• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberhasilan Hidup dan Perkembangan A atlas (F3) Pada Pakan Daun Sirsak

METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian

5.4. Keberhasilan Hidup dan Perkembangan A atlas (F3) Pada Pakan Daun Sirsak

Respon perlakuan Attacus atlas (F3), yaitu dari 80 ekor larva yang dipelihara

dengan pemberian pakan daun sirsak, larva yang hidup sampai instar keenam adalah 80 (4 x 20) ekor (100 %). Total waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sekali daur hidupnya, mulai dari telur sampai imago bertelur lagi memerlukan waktu : 56-72 hari dengan rataan (64,0 ± 5,63) hari (Tabel 21).

Tabel 21. Daur Hidup A. atlas F3 Pada Daun Sirsak (n= 80) ________________________________________________________

Lamanya waktu (hari)

Stadium _________________________________________________ Kisaran Rata-rata ________________________________________________________ 1. Inkubasi telur 6-8 (7,5 ± 0,71) 2. Larva 30-38 (33 ± 3,33) a) Instar 1 4-5 (4,75 ± 0,44) b) Instar 2 4-5 (4,6 ± 0,5) c) Instar 3 4-5 (4,6 ± 0,5) d) Instar 4 4-5 (4,65 ± 0,49) e) Instar 5 6-8 (6,75 ± 0,91) f) Instar 6 8-10 (8,75 ± 0,59) 3. Munculnya Imago 20-26 • a) Jantan 20-23 (22,00 ± 1,26) b) Betina 21-26 (24,60 ± 0,70) ___________________________________________________________ • Lamanya umur imago jantan 2-4 hari dan imago betina 2-10 hari

Selanjutnya keberhasilan hidup A. atlas (F3) pada pakan daun sirsak, yaitu dari 80 ekor larva yang dipelihara 100 % mencapai masa pupasi. Munculnya imago sebanyak 20 ekor ( 25 %) dari total 80 pupa dengan rincian imago jantan 8 ekor (8/20 = 0,4) dan imago betina 12 ekor (12/20 = 0.6), sehingga sex ratio antara jantan dan betina adalah (1 : 1,6). Jumlah telur 3124 butir dari 12 ekor betina dengan rataan (260,33±8,36) butir.

Lamanya daur hidup Attacus atlas (F1-F3) dengan pemberian pakan daun sirsak di setiap fase perkembangan, mulai dari telur sampai imago bertelur lagi berbeda dengan Attacus atlas (F1-F3) yang diberikan pakan daun teh. Dari 240 ekor larva Attacus

atlas (F1-F3) yang dipelihara pada pakan daun sirsak, menunjukkan perkembangan

hidup, yaitu : F1 inkubasi telur 11,40 ± 0,89 hari, periode larva 39,55 ± 4,38 hari, masa pupasi 26,75 ±2,87 hari, munculnya imago jantan 23,33±3,06 hari, imago betina 28,0±0,71 hari. F2 : Inkubasi telur 7,25±0,96 hari, periode larva 33,95±4,12 hari, masa pupasi 24,13±1,64 hari, munculnya imago jantan 23,33±0,58 hari, imago betina 24,74±2,22 hari. F3 : Inkubasi telur 7,50±0,71 hari, periode larva 33,00±3,33 hari, masa pupasi 23,63 ±1,59 hari, munculnya imago jantan 22,00±1,26 hari, imago betina 24,60±0,70 hari.

5.5. Keberhasilan Hidup dan Perkembangan A. atlas (F3) Pada Pakan Daun Teh

Respon perlakuan Attacus atlas generasi ketiga (F3), dari 80 ekor larva yang

dipelihara dengan pemberian pakan daun teh, larva yang hidup sampai dengan instar enam adalah 80 (4 x 20) ekor larva (100 %). Total waktu yang diperlukan A. atlas yang diberikan pakan alami daun teh untuk menyelesaikan sekali daur hidupnya, yaitu mulai dari telur sampai imago bertelur lagi memerlukan waktu 56-72 hari dengan rataan (64,0± 5,88) hari (Tabel 22).

Tabel 22. Daur Hidup A. atlas F3 Pada Daun Teh (n= 80) ________________________________________________________

Lamanya waktu (hari)

Stadium _________________________________________________ Kisaran Rata-rata ________________________________________________________ 1. Inkubasi telur 6-8 7,10± 0,88 2. Larva 30-38 33,00± 3,33 a) Instar 1 4-5 4.65± 0.49 b) Instar 2 4-5 4,50± 0,51 c) Instar 3 4-5 4,45 ± 0,51 d) Instar 4 4-5 4,45 ± 0,51 e) Instar 5 6-8 6,60 ±0,82 f) Instar 6 8-10 7,45 ± 0,76 3. Munculnya Imago 20-26 • a) Jantan 20-24 20,57 ± 0,53 b) Betina 21-26 23,60 ± 0,70 ___________________________________________________________ • Lamanya umur imago jantan 2-4 hari dan imago betina 2-10 hari

Selanjutnya keberhasilan hidup A. atlas (F3) yang dipelihara pada pakan daun teh, yaitu dari 80 ekor larva yang dipelihara 100 % hidup dan mencapai masa pupasi. Munculnya imago 23 ekor (28,75 %). Imago jantan 8 ekor (8/23 = 0,35) dan imago betina 15 ekor (15/23 = 0,65), sehingga sex ratio antara jantan dan betina adalah (1 : 1,65). Jumlah telur 4271 butir dari 15 ekor betina dengan rataan (284,73±7,93) butir. Keberhasilan hidup Attacus atlas (F1-F3) pada pakan daun teh, yaitu dari 240 ekor larva yang dipelihara, menunjukkan hasil F1 : Inkubasi telur 11,00±0,82 hari, periode larva 38,75±4,29 hari, masa pupasi 23,42±2,37 hari, munculnya imago jantan 21,33±1,53 hari, imago betina 25,00±1,41 hari. F2 : Inkubasi telur 6,75±0,96 hari, periode larva 33,80±3,69 hari, masa pupasi 23,38±3,54 hari, munculnya imago jantan 22,20±1,77 hari, munculnya imago betina 22,67±1,71 hari. F3 : Inkubasi telur 7,10±0,88

hari, periode larva 33,00±3,33 hari, masa pupasi 22,20±1,67 hari, munculnya imago jantan 20,57 hari, imago batina 23,60±0,70 hari.

Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan antara fase perkembangan pada pakan daun sirsak dan teh. Inkubasi telur, periode larva dan masa pupasi F1 pada daun sirsak dan teh berbeda nyata dengan F2 dan F3. Munculnya imago antara F1, F2 dan F3 tidak berbeda nyata. Terjadinya perbedaan perkembangan hidup antara generasi ini disebabkan kondisi lingkungan (suhu dan kelembaban) serta kualitas pakan yang tersedia.

Berdasarkan data yang ada, keberhasilan hidup Attacus atlas (F1-F3) dalam ruangan lebih baik dan siklus hidupnya lebih pendek bila dibandingkan dengan di alam. Hal ini didasarkan pada beberapa penelitian yang telah dilakukan di alam, yaitu Situmorang (1996) melaporkan bahwa Attacus atlas dengan pemberian pakan daun keben, periode larva berkisar antara 35-41 hari, inkubasi telur 5-11 hari, periode pupasi 25-38 hari, dengan keberhasilan hidup 10 % dari 100 ekor larva. Subagyo (2000) yang memelihara Attacus atlas pada daun mahoni, menunjukkan periode larva 35,96 ± 2,82 hari, masa pupasi 26-32 hari, keberhasilan hidup 40 %dari 100 ekor larva. Widyarto (2001) memelihara Attacus atlas pada daun gempol, menghasilkan periode larva 38.50±10.61 hari, kemunculan imago 6 %, keberhasilan hidup 44,58 %.

Terjadinya perbedaan perkembangan hidup antara dalam ruangan dengan di alam, dimana pertumbuhan dan perkembangan di alam lebih lambat dan keberhasilan hidupnya rendah, disebabkan kondisi lingkungan (suhu dan kelembaban) di alam yang selalu berfluktuatif dan kualitas pakan yang tidak pasti. Cuaca di alam akan berpengaruh terhadap proses metabolisme larva. Jika cuaca di bawah 20 0C atau melebihi dari 30 0C akan mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas ulat sutera.

5.6. PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh terlihat bahwa jenis pakan yang berbeda mempunyai dampak yang berbeda terhadap serangga A. atlas. Hasil tertinggi terdapat pada A. atlas (F3) yang diberikan pakan daun teh, sedangkan A. atlas yang diberikan pakan daun sirsak lebih rendah. Perbedaan pola tersebut dapat dilihat pada semua tahapan instar, dimana konsumsi pakan segar dan pemanfaatan pakan meningkat sesuai dengan umur, baik pada pakan daun sirsak maupun pakan daun teh.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang nyata antara konsumsi pakan segar dan daya cerna, pada ulat sutera liar Attacus atlas yang diberi pakan daun sirsak maupun teh, yaitu pada instar kelima sampai instar keenam (Tabel 18). Attacus atlas (F3) yang diberikan pakan daun teh lebih banyak menkonsumsi pakan (137,97 g pakan/larva), dapat memanfaatkan pakan sebanyak 40,86 persen selama satu periode instar, bila dibandingkan dengan daun sirsak yang dapat menkonsumsi pakan segar sebanyak 129,01 gram pakan/larva dengan daya cerna 38,66 persen. Terjadinya perbedaan konsumsi pakan antara daun teh dengan sirsak disebabkan karena pada pakan daun teh terdapat kandungan nutrisi dan komponen senyawa kimia yang sangat disukai oleh ulat sutera liar Attacus atlas (Tabel 23).

Tabel 23. Rata-rata kandungan nutrisi pada pakan daun sirsak dan teh __________________________________________________________________

Kandungan nutrisi Daun sirsak Daun teh (%) (%) ___________________________________________________________________ Kadar air 65,46 69,64 Protein 6,59 6,87 Lemak 1,24 1,43 Karbohidrat 8,80 5,66 Kadar abu 1,08 1,72 ___________________________________________________________________

Selain faktor kualitas nutrisi, pada pakan daun teh juga mengandung komponen kimia tertentu seperti catechin, flefanol, pectin, recin, substansi aromatik dan enzim- enzim (theoflavin dan theoruligin), sebagai zat perangsang untuk makan. Komponen kimia ini menyebabkan aroma, warna dan rasa yang dapat disukai oleh ulat sutera Attacus atlas. Komponen kimia sangat erat hubungannya dengan reseptor yang dimiliki oleh ulat sutera untuk mengenali pakannya, dimana pada ulat sutera terdapat maxilla dan antenanya untuk mengenal sukrosa, gula, mineral, vitamin dan air (Tazima, 1978; Setyamijaya, 2000). Beberapa peneliti ulat sutera menyatakan bahwa perilaku makan ulat sutera ini dipengaruhi oleh kelompok bahan perangsang makan, yaitu zat perangsang (Olfactory atractant) termasuk di dalamnya adalah flefanol dan zat perangsang untuk menggigit (bitting faktor) yaitu berupa pectin, resin dan vitamin. Kombinasi dari kelompok tersebut berperan penting bagi larva dalam penerimaan pakannya (Hamamura, 1962). Rangsangan ini memberi sinyal kepada sistem neurohormonalnya, yang kemudian ditanggapi dengan pengaturan sekresi hormon.

Selain hal tersebut, kadar air pakan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas Attacus atlas. Kecukupan air dalam daun sangat berpengaruh terhadap rangsangan peristiwa “menyilih”. Dari hasil analisa proksimat kedua jenis pakan (sirsak dan teh), menunjukkan kadar air rata-rata yang cukup tinggi yaitu sebesar 69,64 % (daun teh) dan 65,46 % (daun sirsak). Kadar air kedua pakan tersebut masih dalam kisaran ideal (kisaran yang baik adalah 70 %) (Ekastuti, 1999; Ekastuti, 2005). Oleh karena itu terjadinya lama stadium tidak terlalu memanjang. Jika kadar air pakan tidak mencukupi, maka rangsangan pada peristiwa ganti kulit (molting) tertunda atau tidak kunjung tiba. Akibatnya siklus hidup menjadi lebih panjang.

Selama pengamatan dan hasil pengukuran konsumsi pakan pada kedua jenis pakan uji (sirsak dan teh) menunjukkan bahwa, instar keenam menkonsumsi pakan yang cukup banyak (61,42 gram/ekor) untuk sirsak dan (68,58 gram/ekor) pada daun teh selama satu periode. Hasil uji statistik (Tabel 18) berbeda nyata, yaitu konsumsi pakan segar teh lebih tinggi dari sirsak. Hal ini disebabkan karena kadar air daun teh lebih tinggi daripada daun sirsak. Kadar air daun sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan segar, kecernaan, pertumbuhan dan produksi kokon (Ekastuti, 2005). Kadar air daun teh (69,64 %) jauh lebih baik dari sirsak (65,46), oleh karena itu konsumsi pakan segar (137,97) gram, kecernaan, laju pertumbuhan, produksi telur dan kualitas kokon lebih baik dari sirsak.

Hasil penelitian terhadap Attacus atlas (F3) dengan pemberian pakan daun sirsak dan teh, menunjukkan keberhasilan hidup yang tinggi. Dari 80 ekor larva yang dipelihara pada pakan daun sirsak 100 persen mencapai masa pupasi. Keberhasilan hidup yang tinggi ini disebabkan Attacus atlas (F3) telah beradaptasi dengan kondisi (suhu dan kelembaban) dalam ruangan serta tersedianya kualitas pakan yang baik dan diberikan secara kontinyu. Bila dibandingkan dengan pemeliharaan di alam persentase keberhasilan hidupnya relatif kecil. Hasil penelitian Situmorang (1996) menunjukkan bahwa dari 100 ekor larva Attacus atlas yang dipelihara pada tanaman keben (Barringtonia asiatica K.), keberhasilan hidupnya hanya mencapai 10 %, bobot kokon berisi pupa antara 6,6-11,8 gram. Widyarto (2001) yang memelihara 100 ekor larva A. atlas pada tanaman dadap

(Erythrina lithosperina M.), dan gempol (Nauclea orientalis L.), di Kebun Sawit

Fakultas Biologi UGM Yogyakarta, keberhasilan hidup pada tanaman dadap 10 % dan pada gempol 8,33 %. Tjiptoro (1997) melaporkan bahwa dari 100 ekor larva A. atlas

yang dipelihara pada tanaman gempol di Kebun Biologi, setiap pohon ditutupi dengan kain kasa (kelambu) untuk menghindari dari serangan predator, keberhasilan hidupnya mencapai 44 % dengan total perkembangan 73,08 hari. Subagyo (2000) yang memelihara A. atlas pada tanaman mahoni (Swietenia mahagoni J.) di Kebun Biologi UGM Yogyakarta, dari 100 ekor larva yang dipelihara tingkat mortalitas 58 % (keberhasilan hidup 42 %) dengan waktu perkembangan 73,08 hari. Kalshoven (1981) mengatakan bahwa sutera yang dipelihara di alam, tidak menghasilkan kokon yang banyak. Hal ini disebabkan sekitar 85 % telur-telurnya terserang penyakit, parasit dan predator, sehingga telur-telur yang berkembang sampai dewasa sekitar 2-5 % saja.

Attacuss atlas dapat menkonsumsi dan memanfaatkan pakan dengan baik, maka

akan terjadi pertambahan bobot badan yang besar sesuai dengan tahapan instar. Dari hasil pengamatan terlihat jelas bahwa terjadi pertambahan bobot badan pada setiap tahapan instar, mulai dari instar pertama sampai instar terakhir pada pakan daun sirsak maupun pada pakan daun teh. Bobot badan awal instar enam pada daun sirsak 28,30 gram/ekor dan 29,53 gram/ekor pada daun teh. Pada awal instar enam antara daun sirsak dan daun teh tidak berbeda nyata. Pada setiap awal instar terjadi penurunan bobot badan, hal ini disebabkan pada awal instar terjadi proses molting (pergantian kulit), dimana semua lapisan kulitnya terkelupas mulai dari thorax sampai anus, selain itu pada saat molting larva tidak makan sampai beberapa saat kemudian baru makan, sehingga bobot badannya menurun. Pada akhir instar`enam terjadi penurunan bobot badan. Hal ini disebabkan pada akhir instar enam, menjelang molting larva sudah tidak makan lagi, hanya bergerak atau mencari tempat yang cocok untuk pengokonan. Selain itu pada akhir instar enam larva mengeluarkan cairan dan feses seperti diare, sehingga bobot badan

larva lebih kecil. Pada Gambar 18, disajikan pola perubahan bobot badan awal instar dan akhir instar. Perubahan bobot badan awal instar polanya mirip kurva sigmoid (Gambar 18). 0 5 10 15 20 25 30 35 Inst ar 1 Inst ar 2 Inst ar 3 Instar 4 Instar 5 Inst ar 6

Tahapan Perkembangan Instar

P e rt a m ba ha n B obot B a da n ( g) Sirsak .Teh Gambar 18. Perubahan bobot badan A. atlas (F3) pada sirsak dan teh

Perbedaan bobot badan ini tidak saja terjadi pada setiap awal dan akhir instar, tetapi juga terlihat pada setiap tahap masing-masing instar. Dari hasil analisis dan pengamatan terlihat bahwa pertambahan bobot badan A. atlas (F3) pada pakan daun teh lebih tinggi dibandingkan dengan pakan daun sirsak. Beberapa hasil penelitian para ahli mengemukakan bahwa : Pertumbuhan larva Lepidoptera sangat tergantung pada kandungan air pakan (Reese dan Beck, 1978; Scriber dan Slansky, 1978 dan Paul et al., 1992, Ekastuti, 2005). Reese dan Beck (1978) menyatakan bahwa pertumbuhan menurun bila kandungan bahan kering pakan sangat rendah atau tinggi. Pertumbuhan optimal dicapai bila kandungan bahan kering pakan mendekati pakan kontrol. Scriber (1979) menyatakan bahwa daun yang diberi suplementasi air memperpendek secara nyata

stadium larva dan mempercepat laju pertumbuhan relatif dibandingkan dengan larva yang daunnya tidak dicelup air.

Paul et al. (1992) menyatakan bahwa laju pertumbuhan meningkat dengan meningkatnya persentase kelembaban daun (65 % s/d 76,6 %). Bobot badan akhir larva juga meningkat secara nyata dengan meningkatnya kadar air daun. Pada penelitian tersebut juga dikemukakan bahwa periode larva yang diberi daun dengan kadar air rendah lebih lama daripada larva yang kadar airnya tinggi. Evans (1984) mengatakan rendahnya kandungan gizi pada pakan mengakibatkan pertumbuhan (bobot badan ) yang rendah pada serangga. Chapman (1982) menyatakan bahwa adanya kandungan nutrisi yang sesuai bagi serangga, tidak hanya menyebabkan laju pertumbuhan yang cepat, tetapi juga menyebabkan kemampuan bertahan hidup yang lebih baik.

BAB VI

Analisis Kualitas Kokon Attacus atlas (F1-F3) Yang Diberi Pakan Daun Sirsak (Annona muricata) dan Daun Teh (Camelia sinensis)

Dokumen terkait