• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PERAN DAN TANGGUNG JAWAB KANTOR

A. Kebijakan Pertanahan Berdasarkan Peraturan

Eksistensi Badan Pertanahan Nasional yang memiliki tugas dan kewajiban dibidang pertanahan dipertegas dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional. Dalam salah satu pertimbangan terbitnya Peraturan Presiden ini adalah bahwa tanah merupakan perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga perlu diatur dan dikelola secara nasional untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara.160

Berdasarkan pertimbangan itu, Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 menempatkan BPN sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Sebelumnya lembaga ini berada di bawah koordinasi Menteri Dalam Negeri. Selanjutnya Badan Pertanahan Nasional melaksanakan tugas pemerintah di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral.

161

160

Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah di Bidang

Pertanahan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 88.

161

Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, Pasal 2.

Sedangkan fungsinya mencakup 21 fungsi, beberapa di antaranya adalah: perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan; koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan; pengaturan dan penetapan hak-hak

Artha Rumondang Siburian : Eksistensi Larangan Kepemilikan Tanah Secara Latifundia Dan Absentee (Guntai): Studi Di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, 2010.

atas tanah; reformasi agraria; pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah; pemberdayaan masyarakat dibidang pertanahan; dan pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik dibidang pertanahan.

Dengan penetapan tugas pokok dan fungsi BPN sebagaimana tersebut di atas, maka Perpres Nomor 10 Tahun 2006 ini memiliki beberapa signifikasi yang mendasar dalam konteks pelaksanaan pembaruan agraria di Indonesia. Pertama, Perpres No. 10 ini mengangkat dan menekankan kembali acuan nilai yang telah ditegaskan dalam UUPA No. 5/1960 mengenai kesatuan hubungan abadi antara bangsa dan tanah air Indonesia. Kedua, Perpres ini juga menegaskan lagi kedudukan tanah sebagai perekat kesatuan bangsa dan fungsi sosialnya sebagai landasan untuk memajukan kesejahteraan umum. Ketiga, dalam Perpres ini juga dinyatakan bahwa kebijakan pertanahan harus bersifat nasional dan tidak boleh terkotak-kotak oleh sekat-sekat sektoral dan regional. Keempat, Perpres ini merevitalisasi kelembagaan BPN untuk menjalankan fungsi-fungsi yang telah diperluas di antaranya adalah untuk melaksanakan reforma agraria dan menangani sengketa, konflik dan perkara agraria. Kelima, dalam fungsi dan struktur BPN RI yang baru juga ada penekanan mengenai

fungsi pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan yang membuka ruang bagi dilaksanakannya program dukungan pasca redistribusi tanah sebagai kesatuan paket reforma agraria.162

162

Yusup Napiri , Moh. Sohibuddin, Iwan Nurdin, Syahyuti, “Reforma Agraria, Kepastian

Artha Rumondang Siburian : Eksistensi Larangan Kepemilikan Tanah Secara Latifundia Dan Absentee (Guntai): Studi Di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, 2010.

Selanjutnya dalam hal kebijakan pertanahan nasional, perlu juga ditambah sepanjang itu menyangkut hukum, pedoman dan kebijakan nasional yang secara rinci dapat diusulkan sebagai berikut: 163

1. Pengaturan penyelenggaraan peruntukkan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan tanah:

2. Penetapan dan pengaturan hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan tanah diantaranya tentang pengaturan penguasaan, pengawasan, pengendalian, penetapan pedoman untuk melaksanakan objek landreform dalam pemilikan tanah; Perumusan kebijakan teknis serta pelaksanaan penataan penguasaan tanah partikelir, tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, tanah-tanah bekas swapraja, tanah-tanah bekas swapraja serta tanah-tanah negara lainnya; Perumusan kebijaksanaan teknis dan penetapan ganti rugi tanah partikelir, tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee serta penyelesaian masalah tanah objek pengaturan penguasaan tanah; Penghimpunan, pengolahan, dan penyajian data serta melakukan dokumentasi dan pelaporan data penguasaan tanah; penegasan tanah objek landreform; Ganti rugi tanah kelebihan maksimum/absentee dan tanah partikelir serta penetapan kebijakan konsolidasi;

3. Pengurusan hak atas tanah;

4. Penetapan dan pengaturan hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum dengan tanah.

Hal-hal di atas harus menjadi acuan atau mekanisme kontrol atas pengelolaan pertanahan di tanah air.

Peppres Nomor 10 juga menyebutkan salah satu tugas dari pada BPN yaitu pengelolaan data dan informasi dibidang pertanahan yaitu membangun sistem informasi dan manajemen pertanahan yang mencakup berbagai kegiatan yang salah satunya adalah penyusunan basis data. Penyusunan basis data ini sebagai bahan perencanaan untuk meningkatkan pola penyusunan dan pemilikan yang lebih adil serta penggunaan dan pemanfaatan tanah yang optimal dan serasi.

163

Arie Sukanti Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, (Jakarta: Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005), hlm. 74-76

Artha Rumondang Siburian : Eksistensi Larangan Kepemilikan Tanah Secara Latifundia Dan Absentee (Guntai): Studi Di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, 2010.

Pelayanan pertanahan pada Kantor Pertanahan pada prinsipnya adalah pelayanan data dan informasi pertanahan. Data yang tersimpan di Kantor Pertanahan merupakan data yang diperoleh dan diolah melalui proses yang rumit dan panjang mengikuti aturan yang tertuang pada Peraturan Kepala BPN nomor 1 tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasional Pelayanan Pertanahan (SPOPP). Pembaruan data selalu dilakukan apabila terjadi perubahan pada subyek atau obyek hak atas tanah. Karena yang sifatnya yang sangat dinamis, maka data pertanahan mempunyai tingkat pengambilan (retrievel) dan pembaruan (up dated) yang cukup tinggi. Di satu sisi membutuhkan kecepatan dengan standar yang sudah ditetapkan dalam menarik/mengambil data dan di sisi lain membutuhkan persyaratan dalam penyimpanan data (storage) yang dapat mendukung proses pengambilan data tersebut. Proses pengambilan, penyimpanan, pengolahan dan penyajian data merupakan proses yang dengan sangat mudah dilakukan teknologi informasi dengan mudah dan cepat.

Dengan demikian dapat dibayangkan apabila data pertanahan disimpan dalam suatu database sedangkan pengolahan dilakukan dengan kecanggihan komputerisasi maka semua proses pelayanan data pertanahan disetiap kantor pertanahan dapat dilakukan secara cepat dan tepat.

Pengelolaan data dan informasi dibidang pertanahan ditindaklanjuti dengan dibentuknya Pusat Data dan Informasi Pertanahan (Pusdatin) yang tugasnya melaksanakan pengumpulan, pengolahan, penyajian data dan informasi pertanahan

Artha Rumondang Siburian : Eksistensi Larangan Kepemilikan Tanah Secara Latifundia Dan Absentee (Guntai): Studi Di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, 2010.

serta membangun dan mengembangkan sistem informasi pertanahan nasional (Simtanas).

B. Peran dan Tanggung Jawab Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang

Dokumen terkait