• Tidak ada hasil yang ditemukan

Operasi penangkapan ikan dengan bubu modifikasi

5. HASIL PENELITIAN

5.3 Kinerja Teknis Bubu Modifikasi

5.3.2 Operasi penangkapan ikan dengan bubu modifikasi

Pengoperasian bubu modifikasi secara umum memiliki prosedur penjatuhan dan pencarian yang hampir sama dengan bubu modifikasi. Perbedaan pengoperasian bubu modifikasi terletak pada perlengkapan bubu dan tali ris (main line) saat penjatuhan bubu.

1) Penjatuhan bubu modifikasi

Evaluasi peningkatan kerja bubu modifikasi saat proses penjatuhan diukur dari gerak bubu saat dijatuhkan. Variabel lain yang diukur adalah bagaimana arus mempengaruhi kedudukan bubu di dasar perairan. Secara umum dari keempat wilayah pengoperasian bubu, titik peletakan bubu modifikasi tidak jauh dari pengambilan titik bubu nelayan (Lampiran 5).

Hasil pengamatan titik koordinat penjatuhan bubu pada Pulau Mursala sebagian besar tetap berada pada koordinat saat dijatuhkan. Karakteristik perairan yang tertutup dari laut terbuka, menjadikan perairan lokasi penjatuhan bubu relatif stabil dari arus. Titik koordinat penjatuhan bubu dan pergeseran kedudukan bubu berdasarkan daerah pengoperasian dapat dilihat pada Tabel 22 sampai Tabel 25.

Tabel 22 Jarak antara posisi penjatuhan dan pengangkatan bubu modifikasi di Pulau Mursala

Posisi titik Selisih bujur (m) Selisih lintang (m) Perubahan pergeseran (m)

1 5 4 6 2 2 5 5 3 2 5 5 4 2 10 10 5 7 3 7 6 6 4 7 7 4 8 9 8 6 8 10 9 6 1 6 Rata-rata 7,25

Pergeseran bubu pada perairan Pulau Mursala sudah lebih rendah dibandingkan dengan bubu nelayan. Bubu yang ditempatkan pada bagia selatan Pulau Mursala lebih terlindung dari gerak arus akibat pasang surut dan angin yang ditimbulkan oleh perbedaan suhu permukaan laut. Nilai pergeseran rata-rata bubu modifikasi di Pulau Mursala adalah 7,25 meter. Pola pergeseran seperti ini semakin memudahkan nelayan dalam menemukan kembali bubu yang telah dijatuhkan.

Karakteristik perairan Pulau Pini seperti yang dijelaskan sebelumnya merupakan perairan yang memiliki ekosistem karang yang masih baik. Pola penyebaran karang yang tinggi menyebabkan perairan ini memiliki topografi curam. Pengambilan titik koordinat pengoperasian bubu di Pulau Pini dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23 Jarak antara posisi penjatuhan dan pengangkatan bubu modifikasi di Pulau Pini

Posisi titik Selisih bujur (m) Selisih lintang (m) Perubahan pergeseran (m)

1 10 5 11 2 7 6 9 3 3 10 11 4 8 5 9 5 5 7 8 6 7 8 11 7 2 6 7 8 6 9 10 9 11 3 12 Rata-rata 9,77

Nilai pergeseran bubu modifikasi setelah dijatuhkan pada perairan Pulau Pini terjauh adalah 12 meter, sedangkan pergeseran terdekat adalah 7 meter. Jarak rata- rata pergeseran bubu di Pulau Pini adalah 9,77 meter, nilai ini lebih besar jika dibandingkan dengan Pulau Mursala. Pergerakan arus di perairan Pulau Pini dapat disebabkan oleh gerakam massa air dari pasang surut, angin dan upwelling. Hal ini dapat terjadi karena perairan Pini lebih mendekati Samudera Hindia dibandingkan Mursala.

Hasil perekaman titik koordinat dari peletakan bubu modifikasi di Perairan Pulau Nias menunjukkan pergeseran yang tidak terlalu jauh. Dampak dari pergeseran yang relatif dekat ini, telah memudahkan proses pencarian bubu pada perairan Pulau Nias. Data koordinat peletakan bubu modifikasi di perairan Pulau Nias selama berlangsungnya penelitian dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24 Jarak antara posisi penjatuhan dan pengangkatan bubu modifikasi di Pulau Nias

Posisi titik Selisih bujur (m) Selisih lintang (m) Perubahan pergeseran (m)

1 6 9 11 2 8 9 12 3 8 4 9 4 7 9 11 5 9 4 10 6 4 9 9 7 9 3 10 8 3 16 17 9 7 6 9 Rata-rata 10,93

Hasil perhitungan nilai rata-rata pergeseran bubu di perairan Pulau Nias sebesar 10,93 meter menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan bubu nelayan. Bubu nelayan mengalami pergeseran rata-rata sejauh 138,89 meter dimungkinkan karena dua faktor yaitu lama perendaman dan proses penjatuhan. Perairan terbuka sebagai daerah penjatuhan bubu modifikasi hampir sama dengan penjatuhan bubu nelayan, akan tetapi kedalaman perairan yang mencapai 70 meter membuat pemberat mampu membantu gerak jatuh bubu modifikasi. Pergerakan arus pada perairan ini hampir sama dengan karakteristik arus pada perairan Pulau Pini. Gerakan massa air menuju daratan akibat pasang surut adalah salah satu faktor utama pergeseran bubu di perairan Nias.

Data perekaman titik koordinat penjatuhan bubu modifikasi pada perairan Pulau Karang menunjukkan nilai pergeseran yang relatif lebih besar dari ketiga perairan lain. Pergeseran titik terjauh pada Lintang Utara sebesar 18 meter, sedangkan pada bujur Timur 14,92 meter. Pergeseran titik terendah pada Lintang Utara sebesar 5,15 meter sedangkan pada Bujur Timur sebesar 3,09 meter. Data

pergeseran titik penjatuhan bubu modifikasi pada daerah perairan Pulau Karang dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25 Jarak antara posisi penjatuhan dan pengangkatan bubu modifikasi di Pulau Karang

Posisi titik Selisih bujur (m) Selisih lintang (m) Perubahan pergeseran (m)

1 5 5 7 2 12 4 13 3 14 15 20 4 11 15 19 5 19 8 20 6 10 11 15 7 6 11 12 8 9 3 10 9 9 6 11 Rata-rata 14,13

Pergerakan bubu pada perairan Pulau Karang yang terjauh berada pada sekitar 20 meter. Untuk nilai rata-rata pergeseran bubu di Pulau Karang diperoleh sebesar 14,13 meter. Nilai ini relatif lebih besar jika dibandingkan dengan daerah pengoperasian Pulau Mursala, Pini dan Nias. Secara umum nilai pergeseran titik operasi bubu modifikasi perairan Pulau Karang sudah lebih baik jika dibandingkan dengan pergeseran bubu modifikasi di sekitar perairan yang sama.

Faktor internal yang mempengaruhi semakin rendahnya pergeseran bubu modifikasi di keempat daerah penjatuhan bubu adalah pemasangan pemberat pada alas bubu modifikasi. Gerak jatuh yang lebih cepat membantu bubu untuk berada pada posisi yang relatif lebih stabil. Faktor eksternal yang mempengaruhi pola pergeseran bubu modifikasi adalah sistem perendaman bubu yang lebih singkat. Dengan melakukan perendaman yang lebih singkat maka pergeseran bubu akibat gerakan massa air akan dapat dikurangi.

Untuk membandingkan pergeseran titik penempatan bubu modifikasi, dapat kita lihat pada Gambar 30. Grafik pergeseran titik penempatan bubu modifikasi pada daerah pengoperasian yang telah ditentukan sebelumnya, dapat menjelaskan perbedaan untuk setiap pulau. Pada grafik dapat dilihat bagaimana pola pergeseran bubu modifikasi di pantai Barat Sumatera jika dibandingkan dengan

bubu nelayan nelayan. Pemberian modifikasi pada bubu kawat telah membantu mengurangi pergeseran bubu di dasar perairan.

Gambar 30 Grafik rata-rata dan standar error perbandingan pergeseran bubu modifikasi

Perbedaan daerah pengoperasian bubu modifikasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap pergeseran bubu di dasar perairan (Gambar 30). Nilai standar error pada pergeseran ini relatif lebih kecil dari bubu nelayan yaitu 7,25 sampai 14,13. Nilai standar error ini menunjukkan bahwa jarak antara nilai satu unit pergeseran bubu semakin rendah terhadap nilai tengahnya.

2) Pencarian bubu modifikasi

Hasil perhitungan waktu pencarian bubu modifikasi untuk empat daerah pengoperasian yang telah dilakukan di pantai Barat Sumatera menunjukkan nilai yang berbeda (Lampiran 3). Hasil pengukuran waktu pencarian bubu cukup beragam, namun berdasarkan wilayah perairan Pulau Mursala memiliki keragaman waktu yang paling rendah. Keragaman waktu pencarian bubu yang paling tinggi ditemukan pada perairan Pulau Pini. Hasil pengukuran waktu pencarian bubu modifikasi setelah proses perendaman dapat dilihat pada Gambar 31. 7.25 9.77 10.93 14.13 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Pulau Mursala Pulau Pini Pulau Nias Pulau Karang

Rata rata   Pergeseran   Bubu   Modifikasi   (m)

Gambar 31 Waktu pencarian bubu modifikasi berdasarkan daerah pengoperasian

Perhitungan waktu rata-rata yang dibutuhkan dalam mencari satu unit bubu modifikasi, dilakukan dengan pengulangan pada 9 titik di setiap perairan. Dari hasil pengolahan data waktu pencarian bubu modifikasi diperoleh rata-rata waktu tercepat pencarian berada pada lokasi Pulau Mursala yaitu 19,8 menit.

Gambar 32 Waktu rata-rata pencarian bubu modifikasi

Grafik waktu rata-rata pencarian bubu modifikasi berdasarkan daerah pengoperasiannya memberikan perbedaan satu sama lain seperti yang ditunjukkan pada Gambar 32. Untuk Pulau Pini, waktu rata-rata pencarian bubu modifikasi

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Pulau Mursala Pulau Pini Pulau Nias Pulau Karang

Lama   Pencarian   Bubu   (menit) Daerah Pengoperasian

Waktu Pencarian Minimum (menit) Waktu Pencarian Maksimum (menit)

19.8 23.8 28.4 33.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0

Pulau Mursala Pulau Pini Pulau Nias Pulau Karang

Waktu   rata rata(menit) Daerah pengoperasian Bubu Modifikasi

membutuhkan 23,8 menit. Waktu ini lebih cepat jika dibandingkan dengan pencarian bubu modifikasi di Pulau Karang dan Pulau Nias.

Proses pengangkatan bubu dimulai dengan pencarian titik koordinat lokasi bubu yang tersimpan pada echosunder garmin 178 C. Bubu yang diletakkan pada koordinat tertentu akan dicari kembali dengan memperhatikan arah kapal saat proses penjatuhan. Bila posisi kapal menghadap Utara-Selatan maka proses pencarian bubu harus menggunakan arah Timur-Barat. Penggunaan arah ini adalah salah satu teknik nelayan mempermudah menemukan tali ris bubu yang digunakan sebagai penghubung bubu.

Proses pengangkatan bubu dari dasar perairan setelah dilakukannya perendaman sangat terkait dengan pergeseran titik penempatan. Pergeseran bubu yang semakin jauh akan mempengaruhi waktu pencarian bubu saat hauling. Dari hasil pergeseran yang telah dipaparkan sebelumnya, terlihat Pulau Mursala yang memiliki pergeseran paling rendah memerlukan waktu yang paling sedikit untuk mengangkat bubu. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa penempatan bubu yang baik akan memperngaruhi efektivitas pengoperasian. Semakin baik kedudukan bubu di dasar perairan akan mempercepat proses pencarian bubu tersebut. Kesimpulan yang dapat diberikan dari waktu pencarian bubu membuktikan bahwa proses setting akan mempengaruhi kegiatan hauling.

Proses pengangkatan bubu yang menghasilkan angka 100% menjadi peluang nelayan Sibolga untuk mengembangkan metode pengoperasian bubu modifikasi di pantai Barat Sumatera. Bubu kawat nelayan Sibolga pada daerah perairan Pulau Karang sebaiknya mendapatkan perhatian khususnya dalam posisi penempatannya. Pulau karang merupakan daerah sekitar garis pantai pulau Sumatera yang tidak dilindungi oleh pulau besar, pengoperasian bubu saat arus kencang dapat menyebabkan terjadinya resiko kehilangan bubu.

5.3.3 Perbandingan konstruksi dan pengoperasian bubu modifikasi dengan bubu nelayan

Perbandingan bubu modifikasi dan nelayan pada prinsipnya tidak jauh berbeda. Perubahan diameter rangka pada alas menjadi lebih besar ditujukan untuk menahan massa pemberat agar konstruksi tidak mudah rusak. Untuk diameter selimut, bubu nelayan dan modifikasi dinyatakan sama, tetapi selimut

atas pada bubu modifikasi dilengkapi pelampung. Secara umum perbandingan antara bubu modifikasi dengan bubu nelayan dapat dilihat pada Tabel 26.

Perubahan bubu modifikasi dari milik nelayan pada dasarnya ditujukan untuk tiga hal yaitu; 1) perbaikan teknik operasi; 2) peningkatan nilai produksi; dan 3) peningkatan nilai efisiensi. Ketiga tujuan pokok perubahan bubu nelayan diukur dari nilai hasil tangkapan dan umur teknis yang dihasilkan bubu modifikasi.

Tabel 26 Perbandingan bubu nelayan dan bubu modifikasi

No Parameter Bubu nelayan Bubu modifikasi 1 Teknik Operasi:

Perendaman 7 - 10 hari 4 hari

Penjatuhan bubu Sistem rawai Sistem rawai Pelampung main line Tidak ada Ada

2 Waktu pencarian bubu

Minimum 20 menit 10 menit Maksimum 120 menit 45 menit 3 Umur teknis bubu

Minimum 5 trip 8 trip Maksimum 6 trip 12 trip

Perbedaan antara konstruksi bubu nelayan dan bubu modifikasi terletak pada pelengkap tali ris dan selimut bubu. Pemberian pemberat dan pelampung dilakukan untuk menjaga stabilitas gerak bubu saat akan menyentuh dasar perairan. Resultan gaya akibat arus horizontal dikurangi dengan mempercepat daya gerak bubu modifikasi yang diberi massa 2,75 kg pada setiap sudut. Perbedaan waktu perendaman bubu antara bubu nelayan dengan bubu modifikasi juga mempengaruhi metode pengoperasian dua jenis bubu tersebut.

Perbedaan waktu perendaman antara kedua bubu tersebut berimplikasi terhadap jumlah operasi selama umur teknis bubu. Bubu modifikasi memiliki jumlah operasi yang lebih banyak karena lama perendaman bubu yang tidak terlalu lama. Jumlah operasi bubu modifikasi dapat meningkat dua kali lipat dari bubu nelayan yaitu 8 sampai 12 trip selama umur teknis bubu.

Hasil lain yang terlihat menonjol antara bubu nelayan dengan bubu modifikasi adalah waktu pencarian bubu saat hauling. Waktu pencarian bubu

nelayan berkisar 20 sampai 120 menit, sedangkan bubu modifikasi memiliki waktu pencarian selama 10 sampai 45 menit. Hal ini disebabkan bubu nelayan lebih mudah bergeser terkena arus laut, berbeda dengan bubu modifikasi yang lebih stabil karena diberi pemberat. Selain itu akibat lamanya perendaman, alga yang menempel pada bubu nelayan lebih banyak sehingga menyebabkan bubu lebih berat saat diangkat dan menimbulkan kerusakan di banyak sisi. Perbedaan waktu pencarian bubu ini juga dipengaruhi oleh lamanya perendaman bubu. Bubu nelayan yang direndam dalam waktu lebih lama telah memberikan peluang pergeseran akibat kegiatan alam yang terjadi di dasar perairan. Fenomena alam yang mungkin menggeser kedudukan bubu adalah arus akibat pasang surut, arus akibat turbulensi, arus akibat lapisan termohalin dan akibat upwelling.