• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Penerapan CPB dan SPOS

4.3.2 Faktor Eksternal

4.3.2.1 Kebijakan Pemerintah di Bidang Sosial

Pendapat responden kelompok BM dan LM terkait dengan kebijakan pemerintah di bidang sosial yang mendukung penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan sangat bervariasi. Adapun pendapat responden kelompok BM terkait dengan kebijakan dalam bidang sosial yang dilakukan pemerintah dalam mendukung penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Berdasarkan Lampiran 1 terlihat, bahwa mayoritas responden kelompok BM berpendapat pemerintah kurang berperan dalam aspek sosial untuk mendukung penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Hal itu ditunjukan oleh jawaban mayoritas responden yang berpendapat bahwa pemerintah kurang dalam melakukan sosialisasi penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan (66,66%), menyediakan sumber permodalan usaha (66,66%), menyediakan sumber informasi pasar (66,66%) dan menyediakan informasi regulasi tentang mutu dan kemanan pangan (66,66%).

Kurangnya pemerintah dalam melakukan sosialisasi CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan termasuk juga informasi regulasi tentang mutu dan keamanan pangan kepada responden kelompok BM ditunjukan oleh minimnya frekuensi serta keberlanjutan sosialisasi yang dilakukan pemerintah kepada pengolah fillet kelompok BM. Direktorat Pengolahan Hasil (Dit PH) (2008) menyatakan, telah dilakukan 2 kali sosialisasi CPB dan SPOS pada kegiatan Bimbingan Teknis Pengolahan Fillet di Tegal Sari, Jawa Tengah pada tanggal 1-3 Februari 2007 dan 15-17 Februari 2007. Kegiatan tersebut diikuti oleh 20 orang pengolah fillet ikan. Materi-materi yang disosialisasikan terdiri atas CPB, SPOS, Penerapan Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) berdasarkan konsepsi HACCP, Sanitasi dan Higiene serta Teknik Pengolahan Fillet Ikan.

Lebih lanjut Dit PH (2008) menyatakan, Pada tanggal 17-19 Desember 2007 dilakukan bimbingan teknis secara langsung di unit pengolahan fillet di TPI Tegal Sari. Kegiatan pendampingan bertujuan untuk mendorong penyempurnaan penyediaan sarana dan prasara pengolahan fillet ikan serta pemanfaatannya.

47 Dit PH (2006) menyatakan, dalam hal penyedian sumber permodalan bagi 15 pengolah fillet kelompok BM, telah dilakukan satu kali fasilitasi permodalan ke Bank Danamon Jakarta. Sumber permodalan yang dapat difasilitasi oleh Bank Danamon antara lain melalui Program Danamon Simpan Pinjam (DSP) yang besarnya mencapai Rp 500 juta. Bentuk permodalan berupa kredit yang tidak mensyaratkan usaha yang berbadan hukum. Sebagai tindak lanjut, Ditjen P2HP telah mengirimkan surat ke Direksi Bank Danamon dengan alamat Menara Bank Danamon, Kawasan Mega Kuningan, Jakarta dengan Nomor surat B. 3182/P2HP.1.3/PM.410/XI/06.

Dalam hal penyediaan informasi pasar bagi 15 responden kelompok BM, pemerintah telah melakukan fasilitasi pemasaran fillet dengan mengikutsertakan para pengusaha perikanan yang tergabung dalam Asosiasi Suplier Produk Perikanan Indonesia (ASPPI). Ditjen P2HP (2007) menyatakan hal-hal yang disepakati dalam fasilitasi pemasaran antara pengolah fillet dengan ASPPI sebagai berikut:

a. ASPPI siap bekerjasama untuk membantu mencari para pembeli baru hasil olahan fillet dengan syarat:

- Mutu produk fillet baik

- Kontinuitas produk fillet terjamin

- Adanya kestabilan harga pada periode tertentu (berdasarkan perjanjian kerjasama)

b. ASSPI akan menjamin pembelian produk fillet yang selanjutnya ASPPI akan berhubungan dengan buyer. ASPPI akan memperoleh komisi dari transaksi tersebut sebesar 2 %. Produk fillet akan dibayarkan dalam jangka waktu 1-2 bulan.

Kurangnya penyediaan sumber permodalan menyebabkan responden kelompok BM tidak memiliki tambahan modal untuk mendukung penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Hal ini karena penerapan CPB dan SPOS membutuhkan pemenuhan berbagai persyaratan dan perlengkapan yang memerlukan dukungan permodalan. Selain itu, tidak adanya alternatif pasar lain menyebabkan responden kelompok BM tidak memiliki pilihan selain pasar yang tidak mensyaratkan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Kondisi

48 tersebut mengakibatkan responden kelompok BM tidak terdorong untuk menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan karena alasan tidak diminta oleh pasar. Apabila pemerintah dapat menyediakan informasi pasar lain yang menginginkan produk fillet diproduksi menggunakan CPB dan SPOS dengan harga pembelian yang lebih tinggi dan memungkinkan responden kelompok BM mengakses informasi tersebut, diharapkan akan mendorong responden kelompok BM menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan.

Pada unit pengolahan fillet ikan yang termasuk dalam kelompok LM, pendapat responden tentang peran pemerintah dalam bidang sosial untuk mendukung penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ditunjukan pada Lampiran 2. Berdasarkan Lampiran 2 terlihat, dari 11 responden kelompok LM, 81,8% menyatakan pemerintah berperan baik dalam melakukan frekuensi sosialisasi CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan dan 100% responden menyatakan pemerintah telah berperan baik dalam menyampaikan regulasi tentang mutu dan keamanan pangan.

Peran pemerintah yang baik dalam melakukan sosialisasi CPB dan SPOS penerapan fillet ikan dan penyediaan informasi tentang mutu dan keamanan pangan kepada responden kelompok LM disebabkan responden dinilai siap melaksanakan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan dan adanya permintaan dari negara importir untuk menerapkan persyaratan jaminan mutu dan keamanan pangan yang salah satunya ditandai dengan penerapan kelayakan pengolahan ikan, yaitu CPB dan SPOS. Hal ini dilakukan agar responden kelompok LM dapat segera menyesuaikan dengan persyaratan negara importir.

Selain hal di atas, 63,6% responden pengolahan fillet kelompok LM menyatakan pemerintah telah berperan baik dalam menyediakan sumber permodalan dan 72,7% menyatakan pemerintah berperan baik dalam menyediakan informasi pasar. Fasilitasi pasar yang dilakukan pemerintah dilakukan dengan menyelenggarakan temu bisnis, penyediaan informasi online pada website Kementerian Kelautan dan Perikanan, maupun dalam bentuk cetak seperti majalah atau tabloid, statistik kelautan dan perikanan, statistik ekspor dan impor hasil perikanan, dan lain sebagainya. Ketersediaan informasi pasar yang baik, khususnya informasi pasar yang menginginkan produk fillet mendorong

49 responden kelompok LM meneruskan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet

ikan hingga saat ini.

Dalam hal sumber permodalan, mayoritas para pengolah yang termasuk dalam kelompok LM berpendapat bahwa pemerintah sudah berperan baik dalam melakukan hal tersebut. Hal ini didasari oleh mudahnya para pengolah yang termasuk kelompok LM dalam memperoleh kredit invetasi maupun modal usaha dari perbankan.

Perbedaan kebijakan yang diberikan kepada responden kelompok BM dan LM dikarenakan pemerintah menilai bahwa responden kelompok LM sudah siap untuk menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Selain itu, hal tersebut dilakukan untuk merespon tuntutan pasar khususnya di luar negeri yang mensyaratkan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan.

Dokumen terkait