• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peternakan di Indonesia umumnya didominasi oleh peternak rakyat berskala kecil dan diusahakan sebagai usaha sambilan. Oleh karena itu salah satu sumberdaya yang menjadi relatif sangat langka bagi petani peternak adalah sumberdaya modal. Dalam upaya pengembangan bidang peternakan sekaligus dalam rangka membantu petani peternak kecil, pemerintah telah menggulirkan berbagai paket kredit sebagai sumber pembiayaan bagi petani peternak, baik dari sumber keuangan formal (pemerintah dan swasta) maupun non formal (kredit individu dan bagi hasil).

Dalam menunjang pembangunan peternakan, pemerintah melakukan berbagai cara untuk mengurangi ketergantungan impor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri. Upaya yang dilakukan yaitu membuka peluang investasi dan peluang pasar sektor peternakan melalui pengembangan investasi nasional dengan meningkatkan peran swasta dalam pembangunan peternakan untuk pemanfaatan sumberdaya lokal secara optimal (Direktorat Pengembangan Peternakan, 2004).

Target investasi yang dilakukan terhadap sub sektor peternakan tahun 1999- 2000 (Tabel 5) mengalami penurunan sebesar 25.0 persen. Penurunan terjadi baik terhadap pra produksi peternakan, produksi dan pasca produksi dengan prosentase penurunan yang sama. Dari target investasi tersebut, jumlah yang terealisasi tahun 1999-2000 juga menurun baik untuk pra produksi, produksi maupun pasca produksi.

Tabel 5. Realisasi Investasi Sub Sektor Peternakan Tahun 1999-2000

U r a i a n T a h u n Pertumbuhan Tahun 1999-2000 (%Tahun) 1999 2000 1. Pra produksi Target (Juta Rp) 290 674 218 481 -25.0 Realisasi (Juta Rp) 395 175 333 630 -16.0 Persentase (%) 136 153 12.0 2. Produksi Target (Juta Rp) 308 071 231 557 -25.0 Realisasi (Juta Rp) 552 079 440 770 -20.0 Persentase (%) 179 190 6.0 3. Pasca Produksi Target (Juta Rp) 290 674 218 481 -25.0 Realisasi (Juta Rp) 385 665 325 600 -16.0 Persentase (%) 133 149 12.0 4. Jumlah Total Target (Juta Rp) 889 419 668 518 -25.0 Realisasi (Juta Rp) 1 332 919 1 100 000 -17.0 Persentase (%) 150 165 10.0

Besarnya penurunan untuk pra produksi dan produksi masing-masing adalah 16.0 persen dan untuk tahap produksi 20.0 persen. Pada tahap pra produksi maupun pasca produksi dari investasi yang ditargetkan ternyata yang terealisasi pada tahun 1999-2000 sebesar 12.0 persen. Sedangkan pada tahap produksi dari target investasi yang terealisasi hanya sebesar 6.0 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun terjadi penurunan target investasi terhadap sub sektor peternakan.

Pemerintah sebagai motivator, akselerator, regulator, fasilitator dan promotor sangat berperan dalam pembangunan peternakan. Dalam rangka pembangunan peternakan, berbagai cara telah ditempuh oleh pemerintah Sulawesi Utara. Namun pembangunan peternakan sangat terkait dengan sumberdaya yang ada. Sehingga kebijakan pemerintah perlu dilakukan berdasarkan potensi daerah tersebut.

Program Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara tahun 2005 dalam rangka pembangunan peternakan adalah peningkatan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing komoditas peternakan, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan komoditas unggulan daerah. Dalam rangka peningkatan ketahanan pangan dengan sasaran (1) tersedianya pangan yang cukup aman, (2) tersedianya pakan ternak, (3) meningkatnya keragaman produksi, dan (4) meningkatnya kemampuan masyarakat mengatasi kerawanan pangan, pemerintah melakukan beberapa hal yaitu : (1) pengembangan kawasan inti peternakan yaitu pengembangan ternak unggul, berproduksi tinggi ditingkat petani, (2) pengendalian penyakit hewan, (3) pengembangan bibit dan pakan ternak, dan (4) penguatan kelembagaan, yaitu : (a) pengembangan kelembagaan petani (kelompok tani ternak), (b) pengembangan kelembagaan penyuluhan (PPL, BPP, Penyuluh Swakarsa).

Sasaran program peningkatan nilai tambah dan daya saing produk yaitu (1) berkembangnya usaha-usaha pertanian, (2) meningkatnya kualitas/daya saing produk, dan (3) tersedianya lapangan kerja di pedesaan. Kegiatan pokok program ini adalah pengembangan usaha bidang sector peternakan yang meliputi : (1) pengembangan usaha sektor hulu (menyangkut: pengembangan usaha pembibitan peternakan, usaha jasa alat dan mesin, pengembangan unit pelayanan sapronak, penumbuhan kredit mikro pedesaan, dan usaha pakan ternak), (2) pengembangan usahatani (menyangkut : pembinaan dan kemitraan usaha, pembinaan dan pengembangan penerapan tehnologi, pengembangan usahatani terpadu serta pengembangan usaha penggemukan, usaha jasa inseminasi buatan (IB), usaha kawin alam, pengembangan beras organik), dan (3) pengembangan usaha sektor hilir/industrialisasi pertanian berbasis pedesaan (menyangkut : pengembangan UP3HP, pengembangan produk olahan (diversifikasi produk), pengembangan Rice Milling Unit, dan fasilitas sarana pengolahan hasil).

Sasaran program peningkatan kesejahteraan petani adalah (1) meningkatnya kapasitas, posisi tawar dan pendapatan petani/pelaku usaha pertanian, (2) meningkatnya akses petani terhadap sumberdaya produktif, dan (3) meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petani. Kegiatan pokok program ini menyangkut: (1) pemberdayaan peternakan melalui BPLM, (2) pengembangan sumberdaya peternak dan petugas, dan (3) usaha meningkatkan posisi tawar petani.

Sasaran program pengembangan komoditas ungulan daerah adalah (1) peningkatan kawasan sentra, (2) meningkatnya nilai tambah, (3) diversifikasi produk, dan (4) pengembangan usaha peternakan. Kegiatan pokok program ini adalah

menyangkut : (1) integrasi jagung – ayam buras, (2) pengembangan ternak babi, dan (3) pengembangan komoditas unggulan sapi potong.

Permasalahannya, kenyataan dilapang menunjukkan program pemerintah tidak berjalan sebagaimana yang dicanangkan. Apakah benar program yang dijalankan tersebut berhasil seratus persen, terutama untuk pengembangan usaha ternak sapi. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan program yang dicanangkan pemerintah tersebut. Program yang dicanangkan pemerintah sebaiknya dibarengi dengan penerapan strategi agresif maupun strategi diversifikatif dalam pengembangan usaha ternak sapi. Strategi ini dapat diadopsi dari penelitian Hoda (2002) yang dianggap relevan dengan kondisi usaha ternak sapi di Sulawesi Utara.

Salah satu faktor penunjang produktivitas ternak sapi seperti dijelaskan di atas, yaitu ketersediaan hijauan makanan ternak. Ketersediaan hijauan ini diperlukan agar petani tidak tergantung pada limbah pertanian. Penanaman hijauan makanan ternak dapat dilakukan dibawah pohon kelapa yang tidak dimanfaatkan atau pada lahan-lahan tidur lainnya. Hijauan yang dapat ditanam misalnya rumput Setaria yang tahan kering (Hoda, 2002), leguminosa atau pohon-pohon dan jenis rumput lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan. Penanaman leguminosa dapat memberikan keuntungan yang menunjang produksi hijauan. Keuntungannya adalah tertekannya pertumbuhan gulma sehingga persaingan unsur hara yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan rumput menjadi kecil (Yuhaeni et al., 1983). Indikasinya akan terjadi peningkatan produktivitas hijauan makanan ternak.

Penyuluhan yang dicanangkan sebagai program pemerintah bagi petani peternak juga merupakan strategi agresif maupun strategi diversifikatif. Penelitian

Soenarjo yang dilakukan pada tahun 1983 masih dapat dijadikan sebagai rekomendasi dalam rangka pengembangan usaha ternak sapi. Hal ini dimungkinkan mengingat kondisi usaha ternak saat ini, di Sulawesi Utara ternyata masih bersifat ekstensif atau tradisional. Soenarjo (1983) menyarankan petani peternak diwajibkan untuk diberikan penyuluhan secara intensif. Tujuan penyuluhan ini agar usaha ternak secara tradisional dapat beralih ke usaha komersial yaitu dengan orientasi bisnis untuk memperoleh keuntungan. Dengan pengetahuan yang diberikan petani peternak dapat memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam pengelolaan usaha ternak sapi. Namun penyuluhan tidak hanya sekedar pemberian materi, tetapi harus dibarengi dengan praktek. Hal ini agar petani peternak betul-betul terampil dalam hal menyeleksi bibit ternak yang baik, dapat menentukan pakan yang sesuai kuantitas maupun kualitasnya dan dapat mengontrol kesehatan ternak sapi.

Dalam menjalankan penyuluhan serta pelatihan keterampilan peternak sebaiknya dibentuk kelompok-kelompok petani peternak. Pemerintah telah mencanangkan program pengembangan kelembagaan dalam bentuk kelompok petani peternak. Namun, kelompok yang dibentuk sesuai program pemerintah dengan pertimbangan tertentu yaitu adanya bantuan yang akan diberikan kepada kelompok. Pertimbangan ini yang menyebabkan kelompok-kelompok yang ada tidak terorganisir dan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kelompok yang dibentuk seharusnya mendapat pembinaan langsung oleh pemerintah dengan intensif dan kontinyu.

Contoh kelompok petani peternak yang telah dibentuk dan terorganisir dengan baik dan mendapat binaan khusus adalah kelompok tani ternak Torona. Kelompok ini terdapat di desa Kanonang II Kecamatan Kawangkoan yang beranggota sebanyak 28

orang. Studi Somba (2003) yaitu mempelajari aktivitas ekonomi kelompok Torona tersebut. Kelompok ini terdiri dari rumahtangga petani peternak dengan pekerjaan utama kepala keluarga, 51.53 persen sebagai petani peternak sapi. Pemeliharaan ternak sapi oleh anggota kelompok masih secara tradisional dengan tujuan pemeliharaan ternak adalah untuk tenaga kerja. Tenaga kerja ternak dimanfaatkan untuk mengolah lahan, membajak sawah dan mengangkut hasil-hasil pertanian. Ternak dibiarkan dilahan-lahan pertanian untuk mencari hijauan makanan ternak.

Usaha ternak sapi anggota kelompok Torona merupakan usaha rumahtangga, tenaga kerja yang digunakan dalam mengelola usahanya adalah tenaga kerja anggota keluarga. Kelebihan petani peternak sebagai anggota kelompok dibanding rumahtangga petani peternak individual adalah bibit yang digunakan walaupun masih bibit ternak lokal tetapi sudah diseleksi. Selain itu, ternak sapi merupakan ternak lokal hasil persilangan. Perkawinan ternak bukan lagi dengan cara alami tetapi dengan cara inseminasi buatan (IB) untuk memperoleh bibit unggul. Ternak yang lahir dilakukan vaksinasi sesuai kebutuhan dan diberi obat apabila ternak sakit.

Kelompok Torona ini terorganisir dengan baik dan mendapat binaan secara intensif dan kontinyu. Kendala yang dihadapi petani peternak anggota kelompok adalah kendala modal (Somba, 2003). Kendala ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Pemerintah dapat mencari investor untuk melakukan investasi dalam rangka pengembangan usaha ternak sapi.

Pengembangan lembaga penyuluhan sesuai program yang dicanangkan harus betul-betul dijalankan dengan melakukan pembinaan dan pelatihan bagi penyuluh termasuk petugas inseminasi (inseminator). Pembinaan inseminator dapat

meningkatkan pengetahuan, keterampilan, rasa disiplin dan tanggungjawab inseminator dalam melakukan inseminasi buatan. Soenarjo (1983) menyimpulkan bahwa pembinaan inseminator mengakibatkan adanya efisiensi reproduksi kelompok ternak sapi betina yaitu meningkat sebesar 33.15 sampai 61.25 persen.

Perdagangan antar pulau ternak sapi di Sulawesi Utara setiap tahunnya mengalami peningkatan. Kegiatan ini perlu adanya intervensi oleh pemerintah baik dalam hal harga ternak maupun dalam penentuan batas minimum bobot ternak sapi yang akan dipasarkan. Pemerintah harus menetapkan batas minimum bobot ternak sapi seperti yang dilakukan pemerintah Sulawesi Selatan (Laporan Limbong, 1989). Tujuan ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya dalam usaha ternak, peningkatan kualitas ternak dan peningkatan pendapatan peternak. Dengan penetapan batas minimum bobot ternak, petani peternak termotivasi untuk meningkatkan berat badan ternak sapi sehingga ternak dapat terjual dengan harga yang lebih tinggi. Hal ini telah dilakukan oleh seorang pedagang ternak sapi di Kecamatan Tomohon.

Pengembangan usaha ternak ditunjang dengan kebijakan pemerintah yang relevan, akan berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan rumahtangga. Namun karakteristik aktivitas rumahtangga petani peternak perlu dipelajari mengingat program pemerintah yang dicanangkan harus disesuaikan dengan kondisi rumahtangga. Kebijakan-kebijakan yang diterapkan tergantung pada kondisi usaha ternak rumahtangga di suatu wilayah tersebut. Untuk mempelajari karekteristik rumahtangga petani peternak akan dikaji model-model ekonomi rumahtangga untuk usaha-usaha lain.