• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS

4.3. Prosedur Analisis

4.3.4. Simulasi Model

Prosedur selanjutnya setelah validasi model adalah simulasi model. Simulasi diperlukan untuk mempelajari dampak perubahan variabel eksogen terhadap variabel endogen dalam model. Tujuan dari simulasi dalam penelitian ini adalah untuk menjelaskan dampak dari berbagai kebijakan ekonomi di sektor pertanian dan perubahan faktor eksternal terhadap Model Perdagangan Gula Indonesia dan terhadap surplus produsen, surplus konsumen, penerimaan pemerintah dari tarif, serta devisa impor.

Pindyck dan Rubinfield (1998) menjelaskan bahwa simulasi model bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan masa lampau dan membuat peramalan untuk masa yang akan datang. Dalam penelitian ini, simulasi digunakan untuk mengevaluasi alternatif kebijakan ekonomi di sektor pertanian dan faktor eksternal melalui simulasi historis (ex post simulation) dan untuk meramalkan dampak alternatif kebijakan dan perubahan faktor eksternal melalui simulasi peramalan (ex ante simulation).

4.3.4.1.Simulasi Historis (Ex Post Simulation)

Tujuan kedua mengenai evaluasi dampak kebijakan ekonomi di sektor pertanian terhadap permintaan dan penawaran gula Indonesia, penerimaan pemerintah dan kesejahteraan pelaku ekonomi gula Indonesia pada tahun 2004- 2010 diselesaikan dengan menggunakan simulasi historis. Pada analisis simulasi ini lebih lanjut dapat dilihat dampaknya terhadap perubahan tingkat kesejahteraan baik menurut pelaku pasar maupun masyarakat secara keseluruhan. Skenario simulasi kebijakan ekonomi di sektor pertanian yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain :

1. Peningkatan harga gula tingkat petani sebesar 25 persen

HPP untuk komoditas gula kristal putih selalu mengalami revisi setiap tahunnya. Beberapa pertimbangan mengenai kenaikan HPP gula ini antara lain disesuaikan dengan perhitungan biaya pokok produksi yang mengalami kenaikan dikarenakan biaya sewa lahan yang juga mengalami kenaikan. Selain itu, kenaikan inflasi juga menjadi perhitungan dalam kenaikan HPP gula. Peningkatan harga gula tingkat petani disimulasikan sebesar 25 persen. HPP gula pada tahun 2010 mengalami peningkatan dari sebelumnya sebesar Rp 5 350.00 menjadi Rp 6 350.00 atau sebesar 18.7 persen sedangkan Dewan Gula Indonesia mengusulkan kenaikan harga gula tingkat petani sebesar 25 persen.

2. Peningkatan harga eceran tertinggi pupuk 33 persen

Tata niaga pupuk diatur oleh pemerintah mengingat peranannya yang esensial dalam produksi gula Indonesia. Dasar pertimbangan simulasi kebijakan peningkatan harga eceran tertinggi (HET) pupuk adalah pernyataan pemerintah melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.32 Tahun 2010 yang menaikkan harga eceran tertinggi (HET) untuk pupuk bersubsidi yang diaplikasikan di seluruh wilayah Indonesia dari harga sebelumnya Rp 1 200.00 per kilogram meningkat menjadi Rp 1 600.00 per kilogram atau sebesar 33.33 persen. Adapun tujuan kebijakan tersebut antara lain (1) menghindari penggunaan pupuk urea berlebih guna meningkatkan produksi dan rendemen tebu, (2) mengurangi subsidi pupuk, dan (3) diharapkan dalam jangka panjang petani dapat beralih menggunakan pupuk organik.

3. Peningkatan luas areal perkebunan tebu Indonesia 20 persen

Salah satu program revitalisasi industri gula yang dicanangkan pemerintah untuk pencapaian swasembada gula adalah ekstensifikasi pertanian. Dukungan lahan pertanian yang dicanangkan oleh pemerintah untuk tercapainya program tersebut adalah 350 ribu hektar. Namun, hingga saat ini target perluasan areal tersebut belum tercapai. Peningkatan luas areal tanam tebu di Indonesia hingga tahun 2010 hanya mencapai 3.75 persen per tahunnya, sedangkan harapan pemerintah peluang ekstensifikasi lahan perkebunan tebu untuk tahun 2011 bisa mencapai 20 persen.

4. Penurunan tarif impor 49 persen

Seiring dengan penerapan kebijakan ACFTA di Indonesia yang masih memperbolehkan penurunan tarif impor di Indonesia hingga 50 persen, maka berdasarkan kebijakan sebelumnya ingin diketahui dampak penurunan tarif impor sebesar 49 persen. Simulasi kebijakan penurunan tarif ini didasarkan atas Peraturan Menteri Keuangan No.83/PMK.01/2005 yang pernah memberikan keringanan tarif bea masuk atas impor gula menjadi Rp 400.00 per kilogram dari sebelumnya Rp 790.00 per kilogram atau sebesar 49 persen. 5. Penurunan kuota impor gula 50 persen

Penurunan kuota impor ini didasarkan atas wacana pemerintah yang mengusulkan untuk penurunan kuota impor gula sampai 50 persen. Pembatasan kuota impor tersebut diharapkan dapat memacu para petani tebu untuk meningkatkan produksinya dan mengurangi rembesan gula kristal rafinasi ke pasar konsumsi.

4.3.4.2.Simulasi Peramalan (Ex Ante Simulation)

Simulasi peramalan digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ketiga yaitu meramalkan dampak kebijakan ekonomi di sektor pertanian dan perubahan faktor eksternal terhadap keragaan industri gula nasional, kesejahteraan pelaku ekonomi gula di Indonesia, dan penerimaan pemerintah dengan membandingkan pada 2 periode, yaitu sebelum diberlakukannya liberalisasi perdagangan gula ACFTA (2011-2014) dan pada saat liberalisasi perdagangan gula ACFTA (2015- 2020). Simulasi peramalan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu simulasi tunggal dan simulasi kombinasi. Adapun skenario simulasi tersebut antara lain :

Skenario Simulasi Tunggal Kebijakan Ekonomi di Sektor Pertanian 1. Peningkatan harga gula tingkat petani sebesar 30 persen.

Peningkatan harga gula tingkat petani ini didasarkan atas keluhan petani melalui APTRI (Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia) yang menginginkan kenaikan HPP gula sebesar 30 persen. Usulan HPP sebesar 30 persen yang diinginkan petani tersebut diperoleh dengan asumsi kenaikan biaya produksi yang sebesar 30 persen yang terdiri dari biaya sewa lahan, sewa traktor, bibit,

biaya tanam, biaya tebang, biaya angkut, dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bukan 14.7 persen seperti survei yang dilakukan oleh tim independen. Dengan HPP yang ada dan memperhitungkan 10 persen besarnya keuntungan bagi petani dirasa terlalu kecil bagi petani sebab petani membutuhkan waktu satu tahun untuk mendapatkan keuntungan 10 persen. 2. Penguatan kembali peran BULOG

Melalui Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 25 Tahun 1998, pemerintah telah menghapuskan peranan BULOG sebagai pengendali tunggal tata niaga gula di Indonesia. Penghapusan intervensi gula oleh BULOG ini juga berarti bahwa stok gula yang ada pada BULOG setelah kebijakan tersebut adalah nol atau tidak ada lagi. Namun kemudian pemerintah menyadari bahwa selama ini ketika produksi gula di dalam negeri tidak ada karena musim giling sudah selesai, pedagang sering kali memainkan harga gula di tingkat konsumen. Sementara pemerintah juga tidak dapat menstabilkan harga gula, karena tidak adanya stokgula. Oleh karena itu, muncul wacana dari Panitia Kerja swasembada gula DPR untuk mengembalikan peran BULOG sebagai buffer stock pengendalikan harga komoditas strategis ini. Wacana peningkatan kembali peran BULOG sebagai lembaga buffer stock

disimulasikan dengan peningkatan stok gula sebesar 20 persen. 3. Peningkatan luas areal perkebunan tebu 30 persen

Peningkatan luas areal perkebunan tebu ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai swasembada gula yang telah dirumuskan melalui Program Revitalisasi Industri Gula Nasional. Dalam program tersebut pemerintah berharap dapat membuka areal perkebunan baru untuk pertanaman tebu sebesar 350 ribu hektar atau meningkat sekitar 30 persen, baik yang diupayakan oleh pihak pemerintah maupun swasta.

4. Swasembada absolut gula di Indonesia

Simulasi ini dimaksudkan untuk mengetahui kesiapan industri gula Indonesia dalam permintaan dan penawarannya apabila pemerintah menutup kran impor. Hal ini sejalan dengan salah satu varian dari konsep swasembada pangan dengan pemenuhan kebutuhan pangan seluruhnya oleh produksi dalam negeri tanpa adanya impor gula.

5. Penghapusan tarif impor gula di Indonesia

Sejak tanggal 1 Januari 2010 perjanjian antara China dan Indonesia efektif berlaku. Sesuai dengan skema kesepakatan ACFTA dimana komoditas gula yang dimasukkan kategori HSL akan mengalami penghapusan atau penurunan tarif pada 1 Januari 2015. Untuk melihat performansi industri gula di Indonesia terkait dengan impor gula, maka dilakukan simulasi penghapusan tarif yang artinya tarif impor gula sebesar nol.

6. Penurunan Tarif Impor Gula

Simulasi ini dimaksudkan untuk melihat alternatif penurunan tarif impor gula terbaik yang masih dapat diterapkan dalam era liberalisasi perdagangan gula ACFTA pada komoditas yang masuk dalam kategori HSL. Karena batas penurunan tarif yang diperbolehkan dalam perjanjian tersebut adalah antara 0 sampai 50 persen, maka simulasi kebijakan penurunan tarif impor yang dilakukan antara lain penurunan tarif 10 persen, 30 persen, dan 50 persen. Skenario Tunggal Simulasi Perubahan Faktor Eksternal

Simulasi perubahan faktor eksternal dalam penelitian ini meliputi : (1) peningkatan produksi gula China sebesar 20 persen dan (2) peningkatan produksi gula Thailand dan Brazil sebesar 20 persen. Pertimbangan memasukkan China didasarkan pada proyeksi adanya peningkatan produksi gula negara ini akibat peningkatan efisiensi pabrik gula yang mampu menghasilkan gula lebih banyak, sedangkan pertimbangan memasukkan Brazil dan Thailand sehubungan dengan terus menurunnya harga gula dunia menyusul keberhasilan panen kedua negara yang notabene menjadi eksportir gula terbesar di dunia. Besarnya perubahan sebesar 20 persen tersebut semata-mata hanya berdasarkan kecenderungan adanya peningkatan volume produksi dari negara bersangkutan mendekati 20 persen. Skenario Simulasi Kombinasi Kebijakan Ekonomi di Sektor Pertanian

1. Kombinasi penurunan tarif impor 50 persen dan peningkatan harga gula tingkat petani 30 persen. Skenario kebijakan kombinasi ini dilakukan untuk melihat bagaimana kebijakan peningkatan harga gula tingkat petani yang direfleksikan dari peningkatan HPP gula dapat melindungi industri gula khususnya produsen domestik dari derasnya impor gula jika kebijakan penurunan tarif impor harus dilakukan.

2. Penurunan tarif impor 50 persen, peningkatan harga gula petani 30 persen, dan peningkatan luas areal 30 persen. Skenario kombinasi ini dilakukan untuk melihat bagaimana kebijakan harga gula tingkat petani dan tercapainya target perluasan areal dalam Program Revitalisasi Industri Gula Nasional mampu melindungi industri gula dari serbuan gula impor.

3. Kombinasi peningkatan produksi gula China 20 persen, penurunan tarif impor 30 persen, peningkatan harga gula tingkat petani 30 persen, dan peningkatan stok gula 20 persen. Simulasi ini dilakukan untuk melihat efektivitas dari kebijakan peningkatan harga gula tingkat petani 30 persen dan peningkatan stok dalam melindungi industri gula nasional dari peningkatan produksi gula China yang diduga akan meningkatkan ekspornya ke Indonesia serta keharusan penurunan tarif impor sesuai skema ACFTA yang menyebabkan peningkatan impor gula Indonesia.

4. Penurunan tarif impor 50 persen, peningkatan harga gula tingkat petani 30 persen, peningkatan luas areal 30 persen, dan peningkatan stok gula 20 persen. Kombinasi simulasi ini dilakukan untuk melihat bagaimana peningkatan luas areal, peningkatan stok gula, dan peningkatan harga gula tingkat petani mampu melindungi industri gula nasional dan kesejahteraan masyarakat.