• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Pergulaan di Negara-Negara Anggota ASEAN-China

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Kebijakan Pergulaan di Negara-Negara Anggota ASEAN-China

Perkembangan ekonomi dunia saat ini telah mengarah pada keterbukaan hubungan ekonomi antar bangsa. Dewasa ini, dunia melihat ASEAN sebagai kawasan yang strategis. ASEAN mampu membuktikan diri sebagai perhimpunan yang mampu menciptakan stabilitas di kawasannya serta mampu meningkatkan kekuatan ekonominya. Salah satu mitra dagang terbesar ASEAN adalah China. Kesepakatan perdagangan yang tengah dijalankan oleh kedua pihak tersebut tentunya hanya akan memberikan dampak negatif apabila kedua belah pihak tidak mampu melindungi produk dalam negerinya. Demikian halnya untuk komoditas pertanian seperti gula yang juga menjadi bagian dari kesepakatan perdagangan bebas ASEAN-China. Masing-masing negara ASEAN yang memproduksi gula dan China yang selain produsen juga pengimpor gula turut menerapkan kebijakannya untuk melindungi dan meningkatkan kapasitas produksi gula.

Thailand

Kebijakan industri gula di Thailand dijalankan oleh Thai Cane and Sugar Board yang memiliki keanggotaan petani (grower), pabrik gula (miller) dan pemerintah. Dalam berusahatani, para petani tebu di Thailand mendapat bantuan kredit dari bank dengan bunga di bawah harga pasar. Besarnya kredit ini disesuaikan dengan nilai kontrak penyerahan tebu ke pabrik.

Hafsah (2003) menyatakan bahwa Thailand telah menetapkan kebijaksanaan pasar domestik dan impor gulanya dengan cara membagi produksi gula domestik menjadi tiga kuota yaitu kuota A untuk pasar domestik, kuota B untuk ekspor, dan kuota C untuk kelebihan kuota A dan B. Dalam pelaksanaannya jumlah kuota A ditetapkan oleh pemerintah Thailand, sedangkan kuota B untuk ekspor gula dilakukan oleh Thai Cane and Sugar Board. Penetapan harga tebu petani dilakukan oleh pemerintah deengan menggunakan total penerimaan pabrik

gula dari kuota A dan kuota B sebagai dasar perhitungannya. Tidak hanya itu, harga gula domestik juga ditunjang oleh pengenaan tarif bea masuk impor sebesar 65 persen untuk volume impor dengan minimum akses sebesar 13 105 ton dan pemberlakuan tarif sebesar 104 persen untuk impor gula diatas minimum akses. Filipina

Filipina merupakan salah satu contoh negara yang mempunyai kebijakan pembangunan gula nasional yang komprehensif, saling terkait dan konsisten satu dengan yang lainnya baik di tingkat makro hingga mikro maupun nasional hingga daerah. Sama halnya dengan Indonesia, Filipina juga mencanangkan program swasembada gula sehingga agribisnis gula tidak terlepas dari perhatian utama pemerintahnya. Pambudy, et al. (2005) menyatakan bahwa Filipina mempunyai kemampuan untuk menciptakan lapangan kerja sebanyak 5 juta orang dalam agribisnis gula. Luas lahan tebu Filipina saat ini mencapai 368 ribu hektar dengan produktivitas rata-rata yang baru mencapai 60 ton per hektar yang masih jauh lebih rendah dari produktivitas tebu di Thailand yang mencapai 180 ton per hektar. Namun demikian, data hingga bulan Juni 2003 menunjukkan bahwa produksi gula di Filipina sudah mencapai 2.12 juta ton. Pencapaian jumlah produksi gula yang cepat ini menjadikan target swasembada gula di Filipina tercapai pada tahun 2003, lebih cepat dari target yang dicanangkan yaitu tahun 2007.

Pemerintah Filipina membebankan tanggung jawab pergulaan pada Sugar Regulatory Administration (SRA) yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Lembaga ini mempunyai kemampuan untuk mengikat semua institusi yang terlibat dalam agribisnis gula di Filipina. Lembaga ini mempunyai mandat meningkatkan pertumbuhan dan pengembangan sektor industri gula nasional dengan lebih meningkatkan partisipasi sektor swasta serta meningkatkan kesejahteraan para buruh gula (www.sra.gov.ph).

Kebijakan umum yang diterapkan untuk melindungi industri gula di Filipina antara lain :

1. Free enterprise, yaitu baik penduduk lokal maupun asing dapat berpartisipasi dalam perdagangan gula selama mempunyai kapabilitas keuangan dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah.

2. Gula yang diproduksi didalam negeri diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan domestik dan prioritas berikutnya untuk memenuhi kuota ekspor gula ke Amerika Serikat

3. Impor gula diusahakan dalam bentuk raw sugar agar dapat memberikan keuntungan padarefiners. Impor gula harus dididasarkan atas Executive Order

yang diterbitkan oleh Presiden atas rekomendasi Departemen Pertanian untuk kemudian ditenderkan diantara traders.

Selain kebijakan umum, pemerintah Filipina juga melakukan proteksi terhadap pasar pergulaan nasionalnya dengan menjaga harga pasar domestik relatif tinggi melalui kebijakan tarif bea impor. Upaya lain yang telah dilakukan oleh pemerintah Filipina adalah dengan menetapkan minimum akses sebesar 150 ribu ton dengan tarif 50 persen dan sebesar 80 persen untuk impor gula atas minimun akses. Sedangkan untuk impor gula di negara ASEAN pemerintah memberlakukan tarif preferensi sebesar 65 persen (Hafsah, 2003).

China

Industri gula China memiliki sejarah panjang dan telah mengalami perubahan yang signifikan dalam beberapa tahun ini. Industri gula China telah tumbuh lebih dari 300 persen sejak reformasi ekonomi dimulai pada tahun 2004. Pertumbuhan industri pergulaan di China disertai dengan berbagai tekanan baik internal maupun eksternal yang telah mengakibatkan restrukturisasi mesin dan peralatan pabrik gula yang signifikan di dalam negeri. Pemerintah China berupaya untuk mengejar pengembangan industri gula melalui serangkaian kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan surplus produsen dan petani, peningkatan kualitas produk gula dan perlindungan yang besar bagi lingkungan. Manajemen teknologi yang kreatif dan inovatif menjadi sarana utama pencapaian pengembangan industri gula China (Zhu, et al. 2007).

Perkembangan konsumsi yang lebih tinggi daripada produksi membuat China saat ini menjadi salah satu konsumen gula terbesar di dunia. Sekalipun China merupakan negara importir, namun pemerintah China juga memberikan kebijakan proteksi dan promosi untuk industri pergulaannya. Dalam merumuskan kebijakannya pemerintah China melibatkan State Development and Reform Commission (SDRC) yang bertanggung jawab membuat perencanaan

pembangunan industri gula jangka panjang, State Economic and Trade Commision (SETC) yang bertanggung jawab terhadap pengendalian produksi, kementerian pertanian yang bertanggung jawab langsung terhadap pengaturan lahan tebu, Kementerian perdagangan yang mengatur ekspor dan impor gula, serta

China Sugar Association yang membantu pemerintah dalam melaksanakan pengendalian kebijakan makro dan masukan bagi pengembangan industri gula.

Adapun serangkaian kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah China dalam mendukung industri pergulaannya antara lain (Pambudy, et al. 2005) :

1. Menerapkan sistem tanggung jawab produksi keluarga di wilayah pedesaan yang membangkitkan antusiasme para petani tebu untuk meningkatkan produksi.

2. Memberikan insentif berupa pangan kepada petani tebu untuk menjamin kecukupan pangan dan menjaga agar tetap menanam tebu.

3. Memberikan subsidi berupa pembangunan irigasi pada lahan-lahan yang ditanami tebu dan pembukaan lahan kering dataran tinggi untuk dijadikan lahan tebu.

4. Melepaskan seluruh kendali pembelian dan kontrak penjualan gula pada mekanisme pasar.

5. Menerapkan pajak pendapatan yang cukup tinggi terhadap pabrik gula sebesar 33 persen dan PPN sebesar 17 persen.

6. Menerapkan kebijakan proteksi dengan menerapkan kuota impor pada tahun 2003 sebesar 1.85 juta ton, dan tahun 2004 sebesar 1.94 juta ton dengan tarif sebesar 30 persen untuk gula putih dan 20 persen untuk gula mentah. Impor diatas kuota yang telah ditetapkan dikenakan tarif impor sebesar 76 persen.

Pemerintah China juga tengah menerapkan konsep pembangunan keberlanjutan untuk industri gula. Li, et al. (2006) menjelaskan konsep pembangunan berkelanjutan industri gula China dilakukan sedemikian rupa sehingga produksi berada dalam kondisi yang seimbang dengan untuk input sumberdaya yang terbarukan seperti energi. Dorongan ini dilakukan dengan menekankan pada pengurangan dampak negatif lingkungan yang signifikan terkait dengan produksi gula di China dan seluruh dunia. Sebagai bagian dari tujuan jangka panjangnya, pemerintah China juga akan melakukan penekanan pada

pemanfaatan produk hilir yang selama ini hanya dikenal sebagai limbah. Sehingga, arah industri gula di China akan melalui proses produksi yang dikenal dengan 3P atau “Planting-Processing-Production Cycle”.

Dokumen terkait