• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. HASIL PENELITIAN

5.5 Keberlanjutan Usaha Bubu

Keberlanjutan usaha bubu dalam pengembangan perikanan demersal di Sibolga dilakukan dengan dua pendekatan. Pendekatan pertama adalah pendekatan teknis, yaitu dengan mengukur tingkat efisiensi bubu. Tingkat efisiensi bubu membandingkan antara bubu nelayan dengan bubu modifikasi. Pendekatan kedua adalah pendekatan ekonomi, berupa kelayakan usaha bubu. Kelayakan usaha bubu memperhitungkan analisis rugi laba dan investment kriteria.

5.5.1 Tingkat efisiensi bubu

Efesiensi bubu diukur dari berapa banyak bubu dapat dioperasikan dalam satu kali operasi, kemudian berapa umur teknis satu unit bubu dan berapa hasil yang mampu diberikan bubu dalam setiap unitnya. Produktivitas alat tangkap ini menggunakan persamaan seperti yang telah dituliskan dalam metodologi. Besarnya produktivitas bubu diperoleh dari banyaknya ikan yang ditangkap dalam satu unit bubu dibagi jumlah trip.

Hasil analisis produktivitas bubu modifikasi dalam penelitian ini memperoleh tangkapan 117,21 kg/unit sedangkan bubu yang dioperasikan nelayan 103,28 kg/unit. Jumlah tangkapan maksimum satu unit bubu modifikasi dengan perendaman 4 hari adalah 164 kg/unit sedangkan bubu yang dioperasikan nelayan dengan perendaman 7 sampai 10 hari 108,20 kg/unit.

Hasil tangkapan ikan target utama untuk ekspor yang dihasilkan bubu modifikasi mencapai 75,28% dan ikan target utama untuk ekspor pada bubu nelayan 57,66%. Nilai efisiensi bubu modifikasi terhadap target utama untuk ekspor sebesar 88,23 kg/unit, sedangkan pada bubu nelayan sebesar 58,87 kg/unit. Jika hasil ini dihubungkan dengan nilai ekonomi maka keberlangsungan usaha nelayan bubu yang mengoperasikan bubu modifikasi ternyata memberikan keuntungan yang relatif lebih besar.

Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif pada dua metode pengoperasian bubu yang berbeda diperoleh perbedaan nilai standar deviasi yang cukup tinggi. Data pada bubu modifikasi memiliki standar deviasi sebesar 28,36 sedangkan pada bubu yang dioperasikan nelayan 4,53. Hal ini menunjukkan

bahwa data yang diperoleh dari bubu modifikasi memiliki sebaran data yang cukup besar, dengan kata lain kemampuan satu unit bubu menghasilkan berapa kg ikan belum konsisten atau bersifat fluktuatif. Nilai standar deviasi pada bubu nelayan sebesar 4,53 menunjukkan hasil tangkapan yang relatif konsisten.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan hasil tangkapan bubu sangat beragam, diantaranya adalah komposisi hasil tangkapan ikan target yang cenderung besar pada bubu modifikasi. Bubu nelayan memiliki hasil tangkapan yang relatif sama, kendati demikian besarnya angka hasil tangkapan non target adalah nilai yang turut mempengaruhi jumlah hasil tangkapan satu unit bubu.

Efisiensi bubu berdasarkan terjadinya ghost fishing juga menjadi variabel yang diperhatikan. Berdasarkan posisi setting dan hauling yang dilakukan pada bubu modifikasi, pergeseran bubu akibat arus maupun saat proses penjatuhan relatif kecil atau kurang dari 3 menit. Pemberian pemberat secara seimbang telah membantu gerak jatuh benda menjadi lebih stabil. Pemberian pelampung pada bagian atas selimut bubu juga memastikan mulut bubu tidak terbalik atau memposisikan bubu menjadi vertikal.

Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, ada beberapa penyebab bubu hilang saat dioperasikan. Hal pertama yang paling logis adalah pergeseran arus dasar yang terjadi pada sekitar wilayah penempatan bubu. Walaupun secara statistik kedua percobaan penempatan bubu dengan pemberat seimbang dan bubu nelayan tidak berbeda nyata, namun kehilangan 2-3 unit bubu pada daerah Pulau Karang telah meningkatkan biaya operasional pengusaha bubu. Bubu yang dioperasikan pada penelitian ini (bubu modifikasi) secara keseluruhan dapat ditemukan kembali. Hal ini disebabkan tali ris merentang secara sempurna sehingga proses pencarian bubu paling lama terjadi hanya di Pulau Karang yang membutuhkan waktu sekitar 45 menit.

5.5.2 Kelayakan usaha bubu

Perikanan tangkap membutuhkan keberlanjutan ekonomi agar dapat memenuhi kebutuhan hidup stakeholder dan konsumen. Keberlanjutan ekonomi perikanan bubu pada penelitian ini dikaji dengan menghitung kelayakan usaha

unit penangkapan bubu. Kelayakan usaha akan dihitung dengan analisis finansial

cashflow dan analisis investment criteria.

Hasil perhitungan nilai investasi usaha bubu nelayan sebesar Rp. 87.400.000,00 sedangkan bubu modifikasi sebesar Rp 895.600.000,00. Nilai investasi diperoleh dari modal yang harus ditanamkan pemilik kapal terhadap: satu unit kapal, satu unit alat akustik, 100 unit bubu dan perlengkapan lain seperti tali. Hasil analisis kelayakan usaha bubu modifikasi dan nelayan menunjukkan perbandingan yang cukup signifikan (Lampiran 9 dan 10). Nilai perbandingan analisis kelayakan usaha bubu modifikasi dan nelayan dapat dilihat pada Tabel 29.

Tabel 29 Perbandingan analisis kelayakan usaha bubu nelayan dan bubu modifikasi

Parameter Bubu nelayan Bubu modifikasi

NPV Rp 516.662.896,00 Rp 751.748.360,00 IRR 42,40% 57,91% NET B/C 2,13 2,90 Π Rp 224.600.000,00 Rp 330.440.000,00 R/C 2,47 2,61 PP 19 bulan 11 bulan BEP Rp 236.264.541,00 Rp 276.878.642,00

Nilai Net Present Value (NPV) kelayakan usaha untuk ke dua jenis bubu menunjukkan angka lebih dari 1, artinya pengoperasian bubu di pantai Barat Sumatera masih layak untuk dikembangkan. Nilai NPV yang diperoleh telah dihitung dengan discount rate sebesar 12%. Bubu modifikasi memiliki NPV lebih besar dibandingkan bubu nelayan.

Berdasarkan nilai IRR, bubu modifikasi memiliki nilai yang lebih baik dari pada bubu nelayan yaitu 57,91% berbanding 42,40%. Artinya kedua jenis bubu ini layak untuk dikembangkan karena tingkat keuntungan dari suku bunga yang diperoleh lebih dari tingkat suku bunga bank yang berlaku. Nilai IRR sangat dipengaruhi oleh metode pengoperasian yang dilakukan oleh nelayan Sibolga. Bubu nelayan memiliki masa perendaman yang lebih lama dari bubu modifikasi. Fakta tersebut mendorong jumlah operasional bubu nelayan pada umur teknis yang sama lebih rendah dibandingkan bubu modifikasi yang pengoperasiannya hanya 4 hari.

Berdasarkan B/C ratio, bubu modifikasi tetap memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan bubu nelayan. Perbandingan B/C pada bubu modifikasi adalah 2,90 sedangkan perbandingan B/C bubu nelayan adalah 2,13. Perbandingan B/C ini menunjukkan perbandingan antara keuntungan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan selama umur teknis alat tangkap. Berdasarkan 3 kriteria dari

investment criteria menunjukkan bahwa bubu modifikasi lebih baik dibandingkan bubu nelayan.

Berdasarkan perhitungan nilai rugi laba, laba yang diperoleh dari bubu nelayan dan bubu modifikasi, masing-masing adalah Rp 224.600.000,00 dan Rp 330.440.000,00. Perbandingan pendapatan dengan biaya yang dikeluarkan pada bubu nelayan sebesar 2,47 sedangkan pada bubu modifikasi sebesar 2,61. Nilai pada bubu modifikasi tetap menunjukkan nilai yang lebih tinggi, artinya usaha bubu modifikasi lebih layak.

Jangka waktu pengembalian investasi yang ditanamkan pada bubu nelayan (PP) adalah 19 bulan sedangkan PP pada bubu modifikasi adalah 11 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bubu modifikasi mengembalikan modal/investasi lebih cepat dibandingkan bubu nelayan. Artinya bubu modifikasi lebih layak daripada bubu nelayan secara pengembalian modal.

Analisis anggaran parsial atau partial budget analysis dilakukan untuk mengevaluasi akibat yang disebabkan oleh perbahan-perubahan dalam metode produksi suatu usaha. Dalam analisis anggaran parsial hanya diperhatikan faktor- faktor yang ada kaitannya dengan perubahan. Dalam usaha bubu nelayan Sibolga, ada beberapa variabel yang mengalami perubahan antara lain; analisis parsial mengenai kemungkinan penggunaan 1 bubu kawat untuk berapa trip penangkapan, kemungkinan hilangnya bubu saat pengoperasian dan fluktuasi hasil tangkapan antara ikan target dan non target. Sedangkan waktu penggunaan satu bubu diperkirakan hanya memiliki umur teknis 3 bulan, umur kapal 5 tahun, umur tali 1 tahun dan alat akustik 5 tahun.

Hasil perhitungan nilai BEP menunjukkan pendapatan minimum yang harus diperoleh nelayan untuk mendapatkan keadaan impas (tidak untung maupun rugi) selama umur teknis unit penangkapan bubu. Nilai BEP bubu nelayan adalah Rp 236.264.541,00 sedangkan nilai BEP untuk bubu modifikasi lebih tinggi yaitu

sebesar Rp 276.878.642,00. Lebih tingginya BEP pada bubu modifikasi disebabkan adanya penambahan investasi pada unit penangkapan berupa penambahan pelampung dan pemberat pada bubu.

5.6 Pengembangan Perikanan Bubu