• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN PRIORITAS

Dalam dokumen Informasi Umum Kehutanan 2002 (Halaman 53-58)

KEHUTANAN

2002 - 2004

sentralistis dan sifatnya berlaku makro sehingga muatan-muatan lokal kurang terwakili.

1. Pemberantasan Illegal Logging 

Kebijakan pemberantasan illegal logging dimaksudkan untuk mencegah dan

mengurangi kerusakan sumberdaya hutan, mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan. Di samping itu, kebijakan ini juga dimaksudkan untuk membangun persepsi yang sama dari seluruh pemangku

kepentingan bahwa illegal logging telah menyebabkan masalah multidimensi yang

berhubungan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan. Implementasi kebijakan berupa :

1. Sampai saat ini, pemberantasan illegal logging masih ditangani secara parsial, sehingga belum mampu menyelesaikan akar permasalahannya. Kegiatannya masih terfokus pada penangkapan dan pelelangan barang bukti.

2. Illegal logging terjadi bukan hanya karena adanya ketimpangan pasokan dan permintaan saja, tetapi pada sisi lain juga sangat terkait dengan penegakan hukum dan masalah kesejahteraan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Masalah ini tidak dapat ditangani hanya oleh satu institusi saja, karena melibatkan banyak sektor. Untuk itu perlu adanya komitmen dan koordinasi yang sinergis di antara sektor-sektor terkait.

3. Dampak dari adanya illegal logging tidak hanya dirasakan pada tingkat lokal saja, tetapi juga dirasakan sampai tingkat regional, nasional bahkan internasional. Untuk itu penanganan illegal logging harus dimulai sejak dari awal kegiatan penebangan terjadi sampai kepada jalur pemasaran di semua tingkatan.

4. Beberapa hal yang harus ditangani adalah:

a. Penyusunan konsep pemberantasan illegal logging secara komprehensif 

dan sistematis.

d. Pengadaan, pemberdayaan dan pendayagunaan PPNS Kehutanan, POLHUT dan PPKBRI.

e. Penegakan hukum tanpa pandang bulu oleh instansi penegak hukum di daerah dengan dukungan secara tegas dari Pemerintah Pusat.

f. Penggalangan dan peningkatan komitmen pemberantasan illegal logging

danillegal trade sebagai masalah nasional dan internasional.

g. Dukungan dana operasional dan sarana prasarana yang memadai. h. Peningkatan kegiatan penyuluhan untuk penyamaan persepsi. i. Pemberian insentif bagi pihak-pihak yang berjasa.

j. Pengkajian efektivitas kinerja operasi pengamanan hutan Wanalaga dan Wanabahari.

k. Membangun flying-team GAKKUM (penegakan hukum) yang memberi

dukungan kepada daerah yang menghadapi masalah penegakan hukum.

2. Penanggulangan Kebakaran Hutan

Kebijakan penanggulangan kebakaran hutan dimaksudkan untuk mencegah dan mengendalikan kebakaran hutan serta mewujudkan kondisi masyarakat yang

terlindungi dari berbagai dampak akibat kebakaran hutan. Kebakaran hutan

menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan hutan dan lingkungan termasuk musnahnya keanekaragaman hayati.

Implementasi kebijakan berupa :

1. Kebakaran hutan tidak hanya merupakan ancaman yang serius bagi keutuhan dan kelestarian hutan, tetapi juga sangat merugikan perekonomian dan lingkungan hidup, baik di tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional. Untuk itu kemampuan pencegahan dan penanggulangan terhadap gangguan kebakaran hutan harus terus ditingkatkan.

2. Pembangunan jejaring kerja antar daerah perlu dilaksanakan untuk memungkinkan terbentuknya kerjasama dan dukungan antar daerah dalam upaya penanggulangan kebakaran hutan yang efektif dan sinergis.

 Kotak 7.1.

ILLEGAL LOGGING

Dalam pemberantasan illegal logging, pada akhir tahun 2001 telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang penting antara lain : (1) Instruksi Presiden tentang Pemberantasan Illegal Logging di TN Gunung Leuser dan TN Tanjung Putting, (2) SKB Menhut dengan Mendagri tentangLarangan Ekspor Log, (3) Kerjasama Dephut dengan Polri dan TNI Angkatan Laut tentangWanalaga dan Wanabahari,(4) SK Menhut tentang

Moratorium Ramin dan (5) SK Menhut tentang Penertiban IPK,HPHH,IPPK dan Penetapan P2LHP,P3KB.

Operasi Wanalaga dilaksanakan di seluruh wilayah hukum Indonesia (kecuali Nanggroe Aceh Darussalam, Maluku dan Maluku Utara) adalah berupa penegakan hukum terhadap kejahatan pencurian, penebangan, pengangkutan dan perdagangan kayu secara illegal. Hasil Operasi wanalaga adalah sebagai berikut :

Jumlah kasus yang diungkap : 1.031 perkara

Jumlah tersangka yang ditangkap : 1.277 orang

Jumlah barang bukti yang disita :

o Kayu : 317.954,9 m3 ; 125.868 batang log; 11.161 lembar; 28,5 ton

o 39 unit alat pemotong dan 6 unit alat berat

o Alat angkut : 72 unit kapal; 201 unit truck dan 45 unit roda 4

Taksiran kerugian negara yang dapat diselamatkan mencapai Rp. 286,159 milyar  (dengan standar harga Rp. 900.000/m3)

Sedangkan Operasi Wanabahari yang dilaksanakan TNI-AL adalah dalam rangka penegakan hukum pengangkutan dan perdagangan kayu secara illegal dan pencegahan penyelundupan kayu ke luar negeri melalui transportasi laut Hasil Operasi Wanabahari pada Januari-April 2002 adalah menahan dan memproses sejumlah 35 unit kapal.

Disamping pelaksanaan Operasi Wanabahari dan Operasi Wanalaga, Jajaran kehutanan bekerjasama dengan instansi terkait di daerah juga melaksanakan operasi pengamanan hutan secara terus menerus, anatara lain seperti :

Operasi fungsional TN Gunung Leuser 

Operasi Gabungan TN Kerinci Seblat di Bengkulu

Operasi gabungan dengan POLRES Rejang Lebong

3. Dalam jangka panjang penanggulangan kebakaran hutan dilaksanakan dengan membangun kelembagaan daerah dengan dukungan pusat yang melibatkan peran aktif masyarakat di dalam dan sekitar hutan.

4. Beberapa hal yang harus ditangani:

a. Untuk mengatasi kebakaran hutan secara cepat dan tepat diupayakan tersedianya dana siap pakai (on-call budget) secara nasional.

b. Memfokuskan upaya penanggulangan kebakaran hutan pada usaha pencegahan dengan mengembangkan sistem peringatan dini (early warning system) dan membangun satuan-satuan pemadam kebakaran hutan (brigade kebakaran) di tiap daerah yang rawan gangguan kebakaran hutan, dengan dukungan dana, sarana dan prasarana yang memadai.

c. Membangun jejaring kerja antara pusat dan daerah serta antardaerah. d. Mengadakan kampanye penanggulangan kebakaran hutan

3. Restrukturisasi Sektor Kehutanan

Kebijakan restrukturisasi sektor kehutanan dimaksudkan agar sumberdaya hutan dapat dikelola secara lestari, sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk itu, dalam kerangka restrukturisasi industri kehutanan diharapkan dapat tercipta industri kehutanan yang tangguh, kompetitif, tidak rentan terhadap perubahan lingkungan, serta terwujudnya struktur industri pengolahan kayu yang efisien dan berwawasan lingkungan yang dapat menghasilkan produk bernilai tinggi dan berdaya saing global.

Implementasi kebijakan berupa :

1. Terjadinya perubahan kondisi dan penurunan potensi sumber daya hutan yang

signifikan mengharuskan dilakukannya redesign pengelolaan sumber daya

hutan. Termasuk dalam hal ini adalah penetapan sistem pengelolaan dan sistem silvikultur yang sesuai dengan kondisi dan potensi sumber daya hutan, serta kondisi sosial masyarakat setempat.

2. Mempercepat pembangunan hutan tanaman untuk mengatasi kekurangan bahan baku industri.

4. Mendukung penutupan industri kehutanan yang bermasalah di BPPN, tidak efisien dan tidak didukung penyediaan bahan baku.

5. Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah :

a. Pemberlakuan sertifikasi wajib pengelolaan hutan alam produksi lestari bagi HPH/IUPHHK.

b. Pendataan kapasitas industri kehutanan yang ada saat ini dan kemampuan pasokan bahan baku.

c. Melakukan evaluasi potensi sumberdaya hutan yang ada sebagai dasar  rasionalisasi kapasitas industri.

4. Rehabilitasi dan Konservasi Sumberdaya Hutan

Kebijakan rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan dimaksudkan untuk mempercepat pulihnya kondisi sumberdaya hutan yang rusak dan lahan yang kritis serta mempertahankan dan melindungi kawasan konservasi dan keaneka ragaman

hayati beserta ekosistemnya.

Kegiatan-kegiatan rehabilitasi hutan ditujukan

Dalam dokumen Informasi Umum Kehutanan 2002 (Halaman 53-58)

Dokumen terkait