• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Pengelolaan Mangrove

Dalam UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, salah satu perubahan krusial dari Undang-Undang tersebut adalah tentang pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah Pusat,

Pemerin-tah Daerah Provinsi dan PemerinPemerin-tah Daerah Kabupaten/Kota. Pada Bidang Kehutanan yang semula kewenangan dibagi antara Pemerin-tah Pusat, PemerinPemerin-tah Daerah Provinsi dan PemerinPemerin-tah Daerah Ka-bupaten/Kota, kini hanya diberikan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi, kecuali pelaksanaan pengelolaan taman hutan raya kabupaten/kota diberikan kepada pemerintah kabupa-ten/kota. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 73 tahun 2012 ten-tang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangove (SNPEM), ter-dapat 9 (Sembilan) arah kebijakan nasional pengelolaan mangrove sebagai berikut :

1. Pengendalian pemanfaatan dan konversi ekosistem mangrove dengan prinsip kelestarian

2. Peningkatan fungsi eksosistem mangrove dalam perlindungan keanekaragaman hayati, perlindungan garis pantai dan sum-berdaya pesisir serta peningkatan produk yang dihasilkan se-bagai sumber pendapatan bagi Negara dan masyarakat. 3. Pengelolaan ekosistem mangrove sebagai bagian intergral dari

pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) terpadu.

4. Komitmen politik dan dukungan kuat pemerintah, pemerintah daerah dan para pihak.

5. Koordinasi dan kerja sama antar instansi dan para pihak terkait secara vertikal dan horizontal untuk menjamin terlaksananya strategi nasional pengelolaan ekosistem mangrove

6. Pengelolaan ekosistem mangrove berbasis masyarakat untuk meningkatkan dan melestarikan nilai penting ekologis, eko-nomi dan sosial budaya, guna meningkatkan pendapatan may-sarakat dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan. 7. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam

melak-sanakan kewenangan dan kewajiban pengelolaan ekosistem mangrove sesuai dengan kondisi dan aspirasi lokal

8. Pengembangan riset, iptek dan sistem informasi yang diperlu-kan untuk memperkuat pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan.

9. Pengelolaan ekosistem mangrove melalui pola kemitraan anta-ra pemerintah, pemerintah daeanta-rah, dunia usaha dan masyaanta-ra- masyara-kat dengan dukungan lembaga dan masyaramasyara-kat internasional, sebagai bagian dari upaya mewujudkan komitmen lingkungan global.

Perubahan kewenangan tersebut membawa implikasi antara lain kelembagaan menyangkut struktur organisasi perangkat daerah, peraturan perundang-undangan dimana Peraturan Daerah Kabupat-en/Kota yang memuat kewenangan lama harus segera dicabut dan Peraturan Daerah Provinsi yang belum mengakomodir kewenangan baru harus direvisi, dan rencana pembangunan khususnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) maupun Rencana Strategis (Renstra) Organisasi Perangkat Daerah. Kebijakan penge-lolaan mangrove Provinsi Jawa Tengah, berdasarkan RPJMD tahun 2013-2018 bahwa salah satu program unggulan dari 11 program ung-gulan adalah Pembangunan Lingkungan Jawa Tengah Ijo Royo Royo dengan sasaran terwujudnya pembangunan berwawasan lingkungan, dengan arah kebijakan meningkatkan penanganan lahan kritis dan kerusakan wilayah pesisir dengan melibatkan masyarakat. Kebijakan pengelolaan mangrove tidak terlepas dari sasaran pembangunan untuk mewujudkan pembangunan Jawa Tengah yang berwawasan lingkungan. Strategi untuk menuju terwujudnya pembangunan Jawa Tengah yang ramah lingkungan tersebut yaitu :

1. Peningkatan penataan ruang

2. Peningkatan ruang terbuka hijau (RTH) melalui peningkatan luas tutupan lahan dan sebaran ruang terbuka hijau

3. Peningkatan gerakan penanaman pohon

4. Peningkatkan kualitas lingkungan melalui pengelolaan hutan dan lahan kritis

5. Peningkatkan kualitas daya dukung lingkungan melalui reha-bilitasi kawasan perairan.

6. Peningkatan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pe-manfaatan ruang.

Jawa Tengah juga telah memiliki Kelompok Kerja Mangrove Provinsi Jawa Tengah, dimana tugas Tim Kelompok Kerja sebagai berikut :

1. Mengidentifi kasi dan menginventarisasi utnuk menghasilkan data dasar mangrove kondisi ekosistem mangrove di Jawa Tengah

2. Mensinergikan pelaksanaan dan monitoring evaluasi program pengelolaan ekosistem mangrove antara sector pusat, provinsi dan kabupaten/kota

3. Menfasilitasi penyelesaian permasalahan pengelolaan dan pengemabngan potensi mangrove

4. Mendorong dan memfasiltasi pemerintah kabupaten/kota dalam mengaktifkan kinerja Kelompok Kerja Mangrove Daerah 5. Menyampaikan laporan pelaksanaan tugas kepada Sekretaris

Daerah Provinsi Jawa Tengah.

Pemanfaatan Hutan Mangrove

Pemanfaatan hutan pada dasarnya bertujuan untuk mem-peroleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyara-kat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Man-faat yang optimal artinya adanya keseimbangan antara manMan-faat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara lestari. Pe-manfaatan hutan yang dapat dilakukan pada hutan mangrove antara lain melalui kegiatan :

Pemanfaatan kawasan, adalah memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya. Misalnya: pen-angkaran satwa liar, budidaya ikan/udang, budidaya tanaman hias, budidaya tanaman obat, dll.

Pemanfaatan jasa lingkungan, adalah memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan tanpa mengurangi fungsi utamanya. Misalnya : pemanfaatan jasa wisata alam (ekow-isata), pemanfaatan jasa air, penyerapan karbon, dan lainnya. Di Jawa Tengah, pemanfaatan hutan mangrove untuk ekowisata sudah berkembang dengan baik. Pengembangan wisata mangrove tersebut

dapat memberikan manfaat ekonomi cukup besar bagi masyarakat setemat tanpa mengurangi fungsi ekologi ekosistem mangrove. Be-berapa daerah yang sudah mengembangkan adalah wisata Kaliwlingi di Brebes, Mojo di Pemalang, Pusat Informasi Mangrove di Kota Pe-kalongan, Pantai Jodoh di Batang, PRPP di Kota Semarang, Pasar-bangi di Rembang, Sungai Ijo Pantai Ayah di Jepara, Demang Gede di Purworejo, Tritih di Cilacap, dan Taman Mangrove Morosari Demak.

Pemanfaatan hasil hutan kayu, adalah memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa kayu dengan tidak merusak ling-kungan dan tidak mengurangi fungsi utamanya. Misalnya : untuk pembuatan arang, kayu bakar dan serpih kayu.

Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan mangrove adalah memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan. Misalnya : buah/biji untuk sumber pangan, getah untuk pewarna batik, akar/daun/bunga/biji/ untuk obat-obatan, hasil satwa, dan lain sebagainya. Beberapa ke-lompok masyarakat di Kota Semarang sudah memanfaatkan hasil hu-tan bukan kayu mangrove untuk kegiahu-tan ekonomi. Propagul buah bakau yang dikeringkan sudah dimanfaatkan untuk pewarna batik dengan motif mangrove. Propagul tersebut setelah juga diolah dan patinya dimanfaatkan untuk membuat berbagai jenis makanan se-perti cake, puding, dan cendol. Buah pidada untuk membuat sirup mangrove. Buah api-api untuk membuat makanan kecil. Dan propa-gul tancang untuk membuat kerupuk mangrove dan peyek. Serta pewarnaan batik dari buah mangrove yang sudah diproduksi, bahkan buah serta tanaman mangrove menjadi ciri batik dan menjadi oleh-oleh khas Kota Semarang.

Aspek Teknis dalam Rehabilitasi Hutan Mangrove