• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Pengembangan Penelitian dan Pengembangan

Dalam dokumen EKONOMI KREATIF Rencana Pengembangan PEN (Halaman 74-77)

Kondisi Umum Penelitian dan Pengembangan d

3 BERBASIS AKTIVITAS PERUSAHAAN a Jumlah Perusahaan

3.2 Kebijakan Pengembangan Penelitian dan Pengembangan

Penelitian dan pengembangan sebagai subsektor dalam industri kreatif sesungguhnya menggambarkan seluruh usaha yang menjadikan kegiatan penelitian dan pengembangan sebagai roda utama penghasil nilai ekonomi dalam usahanya. Keberlangsungan subsektor ini tentu juga dipengaruhi oleh adanya kebijakan yang menyeluruh untuk mendukung iklim kegiatan penelitian dan pengembangan yang ada sehingga memudahkan para aktor untuk menjalankan setiap proses di dalam kegiatannya.

Pada dasarnya, subsektor ini berkaitan erat dengan Kementerian Riset dan Teknologi karena ruang lingkup kegiatan dari subsektor ini adalah kegiatan penelitian dan pengembangan. Oleh karena itu, arah pengembangan kegiatan penelitian dan pengembangan akan berkaitan erat dengan apa yang Kementrian Riset dan Teknologi sudah miliki, yaitu Kerangka Kebijakan Inovasi Nasional yang bertujuan untuk:

1. Mengembangkan kerangka umum yang kondusif bagi perkembangan inovasi dan bisnis; 2. Memperkuat kelembagaan dan daya dukung penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi serta meningkatkan kemampuan absorpsi dunia usaha;

3. Menumbuhkembangkan kolaborasi bagi inovasi dan meningkatkan difusi inovasi; 4. Mendorong budaya kreatif-inovatif;

5. Menumbuhkembangkan dan memperkuat keterpaduan pemajuan sistem inovasi dan klaster industri nasional dan daerah;

6. Penyelarasan dengan perkembangan global.13

Disisi lain, terdapat beberapa kebijakan yang memang perlu disoroti berkaitan dengan kepentingannya untuk kegiatan penelitian dan pengembangan. Analisis terhadap beberapa kebijakan tersebut akan dijelaskan pada subbab berikut.

3.2.1 Kebijakan Terkait Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan

Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi merupakan undang-undang terkait sistem nasional penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diimplementasikan berdasarkan beberapa peraturan pemerintah sebagai berikut:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan, mengamanatkan agar hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi dan lembaga penelitian dan pengembangan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat serta dapat menghasilkan nilai tambah ekonomi dan perbaikan kualitas kehidupan bangsa dan negara;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2006 tentang Perizinan Melakukan Kegiatan Penelitian dan Pengembangan bagi Perguruan Tinggi Asing, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing, dan Orang Asing, mengatur tentang perizinan

bagi individu maupun lembaga asing yang akan melaksanakan penelitian pengembangan di Indonesia.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2007 tentang Pengalokasian Sebagian Pendapatan Badan Usaha untuk Peningkatan Kemampuan Perekayasaan, Inovasi, dan Difusi Teknologi, dirancang untuk memajukan pelaksanaan pengembangan di lingkungan badan usaha nasional.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 memang sangat berkaitan dengan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia. Undang-undang ini memiliki peran penting dalam pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memberikan landasan aturan mengenai penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi percepatan kemajuan negara. Sebagai contoh, dirilisnya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2006 yang mengatur perizinan lembaga penelitian swasta milik asing yang saat ini beroperasi di Indonesia tentu merupakan suatu respon atas munculnya banyak lembaga penelitian swasta, baik nasional maupun multinasional, yang mulai beroperasi di Indonesia sejak era tahun 1990-an hingga 2000-an.

Pembentukan peraturan pemerintah ini didasari oleh pemikiran bahwa kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan terlepas dari adanya kerjasama internasional serta pemikiran bahwa jika kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukan oleh pihak asing tidak diatur oleh perundang-undangan, maka akan menimbulkan potensi adanya pemanfaatan sumber daya alam, artefak, hingga harta karun yang dimiliki Indonesia dengan tidak bertanggung jawab. Atas dasar pemikiran tersebutlah kemudian ditetapkan berbagai ketentuan persyaratan, kewajiban dan larangan yang harus ditaati oleh lembaga atau peneliti asing dalam peraturan pemerintah tersebut.

Selain Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2006, terdapat Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 yang menjabarkan Undang-Undang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ini. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 berbicara mengenai peraturan alih teknologi kekayaan intelektual serta hasil kegiatan penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi dan lembaga penelitian dan pengembangan. Peraturan pemerintah ini dibuat dengan tujuan untuk membantu penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi guna kepentingan masyarakat dan negara.14 Namun, pada

aplikasinya, berdasarkan hasil wawancara dan diskusi, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 mengenai alih teknologi kekayaan intelektual ini dirasa sangat rumit sehingga para peneliti dan perekayasa justru merasa terhambat dengan adanya peraturan pemerintah ini. Oleh karena itu, sebaiknya perlu diadakan kembali kajian mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 beserta sosialisasi penerapannya pada para lembaga penelitian.

Berbicara mengenai kegiatan penelitian dan pengembangan yang dijalankan oleh badan usaha, maka Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2007 memiliki keterkaitan yang erat dengan hal ini. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2007 disebutkan bahwa terdapat insentif pajak dan kepabeanan bagi badan usaha yang menjalankan kegiatan penelitian dan pengembangan. Namun, pada praktiknya peraturan pemerintah ini dirasa belum efektif pelaksanaannya.

Indonesia telah mengeluarkan sejumlah peraturan yang dimaksudkan untuk mendorong kemajuan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, banyak peraturan yang

pada praktiknya dirasa belum memenuhi apa yang diharapkan. Misalnya, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2007 dirasa kurang efektif karena adanya skema tax deduction dirasa kurang optimal karena yang diharapkan oleh para pelaku penelitian dan pengembangan adalah skema tax deduction yang lebih besar. Di sisi lain, insentif perpajakan ini sulit untuk diurus sehingga para pelaku lebih memilih untuk membayar dibanding mengurus persyaratan pengajuan. Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 juga dirasa kurang efektif karena realisasi yang tidak jelas dan rumit pada tahap hak menggunakan sebagian Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dengan pembagian royalty bagi para peneliti. Kerumitan dan kurang optimalnya realisasi atas peraturan-peraturan inilah yang perlu dikaji kembali sebagai bentuk penuntasan bottlenecking yang ada dan memotivasi seluruh pihak dalam pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3.2.2 Kebijakan Terkait Hak Kekayaan Intelektual

Hak atas Kekayaan Intelektual secara umum terbagi menjadi dua, jenis yaitu Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dijelaskan bahwa yang dimaksud Hak Cipta adalah suatu hak ekslusif yang dimiliki oleh pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, sementara Hak Kekayaan Industri meliputi Hak Paten, Hak Merek, Hak Desain Industri, Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Hak Rahasia Dagang, hingga Hak Indikasi.

Berikut adalah beberapa kebijakan yang terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual:

1. Keputusan Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Nomor H-08-PR.07.10 Tahun 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerimaan Permohonan Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual melalui Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (8 Desember 2000);

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 109);

3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 110);

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;

5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 243).

Indonesia telah memiliki sejumlah peraturan terkait dengan pengajuan maupun pengawasan terhadap Hak Kekayaan Intelektual, namun pada praktiknya masih terdapat kekurangan dari sisi kemudahan hingga pengawasan atas Hak Kekayaan Intelektual yang dimiliki. Sejumlah peneliti dan perekayasa memiliki anggapan bahwa untuk mengajukan Hak Kakayaan Intelektual atas karya mereka adalah suatu pilihan, yang kebanyakan peneliti dan perekayasa tidak memilih untuk mematenkan karyanya. Hal ini disebabkan oleh rumitnya sistem pengajuan Hak Kekayaan Intelektual. Selain kerumitan yang ada, proses yang ditempuh pun memakan waktu yang cukup lama. Bahkan, karena rumit dan lamanya proses pengajuan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, beberapa peneliti dan perekayasa dalam negeri lebih memilih untuk mematenkan karyanya di luar negeri terlebih dahulu sebelum mengajukan paten di dalam negeri. Selain itu, beberapa peneliti dan perekayasa berpikir bahwa Hak Kekayaan Intelektual yang dimiliki tidak berperan banyak dalam melindungi karya mereka. Tingginya tingkat pembajakan di Indonesia menunjukkan lemahnya peran pengawasan atas karya bahkan karya-karya yang sudah resmi Hak Kekayaan Intelektualnya.

Dalam dokumen EKONOMI KREATIF Rencana Pengembangan PEN (Halaman 74-77)