• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan

Pengertian pemanfaatan sumberdaya perikanan berkelanjutan adalah pemanfaatan sumberdaya daya ikan dan biota air lainnya untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan pangan manusia. Sumberdaya perikanan adalah jenis sumberdaya yang dapat diperbaharui. Jika kita dapat mengelola dengan baik dan disertai restocking, maka keberadaaan sumberdaya tersebut akan terjaga dan lestari (Bintoro, 1995). Kata berkelanjutan dalam pemanfaatan sumberdaya berasal dari bahasa Inggris sustainable yang berarti meneruskan tanpa berhenti atau terus menerus sehingga sustainable dapat diartikan sesuatu yang dapat dimanfaatkan secara terus-menerus (Munasinghe. 1993).

Sumberdaya ikan bersifat dapat pulih (renewable resource) yang memiliki kemampuan regenerasi secara biologis, akan tetapi apabila tidak dikelola secara hati-hati dan menyeluruh akan mengarah pada pengurasan sumberdaya ikan. Dalam pengelolaan sumberdaya perikanan rantai ekonomi yang sebesar-besarnya hendaknya diperoleh tanpa melakukan pengurasan terhadap sumberdaya ikan itu sendiri. Prinsip pembangunan yang berkelanjutan hendaknya diterapkan dalam

pengelolaan sumberdaya perikanan (Munasinghe, 1993). Perhatian pembangunan perikanan yang berkelanjutan dimulai pada tahun 1990 yang merupakan proses dari terjadinya beberapa perubahan (Fauzi dan Anna, 2002):

1) Meningkatkan perhatian terhadap lingkungan dari para stakeholder sebagai akibat rio summit yang menyerukan diperlukannya perbaikan secara global terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan

2) Terjadinya collapse dari beberapa perikanan dunia seperti anchovy, tuna dan salmon yang menyadarkan orang tentang konsekuensi yang ditimbulkan tidak hanya ekologi namun juga konsekuensi sosial dan ekonomi

3) Pemberdayaan para stakeholder yang menuntut diperlukan pandangan yang lebih luas (holistik) mengenai pengelolaan perikanan.

The World Commission on Enviroment and Development (WCED), 1987 mendefenisikan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan umat manusia saat ini, tanpa menurunkan atau menghancurkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya. Menurut Monintja (1997) perikanan tangkap yang berkelanjutan dapat didefenisikan sebagai usaha penangkapan ikan yang perlu memiliki beberapa persyaratan khusus antara lain:

1) Produk-produk dapat diterima oleh masyarakat konsumen (marketable)

2) Usaha penangkapan menunjukkan keragaman yang menguntungkan (profitable)

3) Usaha penangkapan tidak mengganggu habitat serta kegiatan-kegiatan sub sektor lainnya (enviromental friendly)

4) Usaha penangkapan akan dapat berjalan terus-menerus tanpa mengganggu kelestarian spesies sasaran (sustainable)

Keberlanjutan (sustainability) hendaknya dijadikan salah satu tujuan dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan karena hal ini telah diamanatkan dalam deklarasi yang dihasilkan oleh United Nation Conference on Enviroment and Development yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brazil, tahun 1992 dimana Indonesia merupakan salah satu peserta. Pembangunan berkelanjutan mengisyaratkan keserasian antara laju kegiatan pembangunan dengan daya dukung (carrying capacity) lingkungan alam untuk menjamin tersedianya aset

sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang minimal sama untuk generasi mendatang (UNCED, 1992).

Pembangunan berkelanjutan mengandung tiga dimensi utama yang meliputi dimensi ekonomi, ekologi dan sosial. Suatu kegiatan pembangunan dinyatakan berkelanjutan apabila kegiatan pembangunan bersifat ekonomis, ekologis dan sosialis. Berkelanjutan secara ekonomis berarti suatu kegiatan pembangunan harus mampu membuahkan pertumbuhan ekonomi dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara ekologis mengandung arti bahwa kegiatan dimaksud harus mampu mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan dan konservasi sumberdaya alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity), sehingga diharapkan pemanfaatan sumberdaya dapat berkelanjutan. Berkelanjutan secara sosial politik mengisyaratkan bahwa kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil-hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan (Doring, 2001). Munasinghe (1993) juga mengemukakan tentang konsep sustainable development yang mempertimbangkan 3 (tiga) isu utama yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan.

Bertambahnya penduduk dunia menyebabkan meningkatnya kebutuhan protein hewani sehingga hal ini juga meningkatkan level eksploitasi sumberdaya perikanan yang akan menyebabkan tercapainya tingkat eksploitasi penuh (fully exploited). Pemanfaatan sumberdaya pada level ini harus lebih hati-hati karena tingkat eksploitasi sumberdaya perikanan sudah seimbang dengan daya dukung sumberdaya perikanan tersebut. Pada tahap ini pertimbangan yang digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan sudah bergeser ke arah pertimbangan ekologi. FAO (1995) mengemukakan bahwa berdasarkan status pemanfatan sumberdaya perikanan dapat dibagi menjadi 6 (enam) kelompok, yaitu:

1) Unexploited;

Stok sumberdaya perikanan belum tereksploitasi (masih perawan). Aktivitas penangkapan sangat dianjurkan untuk mendapatkan keuntungan dari produksi

2) Lightly exploited;

Stok sumberdaya baru tereksploitasi sedikit (<25% MSY). Peningkatan jumlah upaya penangkapan sangat dianjurkan karena tidak mengganggu kelestarian sumberdaya. CPUE masih dimungkinkan untuk meningkat. 3) Moderately exploited:

Stok sumberdaya sudah tereksploitasi setengah dari MSY. Peningkatan jumlah upaya penangkapan masih dianjurkan tanpa mengganggu kelestarian sumberdaya, CPUE mungkin mulai menurun.

4) Fully exploited;

Stok sumberdaya sudah terekploitasi mendekati nilai MSY. Peningkatan jumlah upaya penangkapan sangat tidak dianjurkan walaupun jumlah tangkapan masih bisa meningkat karena akan mengganggu kelestarian sumberdaya, CPUE harus menurun.

5) Over exploited;

Stok sumberdaya sudah menurun karena terekploitasi melebihi nilai MSY. Upaya penangkapan harus diturunkan karena kelestarian sumberdaya sudah terganggu.

6) Depleted

Stok sumberdaya dari tahun ke tahun jumlahnya menurun drastis. Upaya penangkapan sangat dianjurkan untuk dihentikan karena kelestarian sumberdaya sudah sangat terancam.

Pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan, erat hubungannya dengan konsep pengembangan perikanan (fisheries development) dan pengelolaan perikanan (fisheries management). Tahap awal yaitu saat sumberdaya perikanan belum tereksploitasi (unexploited) atau baru saja tereksploitasi (lightly exploited), pemanfaatan sumberdaya yang dikenal pada tahap ini adalah pengembangan (development) yaitu mengupayakan peningkatan eksploitasi sumberdaya perikanan untuk mendapatkan keuntungan. Satu-satunya pertimbangan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan pada tahap ini adalah orientasi ekonomi semata yang diwujudkan dengan peningkatan produksi. Selanjutnya oleh karena adanya peningkatan eksploitasi terus-menerus terhadap sumberdaya tersebut,

kondisi stok berubah statusnya menjadi tereksploitasi menengah (moderately exploited) (Garcia et al. 1999).

Satu rumusan perikanan masa depan yang sudah menjadi komitmen internasional adalah terciptanya perikanan berkelanjutan (sustaineble fisheries) yang tidak semata memperhatikan aspek ekologis tetapi berdimensi ekonomi dan sosial (Dahuri, 2002). Walaupun harus diakui bahwa pengintegrasian secara seimbang ke tiga hal tersebut adalah suatu hal yang tidak mudah dilakukan. Charles (2001) menambahkan bahwa selain unsur sosial dan ekonomi, perikanan yang berkelanjutan harus memperhatikan aspek ekologi, komunitas dan institusi.

Model pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan harus diterapkan pada sumberdaya yang statusnya sudah fully exploited. Jika hal ini diabaikan, cepat atau lambat sumberdaya perikanan akan menjadi lebih tangkap (over exploited) dan bahkan turun drastis akibat tidak terkontrolnya tingkat eksploitasi yang melebihi daya dukung sumberdaya ikan. Selanjutnya kepunahan sumberdaya (extint) hanya tinggal menunggu waktu (Garcia et al. 1999). Aktivitas perikanan tangkap cenderung mengikuti aturan pengembangan umum (commond development pattern), yaitu seiring dengan ditemukannya sumberdaya perikanan. Pada awalnya stok sumberdaya tersebut (waktu tertentu) dalam keadaan belum tereksploitasi, kondisi ini terus bergerak ke arah berkembang (moderately exploited) oleh karena adanya teknologi penangkapan, infrastruktur dan permintaan pasar yang menyebabkan meningkatnya upaya penangkapan dan produksi.

Monintja (1999) mengemukakan beberapa kriteria teknologi penangkapan ikan yang dikatakan ramah lingkungan. Kriteria teknologi ramah lingkungan tersebut antara lain:

1) Memiliki selektivitas alat tangkap tinggi

Dasar yang digunakan untuk menilai keramahan lingkungan suatu teknologi penangkapan ikan adalah dilihat dari ukuran ikan hasil tangkapan dan lebar

mesh size jaring. Semakin besar ukuran ikan hasil tangkapan dan ukuran

mesh size jaring semakin tinggi nilai keramahan lingkungan alat tangkap tersebut

2) Tidak destruktif terhadap habitat

Alat tangkap yang paling sedikit menimbulkan kerusakan pada habitat memiliki nilai keramahan yang tinggi

3) Tidak membahayakan operator

Alat tangkap yang paling sedikit menimbulkan kecelakaan ada nelayan, memiliki keramahan yang tinggi

4) Ikan tangkapan bermutu baik

Mutu ikan hasil tangkapan akan menjadi tolak ukur nilai keramahan lingkungan suatu teknologi penangkapan. Semakin baik mutu ikan akan semakin tinggi nilai keramahannya

5) Produk tidak membahayakan konsumen

Teknologi penangkapan yang menghasilkan tangkapan yang paling aman dikonsumsi mendapat nilai keramahan paling tinggi

6) Minimum discard dan by-catch

Penilaian keramahan teknologi penangkapan pada materi ini didasarkan pada ada atau tidaknya hasil tangkapan yang dibuang. Dalam hal ini hasil tangkapan utama sebaiknya lebih banyak dibandingkan dengan hasil sampingan lainnya, maka penilaian keramahan tidak didasarkan pada ada atau tidaknya ikan hasil sampingan

7) Tidak merusak keanekaragaman sumberdaya hayati

Keramahan suatu teknologi penangkapan didasarkan pada ada atau tidaknya kerusakan keragaman sumberdaya hayati akibat aktivitas teknologi penangkapan tersebut

8) Tidak menangkap protected spesies

Faktor fishing ground dalam penangkapan harus membedakan jenis ikan yang ditangkap, oleh karena udang ada di dasar perairan maka tidak ada spesies ikan yang dilindungi seperti napoleon dan penyu. Nilai keramahan teknologi penangkapan yang ada adalah sama

9) Diterima secara sosial

Penerimaan masyarakat nelayan di lokasi penangkapan tidak menimbulkan konflik pemanfaatan terhadap nelayan lain

Aktivitas penangkapan ikan juga harus berjalan berkelanjutan. Monintja (1997) menyatakan bahwa kriteria aktivitas penangkapan ikan yang berkelanjutan yaitu:

1) Menerapkan teknologi penangkapan ramah lingkungan

Penerapan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan akan dijadikan dasar penilaian pada materi.

2) Jumlah tangkapan tidak melebihi kuota

Ukuran jumlah hasil tangkapan dan kemampuan menangkap adalah dasar pendekatan dalam penentuan penilaian tingkat keberlanjutan suatu teknologi penangkapan

3) Menguntungkan

Pendekatan yang digunakan adalah nilai NPV dan B/C Ratio 4) Rendah investasi

Tidak membutuhkan modal yang besar dan investasi bergulir secara cepat