• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

1. Kebijakan Pendidikan

a. Pengertian Kebijakan

Kebijakan (policy) secara etimologi (asal kata) diturunkan dari bahasa Yunani, yaitu polis yang artinya kota (city). Dapat ditambahkan, kebijakan mengacu kepada cara-cara dari semua bagian pemerintahan mengarahkan untuk mengelola kegiatan mereka. Senada dengan hal tersebut Monahan dan Heng, menyatakan bahwa kebijakan berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi dan merupakan pola formal yang sama-sama diterima pemerintah atau lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar tujuannya (Syafaruddin 2008 : 75).

Friedrich mengartikan kebijakan sebagai suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. (Joko Widodo 2012: 13).

Abidin memberikan penjelasan kebijakan sebagai keputusan pemerintah yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh anggota masyarakat. Sedangkan Nichols berpendapat bahwa kebijakan adalah suatu keputusan yang dipikirkan secara matang dan hati-hati oleh

pengambil keputusan puncak dan bukan kegiatan-kegiatan berulang dan rutin yang terprogram atau terkait dengan aturan-aturan keputusan. (Syafaruddin 2008: 75-76).

Pendapat lain dikemukakan oleh Hug Heclo yang melihat kebijakan sebagai cara bertindak yang disengaja untuk menyelesaikan beberapa permasalahan. Sedangkan James E. Anderson juga memberikan pandangan kebijakan sebagai perilaku sejumlah aktor (pejabat, kelompok, dan instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan (Arif Rohman, 2008: 108).

Konsep kebijakan menurut Syafaruddin (2008: 76) merupakan seperangkat tujuan-tujuan, prinsip-prinsip serta peraturan-peraturan yang membimbing organisasi. Kebijakan dengan demikian mencakup keseluruhan petunjuk organisasi. Dengan kata lain, kebijakan adalah hasil keputusan manajemen puncak yang dibuat dengan hati-hati yang intinya berupa tujuan-tujuan, prinsip-prinsip, aturan-aturan yang mengarahkan organisasi melangkah ke masa depan. Secara ringkas ditegaskan bahwa hakikat kebijakan adalah sebagai petunjuk organisasi.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan merupakan serangkaian upaya atau tindakan yang dilakukan atau diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dan dibuat secara terencana dan memiliki prinsip-prinsip dalam bertindak untuk mencapai tujuan.

b. Pengertian Kebijakan Pendidikan

Kebijakan pendidikan merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan berbangsa, konsep yang sering kita dengar, kita ucapkan dan kita lakukan, Kebijakan pendidikan merupakan keputusan berupa pedoman bertindak baik yang bersifat sederhana maupun kompleks, baik umum maupun khusus, baik terperinci maupun longgar yang dirumuskan melalui proses politik untuk suatu arah tindakan, program serta rencana-rencana tertentu dalam menyelenggarakan pendidikan (Arif Rohman, 2009: 109).

Kebijakan Pendidikan merupakan bagian dari kebijakan Negara atau kebijakan publik pada umumnya. Kebijakan pendidikan merupakan kebijakan publik yang mengatur penyerapan sumber, distribusi dan pengaturan perilaku dalam pendidikan.

Menurut H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho (2008: 140) mengungkapkan bahwa kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah dan strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu.

Kebijakan pendidikan dipahami sebagai kebijakan publik dibidang pendidikan, sehingga kebijakan pendidikan dibangun sesuai dengan kepentingan publik. Kebijakan pendidikan berhubungan dengan efisiensi dan efektivitas anggaran pendidikan. Hal ini terjadi karena

meningkatnya kritisme lingkungan publik mengenai biaya pendidikan. Dengan demikian kebijakan pendidikan harus dirumuskan dengan baik untuk mencapai tujuan pembangunan negara dan bangsa dibidang pendidikan (H.A.R. Tilaar & Riant Nugroho, 2008 : 268).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan pendidikan adalah suatu sistem yang dijadikan sebagai pedoman untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari perumusan strategis dalam mencapai tujuan penyelenggaraan pendidikan.

c. Teori Perumusan Kebijakan

Dalam khasanah teori perumusan kebijakan, dikenal setidaknya tiga belas teori perumusan kebijakan, yaitu:

1) Teori Kelembagaan

Teori ini mendasarkan kepada fungsi-fungsi kelembagaan dari pemerintah, disetiap sektor dan tingkat, dalam formulasi kebijakan. Teori kelembagaan sebenarnya merupakan derivasi dari ilmu politik tradisional yang lebih menekankan struktur dari pada proses atau perilaku politik. Prosesnya mengandaikan bahwa tugas formulasi kebijakan adalah tugas lembaga-lembaga pemerintah yang dilakukan secara otonom tanpa berinteraksi dengan lingkungannya.

2) Teori Proses

Dalam teori ini para pengikutnya menerima asumsi bahwa politik merupakan sebuah aktivitas sehingga mempunyai proses.

Maka dari itu di dalam kebijakan selalu berkaitan dengan proses politik.

3) Teori Kelompok

Teori kelompok mengandaikan kebijakan sebagai titik keseimbangan. Inti gagasannya adalah interaksi dalam kelompok akan menghasilkan keseimbangan, dan keseimbangan adalah yang terbaik.

4) Teori Elit

Teori ini menandaskan bahwa dalam setiap masyarakat pasti terdapat dua kelompok, yaitu pemegang kekuasaan atau elit dan yang tidak memiliki kekuasaan atau massa. Sedemokrasi apapun selalu ada bias dalam formulasi kebijakan, karena pada akhirnya kebijakan-kebijakan yang dilahirkan merupakan preferensi politik dari para elit.

5) Teori Inkrementalis

Teori ini melihat bahwa kebijakan publik merupakan variasi atau kelanjutan dari kebijakan dimasa lalu, dapat dikatakan sebagai teori pragmatis/praktis. Inti dari kebijakan inkrementalis adalah berusaha mempertahankan komitmen kebijakan dimasa lalu untuk mempertahankan kinerja yang telah dicapai.

6) Teori Rasionalisme

Teori ini mengedepankan gagasan bahwa kebijakan publik sebagai maximun social gain, yang berarti pemerintah sebagai

pembuat kebijakan harus memilih kebijakan yang memberikan mamfaat optimum bagi masyarakat.

7) Teori Demokratis

Teori ini dapat dikatakan sebagai teori demokratis karena menghendaki agar setiap pemilik hak demokratis diikutsertakan sebanyak-banyaknya.

8) Teori Strategis

Teori ini merupakan salah satu derivat manajemen dari teori rasional karena mengandaikan bahwa proses perumusan kebijakan adalah proses rasional, dengan pembedaan bahwa teori ini lebih fokus pada rincian-rincian langkah manajemen.

9) Teori Pengamatan Terpadu

Teori ini sebagai suatu pendekatan terhadap formulasi keputusan-keputusan pokok dan inkremental, menetapkan proses-proses formulasi kebijakan pokok dan urusan tinggi yang menentukan petunjuk-petunjuk dasar, proses-proses yang mempersiapkan keputusan-keputusan pokok, dan menjalankannya setelah keputusan itu tercapai.

10) Teori Permainan

Teori permainan adalah teori yang sangat abstrak dan dekdutif dalam formulasi kebijakan. Teori ini mendasarkan pada formulasi kebijakan yang rasional, namun dalam kondisi kompetisi yang

tingkat keberhasilan kebijakan tidak lagi ditentukan oleh aktor pembuat kebijakan.

11) Teori Pilihan Publik

Teori ini melihat kebijakan sebagai sebuah proses formulasi keputusan kolektif dari individu-individu yang berkepentingan terhadap keputusan tersebut. Teori ini memiliki kelemahan pokok dalam realitas interaksi itu sendiri, karena interaksi akan terbatas pada publik yang memiliki akses, dan disisi lain terdapat kecendurungan dari pemerintah untuk memuaskan pilihannya daripada masyarakat luas.

12) Teori Sistem

Teori ini merupakan yang paling sederhana namun cukup komperhensif meski tidak memadai lagi untuk dipergunakan sebagai landasan pengambilan keputusan atau formulasi kebijakan publik. Kelemahan dari teori ini adalah terpusatnya perhatian pada tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah yang membuat kita kehilangan perhatian dengan apa yang tidak pernah dilakukan oleh pemerintah. 13) Teori Deliberatif

Teori deliberatif atau musyawarah pada perumusan kebijakan dapat juga dilihat pada bagian analisis kebijakan dengan teori deliberative policy analysis di depan. Proses teori ini jauh lebih berbeda dengan teori-teori teknokratik. Karena peran dasar analisis kebijakan hanya sebagai fasilitator agar masyarakat menemukan

sendiri keputusan kebijakan atas dirinya sendiri. Disini peran pemerintah hanya sebagai legislator dari kehendak publik. (H.A.R. Tilaar & Riant Nugroho, 2008: 190-210).

d. Proses Kebijakan

Proses perumusan kebijakan adalah salah satu alat penting dalam tahapan kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan kebijakan, baik pemerintah maupun non-pemerintah. Proses perumusan kebijakan menjadi sangat penting dikarenakan banyak faktor yang perlu

dipertimbangkan di dalam merumuskanya. Selain itu, para ahli harus

menguasai makna kebijakan dan perumusan kebijakan, perumusan kebijakan dalam siklus kebijakan, lingkungan kebijakan dan prosedur perumusan kebijakan, serta faktor-faktor lainnya. Menurut William Dunn (Budi Winarno, 2007: 32-34) tahapan-tahapan kebijakan publik adalah sebagai berikut :

1) Tahap penyusunan agenda

Sebelum kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan, pembuat kebijakan perlu menyusun agenda dengan memasukkan dan memilih masalah-masalah mana saja yang akan dijadikan prioritas untuk dibahas. Masalah-masalah yang terkait dengan kebijakan akan dikumpulkan sebanyak mungkin untuk diseleksi.

Pada tahap ini beberapa masalah dimasukkan dalam agenda untuk dipilih. Terdapat masalah yang ditetapkan sebagai fokus pembahasan, masalah yang mungkin ditunda pembahasannya, atau

mungkin tidak disentuh sama sekali. Masing-masing masalah yang dimasukkan atau tidak dimasukkan dalam agenda memiliki argumentasi masing-masing. Pihak-pihak yang terlibat dalam tahap penyusunan agenda harus secara jeli melihat masalah-masalah mana saja yang memiliki tingkat relevansi tinggi dengan masalah kebijakan. Sehingga pemilihan dapat menemukan masalah kebijakan yang tepat.

2) Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternative/policy options) yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

3) Tahap adopsi kebijakan

Dari sekian banyak alternatif yang ditawarkan, pada akhirnya akan diadopsi satu alternatif pemecahan yang disepakati untuk digunakan sebagai solusi atas permasalahan tersebut. Tahap ini

sering disebut juga dengan tahap legitimasi kebijakan (policy legitimation) yaitu kebijakan yang telah mendapatkan legitimasi. Masalah yang telah dijadikan sebagai fokus pembahasan memperoleh solusi pemecahan berupa kebijakan yang nantinya akan diimplementasikan.

4) Tahap Implementasi kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Keputusan program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agenda-agenda pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (implementors), namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

5) Tahap evaluasi kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauhmana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat.

Dokumen terkait