• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pergerakan FS Penerbangan 3 Jam Untuk Seluruh Maskapai Tahun 2006

III. KEBERATAN-KEBERATAN PEMOHON KEBERATAN TERHADAP PUTUSAN KPPU NO 25 TAHUN

1. Bahwa Pemohon Keberatan menyatakan sangat keberatan dan menolak tegas keberadaan Putusan KPPU No. 25 Tahun 2010 karena putusan ini telah sangat merugikan hak-hak dan kepentingan Pemohon Keberatan. Sesuai ketentuan hukum yang berlaku, Pemohon Keberatan menggunakan haknya yaitu mengajukan Permohonan Keberatan terhadap Putusan KPPU No. 25 Tahun 2010 dan mereserve hak-haknya untuk menempuh upaya hukum lain, baik untuk sekarang maupun di kemudian hari.

2. Bahwa Putusan KPPU No. 25 Tahun 2010 hanya didasarkan pada asumsi-asumsi Termohon Keberatan tanpa mempertimbangkan dan menilai fakta hukum yang sebenarnya dan Putusan KPPU No. 25 Tahun 2010 yang tidak memenuhi dan telah melanggar UU No. 5 Tahun 1999 dijadikan dasar dan acuan oleh Termohon Keberatan dalam memeriksa dan memutus Putusan KPPU No. 25 Tahun 2010. Putusan KPPU No. 25 Tahun 2010 justru bentuk pelanggaran

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan ter Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 142

SKRIPSI KEKUATAN HUKUM TERHADAP PEMBUKTIAN CIRCUMSTANTIAL

EVIDENCE (INDIRECT EVIDENCE) DALAM PUTUSAN KPPU NO. 25/KPPU-I/2009 TENTANG FUEL SURCHARGE YANG DIBATALKAN OLEH PUTUSAN MA NO. 613K/PDT.SUS/2011

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Hal. 143 dari 225 hal. Put. No. 613 K/PDT.SUS/2011

terhadap UU No. 5 Tahun 1999 dan demi tegaknya hukum dan keadilan Putusan KPPU No. 25 Tahun 2010 harus dibatalkan. 3. Bahwa Pemohon Keberatan menolak asumsi-asumsi Termohon

Keberatan yang telah dijadikan dasar pertimbangan dalam membuat Putusan KPPU No. 25 Tahun 2010 kecuali fakta-fakta hukum yang secara tegas diakui kebenarannya oleh Pemohon Keberatan. Alasan-alasan keberatan Pemohon Keberatan terhadap Putusan KPPU No. 25 Tahun 2010 sebagaimana uraian di bawah ini:

KEBERATAN PERTAMA

DALAM HAL PEMERIKSAAN ALAT BUKTI, TERMOHON KEBERATANTIDAK MENJALANKAN PROSES HUKUM ACARA PEMBUKTIAN SESUAI DENGAN ATURAN HUKUM YANG BERLAKU 1. Bahwa Pasal 42 UU No. 5 Tahun 1999 dan Pasal 64 ayat (1)

Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2006 mengatur dan membatasi alat- alat bukti yang dipergunakan Termohon Keberatan dalam menilai dan memutus ada atau tidak adanya pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan Pemohon Keberatan.

Pasal 42 UU No. 5 Tahun 1999:

“Alat-alat bukti pemeriksaan Komisi berupa: a. keterangan saksi

b. keterangan ahli

c. surat dan atau dokumen d. petunjuk

e. keterangan pelaku usaha”

Pasal 64 ayat (1) Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2006:

“Dalam menilai terjadi atau tidaknya pelanggaran Tim Pemeriksa

atau Majelis Komisi menggunakan alat-alat bukti berupa: a. Keterangan Saksi

b. Keterangan Ahli

c. Surat dan/atau dokumen d. Petunjuk

e. Keterangan Terlapor”

2. Bahwa untuk membuktikan asumsi Termohon Keberatan bahwa adanya pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan Pemohon Keberatan dan PARA TURUT TERMOHON KEBERATAN diketahui Termohon Keberatan melakukan

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan ter Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 143

SKRIPSI KEKUATAN HUKUM TERHADAP PEMBUKTIAN CIRCUMSTANTIAL

EVIDENCE (INDIRECT EVIDENCE) DALAM PUTUSAN KPPU NO. 25/KPPU-I/2009 TENTANG FUEL SURCHARGE YANG DIBATALKAN OLEH PUTUSAN MA NO. 613K/PDT.SUS/2011

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Hal. 144 dari 225 hal. Put. No. 613 K/PDT.SUS/2011

pemeriksaan terhadap jajaran Dirjen Perhubungan Udara, Dirjen Pajak, Pertamina dan Sdr. Tengku Burhanuddin dari INACA.

3. Bahwa dalam mendengar kesaksian dari jajaran Dirjen Perhubungan Udara, Dirjen Pajak dan Pertamina sebagaimana tertuang dalam Putusan KPPU No. 25 Tahun 2010, halaman 257-258 ternyata terhadap Saksi-saksi dan/atau Ahli tersebut tidak dilakukan penyumpahan sesuai disyaratkan Pasal 67 Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2006.

Pasal 67 Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2006:

(1). Dalam setiap tahapan pemeriksaan, Saksi dan Ahli wajib: a. ………..

b. ……….. c. ………..

d. mengangkat sumpah sesuai dengan agama dan kepercayaannya

e. ……….

4. Bahwa tindakan Termohon Keberatan yang tidak mengambil sumpah terhadap Saksi-saksi dan/atau Ahli di atas jelas-jelas merupakan pelanggaran terhadap Pasal 67 Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2006. Kesalahan fatal Termohon Keberatan ini buru-buru dianulir dalam putusannya dengan menyatakan orang-orang dari Dirjen Perhubungan Udara dan Dirjen Pajak adalah sebagai Pemerintah dan bukan sebagai Saksi sehingga tidak perlu diambil sumpahnya. Kesewenang-wenangan Termohon Keberatan dengan menyatakan orang-orang dari Dirjen Perhubungan Udara dan Dirjen Pajak dalam memberikan keterangan guna kepentingan pemeriksaan terkait dengan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Pemohon Keberatan dan PARA TURUT TERMOHON KEBERATAN hanya sebagai Pemerintah dan bukan sebagai Saksi. Pasal 1 angka 22 Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2006 menegaskan yang dimaksud dengan Saksi adalah setiap orang atau pihak yang mengetahui terjadinya pelanggaran dan memberikan keterangan guna kepentingan pemeriksaan.

Mengacu kepada bunyi pasal di atas terbukti orang-orang dari Dirjen Perhubungan Udara dan Dirjen Pajak yang dimintakan keterangannya tersebut adalah sebagai Saksi dan bukan sebagai Pemerintah dan kenyataannya keterangan-keterangan yang diberikan oleh orang-

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan ter Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 144

SKRIPSI KEKUATAN HUKUM TERHADAP PEMBUKTIAN CIRCUMSTANTIAL

EVIDENCE (INDIRECT EVIDENCE) DALAM PUTUSAN KPPU NO. 25/KPPU-I/2009 TENTANG FUEL SURCHARGE YANG DIBATALKAN OLEH PUTUSAN MA NO. 613K/PDT.SUS/2011

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Hal. 145 dari 225 hal. Put. No. 613 K/PDT.SUS/2011

orang dari Dirjen Perhubungan Udara dan Dirjen Pajak dijadikan alat bukti oleh Termohon Keberatan padahal UU No. 5 Tahun 1999 serta Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2006 tidak pernah menyatakan

“Pemerintah” termasuk “Keterangan Pemerintah” sebagai alat bukti.

Keterangan pihak Pertamina yang dimintakan kesaksiannya namun karena tidak di bawah sumpah, maka keterangan dari pihak Pertamina oleh Termohon Keberatan dikatakan tidak sah sebagai alat bukti.

5. Bahwa berhubung kesaksian yang disampaikan orang-orang Dirjen Perhubungan Udara dan Dirjen Pajak tidak di bawah sumpah, dengan demikian keterangan Saksi dan/atau Ahli tersebut harus dinyatakan tidak sah sebagai alat bukti. Dengan demikian Putusan KPPU No. 25 Tahun 2010 yang didasari oleh alat bukti yang tidak sah berdasar hukum sekali dibatalkan.

6. Bahwa selanjutnya Termohon Keberatan dalam Putusan KPPU No. 25 Tahun 2010, halaman 258 antara lain menyatakan:

“… dalam BAP INACA yang dihadiri oleh Sekretaris Jenderal INACA (Tengku Burhanuddin), ditemukan pertanyaan dari Tim Pemeriksa’

Apakah Bapak bersedia diambil keterangannya di bawah sumpah”

dan dijawab “Bersedia”, dengan demikian Majelis Komisi menilai

keterangan tersebut diambil di bawah sumpah, sehingga BAP INACA

merupakan alat bukti yang sah.”

Asumsi Termohon Keberatan tersebut di atas sungguh-sungguh tidak obyektif, bagaimana Termohon Keberatan bisa menafsirkan keterangan yang diberikan Sdr. Tengku Burhanuddin berada di bawah sumpah sementara Termohon Keberatan sendiri tidak menyebutkan dengan jelas:

- Terhadap Sdr. Tengku Burhanuddin betul-betul telah dilakukan/diambil sumpahnya sebelum memberi kesaksian; - Kapan, Dimana dan Siapa yang melakukan penyumpahan

terhadap Sdr. Tengku Burhanuddin tersebut;

- Penyumpahannya dilakukan sesuai dengan kepercayaan yang dianutnya (dengan menyebutkan agama yang dianut Sdr. Tengku Burhanuddin).

Keterangan-keterangan yang diberikan Sdr. Tengku Burhanuddin (tidak jelas apakah berada di bawah sumpah dan/atau tidak ada dilakukan penyumpahan) justru dianggap sebagai alat bukti yang

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan ter Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 145

SKRIPSI KEKUATAN HUKUM TERHADAP PEMBUKTIAN CIRCUMSTANTIAL

EVIDENCE (INDIRECT EVIDENCE) DALAM PUTUSAN KPPU NO. 25/KPPU-I/2009 TENTANG FUEL SURCHARGE YANG DIBATALKAN OLEH PUTUSAN MA NO. 613K/PDT.SUS/2011

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Hal. 146 dari 225 hal. Put. No. 613 K/PDT.SUS/2011

sah oleh Termohon Keberatan. Ini juga telah bertentangan dengan Undang-undang karena Undang-undang menyebutkan dengan jelas pemeriksaan terhadap Saksi dan/atau Ahli harus dilakukan di bawah sumpah sesuai dengan agama yang dianutnya.

7. Bahwa Pemohon Keberatan tidak menerima pemberitahuan untuk hadir dalam pemeriksaan Saksi-saksi dan/atau Ahli di atas padahal sepatutnya diberitahukan sebab Pemohon Keberatan berkepentingan dalam hal mendengarkan penjelasan Saksi-saksi dan/atau Ahli tersebut guna membela, mempertahankan hak dan kepentingan Pemohon Keberatan atas asumsi-asumsi Termohon Keberatan yang menyatakan Pemohon Keberatan telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999.

8. Bahwa disebabkan Putusan KPPU No. 25 Tahun 2010 betul-betul dilandasi asumsi-asumsi yang tidak benar dan tidak tepat serta tidak didukung alat bukti yang tidak sah sesuai yang disyaratkan Pasal 42 UU No. 5 Tahun 1999 dan Pasal 64 Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2006, sehingga adalah berdasarkan hukum Putusan KPPU No. 25 Tahun 2010 dibatalkan.

KEBERATAN KEDUA

PEMOHON KEBERATAN TIDAK PERNAH MENUNDUKKAN DIRI DAN/ATAU TUNDUK TERHADAP PERJANJIAN YANG DIBUAT INACA TERTANGGAL 4 MEI 2006

9. Bahwa Pemohon Keberatan adalah suatu perseroan yang didirikan pada tahun 2002 dan melakukan kegiatan usaha dalam bidang jasa pengangkutan udara.

10. Bahwa Pemohon Keberatan baru terdaftar menjadi anggota INACA sejak tanggal 1 April 2009.

11. Bahwa dalam Putusan KPPU No. 25 Tahun 2010, Termohon Keberatan mengatakan INACA sebagai asosiasi perusahaan angkutan udara Indonesia dalam perjanjian bersama 9 (sembilan) maskapai penerbangan yang tergabung dalam INACA tertanggal 4

Mei 2006 (selanjutnya disebut “PERJANJIAN”) sepakat tentang

pengenaan biaya fuel surcharge sebesar Rp.20.000,- kepada setiap penumpang masing-masing maskapai.

12. Bahwa Pemohon Keberatan TIDAK PERNAH menandatangani PERJANJIAN. Mustahil Pemohon Keberatan turut menandatangani PERJANJIAN karena PERJANJIAN dibuat tanggal 4 Mei 2006

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan ter Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 146

SKRIPSI KEKUATAN HUKUM TERHADAP PEMBUKTIAN CIRCUMSTANTIAL

EVIDENCE (INDIRECT EVIDENCE) DALAM PUTUSAN KPPU NO. 25/KPPU-I/2009 TENTANG FUEL SURCHARGE YANG DIBATALKAN OLEH PUTUSAN MA NO. 613K/PDT.SUS/2011

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Hal. 147 dari 225 hal. Put. No. 613 K/PDT.SUS/2011

sedangkan Pemohon Keberatan masuk menjadi anggota INACA tanggal 1 April 2009. Sesuai pengakuan Termohon Keberatan sendiri PERJANJIAN tersebut sudah dibatalkan pada tanggal 30 Mei 2006 sehingga pembebanan biaya fuel surcharge diserahkan kembali kepada masing-masing maskapai penerbangan. Pada waktu PERJANJIAN dibatalkan Pemohon Keberatan belum terdaftar sebagai anggota INACA.

13. Bahwa Termohon Keberatan dalam Putusan KPPU No. 25 Tahun 2010, halaman 72 antara lain menyatakan:

“... maskapai penerbangan yang merupakan Terlapor dalam perkara ini telah menjadi anggota INACA pada tanggal 4 Mei 2006 adalah: PT. Garuda Indonesia (Persero), PT. Sriwijaya Air, PT. Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT. Mandala Airlines, PT. Lion Mentari Airlines, PT. Metro Batavia, PT. Express Air, PT. Kartika Airlines, dan PT. Trigana

Air Service.”

Pernyataan Termohon Keberatan di atas adalah pernyataan yang tidak benar dan tidak sesuai dengan faktanya sebab sebagaimana telah Pemohon Keberatan uraikan di atas, Pemohon Keberatan baru menjadi anggota INACA pada bulan April 2009.

KEBERATAN KETIGA

UNSUR “MEMBUAT PERJANJIAN DENGAN PESAING PELAKU USAHA”

SEBAGAIMANA DIMAKSUD PASAL 5 UU NO. 5 TAHUN 1999 TIDAK PERNAH TERBUKTI DAN TIDAK BERHASIL DIBUKTIKAN TERMOHON KEBERATAN. DENGAN DEMIKIAN PELANGGARAN PASAL 5 UU NO. 5 TAHUN 1999 TIDAK TERBUKTI KEBENARANNYA DAN KARENANYA ADALAH PATUT DAN BERDASAR HUKUM PUTUSAN KPPU NO. 25 TAHUN 2010 DIBATALKAN

14. Bahwa pernyataan Termohon Keberatan yang menyatakan Pemohon Keberatan beserta PARA TURUT TERMOHON KEBERATAN lainnya adalah Pelaku Usaha memang benar adanya.

Pelaku Usaha menurut bunyi Pasal 1 angka 5 UU No. 25 Tahun 1999 serta Pasal 1 angka 8 Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2006 adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan usaha dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan ter Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 147

SKRIPSI KEKUATAN HUKUM TERHADAP PEMBUKTIAN CIRCUMSTANTIAL

EVIDENCE (INDIRECT EVIDENCE) DALAM PUTUSAN KPPU NO. 25/KPPU-I/2009 TENTANG FUEL SURCHARGE YANG DIBATALKAN OLEH PUTUSAN MA NO. 613K/PDT.SUS/2011

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Hal. 148 dari 225 hal. Put. No. 613 K/PDT.SUS/2011

melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.

15. Bahwa sekalipun sama-sama bergerak di bidang jasa angkutan udara namun Pemohon Keberatan TIDAK PERNAH membuat perjanjian, kesepakatan tertulis maupun tidak tertulis atau bersekongkol dengan pesaing Pemohon Keberatan i.c. PARA TURUT TERMOHON KEBERATAN mengenai penetapan biaya fuel surcharge.

16. Bahwa dari alat bukti tertulis maupun dari keterangan-keterangan Saksi dan/atau Ahli yang diperiksa Termohon Keberatan tidak terbukti dan/atau tidak dapat dibuktikan bahwa antara Pemohon Keberatan dan PARA TURUT TERMOHON KEBERATAN ada perjanjian/kesepakatan tertulis maupun tidak tertulis tentang penetapan fuel surcharge. Dengan demikian asumsi Termohon Keberatan yang menyatakan Pemohon Keberatan telah melanggar Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 benar-benar tidak terbukti kebenarannya.

17. Bahwa oleh karena itu Putusan KPPU No. 25 Tahun 2010 yang menyatakan Pemohon Keberatan telah terbukti melanggar Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 serta menghukum Pemohon Keberatan untuk membayar denda denda sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar Rupiah) dan ganti rugi sebesar Rp.1.900.000.000,- (satu milyar sembilan ratus juta Rupiah) harus dibatalkan karena telah terbukti

unsur “MEMBUAT PERJANJIAN DENGAN PESAING PELAKU USAHA” adalah tidak terbukti terhadap Pemohon Keberatan.

KEBERATAN KEEMPAT

BUKTI-BUKTI YANG DIJADIKAN DASAR DALAM MEMUTUS PERKARA TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PASAL 42 UU NO. 5 TAHUN 1999 DAN PERATURAN KOMISI NO. 1 TAHUN 2006 SEHINGGA PUTUSAN KPPU NO. 25 TAHUN 2010 TIDAK DIDASARI OLEH ALAT BUKTI YANG SAH KARENA ITU SANGAT BERDASAR HUKUM DIBATALKAN

18. Bahwa kembali Pemohon Keberatan tegaskan bahwa Pasal 42 UU No. 5 Tahun 1999 dan Pasal 64 ayat (1) Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2006 telah membatasi alat bukti yang dapat dipergunakan Termohon Keberatan dalam menilai ada atau tidak adanya bukti pelanggaran yang dilakukan Pemohon Keberatan.

Pasal 42 UU No. 5 Tahun 1999:

“Alat-alat bukti pemeriksaan Komisi berupa:

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan ter Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 148

SKRIPSI KEKUATAN HUKUM TERHADAP PEMBUKTIAN CIRCUMSTANTIAL

EVIDENCE (INDIRECT EVIDENCE) DALAM PUTUSAN KPPU NO. 25/KPPU-I/2009 TENTANG FUEL SURCHARGE YANG DIBATALKAN OLEH PUTUSAN MA NO. 613K/PDT.SUS/2011

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Hal. 149 dari 225 hal. Put. No. 613 K/PDT.SUS/2011

a. keterangan saksi b. keterangan ahli

c. surat dan atau dokumen d. petunjuk

e. keterangan pelaku usaha”

Pasal 64 ayat (1) Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2006:

“Dalam menilai terjadi atau tidaknya pelanggaran Tim Pemeriksa

atau Majelis Komisi menggunakan alat-alat bukti berupa: a. Keterangan Saksi

b. Keterangan Ahli

c. Surat dan/atau dokumen d. Petunjuk

e. Keterangan Terlapor”

19. Bahwa dalam Putusan KPPU No. 25 Tahun 2010, halaman 314, Termohon Keberatan antara lain menyatakan:

“Bahwa yang dimaksud dengan perjanjian dalam perkara aquo adalah

perjanjian tidak tertulis untuk menetapkan besaran fuel surcharge secara bersama-sama yang dilakukan oleh para Terlapor yaitu ...

dstnya pada periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) ...dstnya.”

Asumsi-asumsi Termohon Keberatan yang tidak didukung alat bukti yang sah berdasar hukum sekali dibatalkan karena fakta hukumnya Pemohon Keberatan tidak pernah membuat perjanjian tidak tertulis dengan PARA TURUT TERMOHON KEBERATAN tentang penetapan biaya fuel surcharge sekalipun sejak bulan April 2009 masuk sebagai anggota INACA namun Pemohon Keberatan tidak pernah menundukkan diri terhadap PERJANJIAN yang telah dibatalkan INACA pada tanggal 30 Mei 2006.

20. Bahwa untuk membuktikan Pemohon Keberatan telah melanggar Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999, harus diuji terlebih dahulu dan dibuktikan apakah seluruh unsur pasal dimaksud telah terpenuhi. Unsur dimaksud adalah bagian dari kata-kata yang ada pada Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999. Pembuktian seluruh unsur dari pasal yang dituduhkan atau dipersangkakan adalah mutlak. Satu unsur saja tidak terpenuhi maka pelanggaran yang dituduhkan terhadap Pemohon Keberatan menjadi tidak terbukti.

21. Bahwa pada Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 terdapat unsur yang sangat penting harus dibuktikan terlebih dahulu sebelum

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan ter Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 149

SKRIPSI KEKUATAN HUKUM TERHADAP PEMBUKTIAN CIRCUMSTANTIAL

EVIDENCE (INDIRECT EVIDENCE) DALAM PUTUSAN KPPU NO. 25/KPPU-I/2009 TENTANG FUEL SURCHARGE YANG DIBATALKAN OLEH PUTUSAN MA NO. 613K/PDT.SUS/2011

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Hal. 150 dari 225 hal. Put. No. 613 K/PDT.SUS/2011

membuktikan unsur-unsur lainnya. Unsur yang dimaksudkan adalah

“Perjanjian baik dalam bentuk tertulis dan/atau tidak tertulis dengan pelaku usaha pesaing”. Unsur-unsur lain tidak relevan dan tidak perlu lagi dibuktikan apabila ternyata unsur Perjanjian ini tidak terpenuhi. 22. Bahwa setelah dipelajari secara cermat uraian Termohon Keberatan

mengenai unsur-unsur Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 terbukti hanya unsur sebagai Pelaku Usaha saja yang berhasil Termohon Keberatan buktikan sementara unsur adanya perjanjian tertulis dan/atau