• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA A.Landasan Teori

3. Kebijakan Hutang

Hutang adalah pengorbanan manfaat ekonomi masa mendatang yang mungkin timbul karena kewajiban sekarang suatu entitas untuk menyerahkan aktiva atau memberikan jasa kepada entitas lain dimasa mendatang sebagai akibat transaksi masa lalu. Menurut IAI, kewajiban merupakan hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber

daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi ( Ghozali dan Chairiri, 2007) dalam Nina Diah P (2009 : 23).

Menurut Munawir (2004) dalam Nina Diah P (2009: 23), hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, di mana hutang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor.

Kebijakan hutang menurut Nina Diah P (2009 : 24) adalah kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan bagi perusahaan sehingga dapat digunakan untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan. Selain itu kebijakan hutang perusahaan juga berfungsi sebagai mekanisme monitoring terhadap tindakan manajer yang dilakukan dalam pengelolaan perusahaan. Kebijakan hutang merupakan suatu kebijakan yang dibuat oleh perusahaan mengenai bagaimana manajer atau pemegang saham menciptakan dan menggunakan hutang. Hutang merupakan instrument yang sangat sensitif terhadap perubahan nilai perusahaan. Proporsi hutang dapat berpengaruh positif atau negatif terhadap nilai perusahaan.

Hutang menurut Nina Diah P (2009: 24) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang.

a. Hutang Jangka Pendek

Hutang jangka pendek merupakan hutang yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu 1 tahun, meliputi :

1. Hutang dagang adalah hutang yang timbul karena adanya pembelian barang dagangan.

2. Hutang wesel adalah janji tertulis untuk membayar sejumlah uang tertentu pada suatu tanggal tertentu dimasa depan dan dapat berasal dari pembelian, pembiayaan, atau transaksi lainnya.

3. Biaya yang masih harus dibayar, adalah biaya-biaya yang sudah terjadi tetapi belum dilakukan pembayarannya.

4. Hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo adalah sebagian atau seluruh hutang jangka panjang yang sudah menjadi hutang jangka pendek, karena harus segera dilakukan pembayaran.

5. Penghasilan yang diterima dimuka ( Deferred Revenue) adalah penerimaan uang untuk penjualan barang dan jasa yang belum terealisir.

b. Hutang Jangka Panjang

Hutang jangka panjang merupakan hutang yang jangka waktu pembayarannya lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca dan sumber-sumber untuk melunasi hutang jangka panjang adalah sumber-sumber bukan dari kelompok aktiva lancar.

Hutang jangka panjang terdiri dari:

1. Hutang obligasi merupakan surat pengakuan hutang (dengan bunga) jangka panjang yang akan dibayar pada tanggal tertentu 2. Hipotik merupakan penggadaian kekayaan nyata tertentu untuk

mendapatkan suatu pinjaman dengan beban bunga yang tetap. Kekayaan nyata didefinisikan sebagai real estate, gedung, dan lain-lain.

3. Hutang bank

Sisi kewajiban (hutang) pada neraca bank mencerminkan kegiatan penghimpunan dana yang berasal dari berbagai sumber. Dana bank pada dasarnya berasal dari masyarakat atau pihak ketiga. Menurut Dahlan Siamat (2004 : 96), sisi kewajiban pada neraca bank antara lain :

a. Giro, yaitu simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindah bukuan.giro ini terdiri dari rekening giro nasabah dan rekening giro bank lainnya.

b. Kewajiban segera lainnya, yaitu kewajiban yang segera harus dibayar antara lain kepada pemerintah pusat, atau kantor perbendaharaan kas Negara, transfer antar bank , interbank call money, dan traveler check

valuta asing yang telah dijual.

c. Tabungan, yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik dengan cek ataupun bilyet biro.

d. Deposito berjangka, yaitu simpanan yang hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dan bank. e. Sertifikat deposito, yaitu simpanan dalam bentuk deposito, yang

sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan.

f. Surat berharga yang diterbitkan, dapat berupa surat pengakuan utang atu promes, wesel dan obligasi.

g. Pinjaman yang diterima, yaitu semua pinjaman yang diterima bank antara lain kewajiban kepada bank sentral berupa kredit likuiditas, fasilitas diskonto, dan pinjaman dari bank lain.

h. Pinjaman subordinasi, yaitu pinjaman yang diperoleh dari pihak terkait dengan bank dan atau dari pihak lain yang memenuhi persyaratan tertentu, misalnya jangka waktu dan persyaratan pencairan atau pembayaran kembali sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.

Kebijakan hutang dikonfirmasikan dengan rasio hutang (debt ratio), rasio ini menggambarkan besarnya aktiva perusahaan didanai oleh hutang (Weston dan Copeland, 2000 : 228). Oeh karena itu, semakin rendah rasio hutang, semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Semakin besar proporsi hutang yang digunakan dalam

struktur modal, maka semakin besar pula kewajibannya. Pada gilirannya peningkatan hutang akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang saham.

Para pemilik perusahaan lebih suka perusahaan menciptakan hutang pada tingkat tertentu untuk menaikkan nilai perusahaan. Hal ini dapat tercapai bila perilaku manajer dan komisaris harus dapat dikendalikan melalui keikutsertaan dalam kepemilikan saham perusahaan. Sehingga kebangkrutan perusahaan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemilik utama, tetapi manajer juga ikut menanggungnya. Konsekuensinya, manajer manajer akan berhati-hati dalam menentukan hutang perusahaan. Oleh karena itu, kepemilikan oleh manajer menjadi penting ketika hendak meningkatkan nilai perusahaan (Michael C. Jensen) dalam Arthur J. Keown, et. al (2000 : 127).

Myers dan Majluf dalam S. David Young dan Stephen F. O’byrne (2001: 138) merumuskan teori struktur modal yang disebut pecking order teory. Teori ini mendasarkan diri atas informasi asimetrik (asimetric information), suatu istilah yang menunjukkan bahwa manajemen memiliki informasi yang lebih banyak (tentang prospek, resiko, dan nilai perusahaan) dari pada pemodal publik. Manajemen memiliki informasi yang lebih banyak dari pemodal karena merekalah yang mengambil keputusan-keputusan keuangan, yang menyusun berbagai rencana perusahaan, dan sebagainya.

Informasi asimetrik ini mempengaruhi pilihan antara sumber dana internal (yaitu dana dari hasil operasional perusahaan) ataukah dana eksternal. Karena itu, teori ini disebut sebagai pecking order theory. Disebut sebagai pecking order karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan hierarki sumber daya yang paling disukai. Sesuai dengan teori ini, maka investasi akan dibiayai dengan dana internal terlebih dahulu (yaitu laba yang ditahan) kemudian baru diikuti oleh penerbitan hutang baru, dan akhirnya dengan penerbitan ekuitas baru.

Menurut Gordon Donalson dalam Sukmaja (2009 : 23), apabila terjadi

asymmetric information akan mendorong perusahaan untuk menggunakan

hutang, bukan menerbitkan saham baru. Ini bisa dipahami karena para pemodal akan melihat bahwa penawaran saham baru sebagai sinyal buruk, sehingga harga saham tersebut akan turun bila saham baru tersebut diterbitkan. Dengan demikian biaya modal sendiri menjadi tinggi dan nilai perusahaan cenderung menurun. Karena itu bila ada asymmetric

information, Gordon Donalson menyarankan perusahaan untuk

menggunakan dana dengan urutan laba ditahan, hutang, penjualan saham baru.

4. Variabel Kontrol yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang

Dokumen terkait