulit 5.Masyarakat sebagai konsumen.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.Selalu ada hubungan antara metode mengumpulkan data dengan masalah yang penelitian ingin dipecahkan.Masalah member arahdan mempengaruhi metode pengumpulan data.Dalam penelitian dibutuhkan adanya informasi-informasi yang dapat mendukung penulis dalam mengembangkan penelitiannya.

(40)

Menurut Silalahi (2010:289), berpendapat bahwa:Sumber data dibedakan atas sumber data primer dan sumber data sekunder.Data primer adalah suatu obyek atau dokumen original atau mentah dari pelaku peneliti dari sumber utamanya berupa dokumen historis dan legal hasil dari suatu eksperimen data statistik.Sedangkan data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari tangan kedua atau dari sumber-sumber lain yang tersedia sebelum penelitian dilakukan berupa artikel-artikel yang ditemukan dalam jurnal ilmiah, majalah, buku, dokumentasi berupa gambar.

Data primer yang diperoleh dalam penelitian ini didapatkan melalui beberapa sumber, diantaranya adalah Kepala Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan, perangkat Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan, pengusaha dan pengrajin industri kecil dan masyarakat sebagai konsumen.

Data sekunder yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi Undang- Undang mengenai Industri Kecil, Dokumen Rencana Strategis (RENSTRA), kondisi sarana dan prasarana dan lain-lain.

Pengumpulan data dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Secara umum terdapat empat macam teknik pengumpulan data yaitu wawancara, dokumentasi, observasi dan gabungan/triangulasi.Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik wawancara, dokumentasi, observasi, dan triangulasi.

(41)

1. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu upaya dalam pengumpulan data melalui tatap muka dan komunikasi langsung dengan para informan yang dipercaya dapat membantu dalam penyusunan laporan ini.

Perolehan data ditinjau dari pelaksanaannya menurut Arikunto (2010:198) dibedakan atas :

a. Interview bebas, inguied interview, dimana pewawancara bebas menanyakan apa saja, tetapi juga mengingat akan data apa saja yang akan dikumpulkan. Kebaikan metode ini adalah responden tidak menyadari bahwa ia sedang diinterview. Kelemahan teknik ini adalah pertanyaan kadang-kadang kurang terkendali.

b. Interview terpimpin, guided interview, yaitu interview yang dilakukan pewawancara dengan membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci seperti yang dimaksud dalam interview terstruktur.

c. Interview bebas terpimpin, yaitu kombinasi antara interview bebas dan interview terpimpin. Dalam pelaksanaan interview, pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan.

Metode wawancara yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode interview bebas terpimpin dalam mengumpulkan data dimana penulis menggunakan pedoman garis besar pertanyaan ditanyakan lalu dikembangkan sehingga menjawab permasalahan yang dihadapi dalam mencapai tujuan penelitian.

Berdasarkan penjelasan di atas yang menjadi informan dari pengamatan Pemberdayaan Industri Kecil Sepatu Kulit oleh Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara yaitu:

(42)

1. Kepala Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan

2. Kepala Bidang Perindustrian Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan

3. Kepala Seksi Bimbingan Usaha Produksi Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan

4. Pengusaha industri kecil sepatu kulit

5. Masyarakat sebagai konsumen, diambil secara purposive sampling (sampel yang bertujuan).

Peneliti sebelumnya menyiapkan pedoman wawancara sebelum meneliti langsung ke lapangan.

PEDOMAN WAWANCARA Lingkup Penelitian

Judul Tema Sub Tema Sub-sub Tema Item

Pertanyaan

Infor- man

1

2

3 4 5 6

PEMBERDAYAA N

MASYARAKAT PENGRAJIN SEPATU KULIT

OLEH DINAS KOPERASI PERINDUSTRIA

N DAN PERDAGANGAN

KABUPATEN

1. Pemberdayaan masyarakat pengrajin Sepatu Kulit oleh Dinas Perindustrian dan

Perdagangan Kabupaten Asahan Provinsi

1.1 Bina Manusia 1.1.1 Peningkatan Kemampuan Masyarakat

1

1,2,4

1.1.2

Pengorganisasian

2

2,3

1.2 Bina Usaha 1.2.1

Pengetahuan Teknis

3 1,2

1.2.2 Manajemen 4 2,3

(43)

ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA (STUDI

KASUS PADA PENGRAJIN SEPATU KULIT )

Sumatera Utara

1.3 Bina

Lingkungan

1.3.1 Tanggung

jawab sosial 5 5

1.4 Bina

Kelembagaan

1.4.1 Struktur Komunitas Pengrajin

6 2,4

2. Faktor pendukung dan

penghambat pemberdaya an

masyarakat pengrajin sepatu kulit oleh Dinas Koperasi Perindustria n dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara

2.1 Pendukung 2.1.1 Internal 7 1,2

2.1.2 Eksternal 8 1,2

2.2 Penghambat 2.2.1 Internal 9 1,2,3

2.2.2 Eksternal

10 1,2,5

2. Dokumentasi

Kajian dokumen merupakan upaya pendalaman suatu data sekunder yang telah didapat yang menjadi pendukung informasi dari penelitian yang sedang dilakukan.Dokumen yang dimaksud tersebut dapat berupa dokumen perencanaan, hasil evaluasi dan beberapa peraturan resmi yang dikeluarkan oleh daerah atau lokus penelitian.

(44)

Dokumen yang akan dijadikan sumber data berasal dari dokumen- dokumen yang berkaitan dengan pengamatan Pemberdayaan Industri Kecil Sepatu Kulit oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan antara lain:

1. Foto-foto kegiatan program pemberdayaan industri kecil sepatu kulit.

2. Peraturan Daerah Kabupaten Asahan tentang Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.

3. Rencana Strategis Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan.

4. Dokumen lain yang dapat dijadikan sumber data yang valid dan kredibel.

3. Observasi

Menurut Husain (2011:52), “Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi merupakan proses yang kompleks, yang tersusun dari proses biologis dan psikologis.”Menurut Sutrisno Hadi dalam Sugiyono ( 2014:145 ) mengatakan bahwa, “observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis”.

Dua diantaranya yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.

Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi 2 bentuk sebagai berikut:

1). Observasi Berperan Serta ( participantobservation )

Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data

(45)

yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya.

Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.

Dalam suatu perusahaan atau organisasi pemerintah misalnya, peneliti dapat berperan sebagai karyawan, ia dapat mengamati bagaimana perilaku karyawan dalam beker, bagaimana semangat kerjanya, bagaimana hubungan satu karyawan dengan karyawan lain, hubungan karyawan dengan supervisor dan pimpinan, keluhan dalam melaksanakan pekerjaan dan lain-lain.

2). Observasi Nonpartisipan

Kalau dalam observasi partisipan peneliti terlibat langsung dengan aktivitas orang-orang yang diamati, maka dalam observasi nonpartisipan peneliti tidak terlibat langsung dan hanya sebagai pengamat independen.

Pengumpulan data dengan observasi nonpartisipan ini tidak akan mendapatkan data yang mendalam, dan tidak sampai pada tingkat makna.

Makna adalah nilai-nilai di balik perilaku yang tampak, yang terucapkan dan yang tertulis.

Dalam pelaksanaan penulisan tesis ini penulis akan menggunakan metode observasi partisipasi.Teknik ini dilakukan dengan jalan mengamati dan mencatat secara langsung di lokasi penelitian atas gejala-gejala yang ada kaitannya dengan objek yang diteliti.Sehingga melalui ini penulis berusaha mendapatkan data tentang pemberdayaan industri kecil sepatu kulit oleh Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan .

(46)

4. Triangulasi

Sugiyono (2012:241) menjelaskan bahwa “dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data yang sudah ada”.

Stainback dalam Sugiyono (2014:241) menyatakan tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatanpemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan.

Penulis menggunakan metode triangulasi data untuk menguji kredibilitas data dengan harapan memperoleh data yang lebih akurat.

3.2 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan bagian terpenting dalam proses penelitian yang dilakukan mulai dari awal penelitian hingga akhir penelitian untuk dapat memberikan arti dan makna yang berguna dalam pemecahan dan pencapaian tujuan akhir penulisan.

Sugiyono (2013:335) mengemukakan bahwa :Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabar ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data yaitu analisis data di lapangan Model Miles dan Huberman yang dikutip Sugiyono (2013:337-345).

Adapun aktivitas dalam analisis data adalah sebagai berikut:

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

(47)

selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan elektronik.

Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keleluasaan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang masih baru, dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada orang lain yang dianggap ahli agar wawasan peneliti berkembang sehingga dapat mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang signifikan.

2. Data Display (Penyajian Data)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplay data.Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenis. Dengan mendisplaykan data, maka akan mempermudah untuk memahami apa yang telah dipahami tersebut. Selanjutnya disarankan, dalam melakukan display data, selain dengan teks naratif, juga dapat berupa grafik, network (jejaring kerja) dan juga chart.

3. Conclusion Drawing / Verification

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila dikemukakan pada tahap awal, didikung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten pada saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Dengan demikian kesimpulan mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal tapi mungkin juga tidak karena masalah dan rumusan masalah masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.

(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Dalam bab ini penulis akan mendeskripsikan tentang keadaan umum Kabupaten Asahan dan juga Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan sebagai studi kasus sebagai wilayah lokasi penelitian.

4.1.1 Keadaan Geografis Kabupaten Asahan

Kabupaten Asahan merupakan salah satu dari 33 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara.Kabupaten Asahan merupakan salah satu kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis berada pada 2°03’00” – 3°26’00” Lintang Utara dan 99°01’00” – 100°00’00”

Bujur Timur, dengan ketinggian 0 – 1.000 m di atas permukaan laut.(www.pemkab-asahan.go.id 9 April 2018).

Luas wilayah Kabupaten Asahan adalah seluas 3.675 km² (Asahan Dalam Angka 2016), terdiri dari 25 kecamatan, 204 desa dan kelurahan, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

• Sebelah Utara : berbatasan dengan Kab. Batubara

• Sebelah Timur : berbatasan dengan Selat Malaka

• Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kab. Labuhan Batu dan Toba Samosir

• Sebelah Barat : berbatasan dengan Kab. Simalungun

(49)

4.1.2 Keadaan Demografis Kabupaten Asahan

Jumlah penduduk Kabupaten Asahan berdasarkan Data Sensus Penduduk Kabupaten Asahan tahun 2010 adalah 700.606 jiwa yang terdiri dari laki-laki 349.046 jiwa dan perempuan 351.560 jiwa.

Penduduk Asahan yang menganut Agama Islam sebesar 594.250 jiwa (87,83 persen), Katolik sebesar 7.085 jiwa (1,05 persen), Protestan sebesar 65.769 jiwa(9,72 persen), Buddha sebesar 9.079 jiwa (1,34 persen), dan Hindu sebesar 362 jiwa(0,06 persen).

Untuk suku bangsa yang terbanyak adalah Jawa sebesar 59,11 persen, kedua suku Batak sebesar 29,68 persen, suku Melayu sebesar 5,32 persen, sedangkan sisanya 5,89 persen adalah suku Minang, Banjar, Aceh dan lainnya.

4.1.3 Keadaan Sosial Ekonomi Kabupaten Asahan 4.1.3.1 Ketenagakerjaan

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Asahan menurut BPS tampaknya menurun pada tahun 2017. Pada tahun 2016, TPAK di Asahan 73,22 persen tetapi menurun menjadi 62,92 persen di tahun 2017. Jika dilihat dari status pekerjaannya, hamper sepertiga (39,63 persen) penduduk yang bekerja di Kabupaten Asahan adalah buruh dan karyawan . Penduduk yang berusaha dengan dibantu anggota keluarga mencapai 9,34 persen sedangkan penduduk yang bekerja sebagai pekerja kelurga mencapai 10,47 persen. Sebesar 6,11 persen penduduk Asahan yang menjadi pengusaha yang mempekerjakan buruh tetap/bukan anggota keluarganya.

(50)

Jumlah penduduk Asahan yang merupakan angkatan kerja pada tahun 2017 adalah sebanyak 288.213 jiwa yang terdiri dari 267.117 jiwa terkategori bekerja dan sebesar 21.096 jiwa terkategori mencari kerja dan tidak bekerja (pengangguran terbuka). Penduduk Asahan yang bekerja ini sebagian besar bekerja pada sektor pertanian yaitu 51,65 persen. Sektor kedua terbesar dalam menyerap tenaga kerja di Asahan adalah sektor jasa kemasyarakatan, social dan perseorangan yaitu sebesar 18,50 persen.

Sektor lain yang cukup besar peranannya dalam menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 13,58 persen.

Selebihnya bekerja di sektor penggalian dan pertambangan, listrik, gas dan air minum, bangunan, angkutan dan komunikasi dan sektor keuangan. Jumlah pencari kerja yang terdaftar pada tahun 2017 sebanyak 424 orang ditambah dengan sisa tahun lalu menjadi 2.015 orang yang terdiri dari 1.034 pencari kerja laki-laki dan sisanya 1.071 adalah perempun dan 8,65 persen diantaranya sudah ditempatkan.

4.1.3.2 Pendidikan

Penyediaan sarana fisik pendidikan dan jumlah tenaga guru yang memadai merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan partisipasi sekolah dan kualitas pendidikan masyarakat.Jumlah sekolah dan guru pengajar di sekolah pada tahun 2017 dapat dilihat di tabel dibawah ini.

(51)

Tabel 4.1

Sarana Pendidikan Di Kabupaten Asahan

Jenis Sekolah Jumlah Jumlah Murid Jumlah Guru

Taman Kanak-Kanak 85 4151 orang 366 orang

Sekolah Dasar (SD) 424 85737 orang 6288 orang

SMP 100 27690 orang 2567 orang

SMA 41 13132 orang 748 orang

SMK 32 10703 orang 612 orang

Sumber: BPS Kabupaten Asahan 2017

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah sekolah dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berjumlah 682, dengan jumlah keseluruhan murid 141.413 murid dan tenaga pengajar berjumlah 10.581 orang.

Tabel 4.2

Madrasah di Kabupaten Asahan

Jenis Madrasah Jumlah Jumlah Murid Jumlah Guru

Ibtidaiyah 82 12691 orang 699 orang

Tsanawiyah 80 12355 orang 937 orang

Aliyah 41 5128 orang 616 orng

Sumber: BPS Kabupaten Asahan 2017

Referensi

Dokumen terkait

Judul : Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pada Kantor Kecamatan Cileunyi Bandung dengan Menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0

Berdasarkan dari penelitian yang telah dilaksanakan dan sudah diuraikan dari pembahasan dan analisa, tentang sistem informasi hasil ujian di SMA, dapat disimpulkan

BUKTI FISIK YANG DIINGINKAN : Jawaban dibuktikan dengan adanya dokumen pelaksanaan kegiatan yang diikuti setidak-tidaknya oleh 90% siswa dan dapat memberikan pengalaman tentang

[r]

Tulisan ini ingin menjelaskan pelembagaan partai politik lokal dalam transisi demokrasi di Aceh pasca konflik. Bagaimana institusionali- sasi partai politik lokal untuk

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses kegiatan belajar yang melibatkan berbagai komponen, yaitu guru, siswa, tujuan, materi, strategi

Observasi aktivitas guru pada siklus I disimpulkan bahwa proses pelaksanaan tindakan kelas secara garis besar telah dilaksanakan dengan cukup sempurna oleh guru

Berkaitan dengan hal-hal tersebut, dilakukan studi yang bertujuan untuk mengevaluasi mekanisme pengendalian penyakit busuk batang jeruk oleh khamir, CMA, bakteri simbiotik CMA,