• Tidak ada hasil yang ditemukan

Management model of sustainable utilization of palm oil biodiesel in Jakarta and its surrounding

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Management model of sustainable utilization of palm oil biodiesel in Jakarta and its surrounding"

Copied!
214
0
0

Teks penuh

(1)

YANG BERKELANJUTAN

DI JAKARTA DAN SEKITARNYA

DJATI POETRYONO DHARMOSAMOEDERO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya berjudul : MODEL PENGELOLAAN PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI BIODIESEL KELAPA SAWIT YANG BERKELANJUTAN DI

JAKARTA DAN SEKITARNYA, merupakan hasil penelitian disertasi saya sendiri,

dengan bimbingan para komisi pembimbing kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah disajikan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, September 2012

(4)
(5)

ABSTRACT

DJATI POETRYONO DHARMOSAMOEDERO, Management Model of Sustainable Utilization of Palm Oil Biodiesel in Jakarta and its Surrounding, Under supervision of BAMBANG PRAMUDYA, SURJONO HADI SUTJAHJO, AND ZULKIFLI RANGKUTI,

Research on biodiesel, is still a further study on the technical and economic aspects, while the ongoing research of integrated policy still not exists. Therefore it is necessary to do research on the use of palm oil biodiesel as biofuel that sustainable, especially in the area of Jakarta and its surrounding, such as part of Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi .This study, in general aim to build a model of the management of palm oil biodiesel as biosolar in the such area on an ongoing basis. Object of the study limits the fuel distribution line administratively located in the Jakarta area. This research method is done by soft systems approach methodology (SSM), mainly using analytical techniques MDS (Multidimensional scaling), interpretative Structural Modeling (ISM), and AHP (Analytical Hierarchy Process), which supported by other methods such as brainstorming, expert survey (survey of experts) , face validity and policy analysis either hard system approach methodology (HSM), such as the economic feasibility analysis (BEP, B / C Ratio, NPV, IRR and Payback Period) and dynamic system analysis. The results of MDS analysis showed that of the five dimensions of sustainability, only environmental and technological dimensions beyond the sustainability index. While the other three dimensions (social, economic, and policy) have not met the limits of sustainability indexes. In general, the review of utilization of Biodiesel as biofuel from view point of economic is feasible but not sufficiently attracts the investment. At time being the existing regulation are still to be deployed in such manner in order to be workable, especially the local regulatory that in line with such program as shown in the result of policy content analysis result.. ISM analysis results show the structure of influence and interest levels conjunction to achieve the management of sustainable utilization of Biodiesel as biofuel. AHP results indicate that increasing the content of biodiesel is still a priority that must be done to support the management of sustainable utilization of Biodiesel as biofuel in the Jakarta area supported by following the price of raw materials, increasing the role of central government, and ensuring the availability of fuel in the Jakarta area. All analysis results can be developed as BBN model of management ofsustainable utilization of palm oil biodiesel in Jakarta and its surrounding

(6)
(7)

RINGKASAN .

DJATI POETRYONO DHARMOSAMOEDERO, Model Pengelolaan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Biodiesel Kelapa Sawit di Jakarta dan sekitarnya, di bawah bimbingan BAMBANG PRAMUDYA, SURJONO H. SUTJAHJO dan ZULKIFLI RANGKUTI.

Pemanasan global adalah peristiwa naiknya suhu permukaan bumi akibat naiknya kadar gas rumah kaca (GRK) (Sumarwoto 2001). Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mengurangi GRK adalah dengan mensubstitusi konsumsi bahan bakar minyak fosil (BBF) dengan bahan bakar nabati (BBN). Indonesia merupakan negara yang kaya sumber daya alam (SDA) minyak nabati yang merupakan bahan setengah jadi untuk proses BBN. BBN ini mempunyai peluang yang besar dalam berkontribusi mengurangi GRK. Minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil, CPO) dan minyak bijinya kernel palm oil (KPO), saat ini telah dihasilkan oleh Indonesia, bahkan Indonesia saat ini merupakan penghasil CPO paling besar di dunia, dan CPO ini merupakan bahan setengah jadi untuk biodiesel pengganti fosil solar (KESDM 2009).

Substitusi konsumsi BBF dengan BBN diharapkan mampu mengurangi beban kebutuhan energi akibat pertumbuhan penduduk (DJLPE 2006) dan mengantisipasi semakin menurunnya produksi minyak bumi Indonesia (KESDM 2009), serta mengurangi polusi udara. Penelitian tentang biodiesel selama ini masih terfokus pada aspek teknis dan ekonomis saja, sedangkan penelitian pada aspek kebijakan yang berkelanjutan dan terintegrasi masih belum ada. Oleh karenanya, perlu dilakukan penelitian tentang prioritas alternatif pengelolaan BBN Biodiesel kelapa sawit yang berkelanjutan terutama di kawasan Jakarta dan sekitarnya.

Tujuan utama penelitian adalah membangun model pengelolaan bahan bakar nabati biodiesel kelapa sawit di Jakarta dan sekitarnya, sesuai dengan roadmap target bauran energi nasional yang telah ditetapkan dan dilakukan dengan Permen ESDM Nomor 32 Tahun 2008. Guna membangun model tersebut, beberapa tujuan spesifik telah dirancang untuk memenuhi sub tujuan penelitian sebagai berikut: (1) Menganalisis keberlanjutan sistem dan potensi pengelolaan atau pemanfaatan biodiesel berbahan baku minyak nabati kelapa sawit di Jakarta dan sekitarnya; (2) Menganalisis kelayakan ekonomi pengelolaan BBN Biodiesel; (3) Menganalisis kebijakan pengelolaan BBN Biodiesel kelapa sawit; dan (4) Merekayasa model pengelolaan BBN Biodiesel kelapa sawit secara berkelanjutan di Jakarta dan sekitarnya.

Lokasi penelitian adalah batas jalur distribusi BBM yang secara administratif berada di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan soft system methodology (SSM), terutama menggunakan teknik analisis Multidimensional Scalling(MDS), Interpretative Structural Modelling(ISM), dan Analytical Hierarchy Process (AHP) yang didukung metode lainnya seperti brainstroming, expert survey (survei pakar), face validity dan analisis kebijakan. Selain itu digunakan juga pendekatan hard system methodology (HSM), seperti analisis kelayakan ekonomi (B/C Ratio, NPV, IRR dan Pay Back Period) dan analisis sistem dinamik.

(8)

Hasil analisis keberlanjutan pengelolaan BBN Biodiesel di Jakarta dan sekitarnya saat ini menunjukkan bahwa dari lima dimensi keberlanjutan hanya dimensi lingkungan (skor 52,56) dan dimensi teknologi (skor 52,95) yang melewati batas indeks keberlanjutan. Sementara dimensi lainnya, yaitu dimensi kebijakan (skor 46,13), dimensi sosial (skor 46,38), dan dimensi ekonomi (skor 43,20) belum memenuhi batas indeks keberlanjutan. Sehingga secara keseluruhan nilai rata-rata keberlanjutan pengelolaan BBN Biodiesel di Jakarta dan sekitarnya (skor 48,24) juga belum memenuhi indeks keberlanjutan yang disyaratkan (skor 50,00). Nilai indeks keberlanjutan tersebut sangat dipengaruhi berbagai atribut yang memiliki sensitivitas paling tinggi dalam setiap dimensi.

Secara umum, pemanfaatan BBN Biodiesel memiliki kelayakan ekonomi ditinjau dari berbagai aspek dalam kondisi khusus. Berdasarkan tingkat diskonto (discount rate) 15,19%, diperoleh: (1) benefit cost ratioatau PI diperoleh sebesar 1,02300; (2) NPV sebesar Rp4.359.133.645; (3) IRR sebesar 15,72% lebih besar dibandingkan Required Rate of Return yang ditentukan (15,19%); (4) dan Payback Periodyang dihasilkan adalah 7 tahun.

Analisis kebijakan pengelolaan BBN Biodiesel kelapa sawit secara umum menghasilkan tiga hal pokok, yaitu:

(a) Setiap regulasi memiliki keterkaitan dengan aspek kunci yang dikaji. Sebaran aspek kunci pada setiap regulasi bervariasi. Hal ini menunjukkan perlunya berbagai regulasi yang mengatur berbagai isu terkait pengelolaan BBN Biodiesel di Jakarta dan sekitarnya. Aspek kunci lingkungan hidup dan pengelolaan sudah banyak masuk dalam ranah kebijakan, tetapi isu tentang polusi dan pemanasan global masih perlu ditingkatkan dalam ranah regulasi. Selain itu, masih diperlukan regulasi yang bisa mengatur tentang tataran implementasi yang tidak terdapat dalam semua regulasi yang dikaji. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah masih minimnya peraturan daerah di luar DKI Jakarta (Bodetabek) yang terkait dengan isu yang dikaji saat ini.

(b) Hasil penilaian pakar terhadap hubungan kontekstual para pelaku menunjukkan struktur tingkat pengaruh dan kepentingan guna menyusun sistem kelembagaan pengelolaan BBN Biodiesel secara berkelanjutan. Selain itu, sistem pengelolaan bisa mengacu pada hubungan kontekstual dan level hierarki elemen tujuan pengelolaan BBN Biodiesel secara berkelanjutan. Penyelesaian masalah mengacu pada model struktur hierarki sub-elemen pada elemen kendala utama.

(c) Hasil AHP menunjukkan bahwa peningkatan kandungan biodiesel masih merupakan prioritas yang harus dilakukan guna menunjang pengelolaan BBN Biodiesel secara berkelanjutan di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Hal ini ditunjang dengan perbaikan faktor harga bahan baku, peningkatan peran pemerintah pusat, dan menjamin ketersediaan BBM di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

(9)

harus diambil adalah dengan melakukan peningkatan kandungan biodiesel. Sementara langkah-langkah kebijakan strategis dan operasional yang harus dilakukan mengikuti model prioritas perbaikan keberlanjutan berdasarkan analisis berbagai dimensi keberlanjutan. Selain itu, dilakukan kebijakan untuk mencapai tujuan dan menyelesaikan kendala sesuai hasil analisis ISM. Pendanaan pengelolaan diupayakan melalui dukungan pemerintah pusat dan daerah, serta sharing dari hasil keuntungan pihak swasta dalam mengelola BBN Biodiesel di Jakarta dan sekitarnya.

(10)
(11)

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

(12)
(13)

MODEL PENGELOLAAN PEMANFAATAN

BAHAN BAKAR NABATI BIODIESEL KELAPA SAWIT

YANG BERKELANJUTAN

DI JAKARTA DAN SEKITARNYA

DJATI POETRYONO DHARMOSAMOEDERO

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)
(15)

Judul Disertasi : Model Pengelolaan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Biodiesel Kelapa Sawit di Jakarta dan Sekitarnya Nama : Djati Poetryono Dharmosamoedero

NIM : P062074124

Program Studi : Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N., M.Eng. Ketua

Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S. Dr. Zulkifli Rangkuti, S.E., M.M., M.Si.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi PSL Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S Dr. Ir. Dahrul Syah,M.Sc.Agr

(16)

Penguji pada ujian terbuka : Prof. Dr. Ir. Kohar Sulistyadi, M.STI.

(17)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, berkat ridhoNya, penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Disertasi ini berjudul Model Pengelolaan Bahan Bakar Nabati Biodiesel Kelapa Sawit yang berkelanjutan di Jakarta dan sekitarnya, disusun sebagai salah satu syarat untuk memproleh gelar Doktor pada Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Untuk semua ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof.Dr.Ir.Bambang Pramudya N.,M. Eng. sebagai ketua pembimbing, Prof.Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS., dan Dr.Zulkifli Rangkuti, SE., MM, M.Si., sebagai anggota komisi pembimbing, atas bimbingan dan dorongannya dalam menyusun disertasi ini. Selain itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Prof.Dr.Ir. Cecep Kusmana, MS., selaku ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSL) Institut Pertanian Bogor, demikian pula kepada pihak-pihak Kementerian ESDM, PT.Pertamina (Persero), Pemerintah Daerah Bekasi, Bogor dan Jakarta, serta Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan pihak lainnya yang telah memberi kesempatan dan bantuan selama proses penelitian sampai dengan tersusunnya disertasi ini.

Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna, sehingga masukan baik kritikan maupun saran, sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan disertasi ini.

Semoga disertasi ini memberikan manfaat bagi banyak pihak.

Bogor, September 2012

(18)

Wienarto Dharmosamoedero BSc. (Alm) dan RA. Hermini, menikah dengan dr. Ambarwati yang bekerja di PT. Askes (Persero), dikaruniai dua orang anak yaitu Bodhimula Satyajati, saat ini sedang menempuh pendidikan di Mechanical Engineering, Queensland University of Technology, Brisbane Australia dan Dwitya Wilasarti, saat ini sedang menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Penulis menyelesaikan pendidikan Strata-1 di Departemen Mesin Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, pada tahun 1982, pendidikan Strata-2 untuk Bidang Manajemen ditempuh pada tahun 1995 sampai dengan tahun 1997 di Institut Bisnis Indonesia, Jakarta.

Sejak tahun 2007 penulis menempuh pendidikan Strata-3 di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor untuk Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan.

Sejak tahun 1982 sampai dengan saat ini penulis bekerja di PT.Rekayasa Industri, sebuah BUMN yang bergerak di bidang perekayasaan dan konstruksi dengan jabatan saat ini adalah Direktur Proyek Pembangunan PLTU 1 x 625 Mega Watt di Suralaya, Propinsi Banten di samping penugasan sebagai Dewan Direksi pada PT. Bakrie-Rekin Bio Energi di Batam. Pada tahun 1995 sampai dengan 1997 penulis menjabat sebagai Management Representative PT. Rekayasa Industri dengan tugas membangun Sistem Manajemen Mutu ISO 9001untuk perusahaan Engineering Procurement Construction (EPC) dan mendapatkan sertifikat ISO 9001dari Lloyd Register Quality Assurance (LRQA).

Training/seminar yang diikuti dan sertifikat yang diperoleh antara lain :

1. Tahun 1995 :On The Job Traininguntuk Manajemen Mutu EPC Company ISO 9001di ABB-Lummus B.V., Den Haag, Belanda

2. Tahun 1996 : Advance Management Course (AMC) dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan di Jakarta dan Melbourne Australia

3. Tahun 1997 lulus dan mendapat sertifikat Project Management Professional (PMP) dari Project Management Institute (PMI), USA. Certification Number 10348

4. Tahun 1997 sampai dengan 2011 aktif mengikuti seminar dan konferensi tentang Bio Diesel, terakhir pada Desember tahun 2011 sebagai peserta Biofuel International Conferencedi Kuala Lumpur Malaysia.

Pengalaman lain di bidang industri energi:

1. 1998-2000 : Project Manager pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (Geothermal Power Plant) Wayang-Windu berkapasitas 2 x 110 Mega Watt di Pangalengan Jawa Barat

2. 2001-2003 : Sub Kontraktor Bidang Mechanical pada Proyek Langit Biru, Pengilangan Minyak Pertamina di Balongan, Indramayu Jawa Barat. 3. 2009 : Anggota Tim Pengawasan Pelaksanaan Sertifikasi Kompetensi

Tenaga Teknik Ketenagalistrikan, Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi, Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral.

(19)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... xv

Daftar Isi... xxi

Daftar Tabel... xxv

Daftar Gambar ... xxvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Kerangka Pemikiran... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 13

1.4 Perumusan Masalah ... 13

1.5 Manfaat Penelitian ... 15

1.6 Kebaruan Penelitian (Novelty)... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Berkelanjutan ... 17

2.1.1 Pengertian Pembangunan Berkelanjutan... 17

2.1.2 Pandangan Neoclassical... 21

2.1.3 Pandangan Ecological... 22

2.2 Pemanfaatan BBN Biodiesel Kelapa Sawit dalam Pembangunan Berkelanjutan ... 23

2.1.1 Emisi Gas Buang BBN Biodiesel Kelapa Sawit ... 24

2.2.2 Gas Rumah Kaca dan Efek Rumah Kaca ... 26

2.2.3 Konsep Perubahan Iklim ... 30

2.2.4 Mekanisme dalam Protokol Kyoto ... 32

2.3 Keekonomian Biodiesel... 36

2.3.1 Biodiesel (FAME) ... 36

2.3.2 Gambaran Umum Industri Biodiesel... 37

2.3.3 Rantai Pasokan(Supply Change) Biosolar ... 44

2.3.4 Penetapan Harga BBN Biodiesel berdasarkan MOPS plus 44 2.4 Kebijakan Terkait BBN Biodiesel... 45

2.4.1 Kebijakan Energi Nasional ... 46

2.4.2 Kebijakan Subsidi ... 49

2.4.3 Kebijakan Daerah di Jakarta dan sekitarnya ... 53

2.5 Pendekatan Sistem ... 53

2.5.1 Analisis Sistem Dinamik ... 55

2.5.2 Pemodelan... 57

2.5.3 Verifikasi dan Validasi Model... 61

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 65

3.2 Metode Pengumpulan Data... 68

3.2.1 Brainstroming... 70

3.2.2 Survei Pakar ... 70

(20)

3.3.4 Analisis ISM ... 81

3.3.5 Proses Hirarki Analitik (AHP)... 84

3.3.6 Pemodelan ... 91

BAB IV KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN 4.1 Keberlanjutan Dimensi Lingkungan ... 93

4.2 Keberlanjutan Dimensi Ekonomi... 95

4.3 Keberlanjutan Dimensi Sosial... 97

4.4 Keberlanjutan Dimensi Teknologi ... 98

4.5 Keberlanjutan Dimensi Kebijakan... 100

4.6 Nilai Agregat Keberlanjutan... 102

BAB V KELAYAKAN USAHA DAN KEEKONOMIAN BIODIESEL 5.1 Discount Factor ... 107

5.2 Perbandingan Keuntungan dan Biaya (B/C Ratio)... 108

5.3 Net Present Value (NPV)... 108

5.4 Internal Rate of Return (IRR)... 109

5.5 Pay Back Period (PBP) ... 109

5.6 Analisa Sensitivitas ... 109

BAB VI ANALISIS ISI KEBIJAKAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN YANG ADA SAAT INI 6.1 Regulasi Pengelolaan ... 113

6.1.1 Fokus Regulasi Terkait Pengelolaan BBN Biodiesel di Jakarta dan sekitarnya... 113

6.2 Strukturisasi Pengelolaan... 116

6.2.1 Elemen Pelaku ... 117

6.2.3 Elemen Tujuan ... 122

6.2.4 Elemen Kendala ... 127

6.3 Prioritas Kebijakan ... 131

BAB VII MODEL PENGELOLAAN BBN BIODIESEL DI JAKARTA DAN SEKITARNYA 7.1. Analisis Sistem Dinamik Pengelolaan Pemanfaatan BBN Biodiesel BBN Biodiesel di Jakarta dan sekitarnya... 137

7.1.1 Pengembangan Model Dinamik ... 137

7.1.2 Model Dinamik ... 138

7.1.3 Simulasi Model... 141

7.1.4 Skenario Model ... 149

7.1.5 Validasi Model... 151

7.2. Sintesa Hasil ... 154

7.2.1 Dasar Regulasi ... 154

7.2.3 Kelembagaan ... 155

(21)

BAB VIII KESIMPULAN & SARAN

8.1. Kesimpulan ... 161 8.2. Saran ... 164

DAFTAR PUSTAKA... 167

(22)

1. Produksitivitas Tumbuhan Penghasil Minyak Nabati ... 4 2. Realisasi penjualan biofuel ... 4 3. Mandatori biodiesel sektor transportasi PSO ... 8 4. Proyeksi kebutuhan energi primer Indonesia tahun 1995-2020 10 5. Rata-rata emisi gas buang dalam volume bahan bakar yang dikonsumsi 25 6. Karakteristik Gas Rumah Kaca Utama ... 28 7. Karakteristik Pemanasan Relatif Gas Rumah Kaca ... 29 8. Kontribusi Berbagai Kegiatan Terhadap Pemanasan Global 29 9. Perbandingan teknologi dalam pemakaian bahan kimia... 39 10. Perbandingan teknologi dalam pemakaian bahan baku ... 40 11. Perbandingan teknologi dalam pemakaian utilitas... 41 12. Subsidi komoditas BBM ... 52 13. Pasokan FAME, Solar dan Biosolar oleh Jakarta Operation Group

2009-2011... 67 14. Jumlah SPBU yang dipasok oleh PT Pertamina JBB Jakarta... 68 15. Structural self interaction matrix(SSIM) awal elemen ... 82 16. Hasil Reachability Matrix (RM) Final Elemen ... 83 17. Matriks Sub Sistem Hirarki... 86 18. Penjelasan tingkat kepentingan pada skala dasar 1-9... 87

19. Pembangkit Random (R) 90

20. Skor keberlanjutan pengelolaan BBN Biodiesel di Jakarta dan

sekitarnya 102

21. Rencana anggaran biaya investasi ... 106 22. Pertimbangan tingkat diskonto ... 107 23. Penilaian investasi produksi biodiesel ... 109 24. Hasil analisa sensitivitas ... 110 25. Proporsi beberapa aspek kunci dalam regulasi terkait pengelolaan BBN

Biodiesel 114

26. Matriks interaksi tunggal terstruktur elemen pelaku 118

27. Hasil reachabilityrevisi elemen pelaku 118

(23)

32. Analisis pemodelan para pihak dalam pengelolaan pemanfaatan BBN

Biodiesel di Jakarta dan sekitarnya 137

33. Hasil simulasi keekonomian BBN Biodiesel 148

34. Skenario intervensi parameter model 149

35. Data validasi HPP model pengelolaan BBN Biodiesel di Jakarta dan

(24)

Halaman

1. Perbandingan produksi dan konsumsi BBM di Indonesia

(25)

30. Hasil analisis sensitivitas atribut pada dimensi ekonomi………….. 96 31. Hasil analisis ordinasi dimensi sosial……… 97 32. Hasil analisis sensitivitas atribut pada dimensi sosial……… 98 33. Hasil analisis ordinasi dimensi teknologi………. 99 34. Hasil analisis sensitivitas atribut pada dimensi teknologi………….. 100 35. Hasil analisis ordinasi dimensi kebijakan……… 101 36. Hasil analisis sensitivitas atribut pada dimensi kebijakan…………. 101 37. Keberlanjutan pengelolaan BBN Biodiesel di Jakarta dan

sekitarnya………... 102 38. Skala ekonomis pada produksi biodiesel ………. 105 39. Hasil analisa sensitivitas ………. 110 40. Jumlah aspek kunci yang terkandung pada setiap regulasi……... 115 41. Rata-rata proporsi dan regulasi terkait berdasarkan aspek kunci … 116 42. Klasifikasi elemen pelaku berdasarkan tingkat ketergantungan

dan daya pendorongnya……….. 119 43. Level hierarki dan hubungan dalam elemen pelaku... 121 44. Klasifikasi elemen tujuan berdasarkan tingkat ketergantungan

dan daya pendorongnya……….. 125 45. Level hierarki dan hubungan dalam elemen tujuan……… 126 46. Klasifikasi elemen kendala berdasarkan tingkat ketergantungan

dan daya pendorongnya……….. 129 47. Level hierarki dan hubungan dalam elemen kendala... 130 48. Struktur proses hirarki analitik (AHP)... 133 49. Indeks konsistensi pada setiap elemen dalam struktur AHP... 134 50. Kontribusi level faktor terhadap level fokus... 134 51. Kontribusi level aktor terhadap level fokus... 135 52. Kontribusi level kriteria terhadap level fokus... 135 53. Agregat pembobotan dalam struktur AHP... 136 54. Nilai bobot alternatif penentuan kebijakan... 137 55.Causal loopmodel pengelolaan BBN Biodiesel di Jakarta dan

sekitarnya ……… 138

56.Stock-flow diagram model pengelolaan BBN Biodiesel

(26)

61. Hasil simulasi potensi pengurangan CO2 di Jakarta dan

Sekitarnya……… 144

62. Hasil simulasi potensi CDM CO2 dari hasil pemanfaatan

biodiesel di Jakarta dan sekitarnya………. 145 63. Hasil simulasi harga CPO………. 145 64. Hasil simulasi harga pokok penjualan (HPP)………. 146 65. Hasil simulasi indeks harga ekspor (IHE) Biodiesel……….. 146 66. Hasil simulasi selisih harga HPP dan IHE………. 147 67. Hasil simulasi skenario harga CPO……… 149 68. Hasil simulasi skenario selisih HPP dan harga pembelian

Pemerintah……….. 150

69. Hasil simulasi skenario potensi nilai CDM CO2………. 150 70. Perbandingan HPP aktual dan simulasi……….. 152 71. Perbandingan IHE aktual dan simulasi……….. 154 72. Model konseptual pengelolaan pemanfaatan BBN Biodiesel

yang berkelanjutan di Jakarta dan sekitarnya………. 159

DAFTAR PUSTAKA

(27)

1.1. Latar Belakang

Sejak dari zaman prasejarah sampai zaman awal sejarah hanya kayu yang digunakan oleh manusia sebagai bahan bakar untuk keperluan memasak dan pemanasan. Untuk keperluan ini, kayu diperoleh dari pohon dan hutan di sekitar permukiman, ketika itu tidak ada pilihan lain. Sejalan dengan kemajuan peradaban manusia, selain sebagai bahan bakar, kayu juga dipakai untuk memenuhi kebutuhan lainnya berupa antara lain untuk alat rumah tangga, perahu dan sebagainya yang dikerjakan dengan cara bertukang.

Selain menggunakan kayu, manusia kemudian memanfaatkan sumber daya alam lain yang murah dan dapat diperbarui yaitu energi angin yang digunakan untuk pengangkutan (sebagai tenaga pendorong kapal layar) dan untuk menjalankan kincir angin, dua hal tersebut merupakan contoh keberhasilan manusia dalam memanfaatkan energi angin, selanjutnya manusia memanfaatkan sumber daya tenaga air untuk pertukangan dan penggilingan. Energi angin dan energi air tersebut merupakan contoh energi yang terbarukan di samping tenaga panas matahari.

Sekitar awal abad ke 13, manusia memanfaatkan batu bara sebagai sumber energi untuk memasak dan pemanasan. Pada abad ke-18 dengan ditemukan mesin uap yang menggunakan batu bara sebagai sumber energi, telah memercik api Revolusi Industri di Eropa. Saat itu energi mulai digunakan secara besar-besaran, dimana batu bara berperan sebagai bahan baku untuk membuat kokas yang diperlukan dalam pengerjaan logam untuk membuat mesin uap yang digunakan untuk menjalankan alat angkut pada awal abad ke-19.

Pada saat yang hampir bersamaan, yaitu pada awal abad ke-19, minyak bumi berperan dalam pemanasan maupun penerangan dan mulai menggantikan batu bara. Setelah dapat diperoleh dengan lebih mudah, maka minyak bumi menggantikan batu bara untuk keperluan memasak. Selain itu, minyak bumi digunakan juga sebagai penggerak alat pengangkutan dengan motor pembakaran yang memakai minyak, maka sebagai bahan bakar, minyak bumi berangsur-angsur menggantikan batu bara.

(28)

pada awal abad ke-20 pembangkit tenaga listrik memakai batu bara dan minyak bumi sebagai bahan bakar. Berikutnya gas bumi juga dipakai sebagai bahan bakar dalam pembangkitan tenaga listrik, dan pada saat yang sama, yaitu awal abad ke-20, sumber daya energi air juga mulai dimanfaatkan untuk pembangkitan tenaga listrik. Menjelang pertengahan abad ke-20, energi nuklir mulai dimanfaatkan untuk membangkitkan tenaga listrik dalam unit-unit yang besar dan untuk berbagai penggunaan khusus, seperti bom nuklir dan kapal selam nuklir. Energi surya, yang sebenarnya telah digunakan manusia sejak awal, misalnya untuk pengeringan, mulai ditingkatkan pemanfaatannya setelah krisis minyak pada dekade 1970.

Dalam proses produksi energi primer seperti batubara, minyak bumi dan gas alam, dilakukan dengan proses pengeboran, penggalian, pengerukan, yang selalu menimbulkan sisa-sisa dalam bentuk limbah, baik padat, cair maupun gas. Demikian juga dalam proses produksi energi sekunder, seperti pengilangan (processing) minyak mentah menjadi bahan bakar minyak (BBM). Pemanfaatan energi final seperti mesin penggerak motor bakar (internal combustion) kendaraan bermotor, akan menimbulkan juga dampak terhadap lingkungan dalam bentuk emisi gas buang yang mengandung gas beracun maupun logam berat serta partikel yang mengganggu kesehatan. Kenaikan suhu bumi (pemanasan global) yang terjadi saat ini diakibatkan oleh akumulasi gas rumah kaca di atmosfer bumi, seperti karbon dioksida (CO2),metana (CH4) dan nitrous

oksida (NO2) sebagai salah satu dampak dari pemanfaatan bahan bakar fosil

(BBF).

(29)

harga BBM untuk golongan

penggunaan untuk transportasi dan rumah tangga.

Sumber : EIA, 2011. Gambar 1 Perbandinga

Indonesia sebagai negara minyak nabati sebagai bahan ini Indonesia sudah menj terbesar di dunia sejak menjadi produsen terbesar menjadi pertimbangan penting, relatif besar, seperti diperli

Pemerintah Indonesia telah melaku memanfaatkan energi alternatif

terbarukan yang dituangkan 2006 tentang Kebijakan energi dalam bauran

mengerahkan upaya mewujudkan dalam negeri seperti ditunjuk tersebut, pada tanggal

tentang Penyediaan dan Bahan Bakar Lain. Tindak

Pr o d u k s i & K o n s u m s i m in y a k b u m i (1 0 0 0 b a rr e l/ h a ri )

untuk golongan public service obligation (PSO) seper penggunaan untuk transportasi dan rumah tangga.

Sumber : EIA, 2011.

erbandingan produksi dan konsumsi BBM di Indonesia (1999-2009).

Indonesia sebagai negara tropis kaya akan tumbuhan yang menghasilkan sebagai bahan baku biodiesel, seperti pada Tabel 1, bahkan sudah menjadi negara penghasil minyak kelapa sawit

sejak tahun 2007, mengalahkan Malaysia yang sebelumnya terbesar di dunia, seperti di tunjukan Gambar 2, seharusny pertimbangan penting, mengingat impor solar masih dalam jumlah relatif besar, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.

Indonesia telah melakukan antisipasi dengan melakukan upaya energi alternatif, baik yang relatif bersih maupun energi

dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor Kebijakan Energi Nasional mengatur tentang komposisi energi nasional (energy primer mix) bertujuan mewujudkan keamanan pasokan energi (energy seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Bersamaan dengan

tanggal yang sama diterbitkan Inpres Nomor 1 tahun ediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN

Tindak lanjut dari kedua peraturan tersebut adalah

(PSO) seperti pada

di Indonesia

umbuhan yang menghasilkan , bahkan saat kelapa sawit (CPO) yang sebelumnya , seharusnya dalam jumlah yang

gan melakukan upaya maupun energi yang mor 5 tahun komposisi sumber

bertujuan untuk (energy security)

(30)

merealisasikan pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN) atau biofuel seperti ditunjukan pada Tabel 2.

Tabel 1 Produktivitas tumbuhan penghasil minyak nabati

Tumbuhan Produktivitas

(Ton/Th/Ha)

Negara Pembudidaya

Jagung 172 USA,China,Brazil, Mexico Biji Kapas 325 USA,China,Brazil, Mexico

Jerami 363 Kanada

Kacang Kedelai 446 USA,China,Brazil, Mexico Wijen 696 USA,China,Brazil, Mexico

Biji Bunga Matahari 925 India, USA,China,Brazil, Mexico dan China

Kacang Tanah 1059 USA,China,Brazil, Mexico Biji Opium 1163 Afganistan, Turki

Rapeseed 1190 Cina,Kanada, India,Austrlia

Olive 1212 Moroko,Turki,Argentina

Ricinus 1413 Brazil

Jojoba 1818 USA,Meksiko, Argentina Jatroppha (jarak) 1892 India,Indonesia,Afrika Kelapa 2689 Filipine, Vietnam,Indonesia Kelapa Sawit 5950 Malaysia,Indonesia,Nigeria,

Thailand,Kolombia

Sumber : Aunn, 2006 dalam Hendroko, 2008.

Sumber : USDA, 2000.

Gambar 2 Produksi Minyak Sawit (CPO) Indonesia dan Malaysia.

P

ro

d

u

k

s

i

C

P

O

(

1

0

0

0

t

o

n

(31)

Sumber : KESDM, 2011.

Gambar 3 Impor solar (ribu kilo liter) di Indonesia.

Sumber: KESDM, 2006.

Gambar 4 Bauran energi nasional.

0 2 4 6 8 10 12 14 16

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Gas Bumi, 28.57% Batubara, 15.34% Minyak Bumi, 51.66% Panas Bumi, 1.32% Tenaga Air, 3.11% OPTIMALISASI PENGELOLAAN ENERGI

Energi (Primer) Mix Saat Ini

Energi Mix Tahun 2025

(Skenario BaU) Energi Mix Tahun 2025

(Sesuai Perpres No. 5/2006)

Batubara , 33% Gas Bumi, 30%

Minyak Bumi, 20%

Bahan Bakar Nabati (Biofuel), 5%

Panas Bumi, 5%

Biomasa, Nuklir, Air, Surya, Angin, 5% Batubara yang Dicairkan (Coal Liquefaction), 2%

EBT, 17%

Gas Bumi, 20.6%

(32)

Tabel 2 Realisasi pemanfaatan biofuel

Tahun

Potensi Biopremium

(Juta Liter)

Realisasi Biopremium

(Juta Liter)

Potensi Iodiesel (Juta Liter)

Realisasi Iodiesel (Juta Liter)

Persen Biodiesel

2006 493 0.05 442 11 2.50%

2007 523 0.06 426 44 10.33%

2008 569 1.81 446 46 10.31%

2009 663 1.26 494 120 24.30%

2010 704 0.00 643 223 34.70%

Sumber: KESDM, 2011.

Pada tahun 2006 dengan dikeluarkannya program BBN, Pemerintah melalui Timnas BBN menetapkan harga jual biodiesel tidak boleh melebihi harga jual solar sehingga konsumen diharapkan akan beralih dari solar menjadi biodiesel. Penetapan harga jual biodiesel tersebut berimplikasi pada harga bahan baku (input), yaitu harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil, CPO). Karena harga CPO meningkat tajam maka harga jual biodiesel akan melebihi harga jual solar yang ditetapkan, sehingga banyak produsen biodiesel melakukan pengurangan produksinya.

(33)

Sumber : PT Pertamina (Persero),

Gambar

Emisi gas buang bahan bakar yang dikeluark pembakaran berupa: (a) CO2 merupakan bagian hingga perubahan iklim; beracun dan berbahaya dapat berakibat penyakit

Potensi

K

o

n

s

u

m

s

i

(j

u

ta

l

it

e

r)

Sumber : PT Pertamina (P

Gambar 6 P

Pertamina (Persero), 2011.

mbar 5 Pasokan dan konsumsi riil Biodiesel.

dari kendaraan bermotor adalah sisa hasil pem g dikeluarkan melalui saluran knalpot (muffler).

(a) air (H2O); (b) gas CO2atau disebut juga karbon

bagian dari gas rumah kaca yang berakibat pemanasan iklim; (c) gas SO2 atau disebut juga sulfur dioksida

berbahaya bagi manusia, (d) NOxsenyawa nitrogen oksida

penyakit jantung, iritasi paru-paru; (e) senyawa hidrokarbon

Idle capacity

Potensi Konsumsi Konsumsi Riil

tamina (Persero), 2011.

Potensi konsumsi dan konsumsi riil Biodiesel.

pembakaran . Sisa hasil karbon dioksida, pemanasan bumi

(34)

berupa senyawa hidrat arang sebagai akibat ketidak sempurnaan proses pembakaran yang dapat mempengaruhi sistem pernafasan; (f) partikel lepas (particulated matter/PM) yang dapat berakibat pada penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) .

Menurut Adel (1995) jumlah pencemar udara yang diemisikan di Jakarta dari sektor transportasi per tahun sebanyak 373.662 ton CO, 15.338 ton NO2,

dan 7.476 ton SO2. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka

mengurangi permasalahan tersebut adalah dengan mensubstitusi konsumsi BBM fosil dengan BBN, seperti bioetanol dan biodiesel. Hal ini telah diantisipasi dengan keluarnya Peraturan Gubernur Nomor 141 Tahun 2007 yang menargetkan konversi penggunaan bahan bakar gas (BBG) untuk semua kendaraan angkutan umum di DKI Jakarta pada Oktober 2012. Selain itu secara nasional, roadmap pengembangan BBN yang telah direvisi dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 tahun 2008 menargetkan biodiesel mensubstitusi konsumsi solar untuk sektor Transportasi Public Service Obligation(PSO) hingga pada tahun 2025 seperti ditunjukan pada Tabel 3.

Tabel 3 Mandatori biodiesel sektor transportasi PSO

Tahun Timnas

BBN

Kepmen

32/2008 Realisasi Keterangan

2006 B05 - B05 Belum terbit

2007 B05 - B05 Belum terbit

2008 B05 B01 B01 T

2009 B05 B01 B01

2010 B05 B025 B025

2011-2015 B10 B005 B05-B075 April ’12 meningkat B075

2016-2020 B15 B010

2021-2025 B20 B020

Pada kenyataannya, dalam perjalanan menuju tahun 2025, harga jual biodiesel seringkali melebihi harga jual solar, sehingga pemerintah harus mensubsidi biodiesel. Hal ini sudah dilakukan terhitung mulai tahun 2009 melalui Kepmen ESDM Nomor 2711 tahun 2009 tentang perubahan ke-3 atas Kepmen ESDM Nomor 1246 K tahun 2009 tentang harga patokan jenis bahan bakar minyak tertentu tahun anggaran 2009 dan Nomor 2712 tahun 2009 tentang harga index pasar BBN tahun 2009.

(35)

Pemerintah menetapkan harga jual biodiesel menggunakan acuan harga minyak solar atau automotive diesel oil (ADO) pada MOPS (Mid Oil Plants of Singapore) ditambah dengan besaran subsidi tertentu. Hasil perhitungan yang dilakukan pada tahun 2006, menunjukkan bahwa harga jual biodiesel per liter lebih tinggi daripada harga jual solar per liter. Oleh karena itu, untuk menjalankan program biodiesel pada tahun 2025 pemerintah harus menganggarkan subsidi tambahan pada biodiesel yang lebih sesuai dan sebaliknya jika harga CPO menurun hingga mengakibatkan harga biodiesel lebih rendah dari pada solar, maka pemerintah berhak menurunkan subsidi dan bahkan mengenakan pajak penjualan yang lebih untuk mengkompensasikan subsidi saat harga biodiesel meningkat. Skenario subsidi (dan disinsentif) biodiesel memiliki keunggulan (competitive advantage) dari sisi lingkungan jika dibandingkan dengan solar sehingga berpotensi mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dalam jangka panjang, dan dalam sisi lain meningkatkan ketahanan energi.

Penelitian tentang biodiesel, masih berupa penelitian yang lebih pada aspek teknis dan ekonomis. Sedangkan penelitian pengelolaan yang berkelanjutan yang terintegrasi masih belum ada. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang model pemanfaatan BBN Biodiesel kelapa sawit yang berkelanjutan terutama di kawasan Jakarta dan sekitarnya. Hal ini disebabkan Jakarta dan sekitarnya memiliki kegiatan transportasi yang sudah sangat tinggi nilai pencemarannya dan juga menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) secara signifikan, serta dari segi kesehatan sangat mengganggu. Menurut Tugaswaty (2008), kontribusi pencemaran emisi gas buang kendaraan bermotor di DKI Jakarta mencapai sekitar 70%.

1.2 Kerangka Pemikiran

(36)

kelapa sawit sudah selayaknya direalisasikan. Prioritas pemanfaatan BBN, terutama biodiesel, perlu diimplementasikan pada daerah-daerah yang sangat polutif udaranya akibat dari emisi gas buang kendaraan bermotor pengguna BBM fosil.

Kebutuhan energi di Indonesia hingga tahun 2020 berdasarkan analisis BPPT (2011) dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan populasi perubahan struktrural dalam ekonomi, substitusi dari sumber-sumber energi tradisional ke sumber-sumber energi komersial dan efisiensi penggunaan energi (Tabel 4). Pada tahun 2020, pertumbuhan ekonomi di Indonesia per tahun cukup tinggi. Untuk itu pemerintah perlu memperhatikan kontribusi energi baru dan terbarukan non tradisional di Indonesia yang diharapkan mencapai kurang lebih 4,8%. Penyediaan energi tersebut diperkirakan akan naik secara nyata setiap tahunnya.

Tabel 4 Proyeksi kebutuhan energi primer Indonesia tahun 1995-2020

Tahun Minyak Gas bumi Batu bara Hidro Panasbumi Total

1995 296 479 110 552 60 301 30 150 5 025 502 507

2000 374 897 152 736 124 966 34 713 6 943 694 255

2005 505 478 181 972 262 848 50 548 10 110 1 010 000

2010 685 373 258 919 502 607 60 922 15 231 1 523 052

2015 871 586 392 214 806 217 87 159 21 790 2 178 966

2020 1 111 242 634 995 1301 741 95 249 31 750 3 174 977

Sumber : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2011.

Pemanfaatan BBN Biodiesel kelapa sawit di Indonesia dapat ditinjau dari lima dimensi keberlanjutan, yaitu:

(1) Lingkungan, pemanfaatan BBN Biodiesel kelapa sawit dapat mengurangi polusi udara dan efek rumah kaca, sehingga dapat mengurangi terjadinya pemanasan global;

(37)
[image:37.612.99.527.101.730.2]

Gambar 7 Kerangka pemikiran penelitian.

Faktor kunci dalambahan bakar nabati Biodiesel kelapa sawit Energi Alternatif Bahan

Bakar Nabati sebagai Energi Terbarukan dan lebih ramah lingkungan

Lingkungan Sosial Ekonomi Kebijakan Teknologi Kelembagaan

Keberlanjutansupply-changeindustry dari dimensi lingkungan, ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan

Model pengelolaan pemanfaatan bahan bakar nabati Biodiesel kelapa sawit

yang berkelanjutan Alternatif Kebijakan

Peningkatan pemanfaatan energi final

BBM-Fosil

Emisi gas buang sebagai polutan udara

yang menggangu kesehatan dan Gas Rumah Kaca (GRK)

Peningkatandemand, sementara supply terbatas, akan terjadi krisis energi/ketahanan

energi berkurang

Program BBN Biodiesel

Faktor kunci dalam bahan bakar nabati Biodiesel kelapa sawit Energi Alternatif Bahan

Bakar Nabati sebagai Energi Terbarukan dan lebih ramah lingkungan

Lingkungan Sosial Ekonomi Kebijakan Teknologi Kelembagaan

Keberlanjutansupply-changeindustry dari dimensi lingkungan, ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan

Model pengelolaan pemanfaatan bahan bakar nabati Biodiesel kelapa sawit

yang berkelanjutan Alternatif Kebijakan

Peningkatan pemanfaatan energi final

BBM-Fosil

Emisi gas buang sebagai polutan udara

yang menggangu kesehatan dan Gas Rumah Kaca (GRK)

Peningkatandemand, sementara supplyterbatas,

(38)

;

(3) Ekonomi, pemanfaatan BBN Biodiesel kelapa sawit dapat meningkatkan penambahan nilai produk agroindustri dan produk domestik bruto selain menghemat devisa negara berupa pengurangan impor solar;

(4) Kebijakan, saat ini sudah ada beberapa kebijakan energi nasional dan beberapa peraturan yang mendukung bauran energi nasional, serta pengurangan polusi udara, walaupun pelaksanaannya belum optimal. Hal ini disebabkan belum terkait dengan peraturan di luar Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan, seperti Badan Perencanaan dan Pembanguna Nasional (Bappenas) dalam menangani MDGs (Millenium Development Goals), dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup termasuk Badan Pengawasan Lingkungan Hidup yang secara khusus mendorong terlaksananya bauran energi nasional khususnya kontribusi BBN dalam substitusi BBM;

(5) Teknologi, pemanfaatan bahan bakar nabati biodiesel mendorong inovasi teknologi lokal serta teknologi yang efisien dan ramah lingkungan. Mengingat sifat fisik dan kimia dari BBN Biodiesel relatif sama dengan solar yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), maka pemanfaatan BBN Biodiesel pada kendaraan yang ada saat ini (mesin diesel) bisa dikatakan tidak bermasalah, sehingga jika kandungan volume biodiesel dalam biosolar ditingkatkan, sesuai dengan recana pemerintah, tidak akan terjadi kendala yang berarti.

(39)

udara dan juga secara pemanfaatan biodiesel dalam konsumsi volume dapat dikategorikan signifikan.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini, secara umum bertujuan untuk membangun model pengelolaan BBN Biodiesel kelapa sawit di Jakarta dan sekitarnya, sesuai dengan roadmap target bauran energi nasional yang ditetapkan dan diubah dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008. Berdasarkan pertimbangan tingkat pencemaran dan kebutuhan BBM persatuan luas wilayah, diharapkan Jakarta dapat memenuhi target roadmap bauran energi nasional. Selain itu, program ini dalam waktu yang bersamaan juga mengurangi tingkat polusi udara yang sudah relatif tinggi, sehingga dapat menjadi barometer untuk daerah lain.

Guna membangun model tersebut, beberapa tujuan spesifik yang ingin dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis keberlanjutan sistem dan potensi pengelolaan pemanfaatan biodiesel berbahan baku minyak nabati kelapa sawit di Jakarta dan sekitarnya, dengan cara mengetahui kondisi sistem pasokan (supply-change) pemanfaatan BBN Biodiesel kelapa sawit yang ada saat ini di Jakarta dan sekitarnya;

2. Meninjau analisis kelayakan ekonomi pengelolaan pemanfataan BBN Biodiesel;

3. Menganalisis kebijakan pengelolaan BBN Biodiesel kelapa sawit;

4. Merekayasa model pengelolaan BBN Biodiesel kelapa sawit secara berkelanjutan di Jakarta dan sekitarnya.

1.3. Perumusan Masalah

(40)

internasional MOPS, dan aspek lingkungan berupa emisi gas buang yang berakibat pada gangguan kesehatan dan GRK yang berdampak biaya.

Kondisi perkembangan industri biodiesel saat ini dapat dikatakan mengalami kemunduran, terlihat dari penjualan yang dilakukan PT. Pertamina (Persero) pada tahun 2009 dengan target rasio pencampuran sebesar 5% (B05) menjadi hanya terealisasi sebesar 2% (B02). Sementara dari roadmap pengembangan BBN yang menjadi program nasional melalui Tim Nasional BBN menargetkan menjadi B10 (ratio substitusi 10% biodiesel atas fuel solar) untuk beberapa tahun mendatang. Meskipun revisi telah dilakukan dengan Permen Nomor 32 tahun 2008, menjadi 1% sesuai dengan kondisi saat ini, akan tetapi belum dapat membangkitkan kembali pabrik yang sudah mengalami penutupan (berhenti beroperasi total).

Program BBN Biodiesel pada kenyataannya tidak terlaksana sesuai dengan roadmap, dikarenakan harga bahan baku biosolar (CPO) yang meningkat secara drastis, sehingga menyebabkan harga CPO melebihi patokan harga yang sesuai dengan MOPS pada mulanya. Meskipun telah dilakukan revisi dengan kebijakan subsidi, kondisi yang ada menunjukkan bahwa pelaksanaan program BBN cenderung menyerahkan kepada mekanisme pasar bebas yang tidak dapat dilakukan oleh pengusaha biodiesel di Indonesia, sehingga mereka menghentikan kegiatan investasi dan produksi biodiesel. Dampak turunan dari penghentian kegiatan produksi biodiesel ini antara lain: terjadinya kredit macet investor biodiesel, pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan biodiesel, devisa membengkak karena impor BBM, laju polusi tidak menurun, program ketahanan energi dan bauran energi nasional kurang berhasil, serta cadangan minyak yang berasal dari fosil semakin cepat habis terkuras.

Oleh karena itu, pertanyaan penelitian yang dirumuskan adalah:

1. Bagaimana kondisi sistem keberlanjutan program pemanfaatan BBN Biodiesel kelapa sawit yang ada saat ini dan potensi pemanfaatannya di Jakarta dan sekitarnya?

2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pengembangan pemanfaatan BBN Biodiesel kelapa sawit di Jakarta dan sekitarnya dalam hal kelayakan ekonomi ?

(41)

4. Model pengelolaan pemanfaatan BBN Biodiesel yang sesuai untuk daerah Jakarta dan sekitarnya?

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Menambah wacana akademis dalam pemanfaatan sumber daya energi hijau dan terbarukan;

2. Memberi tambahan wacana kepada pemangku kepentingan di pusat maupun daerah dengan adanya sebuah model pengelolaan pemanfaatan BBN Biodiesel kelapa sawit yang berkelanjutan agar potensi sumber daya energi terbarukan dapat berkembang lebih baik;

3. Memberi wacana dalam pengelolaan pemanfaatan BBN yang lebih luas jangkauannya menuju tingkat nasional dalam mendukung komitmen pemerintah.

1.6 Kebaruan Penelitian (Novelty)

(42)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Berkelanjutan

Hakikat pokok pengelolaan lingkungan hidup adalah suatu proses usaha manusia dalam mengelola lingkungan hidup agar dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan manusia. Sedangkan pengelolaan sumber daya alam adalah usaha manusia dalam mengubah ekosistem sumber daya alam agar manusia memperoleh manfaat maksimal dengan mengusahakan kontinuitas produksinya. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan. Pelestarian lingkungan hidup merupakan rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, guna terjaganya kehidupan berkualitas. Daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Sedangkan sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya alam, baik hayati maupun non hayati dan sumber daya buatan.

2.1.1. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan

Istilah pembangunan berkelanjutan mulai dipopulerkan setelah Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (KTT-Bumi) di Brazil pada tahun 1992. KTT-Bumi merupakan penegasan kembali kesepakatan bersama bangsa-bangsa di muka bumi yang sadar akan pentingnya kelestarian lingkungan hidup atau pentingnya mengatasi masalah lingkungan global. Hal ini dapat terjadi karena pelestarian lingkungan hidup sangat penting dan tidak dapat dipisahkan begitu saja prioritasnya dengan pembangunan sektor lainnya (Thamrin 2009).

(43)

antara tiga sistem yaitu ekologi, ekonomi, dan sosial, yaitu pada tingkat yang dicapai melalui satu proses trade-off yang adaptif dan dinamis. Sustainable development adalah pembangunan yang menjamin atau memastikan generasi mendatang akan hidup dengan standar kehidupan, termasuk kesejahteraan materi dan lingkungan, minimal sama tingginya dengan standar kehidupan yang dinikmati oleh generasi saat ini. Secara umum, berdasarkan pemikiran-pemikiran yang berkembang, maka sustainable development harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

• Pertumbuhan ekonomi dan distribusinya harus berjalan selaras secara seimbang;

• Pencapaian tujuan pertumbuhan dan pemerataan tersebut harus diikuti upaya pelestarian lingkungan dan atau mempertahankan kemampuan sumber daya; • Bahwa distribusi hasil pembangunan harus berlangsung secara adil, baik

dalam dimensi ruang (lingkup wilayah yang kecil, regional, bahkan global) maupun dalam dimensi waktu (bermanfaat bagi generasi sekarang maupun yang akan datang);

• Pembangunan harus menjamin tersedianya kondisi sosial ekonomi, budaya, keamanan bagi masyarakat serta terjaganya kualitas lingkungan dalam dimensi ruang dan waktu.

Menurut Munasinghe (1993), pembangunan berkelanjutan memiliki tiga pilar, yaitu pilar ekonomi, ekologi dan sosial Gambar 8. Pilar ekonomi menekankan pada perolehan pendapatan yang berbasiskan penggunaan sumber daya yang efisien. Pendekatan ekologi menekankan pada pentingnya perlindungan keanekaragaman hayati yang akan memberikan kontribusi pada keseimbangan ekosistem dunia. Sedangkan pendekatan sosial menekankan pada pemeliharaan kestabilan sistem sosial budaya, meliputi penghindaran konflik keadilan, baik antar generasi masa kini dengan generasi mendatang.

Indikator dari masing-masing dimensi (Munasinghe 1993) adalah sebagai berikut :

(44)

2. Berkelanjutan ekonom makro, seperti efisiensi berkesinambungan, pertu karena itu diperlukan penyesuaian struktural (2) keberlanjutan ekono ekonominya dapat akunting ekonomi; 3. Berkelanjutan sosial

kebutuhan dasar manusia kesejahteraan dan keadilan, budaya dengan menghargai dunia dan dengan m

manfaat masyarakat dan pembangunan ekonomi serta mendorong part masyarakat lokal dalam

Gambar 8 Pembangunan ber

Atas pemahaman konsep nyata, karena selai strategis juga memberikan ini dapat digunakan sebagai untuk mengembangkan pembangunan sosial. Oleh

omi terbagi menjadi dua, yaitu : (1) keberlanjutan ek seperti efisiensi ekonomi, kesejahteraan ekonom berkesinambungan, pertumbuhan ekonomi dan distribusi kemakmuran.

diperlukan kebijakan ekonomi makro yang tepat guna dan struktural yang menyertakan disiplin fiskal dan moneter; keberlanjutan ekonomi sektoral dimana sumber daya alam yang

dapat dihitung harus diperlakukan sebagai kapital

al budaya yang meliputi: stabilitas penduduk, m

dasar manusia dengan mengentaskan kemiskinan, pemerataan dan keadilan, mempertahankan keanekaragaman ad

dengan menghargai atau mengakui kebudayaan seluruh bangsa dengan memahami atau menggunakan local knowledge faat masyarakat dan pembangunan ekonomi serta mendorong partisipasi

arakat lokal dalam pengambilan keputusan.

Pembangunan berkelanjutan (Munasinghe 1993).

pemahaman tersebut, pembangunan berkelanjutan akan karena selain berperan sebagai pemberi arah yaitu orientasi

mberikan motivasi terhadap pelaku ekonomi lokal. Pendekatan digunakan sebagai alat untuk mengatasi permasalahan lingkungan,

bangkan peluang ekonomi dan untuk mengambil peran

sosial. Oleh sebab itu, dalam implementasi pengembangan 1) keberlanjutan ekonomi ekonomi yang makmuran. Oleh guna dan proses moneter; serta alam yang nilai kapital dalam

penduduk, memenuhi kemiskinan, pemerataan man adat dan seluruh bangsa di

knowledge demi manfaat masyarakat dan pembangunan ekonomi serta mendorong partisipasi

).

(45)

ekonomi lokal di suatu wilayah, perlu diestimasi indikator keberlanjutannya, sehingga produktivitas dapat dipertahankan dan mampu berkembang untuk jangka panjang (Soegandhy dan Rustam 2007).

Menurut Barbier (1987), tantangan pembangunan berkelanjutan adalah menemukan cara untuk meningkatkan kesejahteraan sambil menggunakan sumber daya aplam secara bijaksana. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan harus memberi perhatian untuk perlunya menata kembali landasan sistem pengelolaan aset-aset di wilayah baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penataan kembali tersebut lebih berupa integrasi kepada pemanfaatan ganda, yaitu ekonomi dan lingkungan atau ekosistem serta ukuran keberhasilannya dapat dilihat dan dirumuskan dengan melihat indikator-indikator antara lain: kontribusi terhadap keberlanjutan lingkungan lokal, kontribusi terhadap keberlanjutan penggunaan sumber daya alam, kontribusi terhadap peningkatan lapangan kerja, kontribusi terhadap keberlanjutan ekonomi makro, efektifitas biaya dan kontribusi terhadap kemandirian teknis (Nurmalina 2007).

Pembangunan berkelanjutan mengandung dua konsep kunci, yaitu : (1) kebutuhan esensial untuk keberlanjutan kehidupan manusia; dan (2) keterbatasan dari teknologi dan organisasi yang berkaitan dengan kapasitas lingkungan untuk mencukupi kebutuhan generasi kini dan mendatang. Jadi konsep pembangunan berkelanjutan sesungguhnya berangkat dari konsep antroposentrik yang menjadikan manusia sebagai tema sentralnya (Fauzi 2004). Terkait dengan lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan, Nurmalina (2007) mengungkapkan empat ciri-ciri spesifik terpenting lingkungan khususnya sebagai agroekosistem. Empat aspek umum tersebut adalah: kemerataan (equitability), keberlanjutan (sustainability), kestabilan (stability) dan produktivitas (productivity). Secara sederhana, equitability merupakan penilaian tentang sejauh mana hasil suatu lingkungan sumber daya didistribusikan di antara masyarakatnya. Sustainability dapat diberi pengertian sebagai kemampuan sumber daya mempertahankan produktivitasnya, walaupun menghadapi berbagai kendala. Stabilitymerupakan ukuran tentang sejauh mana produktivitas sumber daya bebas dari keragaman yang disebabkan oleh fluktuasi lingkungan. Productivity adalah ukuran sumber daya terhadap hasil fisik atau ekonominya.

Adapun prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan menurut Hasan (2003), adalah :

(46)

2. Pembangunan berkelanjutan menghargai keanekaragaman dengan prasyarat selalu tersedianya sumber daya alam secara berkelanjutan dan dasar bagi keseimbangan tatanan lingkungan atau ekosistem;

3. Pembangunan berkelanjutan mengutamakan pendekatan integratif yaitu kompleksnya keterkaitan antara sistem alam dan sistem sosial;

4. Pembangunan berkelanjutan meminta perspektif jangka panjang.

Ada dua pandangan tentang konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu pandangan neoclassical, dan pandangan ecological. Perbedaan mendasar yang membedakan dua pandangan ini adalah: Pada tingkatan berapa kapital yang diciptakan oleh manusia dapat menggantikan kapital alam? Dalam bentuk yang lebih nyata, kalimat itu dapat berupa: Apakah tanah lapisan atas (top soil) dapat diganti dengan pupuk tanpa menambah biaya produksi? Neoclassical akan menjawab dapat, sedangkan ecological akan menjawab tidak (Goodstein 1999).

2.1.2. Pandangan Neoclassical

Neoclassical memiliki dua asumsi, kapital buatan dapat mensubstitusi kapital alam dalam proses produksi; kemajuan teknologi tidak akan menutupi substitusi ketika kapital buatan menjadi langka. Kedua asumsi ini berimplikasi pada bahwa kita tidak akan kehabisan kapital alam. Neoclassical melihat kapital alam dan kapital buatan merupakan dua hal yang bersifat substitusi dalam proses produksi. Mereka optimis dengan teknologi sehingga mereka percaya bahwa ketika sumber daya menjadi langka, harga akan naik, dan inovasi manusia akan menghasilkan substitusi yang bernilai tinggi, kemudian akan menurunkan harga kembali. Neoclassical cenderung melihat alam sebagai hal yang rapuh; adanya tekanan pada ekosistem akan mengarahkan ekosistem menuju keadaan steady, degradasi yang dapat diperkirakan, tapi tidak mengejutkan. Pandangan tentang perubahan yang kecil dan substitusi yang sempurna ini merupakan inti dari paham neoclassical dalam ekonomi. Dalam ilmu ekonomi, input produksi seperti kapital dan tenaga kerja memiliki sifat substitusi yang sempurna pada tingkat outputyang sama.

(47)

dan tingkat pertumbuhan populasi akan jatuh, semuanya masih dalam tahap yang dapat diterima dari degradasi lingkungan. Hal ini semua bukan untuk mengatakan bahwa neoclassical percaya tidak ada trade-off, hanya jika kemampuan untuk sustainable kurang lebih terjamin oleh peraturan sistem pasar yang tepat dan yang dapat berfungsi dengan baik.

2.1.3. Pandangan Ecological

Pandangan ecological pada sisi yang berlawanan, pada dasarnya berargumen bahwa kapital alam dan kapital buatan memiliki sifat komplementer, sehingga kapital alam dan buatan dapat digunakan bersama dalam suatu produksi dan memiliki tingkat substitusi yang rendah. Ecological berpikiran pesimis pada adanya teknologi. Mereka memiliki keyakinan bahwa ketika kapital alam telah habis, maka kesejahteraan manusia akan menurun. Pada dasarnya, ecological memandang sistem alam sebagai sesuatu hal yang rapuh. Jika salah satu komponen, misalnya perikanan, terganggu, maka produktivitas dari seluruh ekosistem akan hancur. Adanya pandangan yang menghubungkan antara alam dengan ekonomi telah membawa kelompok ini disebut sebagai ahli ekonomi ekologi (an ecological economist).

Ecological mempertimbangkan globalisasi ekonomi yang terjadi di dunia sebagai suatu hal yang menyebabkan tidak tercapainya sustainable, yang kemudian akan berdampak pada bahaya kehancuran yang lebih nyata. Ecological tidak bermusuhan dengan sistem ekonomi yang berdasarkan pasar atau dengan pendekatan yang berdasarkan insentif, namun ecological mencari peran pemerintah yang lebih besar untuk relatif lebih agresif dalam usahanya mengantisipasi penipisan jumlah cadangan kapital alam.

Kemiskinan meningkatkan discount rate sehingga menurunkan insentif untuk konservasi dengan mengurangi net present value (NPV) dari benefit yang akan datang. Kegagalan pasar dalam mengalokasikan sumber daya secara efisien, mendorong adanya intervensi pemerintah dalam pengembangan ekonomi guna mencapai keseimbangan yang efisien. Ketika menghadapi masalah lingkungan terutama sumber daya alam yang bersifat open accessperlu adanya kebijakan yang akan membatasi kegiatan yang berdampak pada timbulnya pencemaran. (Dariah 2007)

(48)

didefinisikan sebagai indikator yang memberikan informasi secara langsung atau tidak langsung mengenai viabilitas di masa datang dari berbagai level tujuan (sosial, ekonomi dan ekologi). Walker dan Reuter (1996) menunjukkan bahwa indikator untuk menilai keberlanjutan dibagi dalam dua tipe, yaitu: (1) indikator kondisi yang mendefinisikan kondisi sistem relatif terhadap kondisi yang dapat digunakan untuk menilai lingkungan; dan (2) indikator trend yang menggambarkan seluruh kecenderungan linier dari suatu keadaan sumber daya selama periode simulasi.

Barbier (1987) telah mengkaji konsep pembangunan ekonomi untuk dunia ketiga dan berdasarkan tinjauannya. Penelitiannya menggunakan keragaman genetik, produktivitas biologis, peningkatan produktivitas agroekosistem dan distribusi yang adil antar mata pencaharian dipertimbangkan memiliki kontribusi terhadap keberlanjutannya. Lynam dan Herdt (1989) menggunakan NPV dan analisis manfaat biaya sebagai kriteria konservasi dalam risetnya yang mengidentifikasikan perbedaan antar sistem pertanian. Pulselli (2006) berargumentasi bahwa sistem berkelanjutan tidak memiliki trend negatif pada produktivitas total selama periode pengamatan. Namun pengukuran itu bertentangan dengan pendapat Tisdell (1986), karena tidak mencerminkan profit yang penting dari sudut pandang ekonomi. Hal ini disebabkan proyek konservasi tidak akan berkelanjutan jika tidak memberikan keuntungan ekonomi.

Scotti et al. (2009) mengemukakan enam indikator untuk menilai keberlanjutan sistem produksi pangan. Berkenaan dengan sudut pandang ekonomi, fokus pada level output yang dijaga terus menerus dan viabilitas produksi tetap di bidang pertanian. Indikator keadilan sosial adalah suplai dan ketahanan pangan yang berhubungan dengan distribusi spasial dan temporal dari produk yang dihasilkan dari penggunaan sumber daya. Stock (1994) menurunkan suatu skema berdasarkan pada kuantifikasi kendala pada keberlanjutan pertanian di Amerika Serikat. Penelitiannya mengevaluasi keberlanjutan relatif dari sembilan indikator, yaitu teknologi, keekonomian, kualitas hidup, penerimaan sosial, pencemaran udara, dan ketahanan energi.

2.2. Pemanfaatan BBN Biodiesel dalam Pembangunan Berkelanjutan

Guna memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan dari berbagai sisi

(ekonomi, ekologi, dan sosial) diperlukan implementasi dalam seluruh sektor

(49)

mengurangi pemanfaatan energi tidak terbarukan (BBM) dan menggantikannya

dengan energi terbarukan (BBN). Hal ini selain akan berpengaruh dalam

memperbaiki kondisi lingkungan, sekaligus bisa meningkatkan kemandirian

ekonomi dan mendorong kestabilan sosial yang merupakan tiga pilar

pembangunan berkelanjutan. Secara ekologis, pemanfaatan BBN Biodiesel

mampu mengurangi pencemaran udara dan mengurangi emisi GRK. Salah satu

dampak lanjutannya adalah peningkatan kualitas udara yang menunjang

kesehatan masyarakat, serta berkurangnya efek rumah kaca yang bisa

mendorong perubahan iklim, bahkan meningkatkan ketahanan energi.

2.2.1. Emisi Gas Buang BBN Biodiesel Kelapa Sawit

Bahan bakar nabati merupakan siklus tertutup dari gas CO2 yang

merupakan penyebab terbesar terjadinya GRK. Hal ini disebabkan CO2

dikonsumsi kembali oleh tanaman untuk kebutuhan proses fotosintesisnya. Selain itu, emisi gas buang BBN yang dikeluarkan oleh kendaraan (sumber pencemar bergerak) seperti NOx, SOx, HC, dan partikel, yang dapat

menyebabkan gangguan kesehatan terutama pada saluran pernafasan, secara rata-rata lebih rendah berkisar 60% dari emisi gas buang yang diakibatkan oleh pembakaran BBM fosil. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa polutan BBN sekitar 60% lebih rendah dibanding BBM fosil atau solar (Hendroko 2007).

Dalam menentukan jumlah pencemaran emisi gas buang kendaraan, mengacu kepada Journal ISSN 1047-3289 J. Air & Waste Manage. Assoc. 50:543-554, Copyright 2000 Air & Waste Management Association dalam judulnya On-Road Motor Vehicle Emissions and Fuel Consumption in Urban Driving Conditions, yang ditulis oleh H.Y.Tong, W.T.Hung dan B.S.Cheung dari Department of Civil and Structural Engineering and Mechanical Engineering,

Hongkong Polytechnic University, Hung Hom, Hong Kong, Analisis emisi gas buang kendaraan bermotor dilakukan berdasarkan on-road laju kendaraan,yang dikaitkan dengan emisi gas buang terhadap jenis bahan bakar (petrol dan diesel), konsumsi bahan bakar (gram/km-jarak) dan volume bahan bakar (gram/kg-fuel).

(50)

gas buang, saat moda kendara pada kondisi akselerasi dan deselerasi, emisi gas buang akan lebih mencemari dibandingkan saat yang stabil, yaitu saat cruising dan idling, yang satuannya g/km dan g/detik. Tetapi mengingat secara keseluruhan porsi tersebut relatif kecil dibandingkan cruising dan idling maka cruising dan Idling memberikan kontribusi persentase yang besar dalam emisi gas buang dalam keseluruhan perjalanan.

Standar Perhitungan Emisi Gas Buang dari Hong Kong Environment Protection Departement (HKEPD) memberikan rumusan dalam bentuk yang lebih aplikatif, satuan yang dapat digunakan adalah gram/kg-fuel, seperti Table 5 dari hasil penelitian tersebut

Tabel 5 Rata-rata emisi gas buang dalam volume bahan bakar yang dikonsumsi

Petrol Passenger Car

Petrol Van Diesel Van Diesel

Double-Decker Bus CO g/km g/kg fuel 14.83 210.10 21.02 294.84 3.72 47.67 24.33 -HC g/km g/kg fuel 0.99 14.10 2.79 39.10 0.84 10.75 4.32 -NO g/km g/kg fuel 1.03 14.62 2.64 37.00 1.20 15.39 25.63 -Soot g/km g/kg fuel -0.10 1.30 0.83

-Fuel g/km 70.59 71.03 78.03

-Sumber: HKEPD dalam Tong (2000).

Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) memberikan petunjuk bahwa perlu adanya faktor koreksi mengingat masih ada sebagian dari bahan bakar yang tidak teroksidasi menjadi CO2. Untuk semua produk minyak dan

minyak, faktor oksidasi digunakan adalah 0,99 (99%) yang artinya karbon dalam bahan bakar hanya teroksidasi 99%, sedangkan yang 1 % tetap tidak teroksidasi. Dari kondisi tersebut, untuk menghitung emisi CO2 dari satu galon bahan bakar,

emisi karbon dikalikan dengan rasio berat molekul CO2 (mw 44) dengan berat

(51)

solar = 2.778 gram x 0,99 x (44/12) = 10,084 gram = 10,1 kg/galon. Emisi gas rumah kaca biasanya dilaporkan dalam bentuk setara CO2equivalent.

Penurunan emisi dari biosolar yang sebagian volume solar disubstitusi oleh biodiesel ditunjukkan pada Gambar 9, efek emisi gas buang dari biodiesel menunjukkan bahwa persentase kandungan dalam polutan emisi semakin menurun dengan bertambahnya biodiesel dalam porsi biosolar, untuk kandungan SOx, bersifat linier, sedangkan CO dan NOx pada komposisi B30 tidak lagi

[image:51.612.92.481.28.501.2]

signifikan terhadap penambahan porsi biodiesel dalam biosolar. (Wirawan 2009)

Gambar XX. The effect of biodiesel on exhaust gas emission ( Wirawan

Sumber: Wirawan, 2009

Gambar 9 Grafik penurunan emisi dari biodiesel.

2.2.2.Gas Rumah Kaca dan Efek Rumah Kaca

Menurut Soemarwoto (2001), istilah gas rumah kaca berasal dari pengalaman para penyalur di daerah iklim sedang yang menanam sayur-mayur dan bunga-bungaan dalam rumah kaca pada akhir musim panas, musim dingin dan permulaan musim semi. Para penyalur merasakan bahwa pada waktu hari cerah suhu di dalam rumah kaca lebih panas daripada suhu di luar. Hal ini disebabkan kaca transparan untuk sinar matahari. Sinar matahari yang mengenai benda-benda di dalam rumah kaca dipantulkan kembali sebagai sinar panas, yaitu inframerah yang mempunyai panjang gelombang lebih besar. Kaca

E

m

is

i

G

a

s

B

u

a

n

g

(

%

)

(52)

tidak transparan untuk sinar panas ini dan sinar tersebut terperangkap di dalam rumah kaca, maka naiklah suhu dalam rumah kaca.

Kenaikan suhu dalam rumah kaca itu disebut efek rumah kaca (ERK). GRK bekerja seperti kaca pada rumah kaca. GRK transparan untuk cahaya matahari bergelombang pendek sehingga cahaya matahari dapat sampai ke permukaan bumi. Setelah mengenai permukaan bumi, cahaya matahari dipantulkan sebagai sinar inframerah. Seperti halnya kaca pada rumah kaca, GRK tidak transparan untuk gelombang inframerah, melainkan menyerapnya dan gelombang itu terperangkap di dalam atmosfer, akibatnya suhu atmosfer naik dan terjadi pula ERK Gambar 10. Semakin tinggi kadar GRK dan ERK maka semakin tinggi pula suhu atmosfer. CO2merupakan GRK terpenting karena kadarnya yang tinggi.

[image:52.612.144.442.306.506.2]

Sumber : Persma.com, 2011.

Gambar 10 Efek rumah kaca.

Pada dekade terakhir CH4justru mengalami penurunan dari 37 juta ton

per tahun pada dekade terdahulu menjadi 22 juta ton per tahun pada dekade saat ini. Kondisi yang sama juga terjadi pada N2O yang mengalami sedikit

penurunan dari 3,9 menjadi 3,8 juta ton per tahun. Tingkat emisi CO2, naik

lebih dari dua kali lipat dari 1400 juta ton per tahun menjadi 2900 juta ton per tahun dalam dekade yang sama. Akumulasi peningkatan emisi GRK antropogenik secara umum telah meningkatkan konsentrasi GRK Tab

Gambar

Gambar 7   Kerangka pemikiran penelitian.
Gambar XX. The effect of biodiesel on exhaust gas emission ( Wirawan
Gambar 10 Efek rumah kaca.
Gambar 13  Proses perolehan CER proyek CDM dan kelembagaannya.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sementara untuk analisis interaksi spasial yang terkait dengan biaya transportasi sebagai cost antara entitas pabrik pengolahan kelapa sawit dengan alternatif

Bahan penguat partikel tempurung dan serat kelapa sawit memiliki nilai kuat tarik dan kekerasan yang lebih besar dibandingkan dengan bahan penguat kain perca, sedangkan untuk

Untuk menggambarkan indeks dan status keberlanjutan pengelolaan hutan rawa gambut terhadap kebakaran secara keseluruhan untuk masing-masing dimensi berdasarkan

Untuk menggambarkan indeks dan status keberlanjutan pengelolaan hutan rawa gambut terhadap kebakaran secara keseluruhan untuk masing-masing dimensi berdasarkan

Uji korelasi dan regresi antara keragaan dan teknis pengelolaan kebun dengan produksi TBS memperlihatkan bahwa produktivitas kebun kelapa sawit rakyat di Lampung berpeluang

Pola pemanfaatan bambu oleh masyarakat secara nyata menimbulkan dampak/gangguan ekologi pada bambu sehingga perlu dilakukan pengelolaan bentuk-bentuk pemanfaatan

Hasil Analisa Daun pada Lahan Aplikasi Limbah Cair LA dan Lahan Kontrol LK Hasil analisa sampel daun tanaman kelapa sawit pada blok aplikasi limbah cair dan blok control Tabel 5

Namun dilihat dari beberapa tahun terakhir ini masyarakat di Kecamatan Lubuk Basung, khusus di Kenagarian Manggopoh mulai menjadikan tanaman kelapa sawit menjadi tanaman perkebunan