• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Peningkatan Dayasaing Minyak Pala

Kebijakan adalah suatu tindakan (course of action), kerangka kerja (frame work), petunjuk (guideline), rencana (plan), peta (map) atau strategi yang dirancang untuk menterjemahkan visi politis pemerintah atau lembaga pemerintah ke dalam program dan tindakan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tertentu dalam penelitian ini adalah meningkatkan dayasaing minyak pala di Indonesia yang makin turun dalam pasar internasional. Peningkatan dayasaing minyak pala sangat diperlukan untuk meningkatkan pendapatan petani dan pengusaha minyak pala, meningkatkan pangsa pasar, posisi tawar dan pendapatan pemerintah dan pemerintah daerah. Melalui peningkatan dayasaing diharapkan peran Indonesia di pasar internasional akan meningkat, bukan saja sebagai pemasok tetapi mempunyai peran yang lebih dominan dalam menentukan harga minyak pala.

Perumusan kebijakan peningkatan dayasaing mengacu kepada faktor yang mendukung dayasaing dan strategi peningkatan dayasaing. Kebijakan yang dirumuskan berdasar pada permasalahan yang mengakibatkan turunnya dayasaing, kondisi industri minyak pala saat ini, dan kebijakan pengembangan minyak pala yang akan di evaluasi untuk meningkatkan dayasaing minyak pala. Perumusan kebijakan mengacu kepada hasil analisis AHP yang menunjukkan bahwa strategi penciptaan iklim yang kondusif dan pengembangan sarana dan prasarana memperoleh bobot tertinggi. Hal ini mempunyai makna kedua strategi tersebut didukung oleh dua strategi lainnya, yaitu pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif pelaku usaha dan peningkatan kualitas kelembagaan bila dilaksanakan mempunyai efek positif terhadap peningkatan dayasaing minyak pala Indonesia.

Keempat hal tersebut merupakan tolok ukur untuk merumuskan kebijakan yang akan dirumuskan. Seperti yang telah dipaparkan diatas untuk merumuskan

99 kebijakan dari empat strategi terpilih tersebut akan dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan, kondisi saat ini dan kebijakan yang telah ada serta rekomendasi kebijakan seperti yang disajikan pada Lampiran 14. Permasalahan mendasar dalam dayasaing minyak pala Indonesia meliputi 37 sub faktor penentu yang menggambarkan belum terciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan minyak pala, belum berkembangnya sarana dan prasarana dalam mendukung industri minyak pala, belum kompetitifnya sumberdaya manusia untuk menghadapi pasar global dan belum terbentuknya kelembagaan khusus untuk minyak pala. Kebijakan yang ada untuk menjawab permasalahan itu sudah tersedia akan tetapi kebijakan yang khusus untuk menjawab permasalahan industri minyak pala belum tersedia karena selama ini kebijakan yang ada bersamaan dengan kebijakan pengembangan minyak atsiri. Oleh karena itu kebijakan yang direkomendasikan merupakan evaluasi dari kebijakan saat ini dan lebih menyentuh pada permasalahan dayasaing minyak pala. Kebijakan yang akan direkomendasikan adalah sebagai berikut:

1) Penciptaan Iklim yang Kondusif

Rekomendasi kebijakan dalam rangka menciptakan iklim yang kondusif untuk mendukung peningkatan dayasaing minyak pala dilakukan dengan:

• Pemerintah memberikan kemudahan dalam mengembangkan industri hulu, antara dan hilir melalui kemudahan perizinan, permodalan, pemberian insentif pajak dan peraturan lain dalam investasi.

• Membangun sistem agribisnis minyak pala secara terintegrasi yang dimulai dari sub sistem hulu sampai sub sistem hilir

2) Mengembangkan Sarana dan Prasarana bagi industri minyak pala

Rekomendasi kebijakan untuk mengembangkan sarana dan prasarana dalam mendukung peningkatan dayasaing minyak pala dilakukan dengan:

• Membangun laboratorium untuk mengembangkan berbagai inovasi dibidang teknologi penyulingan.

• Membangun pusat pembibitan tanaman pala serta pembangunan industri alat penyulingan minyak pala.

• Mendirikan pusat standarisasi bahan baku dan produk antara minyak pala.

3) Pengembangan Sumberdaya Manusia (Pelaku Usaha)

Rekomendasi kebijakan untuk mengembangkan sumberdaya manusia dalam mendukung peningkatan dayasaing minyak pala dilakukan dengan:

• Meningkatkan kemampuan dan kemampuan manajemen perusahaan untuk bersaing dipasar global melalui pengembangan kewirausahaan.

• Mengembangkan kemampuan peneliti dan pelaku usaha dalam melakukan inovasi dan diversifikasi kegunaan minyak pala.

• Meningkatkan kemampuan petani untuk menghasilkan bahan baku yang kontinyu dan mutu yang seragam.

4) Kelembagaan Industri Minyak Pala

Rekomendasi kebijakan untuk kelembagaan industri minyak pala dalam mendukung peningkatan dayasaing minyak pala dilakukan dengan:

• Meningkatkan peran lembaga penelitian dalam mengembangkan inovasi teknologi penyulingan minyak pala.

• Mengembangkan perusahaan perkebunan swasta/perkebunan rakyat agar menghasilkan bahan baku minyak pala yang kontinyu dengan mutu yang seragam dan

• Membentuk lembaga/asosiasi industri minyak pala sebagai wadah pemersatu untuk meningkatkan kemampuan dan kemauan bersaing dipasar global.

Berdasarkan kebijakan diatas disusun rencana kerja operasional untuk meningkatkan dayasaing minyak pala Indonesia sebagaimana disajikan pada Lampiran 15. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi kebijakan peningkatan dayasaing minyak pala,yaitu: (1) nilai tambah yang dihasilkan dari kegiatan usaha dapat didistribusikan kepada pihak-pihak yang terlibat secara proporsional, (2) volume produksi disesuaikan dengan perkembangan pasar dan produktivitas lahan yang tersedia, (3) penerapan inovasi dan teknologi yang tepat guna dan tepat sasaran dapat menjamin kuantitas dan kualitas produk, dan (4) keberadaan usaha penyulingan minyak pala dapat

101 memberikan lapangan dan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar, sekaligus mendorong perkembangan usaha ekonomi lainnya untuk mensinergikan dayasaingnya.

DAFTAR PUSTAKA

Amiaty, RE. 2006. Kredit bagi UMKM antara Mitos dan Realitas. http://www. kompas.com/kompas-cetak/0604/28/ekonomi/2612327.htm [26 Nov 2006]. Andriani. 1999. Analisis Keunggulan Komparatif Kompetitif dan Dampak

Kebijakan Pemerintah pada Usaha Meubel [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Anggabarata R. 2004. Analisis Nilai Tambah dan Pendapatan Usaha Madu Murni dan Minuman Madu di Pusat Perlebahan Nasional (Pusbahnas Parungpanjang, Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Anonim. 1999. The World Competitiveness Yearbook, dalam Competi- tiveness of the Manufacturing and Agroindustrial Sectors in the Caribbean with focus on Dominica, Guyana, Saint Vincent and the Grenadines and Trinidad and Tobago. http://www.eclac.cl/ publicaciones/ xml/ 0/10000/ carg0576.pdf [26 Nov 2006].

Armen, B.F. 2001. Deterpenasi Minyak Pala (nutmeg oil) dengan Metode Ekstraksi Metanol. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

[BPS] Biro Pusat Statistik. 2000. Indikator Perekonomian Indonesia. Edisi Bulan Oktober Tahun 2000. Jakarta: Biro Pusat Statistik.

_____. 2003. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia 1998-2002. Ekspor- Impor. Jilid I. Jakarta: Biro Pusat Statistik.

_____. 2004. Indonesian Statistic Year Book 2000-2003. Jakarta: Biro Pusat Statistik.

_____. 2006. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia 2005. Ekspor-Impor. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Balai Besar Industri Agro. 1994. Peningkatan Peluang Pasar Minyak Atsiri Melalui pengembangan Teknologi dan Proses Derivatnya dalam Seminar Sehari Minyak Atsiri Indonesia. 9 Jun 2004. Bogor. Balai Besar Industri Agro

Budiharsono, S. 2001. Analisis Prioritas, Alokasi Anggaran, Monitoring dan Evaluasi Proyek Pembangunan. Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri. Sekretariat Jenderal. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan.

105 Cho DS and Moon HC. 2003. From Adam Smith to Michael Porter. Evolusi

Teori Dayasaing. Jakarta: Salemba Empat.

Dilon D. 2003. Nutmeg Processing and Marketing in Grenada: www.fao.org/docrep/V4084E/v4084e03.htm - 24k [ 26 Nov 2006]

Didu, S M. 2000. Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Pengembangan Agoindustri Kelapa Sawit untuk Perekonomian Daerah. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Ditjen Bina Produksi Perkebunan. 2004. Statistik Perkebunan Indonesia 2001- 2003: Pala. Jakarta: Deptan.

Ditjen Industri Kecil. 1983. Petunjuk teknis Manuskrip Standard SII untuk minyak Pala. Jakarta. Ditjen Industri kecil.

Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen Bogor: IPB Press.

[FAO] Food Agriculture Organization. 1994. Nutmeg and Derivates. http:www// .fao.org/docrep/V4084E/ v4084e03.htm - 24k [2 Nov 2006].

Friyadi, A. 2002. Isolasi Miristisin dan Minyak Pala (Myristica fragrans) dengan Metode Penyulingan Uap [skripsi].Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gunawan MM. 2004. Sistem penunjang Keputusan Pra Rancang Bangun Industri Intermediate Minyak Pala [skripsi].Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hanan, A. M. 2003. Sambutan Menteri Negara Koperasi Usaha Kecil dan Menengah. Makalah Seminar Alih Teknologi Dalam Pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Agrobisnis. Jakarta: Meneg UKM.

_____. 2003. Business Gathering dan Workshop tentang Langkah Nyata Dukungan Teknologi dan Permodalan untuk Usaha Kecil Menengah pada 3 Juli 2004 . Jakarta

Haridian G. 2002. Sistem Penunjang keputusan Perencanaan dan Pengembangan Agroindustri Pala. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hubeis, M. 1997. Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi melalui Pemberdayaan Manajemen Industri. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Manajemen Industri, Fakultas Teknologi Industri, Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Intal, PS 1996. A Frame Work for Agroindustrial Restructuring for international Competitiveness. PIDS. Manila

[ISO] International Organization for Standarization 9000. 2000. http://www. indokes.com/sm_mutu_lab_1.html [4 Jan 2005].

Kadariah, Lien K, Clive G. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Lembaga Penelitian FE-UI.

Kasryno F, Simatupang P. 1990. Comparative Advantege and Protection Structure of the Livestock and Foodstuff Subsectors in Indonesia. Center for Agri-Economic Research.Bogor: Agency for Agricultural research and Development.

Kenneth F. 1990. Spices. Condiments and Seasoning. New York. AVI Book. Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka. Kuncoro, Mudrajad, Artidiatun A, Rimawan P. 1997. Ekonomi Industri. Edisi

Kesatu. Jakarta: Widya Sarana Informatika.

Lembaga Penelitian IPB. 2004. Proceeding Lokakarya Peran Penelitian dalam Pembangunan Pertanian; Bogor. http://bima.ipb.ac.id/LEM/lppm.html. [5 Jan 2007].

Lutony TL, Rahmawati Y. 2002. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Jakarta. Penebar Swadaya.

Malian AH, Rachman B, Djulin A. 2004. Permintaan Ekspor dan Dayasaing Panili di Propinsi Sulawesi Utara [penelitian]. Bogor: Puslitbang Sosek Pertanian.

Manurung, TR. 2002. Kiat-kiat Mendapatkan peluang dan Mengatasi Hambatan dalM peningkatan Ekspor Minyak Atsiri dalam Seminar Sehari Minyak Atsiri Indonesia. 9 Jun 2004. Bogor: Balai Besar Industri Agro.

Mc.Gaw D R, Paltoo V. 2000. Chemicals From Crops for St. Kitts-Nevis. http://www.cavehill.uwi.edu/bnccde/sk&n/conference/papers/DRMcGaw.h tml.[Okt 2006].

Mohammad, H.A., M. Fauzi dan Ramli, A. 1999. Interactions Between Malaysian and Indonesia Oalm Oil Industries: Simulating the Impact of Liberalization of Imports of CPO from Indonesia, Journal of Pal, Research vo. 11 no. 2.

Moskowitz H, dan GP. Wright. 1979. Operations Research Techniques for Management. Prentice-Hall Inc.

107 Munandar, J.M. 2001. Key Determinant of Export Competitiveness of the Indonesia Palm Oil and Tea Agroindustries, The Faculty of the Graduate School, Univ. of the Los Banos Philipina.

Novianti T. 1995. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Pengusahaan Kokon sebagai Bahan Baku Benang Sutera Alam dengan Analisis Biaya Sumberdaya Domestik (BSD). [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nugraha A. 2003. Studi Pengembangan Agroindustri Minyak Pala (Nutmeg Oil) di Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nurdjanah N, Wahyudi A, Risfaheri. 1990. Perkembangan Penelitian Minyak Atsiri Sekunder Cengkeh, Pala, Kemukus, Kapulaga, Lada. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat-obatan Vol. VI (1): 54-58. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

Oryzanti P. 2003. Sistem Penunjang Keputusan Kelayakan Investasi Agroindustri Minyak Pala di Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Porter M.E.1990. The Competitive Advantage of Nations. New York: Free Press.

Prawirosentono, S. 1994. Model Pendekatan atas Sumberdaya Manusia Indonesia. Jakarta, IKAPI

Priyadharsini, S. 2005. Strategi Penciptaan Keunggulan Bersaing Produk Jamu Asli Indonesia untuk Pasar Ekspor [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Purseglove JW, Brown EG, Green GL, Robbins SRJ. 1981. Spices Volume I. New York: Longman.

Rismunandar. 1990. Budidaya dan Tata Niaga Pala. Jakarta. Penebar Swadaya. Risfaheri, E. Mulyono 1992. Pascapanen Pala. didalam Perkembangan

Penelitian Tanaman Pala dan Kayumanis. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Volume VIII No. 1 p. 31-42. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

Rodriguez, A.K. 2003. Market Survey of Plant based-fragrances in Grenada. Natural Rescources International. London http://www.itdg.org/docs/ technical_information_service/nutmeg_mace.pdf

Saaty, TL. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam situasi yang kompleks. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.

Saaty, TL. 1996. The Seven Pillars the Analytic Hierarchy Process. Proceeding of the Fourth International Symposium on the Analytic Hierarchy Process. Canada

Sitorus H F. 2004. Mempelajari Penyulingan Biji pala Kering dari berbagai Kelas Mutu dan Ukuran Rajangan terhadap rendemen Mutu Minyak Pala [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Subagyono, D. 2006. Pengembangan kelembagaan komoditas rempah dan

biofarmaka untuk mendukung kebangkitan komoditas rempah dan biofarmaka nasional [Makalah]. Pertemuan Masyarakat Rempah Indonesia, 10 Agu 2006. Jakarta

Sudaryanto, Tahlim, Passandaran E, Djauhari A. 1993. Pespektif Pengembangan Agribisnis di Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Tahardi J, S. 1999. Pengembangan Teknologi In Vitro melalui embriogenesis

Somatik untuk Penyediaan Bibit Tanaman Perkebunan dalam Proceeding Simposium III Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta, 2000.

Wijayanti, Listyani, Sumaryono, Wahono. 2005. Kebijakan Riset dan Teknologi dalam Pengembangan Potensi Bahan Alam Indonesia. Makalah pada Seminar Nasional Kimia UNY dan Ikahimki pada 24 September 2005. Yogyakarta.

Lampiran 1 Perkembangan industri minyak atsiri Indonesia tahun 1998 -2003 IK IM IB IK IM IB IK IM IB IK IM IB IK IM IB IK IM IB 1 Unit Usaha 771 9 2 1.102 29 9 243 28 8 181 15 6 3.510 30 8 4.169 32 9 (Unit) 2 Tenaga Kerja 2.452 315 229 5.670 940 1.957 420 1.108 2.237 362 640 1.096 17.534 1.250 1.921 21.370 1.351 2.263 (Orang) 3 Nilai Output/ 63.355 92.970 4.861 51.077 88.050 162.743 406 144.883 85.104 5.930 124.173 53.096 182.257 282.025 104.103 204.365 347.185 108.919 produksi (Rp. Juta)

4 Nilai Bahan Baku 35.150 48.061 2.977 15.498 43.737 76.105 221 73.848 53.157 2.498 82.346 32.024 50.472 153.441 70.168 50.014 190.489 80.031 (Rp. juta)

5 Nilai Tambah 24.066 28.594 1.407 33.262 39.289 65.637 178 60.911 19.186 3.432 29.584 15.695 118.167 107.663 23.327 138.970 130.459 20.721 "(Rp. juta)

*) Sumber: Departemen Perindustrian dan Perdagangan 2003 Keterangan: IK = Industri Kecil IM = Industri Menengah IB = Industri Besar 2002 2003 Uraian No. 1998 1999 2000 2001

105 Lampiran 2. Pohon industri pala (Somaatmadja dan Herman, 1984)

Lampiran 3 Luas areal, produksi dan produktivitas perkebunan pala Indonesia

Keragaan

Tahun

1967 1968 1969 1970 1971 1972 1973 1974

Luas Areal (ha) 12743 14169 22059 25467 28680 30218 32610 44468

Produksi (ton) 6350 7470 8158 9612 5005 10442 10883 13217

Tahun

1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982

Luas Areal (ha) 49333 50669 59723 55016 59975 57927 58551 58237

Poduksi (ton) 14634 14374 19138 16336 17952 18353 18603 15028

Tahun

1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990

Luas Areal (ha) 63270 61100 58671 63099 64652 63716 64855 68806

Produksi (ton) 14878 17982 14250 15072 15404 14718 15216 16882

Tahun

1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998

Luas Areal (ha) 73161 72717 66394 62867 59954 60045 58387 59544

Produksi (ton) 16347 17316 20911 19182 19069 18565 19222 18428

Tahun 1999 2000 2001 2002

Luas Areal (ha) 59925 64033 59429 61558

107 Lampiran 4 Negara Tujuan Ekspor Minyak Pala Indonesia Tahun 2001 - 2005

No. Negara 2001 2002 2003 2004 2005 %trend

US$000 US$000 US$000 Ton USS$ Ton USS$ 2001-2005

1 USA 10.979 6.266 8.017 251 5.591 340 8.611 -5.82 2 Singapura 1.516 597 1.164 207 1.372 327 2.664 21.65 3 Jerman 335 1.015 810 53 1.433 30 755 21.81 4 Inggris 904 582 705 44 620 33 682 -8.88 5 Perancis 424 442 407 46 516 20 548 6.88 6 India - 1 2 11 56 13 270 - 7 Spanyol 51 36 403 - - 13 270 -12.39 8 Meksiko - - - 56 214 56 230 - 9 Jepang 8 - - 115 130 4 228 - 10 Ukraina - - - 5 138 - 11 Turki - 7 33 89 362 25 107 - 12 Australia 1 - 8 11 59 16 87 - 13 Belanda 218 167 61 28 457 4 81 -9.34 14 Malaysia 226 10 64 4 84 3 56 -6.69 15 Switzerland 45 87 27 5 101 14 43 4.63

16 Uni Emirat Arab - - - 3 43 -

17 Kanada - - 7 - 8 5 33 - 18 Italia 53 14 19 1 17 1 27 -11.49 19 China - - 7 34 103 10 25 - 20 Afrika Selatan 20 7 17 - - 1 15 - 21 Brazil 3 41 - 1 26 - 10 19.52 22 Hongkong - - - 2 3 3 6 - 23 Thailand - - - 1 - 24 Pakistan - - 2 - - - - - 25 Kuwait - - - - 6 - - - 26 Philipina - - - - 4 - - - 27 Taiwan, China - - - - 5 - - - Total 14.783 9.272 11.753 958 11.167 926 14.930 100.00

Lampiran 5 Perbedaan kondisi industri minyak pala Indonesia dengan Grenada

No. Parameter Indonesia Grenada

1. Bahan baku Jenis Pala: "East Indian Nutmeg dan Mace" terdiri daripala banda, Siau, Patani, Ternate dan Pala Tidore. Fuli mempunyai aroma yang lebih kuat dan warna yang lebih terang karena kandungan safrole dan miristis in yang lebih tinggi

Jenis Pala: "West Indian Nutmeg dan Mace Fuli mempunyai aroma yang lebih lemah dan warna yang lebih pucat karena kandungan safrole dan miristisin yang lebih rendah sehingga flavour fuli lemah (Purseglove 1981).

2. Perkebunan Perkebunan rakyat memasok

99.63% produksi pala nasional sedangkan perkebunan negara dan perusahaan perkebunan swasta sebesar 0.37% Perkebunan dikembangkan bersama-sama oleh perusahaan berskala besar dan petani dengan skala kecil. 20% volume produksi biji pala dihasilkan oleh perusahaan skala besar

3. Budidaya Tanaman berbuah setelah 5-7

tahun tanam. Bibit diperoleh dari biji tanaman pala

Tanaman berbuah setelah 3-5 tahun tanam, bibit diperoleh dengan okulasi tanaman pala yang mempunyai

produktivitas tinggi

4. Pasca panen Dilakukan oleh petani atau

pedagang pengumpul

• Biji pala direndam, kemudian digelondongkan diatas saringan terbuat dari kawat untuk memisahkan mace dari biji pala

• Mace dan fuli dijemur, dikemas, kemudian dijual ke pedagang besar biji pala untuk pala tua dan ke usaha penyulingan untuk pala destilasi

Dilakukan oleh station (unit pengumpul dan pengolahan)

• Mace dilepaskan dari biji pala, dicuci kemudian dikeringkan • Biji pala dikeringkan, dikelompokkan (grading), dan dikemas. Siap untuk dipasarkan (eksport)

109 Lanjutan lampiran 5.

No. Parameter Indonesia Grenada

5. Penyulingan Sistem uap, kukus dan

kombinasi antara kukus dan uap (kohobasi). Waktu yang diperlukan 30 – 48 jam

Sistem uap

6. Pasar Utama USA, Singapura, Turki

Kuwait (BPS 2005)

Belanda, Jerman Barat, Inggris, belgia, Kanada

7. Produksi Produsen minyak pala

terbesar di dunia (70-75%)

Produsen minyak pala kedua terbesar (20- 25%) 8. Kontribusi terhadap perekonomian negara

kecil Sumber devisa utama

9. Kelembagaan Asosiasi Eksportir Minyak

Atsiri

APINDO (Asosiasi Pala Indonesia)

GCNA (Grenada Cooperative Nutmeg Oil)

Perwakilan Asosiasi Minyak Pala di Luar Negeri

10. Peran Pemerintah Mengembangkan alat

penyulingan yang lebih efisien melalui lembaga penelitian Pengembangan kluster minyak atsiri Pengadaan alat penyulingan dengan kapasitas produksi 32,000 kg minyak pala Pengolahan lebih lanjut limbah sisa penyulingan minyak pala untuk

memperoleh mentega pala (nutmeg butter)

11. Sifat minyak Pala

bobot jenis, indeks bias, residu penguapan yang lebih tinggi dan putaran optikyang lebih rendah karena

mengandung terpene dalam jumlah lebih kecil.

bobot jenis, indeks bias, residu penguapan yang lebih rendah dan putaran optikyang lebih tinggi karena mengandung terpene dalam jumlah lebih besar. Bobot Jenis (15/15 T) 0.865 – 0.925 0.659 – 0.865 Putaran Optik (15 T) 8" – 30` 25045' – 38032'

Lanjutan lampiran 5.

No. Parameter Indonesia Grenada

Indeks Bias (20 T) 1.479 – 1.488 1.469 – 1.472 Kelarutan dalam alkohol 90 % 0.5 : 3 2: 3 Sisa Penguapan 1.0-1.5% 0.2-0.3 Miristisin (aroma tajam), α - pinene, safrole

Lebih tinggi sehingga memberikan aroma lebih tajam

Lebih sedikit

Sabinen/aroma lada Lebih rendah lebih tinggi. Kandungan terpen lebih rendah sehingga aroma

minyak pala terasa khas dan aroma khas rempah-rempah menjadi tajam.

Spicy (pedas), warmly (hangat), slightly camphoraceous (sedikit aroma kamfer), sweet (manis), pungent (menyengat), woody, mint lebih tinggi sehingga aroma minyak pala menyerupai minyak terpentin; aroma khas rempah- rempah menjadi kurang tajam. 12. Komposisi Kimia (nama senyawa (%) α -pinen 18,0 - 21,2 10,6 - 12,6 Camphene 0,2 - 0,4 0,2 ß-pinen 9,3 - 17,7 7,8 -12,1 Sabinene (aroma lada) 15,4 - 44,1 49,6 - 50,7 lebih tinggi Myrcene 2,2 - 2,9 2,5 – 2,8 a-Phellandrene 0,4 - 1,0 0,4 – 0,6 a-Terpinene (aroma lime) 0,8 - 2,5 1,8 – 1,9 Limonene 2,7 3,6 3,1 – 3,3 1,8-cineole 1,5 - 3,2 2,3 – 2,5 ?-Terpinene 1,3 - 6,8 1,9 – 3,1 P-Cymene 0,3 - 2,7 0,7 – 3,2 Terpinolene 0,6 - 2,6 1,2 – 1,7 Trans sabinenHydrat 0,3 - 0,6 0,3 – 0,8 Copaene 0,2 - 0,3 0,3 Linalool 0,2 - 0,9 0,4 - 0,9 Cis-sabinene Hydrate 0,2 - 0,6 0,2 - 0,7 Cis-P-menth-2en-ol 0,1 - 0,5 0,1 - 0,4 Terpinen-4ol 2,0 - 10,9 3,5 - 6,1 Safrole 0,6 - 3,2 0,1 - 0,2 Methyl eugenol 0,5 - 1,2 0,1 - 0,2 Eugenol 0,3 - 0,7 0,2 Elemicin 0,3 - 4,6 1,3 - 1,4

Miristicin 3,3 - 13,5 lebih tinggi 0,5 – 0,8

Sumber : Smith dan Anand 1984, Sunanto, 1993, Heat 1981, Purseglove 1981, Dilon D. 1992, BPS 2005, Nurasyik, 2005, diolah

111 Lampiran 6 Hasil identifikasi usaha perkebunan dan industri penyulingan minyak pala di Kabupaten Bogor dan Sukabumi

1. Nama Perusahaan U.D. CINTA DAMAI

Alamat Jl. Bogor Sukabumi Km 15 Ciherangpondok,

Kab. Bogor

Telp (0251) 248369, 7160879

Contact person: Pahrudin HP 08129392333

Jumlah pegawai 6 orang

Kapasitas Produksi 4 unit penyulingan @ kapasitas 600 kg terbuat dari stainlesstell (2 dalam kondisi rusak)

Bahan bakar yang digunakan minyak tanah Produksi: 1,4 ton minyak pala/bulan

Parameter Proses Tekanan boiler 1 kg/cm2

Lama penyulingan 30 jam

Rendemen Minyak Rendemen penyulingan biji pala dan fuli pala dengan perbandingan 85:15 dihasilkan rendemen 13-14%

Kendala yang dihadapi

Bahan baku terbatas sedangkan jumlah permintaan besar

Belum tersedia lembaga/asosiasi pelaku usaha minyak pala

2. Nama Perusahaan CV MITRA MUDA MANDIRI

Alamat Pabrik: Jl.Raya Bogor Sukabumi Km 2, Ciketereg, Kab.

Bogor

Telp. 0251 9110059/08889037712

Kantor: Kompleks Pakuan II. Jl. Dahlia I No. 18 Tajur Bogor

Telp. 0251-347035 334760

Contact person: Rahmat Hidayat Syam, SE 081386050205/081399511229

Email: rhspala@rhspala.com ; rhspala@yahoo.com

Jumlah pegawai 6 orang

Kapasitas Produksi 3 unit penyulingan @ kapasitas 250 kg terbuat dari stainlesstell

Bahan bakar yang digunakan minyak tanah Produksi:2 ton minyak pala/bulan

Parameter Proses Tekanan boiler 1 kg/cm2

Lama penyulingan 30 jam dihitung saat tetes minyak pertama keluar

Rendemen Minyak Rendemen penyulingan biji pala dan fuli pala dengan perbandingan 80:20 dihasilkan rendemen Pala bejo 15%, pala media polong 13%, pala campur 12%, pala polong 10-11%

Kendala yang dihadapi

belum adanya alat pengukur kadar air pala kurang komunikasi antar sesama pelaku usaha karena lemahnya kelembagaan , keterbatasan bahan baku, teknologi masih tertinggal, rantai pemasaran (tata niaga) panjang

Lanjutan lampiran 6.

3. Nama Perusahaan PT. PAVETTIA ATSIRI INDONESIA Alamat Jl.Veteran III Desa Banjarsari Kecamatan

Ciawi, Kab. Bogor Telp. 0251 240605

Contact person: Muhamad Syauki Jumlah pegawai 6 orang

10 orang plasma untuk bahan baku Total investasi Rp. 800 juta

Kapasitas Produksi 2 unit penyulingan @ kapasitas 400 kg terbuat dari stainlesstell

Bahan bakar yang digunakan minyak tanah 220 l/ proses

Produksi:1,5 - 2 ton minyak pala/bulan Parameter Proses Penyulingan uap langsung

Tekanan boiler 3.5 bar Lama penyulingan 24 jam

Rendemen Minyak Rendemen penyulingan biji pala dan fuli pala dengan perbandingan tertentu dihasilkan rendemen Pala bejo 15-17%

Kendala yang dihadapi

Penguasaan bahan baku

Tata niaga minyak pala masih berupa kartel Pengumpul merangkap penyuling sehingga harga minyak pala sulit ditingkatkan 4. Nama Perusahaan - (usaha kecil)

Alamat Jl. Ciherang Pondok , Batu Kembar, Desa Ciderum, Kabupaten Bogor

Kontact Person: Iwan

Kapasitas Produksi 2 unit penyulingan @ kapasitas 600 kg terbuat dari stainlesstell

Bahan bakar yang digunakan listrik dan minyak tanah

Parameter Proses Tekanan pada saat proses penyulingan 1

kg/cm2

Lama penyulingan 24-30 jam

Rendemen Minyak Jenis bahan baku yang digunakan biji pala mutu BPW dengan rendemen penyulingan 8 – 13%

113 Lanjutan lampiran 6.

5. Nama Perusahaan PD REMPAH SARI

Alamat Jl.Cirendeu RT 02/02 Desa Girijaya, Nagrak Kab. Sukabumi

Contact person: Ujang Sopandi HP 081310195581

Jumlah pegawai 7 orang

Kapasitas Produksi 2 unit penyulingan @ kapasitas 250 kg terbuat dari stainlesstell

Bahan bakar yang digunakan kayu bakar Produksi: 1,4 ton minyak pala/bulan Parameter Proses Tekanan boiler 1 kg/cm2

Lama penyulingan 30 jam dihitung saat tetes minyak pertama keluar

Rendemen Minyak Penyulingan biji dan fuli pala dengan

perbandingan 80:20 dihasilkan rendemen 16% Kendala yang dihadapi Bahan baku terbatas sedangkan jumlah

permintaan besar, Modal investasi 6. Nama Perusahaan Usaha Kecil

Alamat Kampung Cijambe Kaler, Desa Sukaresmi

Kec. Cisaat Kab. Sukabumi

Contact person: Jajang Telp. 0266 236748 Jumlah pegawai 3 orang

Kapasitas Produksi 2 unit penyulingan @ kapasitas 500 kg terbuat dari stainlesstell

Bahan bakar yang digunakan kayu bakar Produksi: 200 kg minyak pala/bulan Parameter Proses Penyulingan biji pala :Tekanan boiler 90

mmhg, Lama penyulingan 24 jam Penyulingan cangkang pala: tekanan 90 mmhg lama penyulingan 6 jam

Rendemen Minyak Rendemen penyulingan 12%

Rendemen penyulingan cangkang pala 1% Kendala yang dihadapi Bahan baku dan modal terbatas

7. Nama Perusahaan UD PUTRA MANDIRI

Alamat Jl. Raya Ciapus Batugede, Tamansari Bogor

Kontact person: Solihin

Bahan baku yg dihasilkan 500 kg s.d 1200 kg biji pala basah/hari (musim panen, 3 bulan 1 kali)

300 kg/hari (tidak musim panen) Atau 8 ton/bulan (musim panen) 5 ton/bulan(tidak musim panen)

Harga bahan baku Biji pala basah Rp. 6.800/kg

Biji pala kering ukuran besar Rp. 22.000/kg Biji pala kering ukuran kecil Rp. 30.000/kg Biji pala ukuran campur Rp. 26.000/kg Fuli kering Rp. 57.000/kg

Lanjutan lampiran 6.

No. Parameter Temuan Dampak

Terhadap Efisiensi dan kualitas 1. Aspek Budidaya • Benih • Pemeliharaan •Skala Usaha

Dokumen terkait