• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian

4.4. Ciri morfologi Attacus atlas ( Lepidoptera : Saturniidae) dan Perilakunya 1 Imago

4.4.3.7 Larva instar Keenam

Larva instar 6 merupakan tahapan terakhir stadium larva. Larva instar 6 ini memiliki ciri- ciri : ukuran tubuh relatif sangat besar, gemuk dan kokoh, panjang tubuh mencapai 8.1-12 cm (rataan dari 4 ekor larva) (Gambar 11).

Gambar 11 Larva Attacus. atlas instar 6

Pada awal instar tubuh berwarna hijau cerah dengan bintik-bintik berwarna hitam di bagian dorsal thoraks dan di sekitar anal. Gerakan larva terlihat lamban karena tubuh yang gemuk dan kokoh. Aktivitas makan larva sangat tinggi, dikarenakan larva instar 6 merupakan periode terakhir untuk memperoleh makanan sebagai cadangan energi pada stadium pupa.

Menjelang berakhirnya larva instar 6, tubuh dominan berwarna putih di bagian dorsal, hijau kekuningan di bagian ventral dan lateral. Larva menjadi kurang aktif makan dan aktif berjalan-jalan dari dan ke daun atau ke sudut mencari tempat yang tepat untuk membuat kokon. Kondisi ini diawali ketika larva masih aktif makan, tetapi feses yang dikeluarkan bersifat encer atau diare. Beberapa saat kemudian larva menjadi kurang aktif makan.

Larva instar 6 biasanya memilih daun sebagai tempat melekatkan kokon yang aman. Larva yang telah menemukan daun yang cocok akan segera merajut kokon pada

daun tersebut. Larva instar 6 membuat kokon dengan menggunakan cairan sutera yang akan segera mengering. Pada saat merajut kokon sudah tidak memakan daun, aktivitas sepenuhnya digunakan untuk membuat kokon.

4.3.4 Pembentukan kokon dan Pupa

Pembentukan kokon (Gambar 12), dimulai ketika larva instar 6 mulai mengeluarkan cairan sutera yang dilekatkan pada wadah pemeliharaan atau pada daun, yang akan digunakan untuk melekatkan kokon. Serat-serat yang terbentuk ini berfungsi untuk menguatkan daun agar tidak jatuh ketika daun sudah tua dan mengering. Setelah menguatkan agar tidak mudah jatuh, larva akan meneruskan pembuatan kokon pada daun tersebut. Pembentukan kokon ini dilakukan larva hingga terbentuk kokon sempurna. Larva akan membentuk kokon dengan memanfaatkan daun sebagai tempat melekatkan kokonnya. Biasanya daun dilipat bagian ujung dan tepi daun, dan dihubungkan dengan serat-serat sutera sehingga akan terbentuk suatu rongga tempat pupa. Bagian kokon yang menghadap ke atas biasanya terdapat lubang sebagai tempat keluar imago. Posisi larva sebelum berubah menjadi pupa biasanya dengan kepala ada di bagian atas, sehingga pada saat pupa calon kepala imago berada di atas, posisi ini akan menguntungkan ketika imago keluar dari kokon.

Pembentukan kokon biasanya dimulai pada sore hari. Larva akan tertutup seluruhnya kurang dari 6 jam. Larva yang telah tertutup ini masih terus merajut kokon hingga kokon tersebut terbentuk sempurna. Hal ini terlihat pada kokon yang masih tipis. Setelah kokon tersebut sempurna larva akan berdiam diri beberapa saat kemudian mempersiapkan metamorfosa dari larva menjadi pupa. Kokon yang di dalamnya masih

terbentuk larva atau sudah menjadi pupa dapat diketahui dengan menggoyang-goyangkan kokon. Apabila isi dalam kokon tidak dapat bergeser berarti isi di dalam kokon masih berwujud larva, dan apabila isi kokon tersebut bergeser, dan terdapat rongga antar isi kokon dan kokon berarti larva telah berubah menjadi pupa.

Larva instar 6 akan membuat kokon sesuai dengan ukuran tubuhnya. Tahapan pupa merupakan stadium yang lemah. Keberadaan kokon sangat diperlukan untuk menjaga pupa dari gangguan luar. Selain itu kokon berfungsi untuk menjaga agar kondisi luar pupa (dalam kokon) tetap sesuai dan menjaga dari pengaruh lingkungan yang buruk yang akan mengganggu perkembangan pupa.

Gambar 12. Pembentukan Kokon Attacus atlas

Kokon yang terbentuk sempurna berbentuk elips, ujungnya membulat, dan pada ujung anteriornya terdapat celah. Kokon berwarna coklat keemasan, kokon yang baru terbentuk masih agak lemah dan agak basah, oleh pengaruh sinar matahari dan gerakan angin, lama kelamaan akan lebih kuat dan lebih kering.

Gambar 13. Kokon Attacus atlas yang terletak pada daun Daun sirsak

Tahap pupa merupakan tahapan yang paling penting dalam perkembangan metamorfosis dari larva menjadi imago. Dalam stadium ini terjadi organogenesis yaitu pembentukan organ-organ imago antara lain pembentukan sayap, kaki, kepala dan struktur reproduksi. Selama tahapan pupa tidak boleh terganggu agar proses organogenesis berlangsung sempurna. Apabila dalam proses ini terganggu maka akan menyebabkan kegagalan pembentukan organ dan kemungkinan besar akan menyebabkan kematian .

Pupa Attacus atlas (Gambar 14 b) bertipe obteca yang berwarna coklat hingga coklat tua. Pada stadium ini sudah dapat diketahui jenis kelamin imago, yaitu dengan melihat bentuk dan ukuran calon antena imago. Calon-calon organ yang lain juga sudah dapat terlihat antara lain calon kepala, sayap dan abdomen. Pada saat ini calon organ tersebut masih dalam proses pembentukan organ. Kondisi lingkungan pupa sangat mempengaruhi perkembangan pupa. Pupa akan berkembang menjadi imago, sedangkan imago akan segera bertelur untuk meneruskan generasinya.

Gambar 14 a. Bentuk kulit kokon Attacus atlas b. Bentuk pupa Attacus atlas

a

b

4.5. PEMBAHASAN

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan di lapangan oleh Situmorang (1996) pada tanaman keben (Baringtonia asiatica K.) dan mahoni (Sweetenia mahagoni) , Tjiptoro (1997) pada tanaman gempol (Nauclea orientalis L.), Widyarto (2001) pada tanaman dadap (Eryhrina lithospermata M.) dan Wahyudi (2000) pada tanaman mahoni, disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Keberhasilan hidup A. atlas pada dadap, gempol, mahoni, keben, sirsak & teh Jumlah larva (n= 100 ekor).

____________________________________________________________ Keberhasilan hidup (%)

Peneliti _________________________________________________ Dadap Gempol Mahoni Keben Teh Sirsak ____________________________________________________________ Widyarto (2001) 19,17 44,58 Situmorang (1996) 10 10 Tjiptoro (1997) 44 Wahyudi (2000) 10 Ali Awan (2007) 100 100 _____________________________________________________________

Dari Tabel 12 dapat dijelaskan bahwa beberapa penelitian yang dilakukan di lapangan, menunjukkan hasil sebagai berikut : Situmorang (1996) yang memelihara A. atlas pada tanaman mahoni dan keben mengatakan bahwa dari 100 ekor larva yang dipelihara hanya 10 % yang berhasil, bobot kokon ada pupa antara 6,6-11,8 gram. Tjiptoro (1997) melaporkan bahwa dari 100 ekor larva yang dipelihara pada tanaman gempol yang berhasil 44 %, total perkembangan 73.308 hari. Widyarto (2001) yang memelihara pada tanaman dadap dari 100 ekor yang berhasil mencapai masa pupasi hanya 19,17 % dan 44,58 % pada tanaman gempol. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberhasilan hidup Attacus atlas yang dipelihara di ruangan/laboratorium lebih tinggi bila dibandingkan dengan di lapangan (Tabel 12).

Tabel 13. Keberhasilan Hidup Pada Berbagai Stadia A. atlas (F1-F2) pada pakan daun sirsak dan teh

______________________________________________________________________ Sirsak Teh Fase Perkembangan _____________________________________________________ F1 F2 F1 F2 Periode larva (%) 100 100 100 100 Masa Pupasi (%) 100 100 100 100 Munculnya Imago (%) 10 15 15 22,5 Imago Jantan (%) 3,75 5 5 8.75 Imago Betina (%) 6,25 10 10 13,75 Sex ratio (1:1,5) (1:1,6) (1:1,6) (1:1,6)

Jumlah telur /ngengat (137,8±25,5) (165,8±9,32) 182,5±26,72) (193,8±29,28) ______________________________________________________________________ Berdasarkan Tabel 13, dari total 320 ekor larva A. atlas (F1-F2) selama proses habituasi dan domestikasi yang dipelihara pada pakan daun sirsak dan teh, menunjukkan keberhasilan hidup yang cukup tinggi. Keberhasilan hidup yang tinggi ini dapat dilihat dari periode larva yang 100 % mencapai masa pupasi, munculnya imago sebanyak 8 ekor (10 %) pada F1 meningkat menjadi 12 ekor (15 %) pada F2 untuk pakan sirsak. Sedangkan pada daun teh, munculnya imago 12 ekor (15 %) pada F1 meningkat menjadi 18 ekor (22,5 %) pada F2. Jumlah telur yang cukup banyak yaitu pada pakan daun sirsak, F1 : 137,8 butir/ngengat meningkat menjadi 165,8 butir/ngengat pada F2. Sedangkan pada pakan daun teh, F1 182,5 butir/ngengat meningkat menjadi 193,8 butir/ngengat pada F2. Kemunculan imago dan produksi telur yang cukup tinggi di laboratorium, bila dibandingkan dengan di alam yang hanya 10 %. Keberhasilan hidup yang tinggi ini disebabkan terjadinya perubahan tingkah laku dari alam menjadi lebih tenang dalam ruangan dan A. atlas telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan kualitas pakan yang tersedia secara berkesinambungan. Selama proses habituasi dan domestikasi A. atlas

(F1-F2) dalam ruangan, menunjukkan tahapan perkembangan sebagai berikut (Gambar 15).

Total perkembangan Attacus atlas yang dipelihara dalam ruangan pada pakan daun sirsak yaitu, F1 : 64-88 hari dengan rata-rata 76,0 ± 8,14 hari, F2 : 56-76 hari dengan rata-rata 66,0 ± 6,72 hari. Sedangkan pada pakan daun teh, F1 : 63-82 hari dengan rata-rata 72,5 ± 7,48 hari, F2 : 56-74 hari dengan rata-rata 65,0± 8,19 hari.

Dokumen terkait