• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Pengelolaan Sampah

Dunn (1999) mengartikan kebijakan publik sebagai arahan otoritatif bagi

penyelenggaraan tindakan pemerintah dalam wilayah negara, kabupaten dan kota

yang dikukuhkan oleh legislatif, aturan main adminstrasi, dukungan publik yang

mempunyai pengaruh terhadap warga masyarakat dalam suatu wilayah

pemerintahan. Hoogerwerf (1978) berpendapat bahwa kebijakan merupakan usaha

mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana tertentu dan dalam urutan waktu

yang tertentu, sedangkan kebijakan pemerintah merupakan kebijakan yang dibuat

oleh pejabat pemerintah dan instansi pemerintah.

Kebijakan pemerintah secara umum dapat diartikan sebagai ketentuan-

ketentuan yang dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dari

aparatur pemerintah, sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam

mencapai tujuan tertentu dan golongan ke dalam ruangan lingkup nasional dan

lingkup wilayah/daerah. Gladden (1968) yang dikutip Badri (1982) menyatakan

bahwa dilihat dari tingkatannya kebijakan pemerintah dapat dibedakan menjadi

political policy, executive policy, administrative policy, technical or operational

policy. Siagian (1985) berpendapat bahwa tingkatan kebijakan pemerintah terdiri

dari 3 (tiga) tingkatan kebijakan, yaitu

1.

Kebijakan Umum, yang sifatnya mendasar dan prinsipil;

2.

Kebijakan Pelaksanaan, yang kadang-kadang juga dikenal dengan istilah

kebijakan operasional; dan

3.

Kebijakan Tehnis.

Suradinata (1993) membagi kebijakan menjadi 5 (lima) tingkat kebijakan

pemerintah, yaitu: 1) Kebijakan Nasional; 2) Kebijakan Umum; 3) Kebijakan

Pelaksanaan; 4) Kebijakan Teknis; dan 5) Kebijakan Wilayah atau daerah.

Mustopadidjaja (1999) membedakan level kebijakan pemerintah di Indonesia

kedalam:

1.

Tahap Kebijakan puncak, bentuknya berupa ketetapan MPR sebagai Garis-

Garis Besar Haluan Negara, dekrit Kepala Negara, Peraturan Kepala negara.

2.

Tahap Kebijakan umum, bentuknya berupa Undang-Undang, peraturan

pemerintah pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Penetapan

Presiden, Keputusan Presiden dan Instruksi Presiden.

3.

Tahap Kebijakan khusus, bentuknya berupa Peraturan Menteri, Keputusan

Menteri, Instruksi menteri dan surat edaran Menteri.

4.

Tahap Kebijakan tehnis, bentuknya berupa Peraturan Direktur Jenderal,

Keputusan Direktur Jenderal dan Instruksi Jenderal.

5.

Tahap Kebijakan kewilayahan Dati I (Provinsi) bentuknya berupa Peraturan

daerah Provinsi dan Keputusan Gubernur serta Instruksi Gubernur.

6.

Tahap Kebijakan kewilayahan Dati II (Kabupaten/Kota) bentuknya berupa

Peraturan daerah Kabupaten/Kota dan Keputusan Bupati/Walikota serta

Instruksi Bupati/Walikota.

Kebijakan publik ini merupakan seperangkat aturan yang mengatur

kepentingan publik dan pemerintahan untuk maksud dan tujuan yang saling

menguntungkan atau demi ketertiban bersama. Untuk dapat mencapai maksud

seperti ini maka proses pembuatan kebijakan harus mengaju pada masalah-

masalah riil yang perlu diselesaikan dengan berbagai pengetahuan dan disiplin

ilmu yang relevan dengan permasalahan yang dimaksud. Permasalahan-

permasalahan berkaitan dengan persampahan yang ada di masyarakat perlu

dianalisis dan diseleksi menurut prioritas tertentu sehingga dapat diupayakan

proses penerapannya oleh lembaga yang berwenang yang melahirkan kebijakan

publik. Oleh karena itu permasalahan persampahan yang beranekaragam mulai

dari jenis, bobotnya dan urgensinya maka dalam proses pembuatan kebijakan

pengelolaan sampah diperlukan berbagai macam disiplin ilmu dan kualitas dari

para aktor pembuat kebijakan yang menguasai permasalahan pengelolaan sampah

untuk dicarikan solusinya dengan tepat.

Upaya mengatasi permasalahan sampah, pemerintah telah menetapkan

kebijakan pengelolaan sampah yang tertuang dalam betuk peraturan perundang-

undangan tentang pengelolaan sampah dengan menetapkan Undang-Undang

Nomor Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Pasal 1 Undang-

undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah ini, menjelaskan

bahwa:

Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam

yang berbentuk padat. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat,

konsentrasi, dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus.

Sumber sampah adalah asal timbulan sampah. Penghasil sampah adalah

setiap orang dan/atau akibat proses alam yang menghasilkan timbulan

sampah. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis,

menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan

penanganan sampah. Tempat penampungan sementara adalah tempat

sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan,

dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu. Tempat pengolahan sampah

terpadu adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan,

penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir

sampah. Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan

mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia

dan lingkungan.

Nilandari (2006) mengemukakan bahwa berdasarkan asalnya, sampah

padat dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu sampah organik dan sampah

anorganik. Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan

hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan

atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah

rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah

organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan daun.

Sedangkan sampah anorganik berasal dari sumberdaya alam tak terbarui seperti

mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak

terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara

keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat

diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah

tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan kaleng. Kertas, koran,

dan karton merupakan perkecualian. Berdasarkan asalnya, kertas, koran, dan

karton termasuk sampah organik. Tetapi karena kertas, koran, dan karton dapat

didaur ulang seperti sampah anorganik lain (misalnya gelas, kaleng, dan plastik),

maka jenis sampah ini dimasukkan ke dalam kelompok sampah anorganik.

Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses

daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi

tanah. Diluar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya

daun-daun kering di lingkungan pemukiman. Sampah manusia (Inggris: human

waste) adalah istilah yang biasa digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan

manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius

bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan)

penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada

dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui sampah

manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk di dalamnya

adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing). Sampah manusia dapat

dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air. Sampah

konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang,

dengan kata lain sampah merupakan sisa konsumsi yang dibuang ke tempat

sampah. Ini merupakan sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun

demikian, jumlah sampah kategori ini relatif lebih kecil dibandingkan sampah-

sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri (Wikipedia, 2009)

Pengelolaan sampah yang dilakukan pemerintah umumnya masih

menggunakan pendekatan end of pipe solution (Aditya, 2008). Pendekatan ini

menitikberatkan pada pengelolaan sampah ketika sampah tersebut telah

dihasilkan, yaitu berupa kegiatan pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan

sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Seyogyanya pengelolaan

sampah perlu dirumuskan dan dirancang ke dalam suatu sistem dan mekanisme

dalam bentuk peraturan/kebijakan pengelolaan sampah.

Kebijakan pengelolaan sampah diberlakukan dengan pertimbangan bahwa;

1) pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat

menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan karakteristik sampah yang semakin

beragam, 2) pengelolaan sampah selama ini belum sesuai dengan metode dan

teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan

dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, 3) sampah telah

menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara

komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara

ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan, serta dapat

mengubah perilaku masyarakat, 4) dalam pengelolaan sampah diperlukan

kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan Pemerintah,

pemerintahan daerah, serta peran masyarakat dan dunia usaha sehingga

pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif, dan efisien, maka

ditetapkan Undang-Undang Tentang Pengelolaan Sampah.

Peraturan/kebijakan yang ditetapkan berupa Undang-undang Nomor 18

Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah berfungsi dalam aspek teknis untuk: 1)

Mengatur ketentuan-ketentuan teknis yang didelegasikan peraturan di atasnya, dan

2) Mengatur posisi, hak dan kewajiban pengelola sampah sesuai dengan ketentuan

yang diaturnya. Tujuan disusunnya kebijakan pengelolaan sampah adalah

pengendalian terhadap sampah dengan melakukan kegiatan berupa:

1.

Mengurangi kuantitas dan dampak yang ditimbulkan sampah

2.

Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat

3.

Meningkatkan kualitas lingkungan hidup

4.

Menyusun peraturan nasional untuk menjadi pedoman bagi Pemerintah

Daerah dalam menyusun kebijaksanaan pengelolaan sampah

Adapun sasaran disusunnya kebijakan pengelolaan sampah ini adalah:

1.

Peningkatan pengelolaan sampah di daerah perkotaan dan pedesaan

2.

Pencegahan terhadap dampak lingkungan

3.

Peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam menjaga kebersihan

4.

Peningkatan peran para pihak (pemerintah, Pelaku Usaha dan masyarakat)

dalam pengelolaan sampah

5.

Penerapan hierarki pengelolaan sampah yang meliputi:

a.

Pencegahan dan pengurangan sampah dari sumber

b.

Pemanfaatan kembali

c.

Tempat Pembuangan Akhir

Pengelolaan sampah dengan paradigma baru bertujuan mengurangi

volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah melalui

pengembangan upaya memperlakukan sampah dengan cara mengganti,

pengurangan, penggunaan-kembali dan daur-ulang. Pengelolaan sampah dengan

paradigma baru itu juga menegaskan bahwa pengelolaan sampah merupakan

pelayanan publik yang bertujuan untuk mengendalikan sampah yang dihasilkan

masyarakat. Untuk melaksanakan hal tersebut diperlukan penetapan kebijakan

pengelolaan sampah yang mendorong akuntabilitas orang-seorang dan korporasi

serta menetapkan dan mengembangkan instrumen yang diperlukan untuk

mendukung terciptanya perilaku yang kondusif bagi pemanfaatan sumberdaya

secara berkelanjutan.

Dokumen terkait