ABSTRAK
Paulus Budi Cahyono, 081414085. 2014. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Kubus dan Balok Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II Pada Siswa Kelas IV SD Kanisius Minggir Tahun Ajaran 2013/2014. Skripsi. Program Studi
Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keaktifan siswa dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II serta pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa kelas IV SD Kanisius Minggir. Penelitian ini tergolong ke dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2013/2014 yang berlangsung mulai bulan Maret-Juni 2014 dengan pokok bahasan Bangun Ruang Kubus dan Balok. Subyek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas IV SD Kanisius Minggir yang berjumlah 20 anak.
Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari dua instrumen yaitu instrumen tes yang berupa tes kemampuan awal, kuis, dan tes evaluasi. Instrument non tes meliputi instrumen pengamatan keterlaksanaan RPP, lembar pengamatan keaktifan siswa, dan wawancara. Sebelum digunakan, semua instrumen terlebih dahulu divalidasi dengan uji pakar maupun dengan uji butir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) Proses pembelajaran dengan metode kooperatif tipe jigsaw II dapat dilaksanakan dengan baik dengan rata-rata keterlaksanaan RPP sebesar 90,48%. (b) Tingkat keaktifan siswa dalam kelompok tergolong tinggi. Hal ini terlihat dari persentase keaktifan siswa dalam kelompok, sebesar 80% memiliki keterlibatan yang tinggi, dan 20% memiliki keterlibatan rendah. (c) Pembelajaran dengan model kooperatif tipe Jigsaw II berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil Tes Kemampuan Awal (TKA) yaitu 47,35% sedangkan pada Tes Evaluasi (TE) rata-ratanya mencapai 76,9%. Berdasarkan hasil Tes Evaluasi menunjukkan bahwa 60% siswa hasil belajarnya tinggi, 20% hasil belajarnya sedang, dan 20% siswa hasil belajarnya rendah.
ABSTRACT
Paulus Budi Cahyono, 081414085. 2014. Efforting to Improve about Learning results of the Mathematics in the subject of solid figure especially Cube and cuboid by Cooperative Learning Model Jigsaw Type II for the students of Elementary school Grade IV SD KanisiusMinggir Academic Year 2013/2014. Thesis. Mathematics Education study Program, Department of Mathematics education and Science, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
The aim of this research is to know the degree of student activity in Cooperative Learning Model Jigsaw Type II and the efect of learning result the students grade IV SD KanisiusMinggir. This reserch belongs to the qualitative and quantitative description ones. It was done in the even semester in academic year 2013/2014 in March-June 2014 in the subject of solid figure about cube and cuboid. The subjects of this research are a teacher and twenty students of the grade IV SD KanisiusMinggir.
This research has two instruments, test instrument and non test instrument. The test instruments is built of the beginning ability test, quiz, and evaluation test. While the non test instrument there are three things : realization of lesson planning, observation sheets of student activity, and interview. Before we use those instruments we have to be sure that all the instruments are valid. Is valid in about expert judgment and test item judgment.
The result of the research explains : (a) the learning process with cooperative method jigsaw type II can be done well with an average of realization of the lesson planning about 90,48%, (b) the level of activity students in group is high. It can be seen that the percentage of student activity in group 80% high and 20% low, (c) the learning process with cooperative method jigsaw type II gives a positive effect to the result of the student learning. It can be seen from an average of the beginning ability test 47,35% and the evaluation test is 76,9%. Up to the result of the evaluation test we know that 60% of the students are high result, 20% are medium result, and the least 20% are low result.
i
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG KUBUS DAN BALOK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW II
PADA SISWA KELAS IV SD KANISIUS MINGGIR TAHUN AJARAN 2013 / 2014
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Disusun oleh : Paulus Budi cahyono
NIM: 081414085
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Janganlah Hendaknya Kamu Kuatir Tentang Apapun
Juga, Tetapi Nyatakanlah Dalam Segala Hal
Keinginanmu Kepada Allah Dalam Doa Dan Permohonan
Dengan Ucapan Syukur”
( Filipi 4 : 6 )
Dengan penuh syukur, Skripsi ini ku persembahkan untuk:
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 5 November 2014
Penulis,
vi
ABSTRAK
Paulus Budi Cahyono, 081414085. 2014. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Kubus dan Balok Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II Pada Siswa Kelas IV SD Kanisius Minggir Tahun Ajaran 2013/2014. Skripsi. Program Studi
Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keaktifan siswa dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II serta pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa kelas IV SD Kanisius Minggir. Penelitian ini tergolong ke dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2013/2014 yang berlangsung mulai bulan Maret-Juni 2014 dengan pokok bahasan Bangun Ruang Kubus dan Balok. Subyek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas IV SD Kanisius Minggir yang berjumlah 20 anak.
Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari dua instrumen yaitu instrumen tes yang berupa tes kemampuan awal, kuis, dan tes evaluasi. Instrument non tes meliputi instrumen pengamatan keterlaksanaan RPP, lembar pengamatan keaktifan siswa, dan wawancara. Sebelum digunakan, semua instrumen terlebih dahulu divalidasi dengan uji pakar maupun dengan uji butir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) Proses pembelajaran dengan metode kooperatif tipe jigsaw II dapat dilaksanakan dengan baik dengan rata-rata keterlaksanaan RPP sebesar 90,48%. (b) Tingkat keaktifan siswa dalam kelompok tergolong tinggi. Hal ini terlihat dari persentase keaktifan siswa dalam kelompok, sebesar 80% memiliki keterlibatan yang tinggi, dan 20% memiliki keterlibatan rendah. (c) Pembelajaran dengan model kooperatif tipe Jigsaw II berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil Tes Kemampuan Awal (TKA) yaitu 47,35% sedangkan pada Tes Evaluasi (TE) rata-ratanya mencapai 76,9%. Berdasarkan hasil Tes Evaluasi menunjukkan bahwa 60% siswa hasil belajarnya tinggi, 20% hasil belajarnya sedang, dan 20% siswa hasil belajarnya rendah.
vii
ABSTRACT
Paulus Budi Cahyono, 081414085. 2014. Efforting to Improve about Learning results of the Mathematics in the subject of solid figure especially Cube and cuboid by Cooperative Learning Model Jigsaw Type II for the students of Elementary school Grade IV SD Kanisius Minggir Academic Year 2013/2014. Thesis. Mathematics Education study Program, Department of Mathematics education and Science, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
The aim of this research is to know the degree of student activity in Cooperative Learning Model Jigsaw Type II and the efect of learning result the students grade IV SD Kanisius Minggir. This reserch belongs to the qualitative and quantitative description ones. It was done in the even semester in academic year 2013/2014 in March-June 2014 in the subject of solid figure about cube and cuboid. The subjects of this research are a teacher and twenty students of the grade IV SD Kanisius Minggir.
This research has two instruments, test instrument and non test instrument. The test instruments is built of the beginning ability test, quiz, and evaluation test. While the non test instrument there are three things : realization of lesson planning, observation sheets of student activity, and interview. Before we use those instruments we have to be sure that all the instruments are valid. They are valid in about expert judgment and test item judgment.
The result of the research explains : (a) the learning process with cooperative method jigsaw type II can be done well with an average of realization of the lesson planning about 90,48%, (b) the level of activity students in group is high. It can be seen that the percentage of student activity in group 80% high and 20% low, (c) the learning process with cooperative method jigsaw type II gives a positive effect to the result of the student learning. It can be seen from an average of the beginning ability test 47,35% and the evaluation test is 76,9%. Up to the result of the evaluation test we know that 60% of the students are high result, 20% are medium result, and the least 20% are low result.
viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata
Dharma :
Nama : Paulus Budi Cahyono
Nomor Induk Mahasiswa : 081414085
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
“UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA
POKOK BAHASAN BANGUN RUANG KUBUS DAN BALOK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW II PADA SISWA KELAS IV SD KANISIUS MINGGIR TAHUN AJARAN 2013 / 2014”
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, untuk mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penuis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 10 Desember 2014
Yang menyatakan
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan berkat, karunia dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada
Pokok Bahasan Bangun Ruang Kubus dan Balok Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw II Pada Siswa Kelas IV SD Kanisius Minggir Tahun
Ajaran 2013 / 2014”. Skripsi ini disusun guna melengkapi persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan
Matematika, Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis mendapatkan bantuan doa,
bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalaam
kesempatan ini dengan rendah hati penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Dr. M. Andy Rudhito, S.Pd. selaku Kepala Jurusan Pendidikan
Matematika dan IPA sekaligus Program Studi Pendidikan Matematika.
3. Bapak Drs. Sukardjono, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu dan penuh kesabaran memberikan bimbingan,
masukan, dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Dosen penguji Drs. Sukardjono, M.Pd., Dr. M. Andy Rudhito, S.Pd., dan
Ch. Enny Murwaningtyas, M.Si. yang telah banyak memberikan saran
x
5. Segenap dosen JPMIPA Universitas Sanata Dharma atas ilmu yang telah
diberikan.
6. Seluruh Staf Sekretariat Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan serta
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang elah memberikan
pelayanan yang baik bagi penulis.
7. Christina Kusumastuti, S.Pd.SD, selaku Kepala Sekolah SD Kanisius
Minggir yang telah memberikan kesempatan serta izin untuk melakukan
penelitian.
8. Ch. Pariyem selaku guru kelas IV SD Kanisius Minggir yang telah
memberikan kesempatan, bimbingan, dan bantuan selama proses
penelitian.
9. Murid-murid kelas IV SD Kanisius Minggir tahun ajaran 2013/2014, yang
telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.
10.Kedua Orang Tuaku, terima kasih atas doa, kasih saying, pengorbanan,
dan pengertiannya selama ini.
11.Kakak-kakakku : Mas Indri & Mbak Titin, Mas Cahyo & Mbak Firmina,
kekasihku : Lucia Yuni Nawangsih, terima kasih atas bantuan doa dan
dukungannya.
12.Adikku Karel, Lidia, dan Yofi, yang telah memberikan kecerian dan
semangat bagi penulis.
13.Teman-teman Program Pendidikan Matematika angkatan 2008 yang telah
xi
14.Surya, Leski, Angga, Thomas, Reinha, Tina, Podang, dan Marcel yang
selalu memberi bantuan, dukungan, dan semangat kepada penulis.
15.Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan
dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi banyak pihak.
Yogyakarta, 10 Desember 2014
Penulis
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………..…… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………. ii
HALAMAN PENGESAHAN ………. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… v
ABSTRAK ……….. vi
ABSTRACT ……… vii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ……… viii
KATA PENGANTAR ………. ix
DAFTAR ISI ……… xii
DAFTAR TABEL ……… xv
DAFTAR LAMPIRAN ……… xvii
BAB I PENDAHULUAN ……… 1
A. Latar Belakang Masalah ……… 1
B. Identifikasi Masalah ………. 4
C. Pembatasan Masalah ………. 4
D. Rumusan Masalah ……… 5
E. Tujuan Penelitian ……….. 5
F. Definisi Istilah ………. 6
xiii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 9
A. Kajian Teori ……… 9
1. Pengertian Belajar ……….. 9
2. Jenis-jenis Belajar ……… 10
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar ……… 12
4. Teori Belajar Ausubel, Jean Piaget, dan Jarome Bruner ……. 17
5. Hasil Belajar ……… 20
6. Tinjauan Tentang Pembelajaran Kooperatif ……… 22
7. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II ………. 34
8. Tinjauan Tentang Alat Peraga ……… 38
9. Tinjauan Tentang Materi Bangun Ruang Balok dan Kubus …. 39 B. Kerangka Berpikir ………. 46
C. Hipotesis Tindakan ……… 47
BAB III METODE PENELITIAN ………. 49
A. Tempat dan Waktu Pengambilan Data ………... 49
B. Subyek dan Obyek Penelitian ……… 49
C. Variabel Penelitian ………. 50
D. Bentuk Data ……… 50
E. Instrumen Pengumpulan Data ……… 52
F. Metode Pengumpulan Data ……… 75
G. Uji Instrumen ………. 78
H. Analisis Data ………. 81
xiv
BAB IV DESKRIPSI PELAKSANAAN PENELITIAN,
ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN ……….………. 92
A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ……….. 92
B. Penyajian Data ………... 106
1. Keterlaksanaan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran ……... 106
2. Data Keaktifan Siswa ………. 107
3. Tes Kemampuan Awal ……… 113
4. Data Kuis ……… 115
5. Data Tes Evaluasi ……… 117
C. Analisis Data ……… 118
1. Analisis Keterlaksanaan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran ……….. 119
2. Analisis keterlibatan Siswa dalam Pembelajaran ……… 122
3. Analisis Hasil Belajar Siswa ………... 129
4. Penghargaan Kelompok ………. 135
5. Korelasi Antara Keaktifan dan Hasil Belajar ……….. 137
6. Wawancara ……… 139
D. Hambatan Yang Dialami Dalam Penerapan Metode Kooperatif Tipe Jigsaw II …………..………. 148
BAB V PENUTUP ……… 149
A. KESIMPULAN ……….. 149
B. SARAN ……….. 150
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran kooperatif ……….. 29
Tabel 3.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ……… 53
Tabel 3.2 Instrumen Observasi Keterlaksanaan RPP ……….. 54
Tabel 3.3 Indikator Keterlibatan Siswa ……… 56
Tabel 3.4 Kisi-kisi Tes Kemampuan Awal ……….. 62
Tabel 3.5 Kisi-kisi Tes Evaluasi ………. 67
Tabel 3.6 Poin Kemajuan Siswa ………... 83
Tabel 3.7 Kriteria Penghargaan Kelompok ………. 83
Tabel 3.8 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi ………. 85
Tabel 3.9 Uji Validitas Butir Tes Kemampuan Awal ……….. 87
Tabel 3.10 Uji Validitas Butir Tes Evaluasi ……….. 88
Tabel 4.1 Pembagian Kelompok Heterogen ………... 93
Tabel 4.2 Penghargaan Kelompok ………. 98
Tabel 4.3 Penghargaan Kelompok ………. 102
Tabel 4.4 Penghargaan Kelompok ………. 105
Tabel 4.5 Data Keterlaksanaan RPP ……… 107
Tabel 4.6 Data Keaktifan Siswa Pada Pertemuan Pertama ……….. 108
Tabel 4.7 Data Keaktifan Siswa Pada Pertemuan Kedua ………. 109
Tabel 4.8 Data Keaktifan Siswa Pada Pertemuan Ketiga ……….. 110
xvi
Tabel 4.10 Hasil Pengamatan Keaktifan Kelompok
Dalam Proses Pembelajaran ……….. 113
Tabel 4.11 Hasil Pengamatan Keaktifan Siswa Untuk Setiap Indikator …… 113
Tabel 4.12 Tabel Data Tes Kemampuan Awal ……….. 114
Tabel 4.13 Tabel data Hasil Kuis 1, 2, dan 3 ……… 115
Tabel 4.14 Data Hasil Tes Evaluasi (TE) ……….. 117
Tabel 4.15 Tabel Pengamatan Keaktifan Siswa Selama Proses Pembelajaran 123 Tabel 4.16 Kriteria Tingkat Keaktifan siswa ……… 124
Tabel 4.17 Persentase Tingkat Keaktifan Siswa ………... 125
Tabel 4.18 Kriteria Tingkat Keaktifan Kelompok ………. 127
Tabel 4.19 Persentase Tingkat Keaktifan kelompok ………. 127
Tabel 4.20 Jumlah Skor Masing-masing Jenis Keaktifan dalam Bekerja Secara Kelompok ………... 128
Tabel 4.21 Kriteria Hasil Belajar Siswa Secara Individu ……… 130
Tabel 4.22 Persentase Hasil Belajar Secara Individu ……… 131
Tabel 4.23 Perbandingan TKA dengan TE ……… 132
Tabel 4.24 Peningkatan Kelompok A ……… 135
Tabel 4.25 Peningkatan Kelompok B ……… 136
Tabel 4.26 Peningkatan Kelompok C ……… 136
Tabel 4.27 Peningkatan Kelompok D ……… 136
Tabel 4.28 Peningkatan Kelompok E ……… 137
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A ………. 154
LAMPIRAN A1 Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ………….. 155
LAMPIRAN B ……….. 173
LAMPIRAN B1 Pertimbangan Pakar Soal Tes Kemampuan Awal ………. 174
LAMPIRAN B2 Pertimbangan Pakar Soal Tes Evaluasi ……… 177
LAMPIRAN C ………. 182
LAMPIRAN C1 Lembar Kerja Siswa 1 ……….. 183
LAMPIRAN C2 Lembar Kerja Siswa 2 ……….. 190
LAMPIRAN C3 Lembar Kerja Siswa 3 ……….. 198
LAMPIRAN D ……….. 206
LAMPIRAN D1 Instrumen Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ……. 207
LAMPIRAN D2 Instrumen Observasi Keaktifan ……… 213
LAMPIRAN E ……….. 218
LAMPIRAN E1 Kisi-kisi Tes Kemampuan Awal ……….. 219
LAMPIRAN E2 Soal Tes Kemampuan Awal dan Kunci Jawaban ………. 220
LAMPIRAN E3 Kisi-kisi Tes Evaluasi ……….. 225
LAMPIRAN E4 Soal Tes Evaluasi dan Kunci Jawaban ………. 226
LAMPIRAN E5 Validitas dan Reliabilitas ………. 235
LAMPIRAN E6 Soal Kuis 1 dan Kunci Jawaban ……… 259
LAMPIRAN E7 Soal Kuis 2 dan Kunci Jawaban ……… 261
xviii
LAMPIRAN E9 Normalitas Kolmogorov-Smirnov……….. 266
LAMPIRAN F ……… 271
LAMPIRAN F1 Transkripsi Hasil Wawancara ……….. 272
LAMPIRAN G ……… 281
LAMPIRAN G1 Contoh Hasil Pengerjaan Soal Tes Kemampuan Awal …. 282 LAMPIRAN G2 Contoh Hasil Pengerjaan Soal Tes Evaluasi ……… 288
LAMPIRAN G3 Contoh Hasil Pengerjaan Soal Kuis 1 ……….. 298
LAMPIRAN G4 Contoh Hasil Pengerjaan Soal Kuis 2 ……….. 300
LAMPIRAN G5 Contoh Hasil Pengerjaan Soal Kuis 3 ……….. 302
LAMPIRAN H ……… 306
LAMPIRAN H1 Lembar Pengamatan Keterlibatan Siswa ………. 307
LAMPIRAN H2 Lembar Pengamatan Keterlaksanaan RPP ……….. 325
LAMPIRAN H3 Dokumentasi Penelitian ……….. 337
LAMPIRAN I ……… 338
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka memacu penguasaan ilmu pengetahuan, diperlukan
penyempurnaan dan peningkatan mutu seorang pendidik. Berbagai usaha
dalam meningkatkan mutu pendidikan sudah sering dibicarakan
pemerintah melalui seminar, loka karya, penyempurnaan buku-buku paket,
dan berbagai metode pembelajaran.
Dalam kenyataan menunjukkan bahwa proses pengajaran
matematika di SD masih banyak mengalami hambatan. Hambatan tersebut
misalnya rendahnya minat belajar siswa, tingkat penguasaan guru akan
materi yang masih kurang, dan penggunaan metode pembelajaran yang
kurang tepat. Tidak bisa disangkal lagi sebagai guru SD harus
mengajarkan hampir seluruh bidang studi. Dalam hal ini berarti guru SD
tidak hanya fokus mengajar satu bidang studi saja, sehingga timbul
dampak bagi diri siswa yang kaitannya dengan hasil belajar yang diperoleh
khususnya pada bidang studi matematika. Siswa cenderung tidak mau dan
mampu memperkaya pengetahuan belajarnya ( learning to do ) dan tidak akan membangun pemahaman dan pengetahuan terhadap dunia sekitar
( learning to know ). Lebih jauh lagi siswa tidak memiliki kesempatan untuk membangun kepercayaan dirinya ( learning to be ) maupun
kemampuan berinteraksi dengan berbagai individu yang beragam
Hal tersebut mangakibatkan motivasi dan minat dalam belajar
matematika kurang, sehingga berdampak pada hasil belajar siswa. Semua
metode pembelajaran yang digunakan oleh guru pasti tidak ada yang
sia-sia karena metode yang digunakan akan mendatangkan hasil entah dalam
waktu dekat maupun waktu yang relatif lama. Hasil yang dapat dirasakan
atau diperoleh dalam waktu yang dekat dikatakan sebagai dampak
langsung, sedangkan hasil yang diperoleh dalam waktu yang relatif lama
dikatakan sebagai dampak pengiring . Dalam hubungan inilah metode
pembelajaran dipilih dan digunakan untuk mencapi hasil belajar yang
diharapkan.
Berdasarkan wawancara terhadap guru, salah satu hal yang
mengakibatkan turunnya prestasi belajar siswa dalam pembelajaran
matematika di sekolah dasar adalah kurang aktifnya siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran dan kurangnya fasilitas dalam
menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Hal ini menuntut guru untuk
berulang-ulang dalam menyampaikan materi, memberi motifasi, dan
contoh-contoh.
Berdasarkan hasil observasi peneliti di SD Kanisius Minggir, salah
satu materi yang kurang dimengerti oleh siswa kelas IV yaitu pada materi
bangun ruang. Sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam
mengidentifikasi sifat-sifat kubus dan balok, menggambar kubus dan
Sehingga saat diadakan ulangan sebagian anak menyelesaikan soal-soal
lebih dari waktu yang telah ditentukan.
Badan Standarisasi Nasional Pendidikan ( BNSP ) telah
menetapkan bahwa kriteria ketuntasan belajar minimal adalah 75. Hal ini
berarti siswa dikatakan tuntas dalam belajar jika memperoleh nilai
sekurang-kurangnya 75. Sedangkan kenyataan yang dihadapi peneliti di
kelas IV SD Kanisius Minggir, sebagian besar siswa dalam ulangan
memperoleh nilai di bawah 75. Jadi belum mencapai kriteria ketuntasan
belajar minimal yang telah ditetapkan.
Untuk menumbuhkan interaksi langsung yang baik antara guru
dengan siswa perlu digunakan metode pembelajaran yang paling tepat.
Metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dengan bantuan alat peraga dan LKS merupakan salah satu dari sekian metode pembelajaran yang ada.
Metode pembelajaran kooperatif akan menciptakan interaksi yang silih
asah, sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku
pelajaran tetapi juga sesama siswa. Sedangkan dengan metode jigsaw akan
membuat siswa merasa senang dalam mengikuti pelajaran dan
menyebabkan siswa aktif dalam belajar bekerja sama dengan siswa yang
lain. Dengan bantuan alat peraga siswa akan lebih tertarik dalam
mempelajari bangun ruang dan bisa melihat ilustrasi secara langsung,
sehingga dengan bantuan alat peraga diharapkan siswa dapat
mengidentifikasi sifat-sifat kubus dan balok, menggambar kubus dan
Dari pemikiran di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul “UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG KUBUS DAN BALOK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW II PADA SISWA KELAS IV SD KANISIUS MINGGIR TAHUN AJARAN 2013 / 2014”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah disebutkan di
atas, kekurangan-kekurangan yang dimungkinkan adalah sebagai berikut:
1. Sebagian besar siswa kurang aktif dalam mengikuti proses
pembelajaran
2. Kurangnya interaksi antar siswa.
3. Guru belum pernah menerapkan metode kooperatif dalam kegiatan
pembelajaran di kelas.
4. Alat peraga kurang memadahi.
5. Hasil belajar siswa yang belum mencapai standar ketuntasan belajar
minimal.
C. Pembatasan masalah
Karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya maka peneliti akan
1. Meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika
melalui model pembelajaran tipe Jigsaw II dengan bantuan media pembelajaran (alat peraga) dan LKS.
2. Peningkatan hasil belajar siswa jika pembelajaran menggunakan model
kooperatif tipe Jigsaw II dengan bantuan media pembelajaran (alat peraga) dan LKS.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, perumusan masalah dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran
Matematika dengan metode kooperatif tipe Jigsaw II?
2. Bagaimana pengaruh pembelajaran kooperatif tipe “Jigsaw II” pada
pokok bahasan bangun ruang kubus dan balok terhadap hasil belajar
siswa kelas IV SD Kanisius Minggir tahun ajaran 2013/2014.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Tingkat keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika
dengan metode kooperatif tipe “Jigsaw II” yang diterapkan.
2. Pengaruh pembelajaran kooperatif tipe “Jigsaw II” pada pokok
bahasan bangun ruang kubus dan balok terhadap hasil belajar siswa
F. Definisi Istilah
Agar tidak terjadi kesalahpahaman penafsiran tentang judul
tersebut di atas, maka peneliti perlu memberikan pembatasan dan
penjelasan dari judul penelitian tersebut, yaitu:
1. Belajar
Slameto ( 1995 : 2 ) belajar merupakan suatu proses yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.
2. Hasil belajar
Hasil belajar menurut Nana Sudjana ( 2010 : 22 ) merupakan
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya.
3. Efektifitas
Efektivitas berasal dari kata efektif yang menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia ( Depdiknas : 2008 ) yang berarti dapat membawa
hasil, berhasil guna ( tentang usaha atau tindakan ). Sehingga
efektifitas dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang diperoleh
dari suatu tindakan atau usaha.
4. Pembelajaran kooperatif
Nurhadi dan Gerrad Senduk ( 2003:60 ) pembelajaran kooperatif
mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh
antar sesama siswa sebagai latihan hidup dalam masyarakat nyata.
5. Metode jigsaw
Metode jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang menekankan pada aktifitas dan interaksi antar siswa
dalam proses pembelajaran untuk saling memotifasi dan membantu
dalam memahami suatu materi pelajaran.
6. Alat peraga / media pembelajaran
Menurut Djoko Iswadji dalam ( Widyantini dan Sigit Tg, 2010 :
8 ) menjelaskan bahwa alat peraga merupakan seperangkat benda
konkret yang dirancang, dibuat, dan disusun secara sengaja yang
digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan
konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam matematika.
7. LKS
LKS merupakan singkatan dari Lembar Kerja Siswa. LKS
digunakan untuk mengukur kemampuan siswa setelah mendapat
penjelasan dari guru tentang materi yang diajarkan.
8. Bangun ruang
Merupakan bangun tiga dimensi baik berongga maupun padat
G. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti
Sebagai latihan dalam penyusunan karya ilmiah dan menambah
pengalaman khususnya dalam penerapan metode pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw II pada pembelajaran matematika. 2. Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi guru
tentang penggunaan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dengan bantuan alat peraga dan LKS terhadap hasil belajar siswa sehingga
guru dapat menerapkan metode pembelajaran ini dalam menjelaskan
materi tentang bangun ruang balok dan kubus.
3. Bagi Sekolah
Memberi masukan bagi sekolah tentang pentingnya penerapan metode
pembelajaran kooperatife tipe Jigsaw II dengan bantuan alat peraga dan LKS dalam proses pembelajaran sehingga dapat menambah
kemajuan pendidikan khususnya bidang matematika.
4. Bagi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori
1. Pengertian Belajar
Kegiatan belajar dilakukan oleh semua makluk hidup, mulai dari
kehidupan yang sederhana hingga dalam kehidupan yang paling
kompleks. Jika berbicara mengenai belajar, banyak ahli-ahli pendidikan
yang mencoba mendefinisikan arti belajar, antara lain (Oemar Hamalik,
2003 : 4 ) menjelaskan bahwa definisi belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku melalui interaksi antara individu dan lingkungan.
Pendapat lain menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu rangkaian
proses psikis yang berlangsung dalam interaksi subjek dengan
lingkungannya yang dapat menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, pengalaman dan nilai sikap yang bersifat konstan dan
menetap.
AM Sardiman ( 2000 : 22 ) belajar merupakan perubahan tingkah
laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan
membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya.
Herman Hudoyo (1990:10 ) belajar merupakan suatu proses untuk
mendapatkan pengetahuan atau pengalaman sehingga mampu mengubah
tingkah laku manusia dan tingkah laku tersebut bersifat konstan atau
Dari beberapa pendapat tentang definisi belajar yang sudah
diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar
merupakan suatu proses berkesinambungan yang dilakukan oleh individu
sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku secara keseluruhan, baik
dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai maupun sikap yang
bersifat konstan dan menetap sebagai hasil pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.
Dengan memahami kesimpulan di atas, setidaknya belajar
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku
tersebut bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor),
maupun nilai dan sikap (afektif).
b. Perubahan tersebut tidak berlangsung sesaat saja, melainkan menetap
atau dapat disimpan.
c. Perubahan itu tidak terjadi begitu saja, melainkan harus dengan usaha.
Perubahan terjadi akibat interaksi dengan lingkungan.
d. Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik atau
kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh
obat-obatan.
2. Jenis-jenis belajar
Dalam kehidupannya manusia memiliki beragam potensi, karakter,
dilakukan oleh manusia. Gagne 1985 (dalam Udin, 2007:1.9) mencatat
delapan macam tipe belajar yang dilakukan manusia, yaitu:
a. Belajar Isyarat (signal learning), adalaah melakukan atau tidak melakukan sesuatu karena adanya tanda atau isyarat.
b. Belajar Stimulus Respons(Stimulus-Response Learning), terjadi pada diri individu karena adanya rangsangan dari luar.
c. Belajar Rangkaian (Chaining Learning). Tipe belajar chaining
merupakan cara belajar yang terjadi melalui perpaduan berbagai
proses stimulus respon (S-R) yang telah dipelajari sebelumnya
sehingga melahirkan perilaku yang segera atau spontan seperti konsep
merah-putih, panas-dingin, dan sebagainya.
d. Belajar Asosiasi Verbal (Verbal Association Learning). Tipe ini terjadi bila individu telah mengetahui sebutan bentuk dan dapat
menangkap makna yang bersifat verbal.
e. Belajar Membedakan (Discrimination Learning), tipe belajar ini terjadi bila individu berhadapan dengan benda, suasana, atau
pengalaman yang luas dan mencoba membeda-bedakan hal-hal yang
jumlahnya banyak.
f. Belajar Konsep (Concept Learning), terjadi bila individu menghadapi berbagai fakta atau data yang kemudian ditafsirkan ke dalam suatu
pengertian atau makna yang abstrak.
terdahulu atau yang diberikan sebelumnya dan menerapkannya atau
menarik kesimpulan dari data tersebut menjadi suatu aturan.
h. Belajar Pemecahan Masalah (Problem Solving Learning), terjadi bila individu menggunakan berbagai konsep atau prinsip untuk menjawab
suatu pertanyaan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
Bimo Walgito ( 1980 : 124 ) faktor yang mempengaruhi belajar
adalah faktor anak atau individu yang belajar, faktor lingkungan anak,
dan faktor bahan atau materi yang dipelajari.
a. Faktor anak atau individu yang belajar
Faktor individu merupakan faktor yang penting. Anak suka
belajar atau tidak, tergantung kepada anak itu sendiri. Faktor-faktor
lain telah memenuhi persyaratan, tetapi apabila individu tidak
mempunyai kemauan untuk belajar maka proses belajar itu tidak akan
terjadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dari diri anak antara
lain:
1) Faktor fisik
Agar prestasi belajar anak menjadi lebih baik, maka kondisi
fisik siswa harus baik atau sehat. Maka dari itu untuk menjaga
kesehatan badan perlu menjaga aktifitas fisik sebagai selingan
belajar untuk menjaga agar badan selalu berada dalam kondisi
Orang yang memiliki tubuh yang sehat akan mempunyai
pengaruh yang besar terhadap proses belajarnya. Sebaliknya orang
yang kondisi tubuhnya tidak sehat akan berpengaruh tidak baik
terhadap proses belajar yang dilakukannya.
2) Faktor psikis
Setiap individu harus memiliki kesiapan mental dalam
menghadapi tugas yang perlu dipelajari. Kesiapan mental akan
mempengaruhi:
a) Motif, merupakan hal penting dalam manusia untuk berbuat
(kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu). Dengan motif yang kuat maka anak akan
berusaha menghadapi dan mengerjakan tugas yang telah
diberikan. Ada dua macam motif yaitu : (1) motif intrinsik
adalah motif yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri; (2)
motif ekstristik adalah motif yang berasal dari luar individu.
b) Minat, merupakan suatu gejala psikis yang didalamnya
terkandung perasaan senang dan menunjukkan adanya
pemusatan perhatian terhadap suatu objek tertentu.
c) Konsentrasi, merupakan aktivitas yang tertuju pada sesuatu
yang dikehendaki. Seluruh perhatiannya akan dicurahkan
kepada apa yang harus dipelajari, sehingga nantinya dapat
d) Intelegensi, merupakan kemampuan untuk menggunakan dan
mempertahankan kesiapan mental dan merupakan kemampuan
untuk menyesuaikan diri terhadap tujuan yang akan dicapai
dan merupakan kekuatan dari kritik terhadap diri sendiri.
e) Ingatan, merupakan pengulangan terhadap materi atau objek
tertentu agar yang dipelajari tetap dalam ingatan. Pengulangan
sering dilakukan agar materi yang dipelajari itu tetap tinggal
secara mantap didalam ingatan.
b. Faktor lingkungan anak
Dalam proses belajar faktor lingkungan juga memiliki peranan
yang penting. Maka dari itu hal ini harus mendapatkan perhatian yang
sebaik-baiknya. Faktor lingkungan anak ini meliputi :
1) Tempat belajar
Tempat belajar sebaiknya berada dalam kamar atau tempat
tersendiri yang memiliki suasana yang tenang, ventilasi atau
pertukaran udara cukup, dan memiliki penerangan yang cukup,
sehingga dalam belajar perhatian dan konsentrasi dapat terpusat.
2) Alat-alat untuk belajar
Belajar tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya
alat-alat belajar yang memadahi. Semakin lengkap alat-alat-alat-alat belajarnya
maka semakin baik pula kegiatan belajar yang dilakukan anak,
sebaliknya jika alat-alat belajar kurang lengkap maka dapat
3) Suasana belajar
Suasana sangat berhubungan erat dengan tempat belajar.
Hendaknya dapat diciptakan suasana yang baik, karena dalam
suasana yang baik dapat memberikan motivasi yang baik dalam
proses belajar, sehingga mempunyai pengaruh yang baik terhadap
prestasi belajar pada anak.
4) Waktu belajar
Dalam pembagian waktu belajar harus diperhatikan dengan
baik. Belajar harus teratur sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan dalam perencanaan. Lamanya waktu tergantung kepada
banyak sedikitnya materi yang dipelajari.
5) Pergaulan anak
Pergaulan anak akan mempunyai pengaruh di dalam proses
belajar anak. Maka dari itu hendaknya dijaga agar anak bergaul
dengan anak-anak yang suka belajar.
c. Faktor bahan atau materi yang dipelajari
Bahan yang dipelajari dapat menentukan bagaimana cara atau
metode belajar apa yang cocok digunakan. Sehingga teknik atau
metode belajar ditentukan atas dasar materi yang akan dipelajari. Cara
belajar tentang pelajaran yang bersifat eksak akan berbeda dengan
cara belajar yang bersifat sosial. Tetapi disamping adanya berbagai
sifat yang berbeda, terdapat juga hal-hal yang bersamaan yang
1) Pada umumnya belajar dengan cara keseluruhan lebih baik dari
pada belajar bagian-bagian. Hal ini berdasarkan prinsip totalitas
karena keseluruhan merupakan kebulatan. Tetapi kalau bahan
terlalu panjang dapat ditempuh dengan kombinasi, yaitu dengan
membagi materi menjadi beberapa bagian tetapi bagian tersebut
masih berupa satu kebulatan.
2) Sebagian waktu belajar disediakan untuk mengadakan ulangan.
Ulangan ini digunakan untuk mengecek sampai dimana bahan
yang sudah dipelajari dapat tinggal di dalam ingatan.
3) Apa yang sudah dipelajari hendaknya diadakan kegiatan ulangan
sesering mungkin. Semakin sering diulang maka bahan yang
dipelajari akan semakin baik tinggal dalam ingatan.
4) Di dalam mengulangi bahan pelajaran yang sudah dipelajari
hendaknya dipakai spaced repetition yaitu mengulangi dengan waktu tenggang. Dalam metode ini seorang anak memiliki energi
yang baru setelah istirahat sebentar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada berbagai macam
faktor yang dapat mempengaruhi proses belajar yang dilakukan oleh
anak. secara garis besar ada lima faktor yang dapat mempengaruhi proses
belajar anak, yaitu: faktor anak yang belajar, faktor lingkungan anak,
faktor materi yang dipelajari, faktor yang bersumber dari kepribadian
siswa, dan faktor yang menyangkut sifat pendidikan. Jika semua faktor
Akan tetapi jika salah satu faktor tidak terpenuhi maka akan mengganggu
proses belajar yang dilakukan oleh anak. Misalnya faktor lingkungan
anak tidak terpenuhi; tempat belajar yang kotor, perlengkapan belajar
yang sangat minim, dan suasana yang tidak mendukung. Keadaan seperti
ini dapat mengganggu proses belajar anak dan dapat berakibat tidak
maksimalnya proses belajar anak.
4. Teori Belajar Menurut Ausubel, Jean Piaget, dan Jerome Bruner
Dalam penelitian ini, pemilihan alat peraga dan metode
pembelajaran yang digunakan didasari oleh teori Ausubel, Piaget, dan
Bruner. Teori Ausubel (Brownel dan Chazal) menyatakan bahwa
pembelajaran bermakna dalam proses pembelajaran matematika sangat
penting adanya. Kebermaknaan dalam suatu pembelajaran akan
menimbulkan pembelajaran lebih menarik, lebih bermanfaat, dan lebih
menantang sehingga konsep matematika akan bertahan lama dalam
ingatan peserta didik. Dengan demikian pada saat dibutuhkan, siswa
dapat dengan mudah menggali memori yang telah tertanam dalam
ingatannya.
Teori lain yang menjadi dasar pemilihan alat peraga dan metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perkembangan
intelektual menurut Jean Piaget yang manyatakan bahwa kemampuan
yang dimiliki seorang anak berkembang secara bertingkat dan bertahap,
a. Sensori motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi
pada usia 0 sampai 2 tahun.
b. Pra-operasional, yakni perkembangan ranah kognitif yang
terjadi pada usia 2 sampai 7 tahun.
c. Operasional konkret, yakni perkembangan ranah kognitif yang
terjadi pada usia 7 sampai 11 tahun.
d. Operasional, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi
pada usia lebih dari 11 tahun. (Udin Winataputra, 2007:3.40)
Teori ini merekomendasikan perlunya seorang guru mengamati
tingkat perkembangan intelektual pada anak sebelum suatu bahan ajar
matematika diberikan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan keabstrakan
bahan ajar matematika dengan kemampuan berpikir anak pada saat itu.
Berdasarkan teori ini peneliti memutuskan untuk memilih alat
peraga dan metode kooperatif. Hal ini karena anak kelas IV SD berada
pada masa operasional konkret yang mengharuskan untuk membawa
materi yang bersifat konkret atau nyata. Sehingga seorang guru dituntut
agar mau dan mampu mewujudnyatakan hal-hal yang akan dipelajari
siswa agar siswa semakin tertarik mengikuti pembelajaran dan
memahami materi yang dipelajari.
Teori perkembangan mental dari Jarome Bruner juga menjadi
acuan peneliti dalam memilih alat peraga dan metode yang digunakan.
secara bertahap mulai dari sederhana hingga rumit, mulai dari yang
mudah menuju hal yang sulit, dan mulai dari yang nyata ke yang abstrak.
Tahap tingkat perkembangan mental anak menurut Jarome Bruner
adalah sebagai berikut:
1. Enactive ( menipulasi objek langsung ) 2. Iconic ( manipulasi objek tidak langsung ) 3. Symbolic ( manipulasi symbol )
Dalam hal ini anak kelas IV SD berada dalam situasi enactive yang artinya matematika lebih banyak diajarkan dengan manipulasi objek
langsung dengan memanfaatkan berbagai benda yang terdapat di sekitar
siswa seperti buku, mistar, tempat pensil, dan benda-benda lain yang ada
disekitar siswa.
Dari uraian di atas, jadi jelas kiranya jika dalam penelitian ini
peneliti memilih dan memutuskan menggunakan alat peraga berupa
kubus dan balok, kerangka kubus dan balok, serta jaring-jaring kubus dan
balok. Metode yang digunakan adalah metode kooperatif tipe Jigsaw II yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang dialami di kelas IV
SD Kanisius Minggir, agar siswa mendapatkan gambaran yang lebih jelas
tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses mengatur sesuatu,
proses membuat sesuatu, proses bekerjanya sesuatu, proses mengerjakan
atau menggunakannya, komponen yang membentuk sesuatu, serta untuk
5. Hasil belajar
Hasil belajar merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam
proses pembelajaran. Hamalik (2001:31) menyatakan bahwa hasil-hasil
belajar diterima oleh murid apabila memberikan kepuasan pada
kebutuhannya dan berguna baginya. Hasil belajar yang utama adalah pola
tingkah laku yang bulat. Nana Sudjana (2009:22) mendefinisikan hasil
belajar yaitu kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Howard Kingsley (dalam Nana
Sudjana, 2009:22) membagi hasil belajar menjadi tiga macam, yaitu:
ketrampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan
cita-cita.
Menurut Nana Sudjana (1987:49) hasil belajar merupakan
perubahan tingkah laku siswa yang luas mencakup bidang kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dalam didang kognitif merupakan
hasil belajar yang menunjukkan kemampuan siswa mengenai penguasaan
intelektualnya, berawal dari tidak bisa menjadi bisa. Sedangkan hasil
belajar dalam bidang afektif menunjukkan perubahan sikap atau nilai dan
hasil belajar dalam bidang psikomotorik adalah hasil belajar yang
ditunjukkan lewat kemampuan berperilaku atau ketrampilan dalam
bertindak. Sedangkan Gagne (dalam Nana Sudjana, 2009:22) membagi
hasil belajar menjadi lima kategori, yaitu: informasi verbal, ketrampilan
Benyamin Bloom (dalam Nana Sudjana, 2009) secara garis besar
membagi hasil belajar ke dalam tiga ranah, yaitu: ranah kognitif, ranah
afektif, dan ranah psikomotoris. Ranah kognitif berkaitan dengan hasil
belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu: pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif
berhubungan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yaitu:
penerimaan, jawaban dan reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
Sedangkan ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari enam aspek,
yaitu: gerakan refleks, ketrampilan gerakan dasar, kemampuan
perceptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan
kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.
Dari beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan hasil yang dicapai dari proses hasil pembelajaran sesuai
dengan tujuan pendidikan, dimana manusia yang belajar mengalami
perubahan perilaku yang meliputi tiga aspek, yaitu: aspek kognitif, aspek
afektif, dan aspek psikomotorik.
Dalam kegiatan penelitian ini peneliti membatasi hasil belajar
sebagai kemampuan intelektual anak yaitu pada bidang kognitif yang
diukur dengan penggunaan tes. Winkel (1986:315) menjelaskan tentang
dua jenis tes yaitu tes formatif dan tes sumatif. Tes formatif merupakan
tes yang dilakukan selama proses belajar mengajar masih berlangsung,
telah dicapai. Sedangkan tes sumatif adalah tes yang dilakukan guna
memperoleh informasi mengenai penguasaan pelajaran yang telah
direncanakan sebelumnya dalam suatu program pengajaran. Oleh karena
itu, tes sumatif merupakan pengukuran akhir dalam suatu periode
pengajaran.
6. Tinjauan tentang Pembelajaran Kooperatif
Menurut Joyce & Weil (1980) dalam Rusman (2011 : 113 ) Model
pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang dapat digunakan
untuk membentuk kurikulum ( rencana pembelajaran jangka panjang ),
merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di
kelas atau yang lain. Model-model pembelajaran sendiri biasanya disusun
berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun
model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori
psikologis, sosiologis, analisis system, atau teori-teori lain yang
mendukung ( Joyce & Weil : 1980 ).
Melalui model pembelajaran seorang guru dapat membantu peserta
didik dalam mendapatkan informasi, ide, ketrampilan, cara berpikir, dan
dapat mengekspresikan ide. Selain itu, juga dapat dijadikan sebagai pola
pilihan, dengan kata lain para guru boleh memilih model pembelajaran
yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan. Model
pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para guru dalam merencanakan kegiatan belajar
Dalam dunia pendidikan banyak skali model pembelajaran yang
dapat digunakan setiap guru untuk membantu menyampaikan bahan ajar,
salah satunya model pembalajaran kooperatif.
a. Pengertian model pembelajaran kooperatif
Ada beberapa istilah untuk menyebut pembelajaran berbasis
sosial yaitu pembelajaran kooperatif ( cooperative learning ) dan pembelajaran kolaboratif. Pembelajaran kolaboratif merupakan
falsafah mengenai tanggung jawab pribadi dan sikap menghormati
terhadap sesama. Dalam hal ini peserta didik bertanggung jawab
terhadap belajar mereka sendiri dan berusaha menemukan informasi
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada
mereka. Posisi guru bertindak sebagai fasilitator yang memberikan
dukungan tetapi tidak mengarahkan kelompok ke arah hasil yang
sudah disiapkan sebelumnya. Bentuk-bentuk assessment oleh sesama peserta didik bertujuan untuk melihat hasil prosesnya.
Pembelajaran kooperatif menurut Agus Suprijono ( 2010 : 54 )
merupakan konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja
kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru
atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif
dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas
dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan maupun
informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik dalam
Pendapat yang hampir sama diutarakan Nurhadi ( 2003 : 60 )
bahwa pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi
yang silih asah sehingga sumber belajar bagi peserta didik bukan
hanya peserta didik dan buku ajar tetapi juga sesama peserta didik
yang lain. Selain itu pembelajaran kooperatif juga mengembangkan
interaksi yang silih asuh untuk menghindari kesalahpahaman yang
dapat menimbulkan permusuhan.
Berdasarkan dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara dalam menyampaikan
materi pelajaran yang dilakukan dengan cara membentuk kelompok
peserta didik. Dalam hal ini guru menjadi fasilitator yang bertugas
membantu dalam penyediaan bahan ajar yang bertujuan untuk
mengembangkan interaksi dan kerja sama antar peserta didik agar
tujuan pembelajaran dapat tercapai.
b. Unsur-unsur dan Prinsip Utama Pembelajaran Kooperatif
Menurut Johnson & Johnson,1994 (dalam Trianto,2009:60)
terdapat lima unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu:
1) Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa. Dalam
belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja
sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain.
Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota
merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil
terhadap suksesnya kelompok.
2) Interaksi antara siswa yang semakin meningkat. Belajar kooperatif
akan meningkatkan interaksi antara siswa. Hal ini, terjadi dalam
hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai
anggota kelompok. Saling memberikan bantuan ini akan
berlangsung secara alamiah karena kegagalan seseorang dalam
kelompok mempengaruhi suksesnya kelompok. Untuk mengatasi
masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan mendapatkan
bantuan dari teman sekelompoknya. Interaksi yang terjadi dalam
belajar kooperatif adalah dalam hal tukar-menukar ide mengenai
masalah yang sedang dipelajari bersama.
3) Tanggung jawab individual. Tanggung jawab individual dalam
belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal
membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan siswa tidak
dapat hanya sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman
sekelompoknya.
4) Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar
kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang
diberikan seorang siswa dituntut untuk belajar bagaimana
berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana
siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide
5) Proses kelompok. Pelajaran kooperatif tidak akan berlangsung
tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota
kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai
tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.
Selain unsur penting yang terdapat dalam model pembelajaran
kooperatif, model pembelajaran ini juga mengandung prinsip-prinsip
yang membedakan dengan model pembelajaran lainnya. Menurut
Slavin (1995), prinsip utama dari belajar kooperatif adalah sebagai
berikut:
1) Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok
mencapai kriteria yang ditentukan.
2) Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya
kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota
kelompok. Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk
membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok
telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain.
3) Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa
telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar
mereka sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan
tinggi, sedang, dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan
yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok
c. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif
Menurut Nurhadi (2000), ciri-ciri pembelajaran kooperatif antara lain:
1) Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi
belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang, rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras,
budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan
gender.
3) Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari
masing-masing individu.
d. Tujuan metode pembelajaran kooperatif
Menurut Nurhadi (2003:62) yang menjelaskan bahwa
pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:
1) Memudahkan siswa melakukan penyelesaian soal.
2) Mengembangkan kegembiraan belajar yang sejati.
3) Memungkinkan peserta didik saling belajar mengenal sikap,
ketrampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan.
4) Meningkatkan hubungan positif antara peserta didik dengan guru
dan personil sekolah.
e. Keuntungan penggunaan pembelajaran kooperatif
Ada banyak nilai atau keuntungan dalam pembelajaran
kooperatif. Menurut Sugiyanto (2009:43) beberapa keuntungan
1) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
2) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap,
ketrampilan, informasi, parilaku sosial, dan
pandangan-pandangan.
3) Memudahkan siswa melakukan penyelesaian sosial.
4) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial
dan komitmen.
5) Menghilangkan sikap mementingkan diri sendiri atau egois.
6) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa
dewasa.
7) Berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara
hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.
8) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.
9) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari
berbagai perspektif.
10)Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang
dirasakan lebih baik.
11)Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan
kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial,
agama, dan orientasi tugas.
f. Langkah-langkah metode pembelajaran kooperatif
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran
Ibrahim,dkk (2000:10) dalam Trianto (2009:66) menyajikan
[image:49.595.100.518.184.758.2]langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif seperti pada tabel berikut:
Tabel 2.1
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif
No Fase Indikator Tingkah Laku Guru
1 Fase-1 Menyampaikan
tujuan dan
memotivasi.
Guru menyampaikan semua tujuan
pelajaran yang ingin dicapai pada
pelajaran tersebut dan memotifasi
siswa belajar.
2 Fase-2 Menyajikan
informasi.
Guru menyajikan informasi kepada
siswa dengan jalan demonstrasi
atau lewat bahan bacaan.
3 Fase-3 Mengorganisasikan
siswa ke dalam
kelompok
kooperatif.
Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu
setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.
4 Fase-4 Membimbing
kelompok bekerja
dan belajar.
Guru membimbing
kelompok-kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka.
5 Fase-5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang sudah
No Fase Indikator Tingkah Laku Guru
kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya.
6 Fase-6 Memberikan
penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun
hasil belajar individu dan
kelompok.
g. Tipe-tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Ada beberapa metode pembelajaran koopertif yang dapat
dilaksanakan. Robert E. Slavin ( 1995 ) memperkenalkan enam tipe
dalam model pembelajaran kooperatif yaitu :
1) Student Teams Achievement Divisions ( STAD )
Dalam tipe STAD siswa dikelompokkan secara heterogen,
dengan setiap anggota kelompoknya terdiri dari 4-5 orang. Dalam
proses pembelajaran guru memulai dengan mempresentasikan
sebuah pelajaran kemudian siswa bekerja di dalam
kelompok-kelompok untuk memastikan bahwa seluruh anggota
menuntaskan pelajaran tersebut. Dan akhirnya siswa diberi kuis
secara individual tentang materi yang sudah diajarkan. Dari kuis
individual tersebut siswa memperoleh skor individu dan skor
tersbut digunakan untuk menentukan poin perbaikan dengan cara
lalu. Dari poin perbaikan masing-masing siswa tersebut dalam
setiap kelompok kemudian di jumlah untuk memperoleh skor
kelompok. Kemudian dari rata-rata skor kelompok yang
memenuhi kriteria memperoleh penghargaan kelompok.
2) Jigsaw
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pertama kali
dikembangkan oleh Aronson dkk. Dalam tipe ini siswa dibagi
dalam kelompok-kelompok kecil secara heterogen. Kemudian
masing-masing anggota kelompok di beri tugas untuk
mempelajari topik tertentu dari materi yang diajarkan. Siswa
bertugas menjadi „ahli‟ pada topik yang sama dan mendiskusikan
topik yang menjadi bagiannya. Pada tahap ini setiap „ahli‟
dibebaskan mengemukakan pendapatnya, saling bertanya dan
berdiskusi untuk memahami bahan pelajaran. Setelah menguasai
materi yang menjadi bagiannya para „ahli‟ tersebut kembali ke
dalam kelompok masing-masing ( kelompok asal ). Kemudian
mereka bertugas untuk mengajarkan topik tersebut kepada teman
kelompoknya. Kegiatan terakhir dari tipe jigsaw adalah pemberian
kuis atau penilaian untuk seluruh topik atau materi yang sudah
dipelajari siswa. Penilaian dan penghargaan kelompok didasarkan
3) Team Games Tournament ( TGT )
Team- Games- Tournament (TGT) dikembangkan oleh Vries, Edwards, Slavin ( 1978,1995 ). Dalam TGT guru juga
menggunakan presentasi kelas dan siswa bekerja dalam
kelompok. Dalam proses pembelajaran TGT hampir sama dengan
pembelajaran STAD. Perbedaan antara kedua tipe tersebut terletak
pada kuis individu. Dalam TGT kuis individu diganti dengan
tournament yang diadakan seminggu sekali. Dalam tournament, tim beranggotakan tiga orang anggota yang memiliki kemampuan
setara.
4) Team Assited Individualization atau Team Accelerated Instruction ( TAI )
Pembelajaran tipe TAI dikembangkan oleh Slavin,
Leavey, dan Madden ( 1986,1995 ). Tipe ini mengkombinasikan
keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual.
Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara
individual. Maka dari itu dalam kegiatan pembelajaran ini lebih
banyak untuk memecahkan masalah. Ciri yang khas dari tipe ini
setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang
sudah disiapkan oleh guru. Hasil belajar secara individual dibawa
kedalam kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling
bertanggungjawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung
jawab bersama.
5) Group Investigation
Tipe ini dikembangkan oleh Shlomo dan Sharan (1984).
Proses pembelajaran ini mengorganisasikan siswa dalam
kelompok dengan tujuan untuk mendorong dan memandu siswa
agar terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Tiap kelompok
diberi topik materi tertentu dan diminta untuk menyelidiki materi
tersebut dengan berdiskusi. Tahap-tahap dalam belajar ini antara
lain : pengelompokan („grouping’), tahap perencanaan
(„planing’), tahap penyelidikan („investigation‟), tahap pengorganisasian („organizing‟), tahap presentasi („presenting‟), dan tahap evaluasi („evaluating‟).
6) Cooperative Integrated Reading and Composition ( CIRC )
Tipe CIRC dikembangkan oleh Madden, Slavin, dan
Steven (1986,1995). Tipe ini merupakan salah satu model
pembelajaran yang khusus diterapkan pada pembelajaran
membaca dan menulis pada sekolah tinggi atau menengah. Pada
prosesnya, siswa dibagi dalam kelompok berdasarkan kecepatan
membacanya. Dalam kelompok tersebut mereka bertukar
informasi mengenai bacaan yang telah mereka baca, membuat
prediksi bagaimana bagian akhir dari sebuah cerita naratif,
7. Tim Ahli ( Jigsaw II )
Jigsaw tipe II dikembangkan oleh Slavin (Roy Killen,1996)
dengan sedikit perbedaan. Dalam belajar kooperatif tipe jigsaw, secara
umum siswa dikelompokkan secara heterogen dalam kemampuan. Siswa
diberi materi yang baru atau pendalaman dari materi sebelumnya untuk
dipelajari. Masing-masing anggota kelompok secara acak ditugaskan
untuk menjadi ahli (expert) pada suatu aspek tertentu dari materi tersebut. Setelah membaca dan mempelajari materi “ahli” dari kelompok berbeda
berkumpul untuk mendiskusikan topik yang sama dari kelompok lain
sampai mereka menjadi “ahli” dalam konsep yang ia pelajari. Kemudian
kembali ke kelompok semula untuk mengajarkan topik yang mereka
kuasai kepada teman sekelompoknya. Terakhir diberikan tes (assessment) yang lain pada semua topik yang diberikan.
Model pembelajaran jigsaw tipe II sudah dikembangkan oleh
Slavin. Ada perbedaan mendasar antara pembelajaran Jigsaw I dan
Jigsaw II, dalam tipe I, awalnya siswa hanya belajar konsep tertentu yang
akan menjadi spesialisasinya sementara konsep-konsep yang lain ia
dapatkan melalui diskusi dengan teman sekelompoknya. Sedangkan pada
tipe II ini setiap siswa memperoleh kesempatan belajar secara
Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan Jigsaw II sebagai
berikut:
a. Orientasi
Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan
diberikan. Memberikan penekanan tentang manfaat penggunaan
metode jigsaw II dalam proses belajar mengajar. Mengingatkan senantiasa percaya diri, kritis, kooperatif dalam model pembelajaran
ini. Peserta didik diminta belajar konsep secara keseluruhan untuk
memperoleh gambaran keseluruhan dari konsep.
b. Pengelompokan
Misalkan dalam kelas ada 20 siswa, yang kita tahu kemampuan
matematikanya dan sudah di-ranking (siswa tidak perlu tau), kita bagi dalam 25% (rangking 1-5) kelompok sangat baik, 25% (rangking
6-10) kelompok baik, 25% selanjutnya (rangking