• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Peningkatan Dayasaing

Untuk meningkatkan dayasaing minyak pala berdasarkan skenario diatas upaya yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah:

1) Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif

Penciptaan iklim yang kondusif dilakukan dalam bentuk memfasilitasi terselenggaranya lingkungan usaha yang efisien secara ekonomi, sehat dalam persaingan, dan non-diskriminatif bagi kelangsungan dan peningkatan kinerja usaha, sehingga dapat mengurangi beban administratif, hambatan usaha dan biaya usaha maupun meningkatkan rata-rata skala usaha, mutu layanan perijinan/pendirian usaha, dan partisipasi stakeholders dalam pengembangan kebijakan usaha.

Menurut Saragih (2004), dukungan kebijakan pemerintah yang kondusif bagi pengembangan komoditi antara lain melalui (1) kebijakan dalam makroekonomi (moneter dan fiskal), (2) kebijakan dalam pengembangan industri, (3) kebijakan dalam perdagangan dan kerjasama luar negeri (4) kebijakan dalam pengembangan infrastruktur (5) kebijakan dalam pengembangan kelembagaan dan (6) kebijakan dalam pengembangan pusat-pusat pertumbuhan agribisnis komoditi.

Besarnya potensi ekonomi sumberdaya minyak pala yang dimlilki Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu daya tarik bagi para investor untuk menanamkan modalnya. Namun demikian daya tarik tersebut kontradiktif dengan kondisi permasalahan mendasar yang perlu menjadi perhatian utama yang ditunjukkan oleh belum optimalnya jaminan keamanan dan kepastian regulasi yang ditawarkan bagi investor dalam menanamkan investasi di Kabupaten Sukabumi. Upaya Pemerintah Daerah untuk mengoptimalkan realisasi investasi

95 ditempuh melalui kebijakan penciptaan iklim investasi yang kondusif bagi pengembangan sektor unggulan daerah yang diarahkan pada perbaikan dan perubahan pengelolaan sistem perijinan yang telah dilaksanakan. Sasaran yang ingin dic apai: (1) Meningkatnya kepercayaan masyarakat khususnya kalangan dunia usaha dan perbankan terhadap pelayanan perijinan yang ditawarkan oleh Pemerintah Daerah; (2) Meningkatnya realisasi investasi yang ditanamkan di daerah; (3) Meningkatnya Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang ditanamkan di daerah; (4) Meningkatnya penyerapan tenaga kerja lokal yang dibutuhkan oleh kalangan dunia usaha; dan (5) Terwujudnya pemanfaatan Hak Guna Usaha (HGU) sesuai dengan peruntukannya.

2) Pengembangan sarana dan prasarana pendukung usaha

Pengembangan sarana dan prasarana pendukung usaha bertujuan untuk mempermudah, memperlancar dan memperluas akses pelaku usaha minyak pala kepada sumberdaya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan dan potensi sumberdaya lokal serta menyesuaikan skala usahanya sesuai dengan tuntutan efisiensi. Semakin tersebar dan bermutu sarana prasarana yang dikembangkan akan meningkatkan akses pelaku usaha terhadap pasar dan sumber daya produktif, seperti sumber daya manusia, modal, pasar, teknologi, dan informasi dan membangun infrastruktur pendukung pengembangan kelembagaan semakin lengkap dan berkualitas.

Keterkaitan usaha produksi minyak pala dengan praktek distribusi yang ada saat ini sangat menentukan keberlanjutan usahanya. Sentra produksi minyak pala di Propinsi Jawa Barat seperti Kabupaten Sukabumi dan Bogor berada di daerah yang sulit dengan akses transportasi yang kurang, sebagian besar jalan rusak. Hal ini berakibat isolasi lokasi produksi dan penyebaran informasinya semakin terbatas. Oleh karena itu, penyediaan sarana distribusi melalui pembangunan distibution center dan kerjasama antar instansi dan swasta untuk mengoptimalkan pemanfaatan fasilitas yang telah ada. Distribution center juga berperan sebagai pusat informasi pasar dan mengakomodasi pelaku usaha di daerah terisolir terhadap kebijakan pemerintah yang berlaku maupun menyampaikan rencana pengembangan sebagai masukkan arah kebijakan yang dibuat.

3) Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif pelaku usaha minyak pala

Pengembangan kewirausahaan dan kompetitif dilakukan dengan mengembangkan jiwa dan semangat kewirausahaan para pelaku usaha minyak pala sehingga memiliki orientasi usaha yang mengarah pada pencapaian keuntungan dan pembentukan nilai tambah yang optimal. Kelompok usaha atau petani yang belum memiliki orientasi bisnis cenderung tidak memperoleh nilai tambah, meskipun memiliki pendapatan positif atau tidak rugi. Dengan orientasi bisnis dan komitmen yang kuat untuk membangun sistem agribisnis yang melibatkan setiap pelaku usaha, baik petani maupun pedagang, maka pendapatan petani/pelaku usaha sebagai tujuan peningkatan dayasaing dapat terlaksana.

Keberanian berusaha penyulingan minyak pala dengan mengoptimalkan potensi bahan baku yang ada dan keterbatasan permodalan sudah menjadi modal dasar dalam pengembangan kewirausahaan usaha mikro penyulingan minyak pala. Meskipun belum dapat menguasai pasar internasional dengan proporsi yang layak, inisiasi jaringan pemasaran yang sudah terbentuk dapat digunakan sebagai modal awal untuk pengembangan pasar.

4) Peningkatan kualitas kelembagaan

Peningkatan kualitas kelembagaan dan organisasi/asosiasi pelaku usaha minyak pala diperlukan agar lembaga dan asosiasi mampu tumbuh dan berkembang secara sehat, berfungsi dengan baik, menjadi wadah kepentingan bersama bagi anggotanya. Subagyono, 2006 menyatakan ada empat sisi kelembagaan yang diharapkan mampu memperbaiki posisi dayasaing yaitu pengembangan lembaga keuangan, pengembangan SDM, pengembangan lembaga ekonomi petani dan pengembangan hasil penelitian dari lembaga penelitian

Lebih jauh Subagyono, 2006 menyatakan Lembaga keuangan diharapkan menyediakan sumber permodalan berbentuk kredit perbankan yang dapat dijangkau oleh petani, prosedurnya mudah, volume pendanaan mencukupi, suku bunga kondusif dan sistem agunan pinjaman yang dapat dipenuhi petani. Dalam penyalurannya pihak perbankan dapat berbentuk pengintegrasian pola kredit pada

97 yang beresiko rugi pada sub sistem hulu dan sub sistem hilir yang menguntungkan. Bagi usaha kecil di pedesaan yang tidak terjangkau perbankan dapat memanfaatkan lembaga keuangan mikro, koperasi simpan pinjam dan lain- lain. Kelembagaan tersebut perlu terus dibina dan diperkuat kelembagaannya. Dalam rangka mempermudah akses kredit kepada usaha mikro, kecil dan menengah, pemerintah memperkuat dengan pengucuran dana kepada dua lembaga penjamin kredit yaitu Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perusahaan Umum Sarana Penyedia Usaha (Perum SPU) dengan memberikan tambahan modal kerja sebesar 1.4-1.5 triliun dengan demikian Askrindo dan SPU dapat memberikan tingkat suku bunga yang jauh lebih rendah bagi UMKM. Dengan dana penjaminan 1,4 triliun dengan giring rasio 20 sehingga total dana penjaminan bisa mencapai 28 triliun (HAR/OSA 2007).

Pengembangan SDM dilakukan dengan mengoptimalkan lembaga-lembaga pelatihan baik milik pemerintah mapun swasta dan menggiatkan kembali fungsi- fungsi penyuluhan. Lembaga ekonomi petani dalam bentuk koperasi petani didayagunakan kembali dengan melakukan pengelolaan secara profesional dan memiliki komitmen tinggi terhadap petani. Berkembangnya suatu usaha agribisnis tergantung pada produktivitas yang dihasilkan lembaga penelitian. Untuk itu perlu adanya kebijakan pemerintah yang merangsang peneliti untuk menghasilkan produk-produk penelitian yang berorientasi pada masalah aktual di lapangan. Dengan keterbatasan anggaran pemerintah untuk penelitian maka diperlukan keterlibatan penelitian oleh swasta, organisasi profesi, LSM dan lembaga lain.

Dalam penguatan kelembagaan yang terpenting pembentukan jaringan kelembagaan untuk memperlancar mekanisme kerja dan fasilitasi kemitraan serta arus informasi diantara lembaga-lembaga yang terkait. Peningkatan dayasaing usaha minyak pala yang bersumber dari kapasitas lokal yang terkait peluang pasar, baik tingkat lokal, regional, nasional maupun ekspor (internasional). Pengembangan jaringan kelembagaan tersebut memberikan kontribusi positif pada peningkatas kapasitas lokal dalam sinkronisasi kebijakan pemerintah dalam menunjang kegiatan ekonomi masyarakat.

Dalam hal ini kelembagaan yang terkait dengan upaya peningkatan dayasaing minyak pala untuk meningkatkan pendapatan petani dan pengusaha,

yaitu: (1) lembaga produksi, (2) lembaga distribusi, (3) lembaga keuangan, (4) lembaga keswadayaan masyarakat, dan (5) lembaga advokasi (kelembagaan pendukung/penyuluhan). Kelima kelembagaan tersebut perlu bersinergi untuk mencapai kondisi yang kondusif dengan mengurangi kesenjangan masing-masing kelembagaannya, khususnya dengan pendekatan kegiatan ekonomi produktif.

Dokumen terkait