• Tidak ada hasil yang ditemukan

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.9 Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tuna Mata Besar di Teluk

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak PPN Palabuhanratu dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Sukabumi, kebijakan di Teluk Palabuhanratu yang ditetapkan sudah dilaksanakan dengan baik. Kebijakan atau peraturan tersebut diantaranya tata cara pemasaran ikan yang harus melalui proses lelang, perizinan yang sudah lengkap apabila akan melaut, dan larangan bongkar ikan pada malam hari. Namun, dari peraturan yang sudah dilaksanakan, beberapa nelayan masih belum mematuhi peraturan tersebut, seperti larangan bongkar ikan pada malam hari. Beberapa nelayan, khususnya yang menangkap ikan tuna akan melakukan pembongkaran muatan pada malam hari. Hal ini dilakukan nelayan dikarenakan kualitas tuna akan lebih baik dibandingkan bila dilakukan pembongkaran pada siang hari.

Selain dari peraturan yang ada, terdapat pula bantuan untuk nelayan dari dinas dan pemerintah. Bantuan dari dinas berupa bantuan sarana penangkapan per kapal (penambahan cool box dan perbaikan kapal dan alat tangkap). Bantuan dari pemerintah berupa bantuan Pengembangan Usah Mina Pedesaan (PUMP) seperti rumah murah, subsidi solar, dan kartu nelayan. Selain itu, pada musim paceklik, nelayan akan mendapatkan bantuan logistik seperti beras dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui dinas. Namun, dari kebijakan dan bantuan yang ada dan sudah terlaksana, hampir seluruhnya diperuntukkan untuk

kepentingan nelayan. Kebijakan yang menyangkut sumberdaya perikanan belum optimal dilakukan karena pengontrolan sulit dilakukan. Pembentukan polair (polisi air) dan adanya syahbandar untuk melindungi stok ikan di laut belum dirasa optimal karena sulitnya pengontrolan dan kesadaran nelayan untuk mematuhi aturan masih rendah.

Hasil analisis bioekonomi dengan model Walters-Hilborn diperoleh kondisi aktual dari produksi, upaya penangkapan, dan rente ekonomi yang masih berada di bawah rezim MEY dan MSY. Produksi aktual sebesar 89,56 ton, upaya penangkapan aktual sebanyak 101 unit, dan rente ekonomi aktual yang dihasilkan sebesar Rp 878.804.231. Begitu pula dengan koefisien degradasi dan depresiasi ikan tuna mata besar yang masih di bawah angka 0,5. Artinya, belum terjadi degradasi maupun depresiasi pada sumberdaya ikan tuna mata besar. Sementara itu, sistem bagi hasil yang diterapkan belum berpihak kepada nelayan buruh karena tidak memperhitungkan biaya penyusutan dari investasi aktivitas penangkapan ikan tuna mata besar.

Melihat hasil penelitian di atas, maka alternatif kebijakan yang perlu diajukan adalah kebijakan yang mendukung peningkatan produksi dan rente ekonomi nelayan hingga maksimum. Namun dalam jangka panjang, apabila kebijakan yang mendukung peningkatan produksi tidak disertai kebijakan yang membatasi, diprediksi stok ikan tuna mata besar akan terkuras dan mengalami

overfishing. Alternatif-alternatif kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Peningkatan input penangkapan ikan tuna mata besar (jumlah armada kapal, tenaga kerja, dan alat tangkap).

b. Peningkatan penanganan ikan tuna mata besar. c. Perbaikan manajemen usaha perikanan.

Wawancara dilakukan untuk mengetahui penilaian responden terhadap alternatif- alternatif yang ditawarkan. Responden memberikan skor terhadap masing-masing alternatif sesuai dengan alasan responden. Pemberian skor menggunakan skala

likert 1 sampai 4, dengan 1 adalah tidak efektif, 2 adalah kurang efektif, 3 adalah efektif, dan 4 adalah sangat efektif. Wawancara ini dilakukan pada pihak yang terkait secara langsung mengenai sumberdaya perikanan di Teluk Palabuhanratu. Pihak-pihak tersebut adalah Bapak Tatang Suherman selaku Kepala Seksi Tata

Operasional PPN Palabuhanratu dan Bapak Ayom Budi Prabowo selaku Kepala Bidang P2HP (Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan) DKP Kabupaten Sukabumi. Hasil wawancara tersebut dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Matriks alternatif kebijakan pengelolaan ikan tuna mata besar di Teluk Palabuhanratu

No. Alternatif Kebijakan

Sasaran Kebijakan Memaksimumkan produksi

dan rente ekonomi PPN Palabuhanratu

a.. Peningkatan input penangkapan ikan tuna mata besar (jumlah armada kapal, tenaga kerja, dan alat tangkap)

2 b. Peningkatan penanganan ikan tuna mata besar 4 c. Perbaikan manajemen usaha perikanan 4

DKP Kabupaten Sukabumi

a. Peningkatan input penangkapan ikan tuna mata besar (jumlah armada kapal, tenaga kerja, dan alat tangkap)

3 b. Peningkatan penanganan ikan tuna mata besar 4 c. Perbaikan manajemen usaha perikanan 3 Sumber: Hasil Analisis Data (2014)

Ket: 1= Tidak efektif; 2= Kurang efektif; 3=Efektif; 4=Sangat efektif

Tabel 20 menunjukkan alternatif-alternatif kebijakan yang ditawarkan pada kedua pihak yang bersangkutan beserta skor penilaian terhadap alternatif. Alternatif kebijakan yang pertama adalah peningkatan input penangkapan ikan tuna mata besar yang mencakup jumlah kapal, tenaga kerja (SDM) dan alat tangkap. Pihak PPN Palabuhanratu dan DKP Sukabumi memiliki pandangan yang berbeda. Menurut pihak PPN Palabuhanratu, peningkatan input/effort kurang efektif apabila dilakukan. Seharusnya yang dilakukan adalah peningkatan kualitas dari inputnya sendiri, seperti menggunakan kapal dengan fasilitas penyimpanan ikan yang lebih baik dan peningkatan kualitas SDM (nelayan). Nelayan harus mampu mengoperasikan alat-alat yang dapat mendukung peningkatan hasil tangkapan, seperti GPS. Selain mampu mengoperasikan alat dengan baik, nelayan juga harus memiliki kemampuan menangani hasil tangkapan. Penanganan yang tepat akan menjadikan mutu atau kualitas ikan tuna mata besar tinggi. Sementara itu, menurut pihak DKP Kabupaten Sukabumi, penambahan input terutama armada kapal seiring dengan adanya proses peningkatan status PPN Palabuhanratu menjadi PPS (Pelabuhan Perikanan Samudera). Penambahan armada kapal diutamakan untuk kapal 10-20 GT contohnya kapal pancing tonda. Alasan yang pertama karena alat tangkap pancing tonda yang digunakan pada kapal tersebut bersifat selektif dan tidak cepat menguras stok ikan. Alasan yang kedua adalah

penambahan kapal dengan Gross Tonage kecil agar lebih mudah dijangkau oleh nelayan kecil di sekitar Teluk Palabuhanratu. Secara tidak langsung proses peningkatan status ini menyerap banyak tenaga kerja, sehingga menurut pihak DKP Kabupaten Sukabumi alternatif tersebut dianggap efektif.

Alternatif kebijakan yang kedua terkait dengan penanganan ikan tuna mata besar pasca penangkapan. Baik pihak PPN Palabuhanratu dan DKP Kabupaten Sukabumi memandang alternatif tersebut sangat efektif. Pihak PPN Palabuhanratu menyatakan penanganan ikan terutama ikan tuna mata besar harus selalu ditingkatkan untuk peningkatan mutu serta peningkatan nilai ekonomi ikan tersebut. Hal ini secara tidak langsung dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Pihak PPN Palabuhanratu juga menyebutkan terdapat tiga tingkatan mutu ikan, yaitu mutu pertama, mutu kedua, dan mutu ketiga. Saat ini, ikan di PPN Palabuhanratu mayoritas berada pada mutu pertama, namun masih ada ikan yang masuk mutu ketiga. Apabila alternatif kebijakan yang kedua ini dijalankan, dapat diprediksi tidak ada lagi ikan yang masuk pada mutu ketiga. Sementara menurut pihak DKP Kabupaten Sukabumi, penanganan dari hasil tangkapan tak hanya didukung oleh keterampilan SDM yang menangani, namun juga alat yang digunakan. Penambahan alat seperti ruangan berpendingin pada kapal akan membuat ikan hasil tangkapan tahan lebih lama dan kualitas tetap terjaga.

Alternatif kebijakan yang ketiga adalah perbaikan manajemen usaha perikanan. Kedua pihak memiliki pandangan yang berbeda. Pihak PPN Palabuhanratu menilai alternatif ini sangat efektif bila dilaksanakan. Contoh perbaikan manajemen usaha adalah perbaikan penanganan ikan pasca penangkapan, adanya kerjasama dengan perusahaan luar negeri untuk memasarkan ikan, dan adanya pengawasan yang lebih ketat terhadap nelayan buruh untuk mencegah terjadinya jual-beli ilegal. Pihak DKP Kabupaten Sukabumi menilai alternatif ini efektif untuk dilaksanakan karena manajemen usaha yang diterapkan masih kurang baik. Perbaikan manajemen usaha ini terutama diharapkan dapat memperbaiki sistem peminjaman modal untuk usaha perikanan yang selama ini tidak mengikutsertakan DKP Kabupaten Sukabumi dalam perjanjiannya. Hal ini mengakibatkan salah satu pelaku pada peminjaman

modal (baik peminjam atau yang memberi pinjaman) biasanya mengalami kerugian.

Setelah dianalisis alasan penilaian responden terhadap masing-masing alternatif kebijakan, dilakukan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam MPE adalah sebagai berikut (Marimin 2004):

1. Menyusun alternatif-alternatif keputusan

Alternatif keputusan yang dipilih adalah menentukan alternatif kebijakan yang dapat diterapkan sesuai hasil bioekonomi dan sistem bagi hasil perikanan tuna mata besar di Teluk Palabuhanratu. Alternatif keputusan tersebut berjumlah tiga poin yang disusun dalam perancangan MPE. Alternatif-alternatif tersebut adalah:

a. Peningkatan input penangkapan ikan tuna mata besar (jumlah armada kapal, tenaga kerja, dan alat tangkap).

b. Peningkatan penanganan ikan tuna mata besar. c. Perbaikan manajemen usaha perikanan.

2. Menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan

Sedikit berbeda dengan model MPE pada umumnya. Umumnya, kriteria keputusan merupakan beberapa faktor penting dalam mendapatkan suatu keputusan yang tepat. Namun, dalam penelitian ini kriteria diganti dengan persepsi (dengan menggunakan skala likert) dari pihak responden. Responden tersebut adalah perwakilan PPN Palabuhanratu dan DKP Kabupaten Sukabumi. 3. Menentukan tingkat kepentingan dari setiap alternatif

Tingkat kepentingan ditentukan dengan menentukan besarnya bobot dari masing-masing alternatif yang ada. Penentuan besarnya bobot dilakukan melalui persepsi dari pihak responden. Bobot tersebut menggunakan skala likert dimana 1 adalah tidak efektif, 2 adalah kurang efektif, 3 adalah efektif, dan 4 adalah sangat efektif.

4. Menghitung skor atau nilai total setiap alternatif

Nilai total dalam MPE diperoleh dengan menjumlahkan seluruh kriteria yang dipangkatkan dengan bobotnya. Penghitungan nilai total untuk setiap

alternatif dapat dilihat pada Lampiran 11. Nilai total tersebut dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21 Nilai total alternatif keputusan

Alternatif Kebijakan Bobot Responden Nilai PPN

Palabuhanratu

DKP Kabupaten

Sukabumi a. Peningkatan input penangkapan

ikan tuna mata besar (jumlah armada kapal, tenaga kerja, dan alat tangkap).

4 2 3 97

b. Peningkatan penanganan ikan tuna mata besar.

4 4 4 512

c. Perbaikan manajemen usaha perikanan

4 4 3 337

Sumber: Hasil Analisis Data (2014)

5. Menentukan urutan prioritas keputusan

Pemberian urutan atau rangking dilakukan dengan mengurutkan alternatif keputusan dari jumlah terbesar sampai nilai terkecil. Melalui urutan ini, dapat diperoleh alternatif mana yang terbaik untuk diterapkan pada perikanan tuna mata besar di Teluk Palabuhanratu. Urutan alternatif tersebut dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Pemberian rangking pada alternatif keputusan

Alternatif Kebijakan Nilai Rangking a. Peningkatan input penangkapan ikan tuna mata besar (jumlah

armada kapal, tenaga kerja, dan alat tangkap).

97 3

b. Peningkatan penanganan ikan tuna mata besar. 512 1 c. Perbaikan manajemen usaha perikanan. 337 2 Sumber: Hasil Analisis Data (2014)

Berdasarkan Tabel 22, maka diperoleh alternatif kebijakan yang paling baik diterapkan adalah alternatif kebijakan pada alternatif (b). Alternatif (b) adalah peningkatan penanganan ikan tuna mata besar. Alternatif ini mendapatkan urutan pertama berdasarkan nilai total yang diperoleh dari sistem penghitungan nilai total MPE.

Dapat dikatakan, alternatif kebijakan perikanan tuna mata besar yang tepat untuk diterapkan di Teluk Palabuhanratu adalah peningkatan penanganan pasca penangkapan. Apabila alternatif kebijakan ini benar diterapkan tanpa adanya kebijakan lain yang membatasi, akan berakibat pada terjadinya overfishing pada ikan tuna mata besar. Diperlukan alternatif kebijakan lain seperti pengaturan alat tangkap yang digunakan untuk mencegah terjadinya overfishing tersebut. Alat

tangkap dengan selektivitas tangkapan yang rendah perlu dibatasi jumlahnya dan penambahan alat tangkap dengan selektivitas tangkapan yang tinggi (pancing tonda dan tuna longline). Alat tangkap dengan selektivitas tangkapan yang rendah contohnya adalah purse seine dan payang. Melalui pembatasan ini, diharapkan stok ikan akan terus terjaga keberlangsungannya dan keadaan ekonomi nelayan akan lebih baik.

Dokumen terkait