• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Keekonomian Biodiesel

2.4.2 Kebijakan Subsidi

Dalam teori ekonomi, subsidi merupakan bantuan pemerintah yang berkaitan dengan keuangan yang diberlakukan untuk mendorong proses produksi atau pembelian barang atau jasa, seperti: uang dalam bentuk tunai, keringanan pajak, hambatan perdagangan. Singkatnya, subsidi dapat diartikan sebagai perbedaan antara harga yang diterima pembeli dan penjual dimana subsidi membuat harga yang diterima penjual melebihi harga yang diterima oleh pembeli. Secara umum, subsidi bertujuan untuk pemerataan (redistribution) kesejahteraan masyarakat dari satu pihak kepada pihak yang lain (Field, 2001).

Subsidi menyerupai pajak, dan dapat disebut sebagai pajak negatif, dimana efek subsidi menimbulkan efek berlawanan dari efek yang ditimbulkan pajak. Manfaat subsidi terbagi antara penjual dan pembeli, tergantung elastisitas penawaran dan permintaan. Namun subsidi juga memiliki efek negatif, yaitu subsidi dapat menimbulkan inefisiensi pasar. Walaupun menimbulkan inefisiensi pasar, subsidi tetap diberikan pemerintah karena subsidi membuat masyarakat menikmati keuntungan, namun subsidi juga cenderung menutup kemungkinan pihak tertentu mendapatkan keuntungan yang tidak didapatkan pihak lain.

Kebijakan subsidi tetap dijalankan pemerintah karena dua alasan: (1) pemberhentian subsidi akan menutup kemungkinan suatu pihak menikmati keuntungan yang tidak dinikmati pihak lain; (2) pemberhentian subsidi akan turut menghentikan pemerataan kesejahteraan pada pihak-pihak tertentu. Penggunaan subsidi sebagai kebijakan dapat lebih luas lagi, termasuk di sektor energi suatu negara. Subsidi itu dikenal dengan nama subsidi energi. Definisi subsidi energi, dalam (UNEP/OECD/IEA 2002) adalah segala tindakan pemerintah yang memberikan perhatian khusus kepada sektor energi dengan maksud:

1. Menurunkan biaya bagi konsumen dan produsen; 2. Menjaga harga produksi lebih tinggi dari harga pasar; 3. Menurunkan harga yang dibayarkan konsumen energi.

B. Bentuk – Bentuk Subsidi Energi

Subsidi energi adalah segala tindakan yang mempengaruhi pengembangan dan alokasi dari teknologi energi dan sumber daya. Subsidi diberikan pada konsumen dan produsen dalam bentuk direct financial

interventions dan indirect adminstrative interventions. Dalam klasifikasi ini, yang diperhatikan adalah pengaruh pada harga atau biaya, baik langsung maupun tidak langsung. Contoh bentuk intervensi subsidi langsung, yaitu bantuan dalam bentuk tunai. Sedangkan bentuk intervensi tidak langsung yaitu instrumen dalam bentuk pajak khusus, halangan perdagangan, dan regulasi Pemerintah. Selain itu, subsidi dibedakan menjadi dua, on-budget dan off-budget expeditures. Subsidi dalam anggaran (on-budget) adalah pengeluaran aktual institusi pemerintah, seperti biaya riset. Subsidi di luar anggaran (off-budget) adalah suatu tindakan khusus yang tidak diterapkan pada semua teknologi energi, untuk mendorong industri mengembangkan teknologi yang spesifik. Contohnya: hilangnya pendapatan dan simpanan pemerintah untuk pembiayaan aset energi. Selain itu, terdapat kredit pajak untuk investasi dan produksi (Investment and Production Tax Credits and Production Incentive Payments).

Beberapa bentuk subsidi, diantaranya:

 Kebijakan subsidi dalam bentuk tunai. Kebijakan ini dapat berupa dana bantuan, baik kepada produsen maupun konsumen. Bentuknya, antara lain adalah pinjaman berbunga rendah kepada produsen dan hibah untuk mendorong penggunaan teknologi energi yang efisien.

 Kebijakan subsidi dalam bentuk perlakuan pajak khusus. Kebijakan ini dapat berupa potongan pajak atau retribusi, royalti dan tarif.

 Kebijakan subsidi dalam bentuk halangan perdagangan. Kebijakan ini dapat berupa kuota, embargo perdagangan, dan larangan teknis.

 Kebijakan subsidi dalam bentuk regulasi pemerintah. Kebijakan ini berupa kontrol harga, peraturan lingkungan, lisensi, sertifikasi, restriksi untuk masuk ke dalam pasar, pembangunan infrastruktur energi, penelitian dan pengembangan teknologi.

C. Public Service Obligation(PSO)

PSO merupakan bagian dari subsidi tetapi ada perbedaan baik pengertian maupun mekanisme penyaluran dan kepada siapa PSO diberikan. Untuk meringankan beban masyarakat, pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi. Setiap tahun pemerintah menanggung beban subsidi yang cenderung meningkat, apalagi semenjak krisis ekonomi tahun 1997.

Dalam APBN tahun 2007, pemerintah mengalokasikan dana untuk subsidi sebesar Rp103,9 trilyun termasuk bantuan pemerintah kepada BUMN atau

swasta dalam usaha peningkatan pelayanan umum atau PSO. Secara umum subsidi dalam APBN 2007 dapat dikelompokkan dalam 2 kelompok besar yaitu jenis (i) Subsidi Energi dan (ii) Subsidi non BBM. Subsidi energi ditujukan untuk menstabilkan harga BBM. Sedangkan subsidi non BBM terdiri atas subsidi listrik, subsidi pangan (raskin); subsidi pupuk; subsidi benih; subsidi kredit program dan subsidi Public Service Obligation(PSO) (Kemenkeu 2010).

Salah satu subsidi yang cenderung meningkat setiap tahunnya adalah subsidi atau bantuan dalam rangka penugasan atau PSO. PSO adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh negara akibat disparitas atau perbedaan harga pokok penjualan BUMN atau swasta dengan harga atas produk atau jasa tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah agar pelayanan produk atau jasa tetap terjamin dan terjangkau oleh sebagian besar masyarakat (publik).

Ada perbedaan pengertian antara PSO dan subsidi, walaupun PSO yang kita kenal dalam APBN merupakan bagian dari belanja subsidi. Dasar hukum PSO adalah Undang-undang RI Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Pasal 66 ayat 1. Menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tersebut, pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN. Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak feasible, pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin yang diharapkan. Dalam hal ini, terdapat intervensi politik dalam penetapan harga.

Pemberian subsidi dalam rangka penugasan pelayanan umum yang sesuai dengan UU BUMN baru diberikan sejak tahun 2004. Adapun BUMN yang diberikan tugas PSO adalah BUMN-BUMN yang bergerak di bidang transportasi dan komunikasi, seperti PT. Kereta Api (Persero) untuk tugas layanan jasa angkutan kereta api kelas ekonomi, PT. Pos Indonesia (Persero) untuk tugas layanan jasa pos pada kantor cabang luar kota dan daerah terpencil, PT. Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) untuk tugas layanan jasa angkutan laut kelas ekonomi, dan PT. TVRI (Persero) antara lain untuk program penyiaran publik.

Sebelum tahun anggaran (TA) 2004, subsidi atau bantuan dalam rangka penugasan tersebut dianggarkan dalam pos pengeluaran rutin lainnya. Subsidi/bantuan PSO ini pada TA 2004 adalah sebesar Rp700,66 miliar, pada TA 2005 meningkat menjadi Rp819,1 miliar (termasuk untuk TVRI sebesar

Rp143,58 miliar), pada TA 2006 meningkat menjadi sebesar Rp1.215,0 miliar (tidak termasuk TVRI karena dimasukkan dalam anggaran lain-lain). Sedangkan pada TA 2007 dianggarkan menjadi sebesar Rp950,00 miliar, adapun kebijakan dalam pemberian bantuan atau subsidi PSO tersebut yaitu besaran subsidi atau bantuan PSO tersebut disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara. Komoditas bahan bakar minyak yang masih menjadi komoditas yang disubsidi seperti Tabel 12.

Tabel 12. Subsidi komoditas BBM.

Sumber : BPH Migas, 2005. Keterangan Tabel :

- R (Regulated) : Harga ditetapkan Pemerintah (masih mengandung subsidi harga).

- NR (Non Regulated) : Harga sudah tidak mengandung subsidi. - NA(Non Regulated) : Sudah tidak dipasarkan lagi.

- Kategori BBM (Tahap II) : Premium, minyak tanah,minyak solar, minyak diesel, minyak bakar.

- Kategori non BBM (Tahap III) : Minyak bakar, Avtur, Avgas, LPG, Pelumas, Aspal, Parasilin, dll.

TAHAP V (2007)

M.Tanah

a.Bersubsidi R R R NR Rumah Tangga, Usaha Kecil

b. Industri R R R NR NR Industri

2

Premium R R R NR

Angkutan pribadi, umum, Khusus, TNI/POLRI M.Solar

a.Transportasi R R R NR

Angkutan pribadi, umum, laut, Khusus, Nelayan

b.Industri R R NR NR

Industri,PLN,

Peertambangan,TNI/POLRI

4 M.Diesel R R NR NA NA Industri, PLN, Angkutan laut,

Domestrik, Kapal Berbendera Asing, Kapal tujuan luar negeri

5 M.Bakar R R NR Industri, PLN, Angkutan laut,

Domestrik, Kapal Berbendera Asing, Kapal tujuan luar negeri

6 Avtur R R NR Industri penerbangan,

TNI/POLRI

7 Avigas R R NR Industri penerbangan,

TNI/POLRI KONSUMEN 1 3 NR NR NR TENTATIF

NO JENIS BBM TAHAP I TAHAP II

NA NA NR NR NR NR NR NR R NR NR R NR NR NR TAHAP SELANJUTNYA TAHAP III (2005) R NR R TAHAP IV (2006)

Sejak diluncurkannya program Bahan Bakar Nabati (BBN), biodiesel hingga Desember 2009 pembelian biodiesel oleh PT. Pertamina (Persero) harganya didasarkan pada mekanisme business to business(B to B).

Pada 1 Januari 2009 hingga 1 Januari 2010, sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 2712K Tahun 2009 tentang Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Nabati (HIP-BBM). Harga indeks pasar bahan bakar untuk jenis biodiesel didasarkan pada HIP-BBM sebagaimana ditambah Rp1.000,00, kemudian terhitung 1 Januari 2010 hingga Desember 2011 HIP-BBM untuk jenis biodiesel, didasarkan Harga Patokan Ekspor Biodiesel dari minyak sawit (Fatty Acid Methyl Esters) yang ditetapkan Menteri Perdagangan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 1956 Tahun 2012 bahwa setiap bulan dengan faktor konversi sebesar 870 kg/m3. Sehingga subsidi BBN tahun 2010 hingga tahun 2011 rata-rata sebesar Rp2.000,00/liter, sedangkan untuk subsidi BBN tahun 2012 rata-rata sebesar Rp3.000,00/liter. Artinya, yang disubsidi adalah selisih harga indeks BBN Biodiesel dengan MOPS solar.

Dokumen terkait