• Tidak ada hasil yang ditemukan

GROWTH NO KODE

C. Pengujian dan Pembahasan Hipotesis 1.Uji Asumsi Klasik 1.Uji Asumsi Klasik

Metode analisis regresi berganda dikatakan baik apabila memenuhi asumsi normalitas data dan terbebas dari asumsi-asumsi klasik seperti : multikolineritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas.

Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji bahwa variabel linear yang tidak bias. Variabel-variabel yang diuji dalam penelitian ini adalah struktur kepemilikan manajerial, struktur kepemilikan institusional, struktur kepemilikan publik, jumlah pemegang saham, profitabilitas, dan pertumbuhan perusahaan.

Setelah dilakukan uji asumsi klasik dengan bantuan program SPSS 17.0, variabel struktur kepemilikan manajerial dikeluarkan karena nilainya konstan atau tidak mempunyai hubungan dengan variabel dependen. Hal ini disebabkan karena semua perusahaan yang menjadi objek penelitian tidak memiliki struktur kepemilikan manajerial.

Akhirnya variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktur kepemilikan institusional, struktur kepemilikan publik, jumlah pemegang saham, profitabiitas, dan pertumbuhan perusahaan.

a. Uji Normalitas

Normalitas digunakan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Normalitas data dapat dilihat dengan menggunakan kurva normal P-plot. Data dikatakan normal apabila gambar distribusi dengan titik-titik data yang menyebar disekitar garis diagonal, dan penyebaran titik-titik data searah mengikuti garis diagonal.

Uji normalitas dalam model ini menyatakan bahwa data yang ada tidak terdistribusi secara normal. Hal ini ditunjukkan oleh hasil pengolahan data dengan SPSS 17.0 menggunakan uji normalitas dengan melihat grafik normal probability plot.

Gambar 4.2

Grafik Normal Probability Plot

Sumber : output SPSS (data setelah diolah)

Dari grafik normal probability plot terlihat titik – titik yang menyebar disekitar garis diagonal, serta penyebarannya agak menjauh dari garis diagonal. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi menyalahi atau tidak memenuhi asumsi klasik.

Akhirnya penulis menggunakan transformasi data dengan Ln(x) untuk variabel dependen dan variabel independen. Selanjutnya dilakukan pengujian dengan grafik dari hasil regresi yang telah ditransformasi.

Gambar 4.3 Grafik Histogram

Sumber : Output SPSS (data setelah diolah)

Berdasarkan grafik histogram pada gambar 4.2 tampak bahwa residual terdistribusi secara normal dan berbentuk simetri tidak menceng ke kanan atau ke kiri atau dapat dikatakan grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal.

Gambar 4.4

Hasil Uji Normalitas Data

Sumber : Output SPSS (data setelah diolah)

Hasil uji normalitas data di atas, menunjukkan bahwa data menyebar dan mengikuti arah garis diagonal. Maka, dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan dalam analisis ini telah memenuhi asumsi normalitas data.

b. Uji Multikolineritas

Uji multikolineritas diperlukan untuk mengetahui ada atau tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen yang lain dalam suatu model. Kemiripan antar variabel independen dalam suatu model menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat antara satu variabel independen dengan satu variabel yang lain. Selain itu, deteksi terhadap uji multikolineritas juga bertujuan untuk menghindari kebiasan dalam proses pengambilan kesimpulan mengenai pengaruh pada uji parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen.

Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolineritas di dalam model regresi adalah dengan melihat nilai

tolerance dan variance inflation factor (VIF). Jika nilai variance inflation factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1, maka model tersebut dapat dikatakan terbebas dari multikolineritas.

Tabel 4.7

Hasil Uji Multikolineritas

Collinearity Statistic

2004-2008

Tollerance VIF

Kepemilikan Institusional 0,365 2,739 Kepemilikan Publik 0,401 2,494 Jumlah Pemilik saham 0,915 1,093 Pertumbuhan Perusahaan 0,935 1,070

Profitabilitas 0,816 1,226

Sumber : Output SPSS (data setelah diolah)

Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai variance inflation factor

(VIF) tidak lebih dari 10 dan niai tolerance tidak kurang dari 0,1. Hal ini berarti bahwa model ini terbebas dari multikolineritas dan layak digunakan dalam penelitian.

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah di dalam suatu model regresi, terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya (t-1). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Autokorelasi muncul karena adanya observasi yang berurutan, sepanjang berkaitan satu sama lain. Model regresi yang baik adalah model yang terbebas dari masalah autokorelasi.

Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya masalah autokorelasi adalah dengan cara sebagai berikut :

1. 1,60 < DW < 2,40. Kesimpulannya tidak terjadi kondisi autokorelasi.

2. 1,39 < DW < 1,60 atau 2,40 < DW < 2,61. Tidak dapat disimpulkan (inconclusive).

3. DW < 1,39. Kesimpulannya terjadi autokorelasi negatif. 4. DW > 2,61. Kesimpulannya terjadi autokorelasi positif.

Tabel 4.8 Nilai Durbin Watson

Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 .539a .291 .217 .0239110 2.015 a. Predictors: (Constant), LNROA, LNJML, LNPUBLIC,

LNGROWTH, LNINS

b. Dependent Variable: LNDR

Sumber : output SPSS (data setelah diolah)

Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai Durbin Watson adalah 2,015. Nilai ini terletak antara 1,60 <DW< 2,40. Hal ini berarti bahwa pada tahun 2004-2008, tidak terjadi masalah autokorelasi. Dengan demikian, model regresi ini layak dipakai dalam pengujian.

d. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain, atau gambaran hubungan antara nilai yang diprediksi dengan studentized delete residual nilai tersebut. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki persamaan residual suatu periode pengamatan dengan periode pengamatan yang lain. Atau, adanya hubungan antara nilai yang diprediksi dengan

studentized delete residual nilai tersebut sehingga dapat dikatakan nilai tersebut homoskedastisitas.

Ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar scatterplot model tersebut. Analisis pada gambar scatterplot yang menyatakan model regresi linear berganda tidak terdapat heteroskedastisitas jika :

1. Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0.

2. Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja. 3. Penyebran titik-titik data tidak boleh membentuk pola

bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali. 4. Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola.

Gambar 4.5

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Sumber : Output SPSS (data setelah diolah)

Gambar 4.2 menunjukkan bahwa titik-titik data menyebar di atas, di bawah, dan di sekitar angka nol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi berganda ini terbebas dari asumsi klasik heteroskedastisitas dan layak digunakan dalam penelitian.

2. Uji Hipotesis

a. Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Koefisien determinasi (Adjusted R2) merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi. Hal ini karena Koefisien determinasi (Adjusted R2) dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang diestimasi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar

kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Nilai

Adjusted R2 dikatakan baik jika di atas 0,5. hal ini karena nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1.

Nilai Adjusted R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas. Nilai

Adjusted R2 mendekati 1 berarti variabel-variabel dependen

memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Dengan model regresi linear berganda, diperoleh hasil pengujian sebagai berikut :

Tabel 4.9

Nilai Koefisien Determinasi

Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .539a .291 .217 .0239110 a. Predictors: (Constant), LNROA, LNJML, LNPUBLIC, LNGROWTH, LNINS

b. Dependent Variable: LNDR

Sumber : Output SPSS (data setelah diolah)

Berdasarkan tabel di atas, nilai koefisien determinasi yang sudah disesuaikan (adjusted R2) sebesar 0,217. Artinya 21,7% variabel dependen (rasio hutang) dijelaskan oleh variabel independen seperti kepemilikan institusional, kepemilikan publik, jumlah pemegang

saham, profitabilitas (ROA), dan pertumbuhan perusahaan (growth). Sedangkan sisanya 78,3% dijelaskan oleh variabel lain di luar variabel independen yang digunakan.

b. Pengaruh Variabel Independen Secara Simultan (Uji F)

Uji simultan dengan uji F bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama. Apabila F hitung lebih besar dari F tabel (F hit > F tab) dan tingkat

signifikannya lebih kecil dari α : 5% (0,05) (sig < α), maka hal itu menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Ini berarti bahwa variabel independen secara simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Dengan model regresi berganda, diperoleh hasil pengujian sebagai berikut :

Tabel 4.10

Pengujian Variabel Independen secara Simultan

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression .011 5 .002 3.933 .005a Residual .027 48 .001

1

Total .039 53

a. Predictors: (Constant), LNROA, LNJML, LNPUBLIC, LNGROWTH, LNINS

b. Dependent Variable: LNDR

Sumber : Output SPSS (data setelah diolah)

Berdasarkan tabel di atas, nilai F hitung sebesar 3,933 dan nilai F tabel sebesar 2,56. Ini berarti bahwa F hitung > F tabel (3,933 > 2,56). Dan

tingkat signifikasinya lebih kecil dari α : 5% (0,05) (sig < α), maka hal itu menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Ini berarti bahwa semua variabel independen seperti : kepemilikan institusonal, kepemilikan publik, jumlah pemilik saham, profitabilitas, dan pertumbuhan perusahaan secara simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap rasio hutang.

c. Pengaruh Variabel Independen Secara Parsial (Uji t)

Uji t bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual (parsial) terhadap variabel dependen. Apabila T hitung lebih besar dari T tabel (T hit > T tab)

dan nilai signifikan T hitung lebih kecil dari α : 5% (0,05) (sig < α), berarti terdapat pengaruh signifikan antara variabel independen secara parsial dengan variabel dependen. Dengan menggunakan metode analisis regresi linear berganda, diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.11

Pengujian Variabel Independen secara Parsial

Coefficientsa

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients Collinearity Statistics

Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF

(Constant) -.203 .033 -6.092 .000 LNINS -.106 .028 -.774 -3.849 .000 .365 2.739 LNPUBLIC -.017 .006 -.603 -3.139 .003 .401 2.494 LNJML .001 .012 .014 .107 .915 .915 1.093 LNROA -.012 .005 -.339 -2.517 .015 .816 1.226 1 LNGROWTH .006 .003 .255 2.026 .048 .935 1.070 a. Dependent Variable: LNDR

Sumber : Output SPSS (data setelah diolah)

Berdasarkan tabel di atas, besarnya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual (parsial) terhadap variabel dependen dapat dijelaskan sebagai berikut : kepemilikan institusional, dari pengujian hipotesis menunjukkan bahwa T hitung > T tabel (-3.849 >

1,675) dan tingkat signifikasinya sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf signifikan α : 5% (0,05) (sig < α). Dengan demikian, secara parsial hipotesis H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya, kepemilikan

institusional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rasio hutang. Dan koefisien regresi sebesar – 0,106 menunjukkan hubungan yang negatif. Artinya, jika terjadi perubahan struktur kepemilikan

institusional sebesar 1%, maka rasio hutang akan mengalami penurunan sebesar 0,106 (10,6%).

Pada tabel 4.13 diketahui bahwa kepemilikan publik menunjukkan nilai T hitung > T tabel (- 3.139 > 1,675) dan tingkat signifikasinya sebesar 0,003 lebih kecil dari taraf signifikan α : 5% (0,05) (sig < α). Dengan demikian, secara parsial hipotesis H0 ditolak dan hipotesis H1 diterima. Artinya, kepemilikan publik juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rasio hutang. Dan koefisien regresi sebesar – 0,017 juga menunjukkan hubungan yang negatif. Artinya, jika terjadi perubahan struktur kepemilikan publik sebesar 1%, maka rasio hutang juga akan mengalami penurunan sebesar 0,017 (1,7%).

Sebaran kepemilikan saham yang diukur dari jumlah pemegang saham dalam tabel 4.13 diketahui bahwa variabel jumlah kepemilikan saham menunjukkan nilai T hitung < T tabel (0,107 < 1,675) dan tingkat signifikasinya sebesar 0,915 lebih besar dari taraf signifikan α : 5% (0,05) (sig < α). Dengan demikian, secara parsial hipotesis H0 diterima dan hipotesis H1 ditolak. Artinya, jumlah pemegang saham tidak

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rasio hutang. Dan koefisien regresi sebesar 0,001 menunjukkan hubungan yang positif. Artinya, jika terjadi perubahan jumlah pemegang saham sebesar 1%, maka rasio hutang juga akan mengalami peningkatan sebesar 0,001 (0,1%).

Profitabilitas yang diukur dengan ROA memiliki nilai T hitung > T

tabel (-2,517 > 1,675) dan tingkat signifikasinya sebesar 0,015 lebih

kecil dari taraf signifikan α : 5% (0,05) (sig < α). Dengan demikian, secara parsial hipotesis H0 ditolak dan hipotesis H1 diterima. Artinya, kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba (profitabilitas) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rasio hutang. Dan koefisien regresi sebesar – 0,012 juga menunjukkan hubungan yang negatif. Artinya, jika terjadi perubahan profitabilitas sebesar 1%, maka rasio hutang juga akan mengalami penurunan sebesar 0,012 (1,2%).

Variabel pertumbuhan perusahaan (growth) memiliki nilai T hitung >

T tabel (2.026 > 1,675) dan tingkat signifikasinya sebesar 0,048 lebih kecil dari taraf signifikan α : 5% (0,05) (sig < α). Dengan demikian, secara parsial hipotesis H0 ditolak dan hipotesis H1 diterima. Artinya,

pertumbuhan perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rasio hutang. Dan koefisien regresi sebesar 0,006 menunjukkan hubungan yang positif. Artinya, jika terjadi perubahan

growth sebesar 1%, maka rasio hutang akan meningkat sebesar 0,006

(0,6%).

Konstanta sebesar -0.203 menyatakan bahwa jika variabel independen yaitu : kepemilikan institusional, kepemilikan publik, jumlah pemegang saham, profitabilitas, dan pertumbuhan perusahaan bernilai tetap atau konstan, maka nilai dari variabel dependen yaitu rasio hutang adalah sebesar – 0,203 (-20,3%).

D. Interpretasi

Berdasarkan tabel 4.13 di atas, maka dapat disusun persamaan regresi untuk penelitian ini adalah sebagai berikut :

Y = – 0,203 - 0,106 X2 - 0,017 X3 + 0,001 X4 - 0,012 X5 + 0.006 X6 + e Dari hasil pengujian hipotesis, maka dapat diinterpretasikan bahwa dari 5 variabel yang digunakan, ada 4 variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen (rasio hutang), yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan publik, profitabilitas, dan pertumbuhan perusahaan. Sementara variabel jumlah pemegang saham tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen (rasio hutang).

Kepemilikan institusional memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian ini konsisten dengan teori dan penelitian yang dilakukan oleh Moh’d et al (1998), Bathala et al (1994), dan Erni Masdupi (2005). Kehadiran institusional

investor dapat digunakan sebagai alat untuk memonitoring manajemen dalam

rangka untuk meminimumkan biaya keagenan yang ditimbulkan oleh hutang (agency cost of debt). Hal ini karena kepemilikan oleh institusional merupakan sumber kekuasaan yang didapat untuk mendukung atau menentang keberadaan manajemen. Meningkatnya kepemilikan saham oleh institusional investor juga dapat mengimbangi kebutuhan terhadap hutang. Dengan demikian, kehadiran institusional investor di dalam perusahaan, akan

berhubungan negatif dengan rasio hutang perusahaan (Shleifer dan Vishny dalam Faisal : 2003).

Kepemilikan saham oleh publik (masyarakat) juga memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap rasio hutang. Penelitian ini konsisten dengan teori dan penelitian yang dilakukan oleh Moh’d et al (1998), Kepemilikan saham publik yang tinggi dalam perusahaan, maka mereka akan dapat membantu kepemilikan institusional untuk mengawasi kinerja manajer dalam penggunaan hutang dan aktifitas operasional perusahaan. Dengan begitu, manajer dapat menggunakan hutang seoptimal mungkin sehingga dapat mengurangi biaya keagenan.

Pengaruh penyebaran saham yang diukur dari jumlah kelompok pemegang saham tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan hutang. Hal ini disebabkan jumlah pemegang saham di Bursa Efek Indonesia terkonsentrasi pada beberapa kelompok pemegang saham (tidak menyebar). Sehingga penyebaran pemegang saham tidak begitu mempengaruhi terhadap posisi manajemen yang konservatif terhadap penggunaan hutang.

Variabel profitabilitas yang diukur dengan ROA juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rasio hutang. Koefisien regresi sebesar – 0,012 juga menunjukkan hubungan yang negatif. Artinya, jika terjadi perubahan profitabilitas sebesar 1%, maka rasio hutang juga akan mengalami penurunan sebesar 0,012 (1,2%). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba yang tinggi akan mengurangi penggunaan hutang

dalam sumber pendanaannya. Hal ini disebabkan ROA yang tinggi memungkinkan perusahaan melakukan permodalan dengan laba ditahan saja (Brigham dan Houston, 2006:43). Hasil pengujian hipotesis ini konsisten dengan teori dan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Myers (1984), Jensen et al (1992), Moh’d et al (1998), dan Erni Masdupi (2005) yang mengemukakan bahwa kemampuan perusahaan memperoleh laba mempunyai pengaruh yang signifikan dan berhubungan negatif dengan rasio hutang.

Variabel pertumbuhan perusahaan (growth) juga mempunyai pengaruh yang signifikan dan terhadap rasio hutang. Arah hubungannya juga positif. sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa tingkat pertumbuhan perusahaan dicerminkan oleh pertumbuhan aktivanya. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang cepat harus lebih banyak mengandalkan pada modal eksternal dimaksudkan untuk mengantisipasi peningkatan di semua bidang. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikatakan growth rate mempunyai pengaruh signifikan yang positif terhadap struktur modal (Brigham dan Houston, 2006:43). Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Moh’d, et. al (1998), dan Wahidahwati ( 2001 ) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pertumbuhan perusahaan terhadap hutang dengan pendekatan agency theory. Dalam hal ini perusahaan cenderung untuk meningkatkan hutang karena perusahaan membutuhkan dana yang besar seiring pertumbuhannya. Hal ini dikarenakan tidak mencukupinya dana internal sehingga perusahaan membutuhkan dana eksternal berupa hutang.

Dari empat variabel yang signifikan, yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan publik, profitabilitas, dan pertumbuhan perusahaan, maka dapat dilihat variabel yang paling dominan terhadap kebijakan hutang, yaitu kepemilikan institusional, karena nilai Betanya paling besar yaitu 0,106.

BAB V

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

Dokumen terkait