• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. Kajian Pustaka

4. kebudayaan Jawa

Daerah asal jawa adalah pulau jawa, yaitu suatu pulau yang panjangnya lebih dari 1.200 km, dan lebarnya 500 km. Letaknya di tepi sebelah selatan Kepulauan Indonesia, kurang lebih tujuh derajat di sebelah selatan garis khatulistiwa. Kondisi umum Pulau Jawa berupa dataran rendah disepanjang pantai utara, banyak terdapat rawa-rawa yang banyak ditumbuhi pohon bakau dan semak belukar, terutama dikawasan barat. Sebaliknya, dipantai selatan terdiri dari pegunungan dan bukit-bukit berbatu yang tingginya bervariasi. Jumlah penduduk jawa sangat tinggi. Daerah yang ditinggali orang jawa adalah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tetapi tidak semua yang menempati atau tinggal di daerah Jawa adalah orang Jawa saja.

Penduduk di Pulau Jawa berasal dari nenek Moyang yang sama, yaitu dari pulau-pulau di timur Semenanjung Asia yang pertama kali ditempati manusia. Penduduk asli Jawa dan Madura rata-rata bertubuh pendek, bentuknya sempurna dan tegap. Tindak-tanduk penduduk Jawa sangat sopan, sederhana, lemah lembut, dan sedikit menunjukkan rasa malu (Raffles, 2008:32-35)

a. Sistem Teknologi dan Perlengkapan Hidup

Istilah teknologi dalam konteks ini lebih mengarah pada cara-cara memproduksi, memakai serta memelihara segala peralatan hidup

19 untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik yang dipakai manusia meliputi:

(1) Alat produktif, alat yang dipakai dalam pekerjaan untuk menghasilkan barang atau benda yang di konsumsi atau diperjualbelikan berupa senjata atau benda-benda pusaka, wadah, alat-alat menyalahkan api, dan lain-lain.

(2) Pakaian, pakaian orang jawa cenderung memakai jarit bagi perempuan dan sarong yang biasanya juga digunakan kaum laki-laki. Perempuan jawa biasanya menggunakan kain yang dililitkan mengelilingi tubuh menutupi dada atau kemben. Sedangkan para ulama menggunakan pakaian putih putih dan memakai surban seperti orang Arab.

(3) Transportasi, Pada awal kebudayaan umat manusia, transportasi hanya mengandalkan jalan kaki. Sedangkan pada kebudayaan jawa alat transportasi yang terkenal adalah kereta kuda dan sepedah kayuh.

b. Kesenian

Kesenian mengacu pada nilai keindahan yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian. Berbagai macam kesenian budaya jawa, yakni: (1) seni kerajinan tangan, misalnya, mengenai seni anyaman, seni tenun, krajinan textil, seni membatik,

20 pembuatan pusaka seperti keris dan alat-alat lainya, (2) seni tari dan drama rakyat, tarian drama memakai topeng, tari ronggeng, tari bedaya, lawakan, pertunjukan ahli cerita, pertunjukan wayang kulit, tembang-tembang lagu jawa dan lain-lain.

c. Sistem Kemasyarakatan

Di dalam kenyataan hidup masyarakat orang Jawa, orang masih membedakan antara orang priyayi yang terdiri dari pegawai negeri dan kaum terpelajar dengan orang kebanyakan yang disebut wong cilik, seperti petani-petani, tukang-tukang dan dan pekerja kasar lainnya, di samping keluarga kraton dan keturunan bangsawan bendara-bendara. Dalam kerangka susunan masyarakat ini, secara bertingkat yang berdasarkan atas gensi-gensi itu, kaum priyayi dan bendara-bendara menjadi lapisan masyarakat atas, sedangkan wong cilik menjadi lapisan masyarakat bawah. Disisi lain ada juga lapisan joko, sinoman atau bujangan. Golongan ini belum menikah dan masih tinggal bersama orang tua atau dirumah orang lain.

Secara administratif, suatu desa di Jawa biasanya disebut kelurahan dan dikepalai oleh seorang lurah. Sekelompok dari 15 sampai 25 desa merupakan suatu kesatuan administratif yang disebut kecamatan dan dikepalai oleh seorang pegawai pamong praja yang disebut camat (Koentjaraningrat, 2010:-344-345).

21 d. Sistem Mata Pencaharian Hidup

Selain sumber penghidupan yang berasal dari pekerjaan-pekerjaan kepegawaian, pertukangan, dan perdagangan, bertani adalah salah satu mata pencaharian hidup dari sebagian besar masyarakat orang Jawa di desa-desa. Tetapi ada pula yang melakukan usaha-usaha kerja sambil membuat makanan tempe, mencetak batu merah, membatik, menganyam tikar, dan menjadi tukang-tukang kayu (Koentjaraningrat, 2010:334-337).

e. Bahasa

Bahasa orang jawa tergolong sub-keluarga Hesperonesia dari keluarga bahasa Malayo-Polinesia. Beberapa ilmuwan di Inggris, German, dan Belanda telah lama meneliti tentang perkembangan bahasa ini. Bahasa Jawa sendiri telah mengalami beberpa tahapan perkembangan, antara lain :

(1) Jawa Kuno, bahasa ini berkembang antara abad 8-10 masehi, dipahat pada batu atau diukir pada perunggu, dengan bahasa seperti yang digunakan dalam karya-karya kesusastraan kuno abad 10-14 masehi. Mayoritas berisi kata-kata puitis, merefleksikan bahasa yang biasa digunakan saat itu.

(2) Jawa Kuno yang digunakan dalam kesusastraan Jawa Bali, kesusastraan ini banyak ditemukan di Bali dan Lombok. Setelah Islam mulai memasuki Jawa Timur, beberapa komunitas Hindu-Jawa, bermigrasi ke Bali dan Lombok.

22 Kebanyakan dari mereka tinggal dan menetap di sana hingga sekarang, bahasa yang digunakanpun sekarang lebih dikenal sebagai Bahasa Bali.

(3) Bahasa yang digunakan dalam kesusastraan islam di Jawa Timur, ditulis pada saat berkembangnya kebudayaan islam yang menggantikan kebudayaan Hindu-Jawa didaerah aliran sungai brantas dan hilir sungai bengawan Solo pada abad 16-17 M.

(4) Bahasa Jawa-Islam di Pesisir Pantai, Budaya ini berkembang di daerah pesisir utara Jawa, sekitar abad 17-18 masehi, mereka menyebut diri mereka komunitas Pasisir. Komunitas Pasisir kebanyakan bermukim di kota Demak, Kudus, dan Gresik, kemudian barulah menyebar ke Cirebon.

(5) Bahasa Jawa Mataram, Bahasa ini berkembang di abad 18-19 Masehi, dan timbul karena pengaruh Kerajaan Mataram, yang dulu berada di sekitar Sungai Solo, dan lembah sungai Opak dan Progo di daerah Gunung Merapi-Merbabu-Lawu di JawaTengah.

(6) Bahasa Jawa Sekarang, bahasa yang dipakai dalam percakapan sehari-hari dalam masyarakat orang Jawa dalam buku-buku serta surat-surat kabar berbahasa jawa dalam abad ke-20 ini.

23 Pada masa sekarang bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari adalah bahasa Jawa. Saat mengucapkan atau berbicara bahasa daerah ini, sesorang harus memperhatikan dan membeda-bedakan keadaan orang yang diajak bicara atau yang sedang dibicarakan, berdasarkan usia arau status sosialnya. Ada dua macam bahasa Jawa apabila ditinjau dari tingkatannya, yaitu bahasa Jawa Ngoko dan Krama. Bahasa Jawa Ngoko digunakan untuk orang yang sudah mengenal akrab dan terhadap orang yang lebih muda usianya serta lebih rendah status sosialnya. Sedangkan Bahasa Jawa Krama digunakan untuk berbicara kepada orang yang belum dikenal akrab, serta orang yang lebih tinggi derajat sosial.

Orang Jawa juga memiliki deretan huruf alfabet sendiri, biasa kita kenal dengan huruf “ha na ca ra ka da ta sa wa la pa da ja ya nya ma ga ba ta nga”. Huruf-huruf ini konon muncul dari pertarungan Pangeran Ajisaka, yang sebenarnya menerangakn arti dari deretan huruf tersebut. Sebagian besar huruf Jawa kebanyakan mengadopsi dari Sanskrit Dewanagari, dari India Selatan (Koentjaraningrat, 1984:17-19).

f. Sistem Kekerabatan Orang Jawa

Menurut Koentjaraningrat, Masyarakat Jawa mengenal istilah kindred (keluarga luas) menunjukkan arti penting dalam kebersamaan keluarga luas. Masyarakat Jawa mengenal sistem kekeluargaan

24 bilateral, atau memperhitungkan garis keturunan dari kedua belah pihak orang tua. Dalam kehidupan sehari-hari terdapat istilah-istilah yang diguanakan dalam menyebut seseorang di dalam kelompok kerabatnya. Misal, panggilan Bapak atau Rama untuk orang tua laki-laki. Bulik, atau Paklik untuk adik dari orangtua. Serta masih banyak lagi yang lain.

Hingga kini, penerapan kata panggilan dalam sistem kekerabatan masih dipegang teguh, bagi orang muda, merupakan kewajiban untuk memanggil seseorang lebih tua menggunakan istilah yang telah ditentukan dalam sistem kekerabatan tersebut. Hal ini menunjukkan penghormatan dari orang muda kepada orang yang lebih tua, karena orang yang lebih tua dianggap sebagai pelindung, pembimbing dan penjaga. Melanggar perintah dan nasehat dari orang yang lebih tua, dipercaya menimbulkan sengsara atau kuwalat.

Berdasarkan golongan sosial, Suku Jawa membagi menjadi 3 golongan sosial, yaitu :

(1) Golongan Wong cilik (orang kecil), Golongan ini terdiri dari petani dan mereka yang berpendapatan rendah, atau orang yang biasa-biasa saja. Golongan ini dulu biasa bekerja di pabrik gula atau perusahaan Belanda dan Cina. Golongan Wong Alit juga biasa mengabdi di rumah-rumah keluarga priyayi. dan tinggal di kampung.

25 (2) Kaum Priyayi, Merupakan kelas tertinggi dalam masyarakat Jawa, biasa bertempat tinggal di pusat-pusat kota. Kesenjangan yang besar kentara jelas antara kaum priyayi dan golongan wong alit. Mulai fasilitas, pendidikan, pekerjaan, hingga perlakuan sosial dari masyarakat. Seorang priyayi boleh mengenyam pendidikan di sekolah, namun tidak bagi golongan wong alit.

(3) Kaum Sodagar, Kaum sodagar banyak ditemui di Jawa, baisanya mereka berada di kota dengan populasi masyarakat Cina yang sedikit. Mereka akan memulai usaha dibidang yang masih sedikit dikuasai orang cina. Kaum sodagar inilah yang banyak memabawa pengaruh bagi masyarakat Jawa. Baik itu kepercayaan seperti Islam, maupun kesenian lain (Kholifa, 2010:29-30).

g. Aliran Kepercayaan atau Religi Masyarakat Jawa

Mengenai religi masyarakat Jawa dilihat dari dua sisi perbedaan yaitu membandingkan religi kebudayaan jawa didaerah pedesaan dan religi kebudayaan jawa diperkotaan, tetapi didasarkan pada perbedaan antara agama islam Jawa yang (1) Sinkretis menyatukan unsur-unsur pra-Hindu, Hindu dan Islam, dan (2) agama islam yang puritan, mengikuti agama islam yang taat .

Dalam kepercayaan jawa masyarakat mengenal adanya ilmu gaib Jawa dan gerakan-gerakan kebatinan. Kedua-duanya merupakan unsur dalam kebudayaan Jawa. Perlu diketahui bahwa ilmu gaib kebanyakan dipraktekkan oleh penduduk pedesaan daripada

26 diperkotaan, sebaliknya gerakan-gerakan kebatinan lebih banyak mewarnai penduduk kota daripada orang desa. Namun baik ilmu gaib maupun gerakan kebatinan lebih banyak dilakukan oleh orang jawa penganut islam yang bersifat sinkretis daripada oleh orang jawa penganut agama islam puritan.

Kepercayaan islam yang mempercayai adanya makhluk-makhluk gaib. Kekuatan sakti, dan melakukan berbagai ritus dan upacara-upacara keagamaan yang tidak ada sangkut pautnya dengan agama islam yang resmi adalah suatu varian dari islam jawa, yaitu agama Jawi.

Bentuk agama islam orang Jawa yang disebut Kejawen adalah suatu keyakinan dan konsep-konsep Hindu-Budha yang cenderung kearah mistik, yang tercampur jadi satu dan diakui sebagai agama islam. Kebanyakan yang menganut ajaran ini adalah didaerah-daerah jawa tengah. Sedangkan agama islam santri, yang walaupun tidak terlepas dari unsur-unsur animisme dan unsur Hindu-Budha, lebih dekat pada dogma-dogma ajaran islam yang sebenarnya. Agami islam santri lebih cenderung didaerah Banyumas dan daerah pesisir, Surabaya, daerah pantai Utara, ujung timur Pulau Jawa, dan lain-lain.

Orang Jawa yang bukan islam juga banyak, yaitu orang-orang yang beragama Khatolik, Protestan, Budha, dan Hindu. Tetapi penganutnya sangat kecil jumlahnya (Koentjaraningrat, 1984:310-313).

27 (1) Sistem Keyakinan Agami Jawi

Sistem kejawen dapat dibagi dalam berbagai keyakinan, konsep, pandangan, dan nilai, seperti:

(a) Yakin akan adanya Allah, menurut konsep islam kejawen Tuhan adalah keseluruhan dalam alam dunia ini, yang dilambangkan dengan wujud suatu makhluk dewa yang sangat kecil, sehingga setiap waktu dapat masuk kedalam hati sanubari orang. Pandangan orang jawa yang sifatnya pantheistis.

(b) Yakin bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan yakin adanya nabi-nabi lain, sistem keyakinan agama kejawen memandang Nabi Muhammad sangat dekat dengan Allah. Dalam hampir setiap ritus dan upacara, pada waktu mengadakan pengorbanan, sajian, atau selamatan orang jawa mengucapkan nama Allah dan Nabi Muhammad.

(c) Yakin akan adanya tokoh-tokoh islam yang keramat, agami jawi mengenal banyak tokoh-tokoh Jawa yang keramat, biasanya adalah guru-guru agama (wali songo), tokoh-tokoh historis, yang biasanya dikenal orang dari kesusastraan babad. (d) Yakin adanya kosmogoni dan kosmologi, mengenai mitologi

penciptaan dunia dan manusia, walaupun dalam agami jawi ada beberapa mite mengenai penciptaan alam semesta , semuanya mengandung unsur-unsur kosmologi hindu-jawa

28 dan unsur keyakinan islam bahwa Adam adalah nabi yang pertama didunia ini. Berbagai konsepsi orang jawa mengenai penciptaan alam semesta dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu mite-mite dengan uunsur dominan hindu-budha, mite dengan unsur sinkretik agami jawi dan islam, mite dengan unsur mistik.

(e) Esyatologi agami jawi, merupakan hasil sinkretisme antara konsep-konsep-konsep agama budha mengenai keempat periode perkembangan alam semesta dan berakhirnya sejarah serta harapan yang akan datangnya Imam Mahdi pada Hari Kiamat.

(f) Yakin akan adanya dewa-dewa tertentu yang menguasai bagian-bagian dari alam semesta, orang Jawa yakin akan adanya dewa-dewa. Dewa-dewa dikenal dengan adanya cerita-cerita wewayangan, dimana para dewa itu selalu berperan sebagai pelindung manusia dan penolong.

(g) Yakin adanya makhluk halus penjelma nenek moyang yang sudah meninggal dan roh-roh penjaga, dalam hal ini orang-orang menganggap bahwa roh-roh nenek moyang yang sudah meninggal masih berkeliaran, roh-roh nenek moyang akan dipuja dan dipanggil oleh para keturunanya untuk memberi nasehat mengenai persoalan rohani maupun material. Makam

29 nenek moyang adalah tempat melakukan hubungan secara simbolik denagn roh orang yang sudah meninggal.

(h) Yakin akan adanya Kesaktian, hanya orang-orang yang kuat jasmani dan rohaninya saja yang dianggap mampu memiliki kesakten. Kesakten bisa berupa energi yang ada bada diri seseorang ,benda-benda keramat pusaka seperti keris dan simbolik, serta jimat-jimat kecil.

(2) Sistem Upacara Agami Jawi

Dalam sistem upacara agami Jawi yang terpenting adalah upacara makan bersama atau selamatan yang berhubungan dengan pemujaan roh orang yang meninggal atau pemujaan nenek moyang. Disisi lain adat untuk mengunjungi ke makam atau nyekar dapat dikatakan suatu tindakan yang penting dalam agami Jawi. Berbagai jenis sajian atau sesajen tidak dapat lepas dari upacara Agami Jawi, biasanya dilakukan pada acara selamatan upacara agama hari-hari besar Islam,selamatan kelahiran bayi, selamatan pada waktu pernikahan dan lain-lain.

Sedangkan dalam agami santri keyakinan dan sisitem upacara diatas sangat berbeda sekali dan berlawanan jika diterapkan. Agami santri lebih melakukan kegiatan keagamaan sesuai dengan agama islam resmi yang tidak mencampurkan aliran-aliran sinkretisme atau kejawen. Agami santri diajarkan membaca

30 Nabi Muhammad, mengenai penciptaan dunia akhirat, yang semua telah dipastikan adanya. Meski terkadang ada sedikit percampuran hal-hal ajaran hindu-budha (Koentjaraningrat, 1984:319-410). h. Islam Jawa

Islam merupakan unsur penting pembentuk jati diri orang Jawa. Ajaran dan kebudayaan Islam mengalir sangat deras dari Arab dan Timur Tengah sehingga memberi warna yang sangat kental terhadap kebudayaan Jawa. Agama islam masuk ke Jawa sebagaimana islam datang ke Malaka, Sumatra dan Kalimantan. Agama tauhid ini terus berkembang di Jawa. Kaum pedagang dan nelayan di pesisir banyak yang terpikat ajaran yang mengenalkan Tuhan Allah SWT. Islam di Jawa semakin meluas lagi seiring dengan para ulama yang selalu giat menyebarkan agama ini yang bersumberkan dari Al-Qur‟an dan Hadis Nabi.

Islam masuk ke Jawa secara akulturasi damai. Hal ini terjadi: Pertama karena para pendakwah islam yang datang mula-mula adalah pesantri, ulama, pedagang dan para ahli sufi. Sedangkan para pedagang tersebut melakukan perdagangan secara baik-baik dan para sufi mengajarkan doktrin-doktrin spiritual. Kedua, sifat tenggang rasa dari orang Jawa sendiri yang mudah menerima setiap yang datang dari luar dan dianggap baik lalu isesuaikan dengan prinsip dan kebudayaan sendiri. Sehingga

31 banyak agama mistk islam yang justru lebih muda dipahami oleh orang Jawa (Hadisutrisno, 2009:129-132).

Namun seiring meluasnya agama islam telah terjadi fenomena islam itu sendiri di Jawa. Karena telah terjadi sinkretisme antara Islam dan agama Jawa (tradisi leluhur). Percampuran yang kental demikian, telah memunculkan tradisi tersendiri yang unik di Jawa. Dalam artian orang Jawa yang taat menjalankan Islam, kadang-kadang masih tidak meninggalkan ritual Kejawen. Pemahaman Islam Jawa didasarkan analogi munculnya keyakinan Hindu Jawa yang ada jauh sebelum Islam datang. Disisi lain karena bercampur dengan tindak budaya.

Kehadiran Islam Jawa umumnya dipelopori oleh paham mistik kejawen. Paham ini juga dipelopori oleh hadirnya aliran kebatinan yang cukup banyak di Jawa. Dengan masuknya Islam Jawa yang membawa aliran kebatinan dan mistik berupa tradisi ritual slametan, membakar kemenyan, dan sejumlah ritual pemujaan roh-roh leluhur tampaknya dianggap tidak sejalan dengan ajaran islam karena itu dianggap syirik (Endraswara, 2010:77-78).

Agama Islam telah mengubah wajah dan kiblat orang Jawa. Namun, kuatnya tradisi Jawa membuat islam mau atau tidak mau harus berakulturasi. Akhirnya wujud akulturasi tersebut menjadi ajaran khas Jawa, yang dikenal dengan Islam Kejawen. Kini, Islam

32 dan Kejawen hampir tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainya (Hadisutrisno, 2009:11).

i. bentuk-bentuk Islam Kejawen

menurut Samidi Khalim bentuk-bentuk islam kejawen sebagai berikut :

(1) Slametan

Slametan merupakan nilai yang sakral bagi masyarakat Jawa dengan mengundang para tetangga ditambah beberapa kerabat dan handai taulan ikut serta. Tujuannya adalah mencapai keadaan slamet. Slametan dilakukan dengan mengadakan makan-makan bersam, biasanya sejak menyambut kelahiran bayi, khitanan, pernikahan, sampai pada orang meninggal. Slametan yang pada masa pra-Islam banyak menggunakan tradisi mistis mitologis Hindu-Budha dengan berbagai macam sesaji, setelah islam datang cukup dengan doa-doa yang dipanjatkan oleh seorang rais (modin) dan bacaan-bacaan ayat Al-Qur‟an yang dianggap telah syah.

(2) Nyadran

Salah satu bentuk upacara mengagungkan arwah leluhur. Upacara adat ini dilakukan oleh masyarakat Jawa dengan patuh, mengadakan berbagai macam sesaji dirumah-rumah. Dengan cara mengadakan tabur bunga di tempat ziarah atau kubur, kemudian orang-orang melakukan mandi suci untuk

33 menyambut datangnya bulan suci Ramadhan serta pembacaan doa dengan membaca ayat-ayat Al-Qur‟an (tahlil) yang dilakukan dengan cara islami (Khalim, 2008:69).

F. Definisi Konseptual

Dokumen terkait