• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian

4.4. Ciri morfologi Attacus atlas ( Lepidoptera : Saturniidae) dan Perilakunya 1 Imago

4.4.3. Masa Pupas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama periode pupa A. atlas pada pakan daun teh dan sirsak tampak berbeda, yaitu lama periode pupa pada F2 lebih pendek bila dibandingkan dengan F1. Selama perkembangan, didapatkan bahwa sebagian pupa A. atlas tidak berhasil menjadi imago. Akan tetapi terjadi peningkatan kemunculan imago yaitu 10 % (8 ekor) pada F1 meningkat menjadi 15 % (12 ekor) pada F2 dengan pemberian pakan sirsak. A. atlas yang diberikan pakan daun teh 11,25 % (9 ekor) pada F1 meningkat menjadi 18,75 % (15 ekor) pada F2 (Tabel 13). Mortalitas pra pupa biasanya berupa kegagalan larva instar ke-6 dalam membuat kokon. Larva instar enam yang telah siap berpupasi akan membuat kokon pelindung dirinya di permukaan atas ataupun di bawah daun, berdasar pertimbangan keamanan dan kenyamanan saat melewati masa-masa pupasi. Larva yang siap berpupasi tingkat kepekaan terhadap gangguan akan meningkat, jadi apabila larva mendapat gangguan akan menyebabkan terjadinya kegagalan dalam penyelesaian pembuatan kokon dan kegagalan mencapai tahap pupa dan imago.

4.4.4. Imago

Ketika masa pupasi telah berakhir maka imago Attacus atlas akan muncul dari kokonnya, biasanya imago muncul dari kokon pada malam hari. Imago yang muncul dari kokon umurnya pendek dan tidak makan. Imago A. atlas biasanya istirahat pada siang hari (Peigler, 1989). Munculnya imago Attacus atlas dari generasi pertama (F1) sampai F3 pada imago jantan maupun betina tampak berbeda nyata pada pakan daun sirsak maupun pakan daun teh. Imago betina memerlukan waktu yang cukup lama bila

dibandingkan dengan imago jantan, hal ini disebabkan pada imago betina terjadi pembentukan telur (oogenesis).

Tabel 16. Munculnya Imago A. atlas (F1-F2) pada Pakan Daun Sirsak dan Teh _____________________________________________________________

Lamanya waktu (hari)

Generasi ___________________________________________________ Daun sirsak Daun teh

_____________________________________________________________ F1 Betina 28,00 ± 0,71a 25,00 ± 1,41a F1 Jantan 23,33 ± 3,06b 21,33 ± 1,53b F2 Betina 24,75 ± 2,22a 22,25 ± 1,71a F2 Jantan 23,33 ± 0,58b 24,50 ± 4,80b _____________________________________________________________ Ket : Superscript berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata

4.4.5. Keperidian (Fecundity)

Jumlah telur yang dihasilkan oleh imago betina yang diberi pakan daun teh dan sirsak disajikan pada Tabel 17. Keperidian (fecundity) imago A. atlas pada pakan daun teh mempunyai jumlah telur lebih banyak bila dibandingkan dengan imago A. atlas pada pakan daun sirsak.

Tabel 17. Keperidian Imago A. atlas (F1-F2) pada Pakan Daun Sirsak dan Teh _________________________________________________________________

Jumlah telur (butir)

Generasi ________________________________________________________ Daun sirsak Daun teh

_________________________________________________________________ F1 137,80 ± 25,15a 182,50 ± 26,72 b

F2 165,80 ± 9,32a 193,87 ± 29,28b

_________________________________________________________________ Ket : Superscript berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata Data yang ada mulai dari F1 sampai dengan F2, dapat dijelaskan bahwa siklus hidup pada

Generasi kedua (F2) jumlah telurnya lebih banyak, hal ini disebabkan karena : Perubahan tingkah laku, lebih tenang, efisien dan produktif.

Pemeliharaan A. atlas pada pakan daun sirsak maupun pakan daun teh di dalam ruangan menunjukkan tingkat keberhasilan hidup yang sama (100 %). Keberhasilan hidup yang tinggi dapat diketahui dari prosentase hidup larva yang tinggi, periode larva yang singkat, bobot kokon dan keperidian (fecundity) imago betina yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa larva A. atlas yang dipelihara pada pakan daun teh maupun sirsak menunjukkan tingkat keberhasilan hidup mencapai 100 %.

Dari data yang ada mulai dari F1 sampai dengan F2, dapat dijelaskan bahwa siklus

hidup pada generasi pertama (F1) lebih panjang, bila dibandingkan dengan F2. Hal ini

disebabkan beberapa faktor, yaitu :

1. Faktor eksternal (suhu dan kelembaban).

Ulat sutera adalah hewan poikiloterm, dimana suhu tubuhnya diatur secara langsung oleh suhu lingkungannya. Aktivitas fisiologis sangat dipengaruhi oleh suhu tubuh, jika suhu yang terlalu tinggi menyebabkan pakan cepat layu dan larva tersebut tidak mau makan, selain itu menyebabkan kecepatan respirasi bertambah dan kontraksi pembuluh darah di bagian dorsal meningkat, terjadi peningkatan metabolisme sehingga sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ulat sutera. Kelembaban tinggi akan mempengaruhi secara langsung kandungan air dalam tubuh larva. Kelembaban yang tinggi juga akan mempermudah proliferasi mikroba pada pakan menyebabkan penyakit pada larva, selain itu kelembaban yang tinggi imago yang akan keluar sayapnya akan cacat dan tidak bisa terbang sehingga tidak bisa terjadi kopulasi.

2. Perubahan siklus

Larva Attacus atlas awal proses adaptasi berada pada suhu dan kelembaban serta kondisi lingkungan musim penghujan, sehingga pada kondisi ini kandungan air dalam daun tanaman untuk makanan larva relatif lebih banyak. Hal ini secara fisiologis (Chapman, 1969) mengganggu keseimbangan hormon juvenil dan ekdison dalam tubuh larva, yang mengakibatkan pergantian kulit pada instar tertunda, sehingga stadium bertambah lama. Dengan demikian jelas bahwa musim hujan cenderung mempengaruhi siklus hidup Attacus atlas.

3. Perubahan Tingkah Laku

Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) terjadi perubahan tingkah laku dari alam menjadi lebih tenang dalam ruangan, karena Attacus atlas telah beradaptasi dengan kondisi dalam ruangan serta kuantitas dan kualitas pakan tersedia secara kontinyu..

Larva instar keenam membutuhkan waktu paling panjang dibandingkan dengan instar lain yang berlangsung 8-10 hari. Hal ini disebabkan pada instar keenam akan memasuki stadium pupa yang secara morfologis dan fisiologis berbeda dengan stadium lainnya. Perubahan stadium larva menjadi pupa dalam metamorfosis serangga (Chapman, 1969) membutuhkan waktu cukup lama karena :

1. Terjadinya pertumbuhan dan perubahan dari organ tertentu.

2. Terjadinya proses pengumpulan dan penimbunan cadangan makanan sebagai sumber energi guna mendukung perubahan dari pupa menjadi imago, karena dalam stadium pupa terjadi aktivitas morfologi berikutnya.

3. Sekresi protein sutera. Hampir seluruh rongga tubuh larva instar terakhir dipenuhi oleh kelenjar sutera, ulat sutera menggunakan sebagian besar nutrien yang dikonsumsinya selama stadium larva untuk mensintesis protein sutera cair.

Pada serat sutera kokon Attacus atlas secara garis besar dipengaruhi oleh kandungan nutrien tumbuhan yang terdapat pada pakan ulat sutera liar Attacus atlas. Ulat sutera liar menggunakan protein dan asam amino dalam daun untuk mensintesis protein khusus di dalam tubuh ulat sutera. Variasi protein daun mempengaruhi pengaturan jumlah protein yang diambil oleh ulat sutera liar dari pakan dan secara langsung mempengaruhi serat kokon. Protein juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ulat sutera liar. Protein tumbuhan yang dibentuk dari nitrogen udara dan nitrat dalam tanah kemudian akan mengalami metabolisme di dalam tanaman pakan, sehingga akan menghasilkan protein tumbuhan dan asam amino. Tanaman pakan ini kemudian akan dimakan oleh ulat sutera liar Attacus atlas yang selanjutnya akan mengalami metabolisme, sehingga akan menghasilkan berbagai produk antara lain asam amino, peptida, zat warna dan protein yang lain. Asam amino dan peptida tersebut kemudian akan digunakan untuk membentuk protein kelenjar sutera. Protein serat sutera ini dibentuk di dalam kelenjar sutera di bagian sublingual.

Lama stadium pupa antara 20-29 hari. Variasi tersebut disebabkan adanya perbedaan kepribadian tiap individu pupa yang telah ada mulai dari stadium telur ataupun larva, sehingga akan berpengaruh juga terhadap lama stadium pupa. Berdasarkan hal tersebut di atas terbukti bahwa tanaman inang dapat mempengaruhi tingkat perkembangan serangga.

Hasil penelitian dari pemeliharaan Attacus atlas di dalam ruangan menunjukkan tingkat keberhasilan mendekati 100 persen bila dibandingkan dengan di alam yang hanya mencapai 10 persen saja. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kurangnya keberhasilan disebabkan beberapa faktor, yaitu adanya predator, patogen penyakit dan cuaca. Golongan predator yang dijumpai yaitu semut (Ordo Hymenoptera dari Famili

Formicidae), tawon (Ordo Hymenoptera Famili Vespidae), belalang sembah (Ordo

Orthoptera dari Famili Mantidae), kepik (Ordo Hemiptera), lalat perampok (Ordo Diptera), laba-laba (Klas Arachnida), dengan beberapa Famili yaitu Lycosidae, Oxiyopidae, Salcicidae) (Situmorang, 1996). Predator-predator ini umumnya menyerang larva dari bermacam tingkatan instar. Larva instar satu, dua dan tiga di lapangan biasanya diserang oleh predator dari golongan semut, tawon, laba-laba. Larva dari instar awal ini sangat mudah diserang dan dimangsa predator karena sifat fisiknya yang masih cukup lemah, sehingga tingkat mortalitasnya cukup tinggi terutama dari larva instar satu.

BAB V

Hasil Respon Perlakuan Jenis Pakan Alami (Sirsak dan Teh) Terhadap Pertumbuhan dan Produktifitas A. atlas (F3) (Lepidoptera : Saturniidae)

5.1 Konsumsi Pakan A. atlas (F3) Pada Pakan Daun Sirsak dan Teh

Dari masing-masing 80 ekor larva A. atlas (F3) yang dipelihara pada daun sirsak dan teh dari instar 1- 6, menunjukkan konsumsi pakan segar meningkat sesuai dengan stadianya.

Tabel 18. Rataan Konsumsi Pakan segar A. atlas (F3) pada Sirsak & Teh _________________________________________________________________ Sirsak Teh

(n=80) (n=80)

Instar _________________________________________________________ Konsumsi pakan Segar (g)/larva Konsumsi Pakan Segar (g)/larva __________________________________________________________________ Pertama 1,60±0,27a 1,62±0,03a Kedua 3,65±0,16a 3,72±0,14a Ketiga 5,16±0,38a 5,44±0,15a Keempat 23,32±0,67a 23,95±0,86a Kelima 33,86±1,26a 34,12±0,53b Keenam 61,42±2,05a 68,58±2,03b Total Konsumsi 129,01 137,97 _________________________________________________________________ Ket : Superscript berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 18 dapat dijelaskan bahwa Attacus atlas dengan pemberian pakan daun teh dapat menkonsumsi pakan segar sebanyak 137,97 gram pakan/larva selama satu periode instar. Sedangkan Attacus atlas dengan pemberian pakan daun sirsak dapat menkonsumsi pakan segar sebanyak 129,01 gram pakan/larva selama satu periode. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terjadi perbedaan antara konsumsi pakan segar pada daun sirsak dengan daun teh, yaitu pada instar kelima dan instar keenam.

Gambar 16. Konsumsi Pakan A.atlas (F3) pada Sirsak dan Teh

Dokumen terkait