• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

A. Kedudukan Bank Dalam Pencegahan dan Pemberantasan

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 perbankan adalah “segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatannya”100

Asas kerahasiaan dalam bidang keuangan termasuk bank ini sudah lama dikenal dalam sejarah keuangan dan financial. Konsep rahasia bank bermula timbul dari tujuan untuk melindungi nasabah bank yang bersangkutan. Hal ini nyata terlihat ketika Court of Appeal Inggris secara bulat memutuskan pendiriannya dalam kasus Pada dasarnya perbankan merupakan bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu Negara, yang pada era globalisasi sekarang ini, perbankan tidak hanya menjadi bagian sistem keuangan dan sistem pembayaran Negara saja tetapi sudah menjadi sistem keuangan dan sistem pembayaran dunia.

Seperti yang diketahui bahwa Perbankan adalah suatu lembaga di bidang keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak dari kepercayaaan masyarakat terhadap kepatuhan bank dalam menjalani kewajiban rahasia bank.

100

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, Pasal 1 Angka 1.

Tournier V. National Provincial and Union Bank of England tahun 1924, suatu putusan pengadilan yang kemudian menjadi leading case law yang menyangkut ketentuan rahasia bank di Inggris dan kemudian diacu oleh pengadilan-pengadilan negara-negara lain yang menganut common law system. Bahkan 60 tahun sebelum putusan Tournier tersebut, yaitu dalam perkara Foster V. The Bank of London tahun 1862, juri telah berpendapat bahwa terdapat kewajiban bagi bank untuk tidak boleh mengungkapkan keadaan keuangan nasabah bank yang bersangkutan kepada pihak lain.101 Bahkan sejak zaman pertengahan, masalah rahasia di bidang keuangan ini sudah diatur dalam KUHPerdata Negara Jerman dan kota-kota di Negara Italia bagian utara.102

Ada terdapat 2(dua) teori tentang kekuatan berlakunya asas rahasia bank ini antara lain :

103

1. Teori Mutlak

Dalam hal ini rahasia keuangan dari nasabah bank tidak dapat dibuka kepada siapa pun dan dalam bentuk apapun. Dewasa ini hampir tidak ada lagi Negara yang menganut Teori Mutlak ini. Bahkan Negara-Negara yang menganut perlindungan nasabah secara ketat seperti Swiss atau Negara-Negara tax heaven

seperti Kepulauan Bahama atau Caymand Island juga membenarkan rahasia bank dalam arti khusus.

101Arhiem SH, “ Rahasia Bank”,

http://hukumperbankan.blogspot.com/2008/12/sejarah-rahasia-bank.html diakses pada tanggal 14 Mei 2012 , pukul 03.00 Wib.

102Adrian Sutedi, Hukum Perbankan, ,Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan

Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 6

2. Teori Relatif

Menurut teori ini, rahasia bank tetap diikuti tetapi dalam hal-hal khusus yakni dalam hal yang termasuk luar biasa, prinsip kerahasiaan bank tersebut dapat diterobos, misalnya untuk kepentingan perpajakan atau kepentingan perkara pidana. Penerapan asas ini berlaku juga dalam enforcement law di Indonesia.

Pada Pasal 40 angka (1) menyebutkan bahwa “Bank wajib merahasiakan keterangan nasabah penyimpannya dan simpanannya”.

Dalam penjelasan Pasal 40 ini dinyatakan bahwa keterangan mengenai nasabah selain sebagai nasabah penyimpan bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank. Bahkan disebutkan bahwa apabila nasabah bank adalah nasabah penyimpan yang sekaligus juga sebagai Nasabah Debitur, bank tetap merahasiakan keterangan tentang Nasabah dalam kedudukannya sebagai Nasabah Penyimpan.

Yang dimaksud dengan keterangan adalah “informasi” sehingga yang wajib dirahasiakan o leh bank adalah segala sesuatu yang berhubungan denga n informasi mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya.

Oleh karena begitu ketatnya dan kukuhnya setiap perbankan menganut Prinsip Kerahasiaan Bank, maka seiring perkembangan zaman timbul kejahatan yang mengambil celah dari prinsip kerahasian bank tersebut yakni Tindak Pidana Pencucian Uang. Target pelaku Money Laundering adalah negara-negara yang mempunyai ketentuan yang minim dalam bidang perbankan, yaitu negara yang masih menjunjung tinggi prinsip rahasia bank yang ketat. Minimnya ketentuan dibidang perbankan dan rahasia bank yang ketat disuatu negara dapat memungkinkan bagi para

pencuci uang dengan leluasa memanfaatkan fasilitas perbankan untuk kepentingan mengaburkan hasil kejahatan. Sifat kaku dan tertutup dalam prinsip rahasia bank merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan maraknya praktik-praktik pencucian uang di satu negara dan juga menjadi faktor berhasil atau tidaknya pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang.

Oleh karena itu perbankan dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang mempunyai beberapa kewajiban yakni:

1. Kewajiban untuk menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah

Mengenai hal ini ditegaskan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 dalam pasal 11 angka (1) menyebutkan bahwa ”sebelum melakukan hubungan usaha dengan Nasabah, Bank wajib meminta informasi yang memungkinkan Bank untuk dapat mengetahui Profil Calon Nasabah”.

Langkah awal untuk mengetahui tentang profil calon nasabah, maka dalam pembukaan rekening tidak dibenarkan adanya perwakilan, harus nasabah yang bersangkutan membuka rekening ke perbankan, kemudian Bank wajib meminta informasi mengenai : 104

104Anne Ahira, “Perbankan”, http://www.scribd.com/doc/86729021/Paper-Perbankan diakses

pada tanggal 23 Mei 2012 pukul 14. 00 Wib.

a. Maksud dan tujuan hubungan usaha yang dilakukan calon nasabah dengan Bank. Untuk dapat mengetahui maksud dan tujuan hubungan usaha yang dilakukan oleh calon nasabah dengan Bank, maka terlebih dahulu harus dipisahakan golongan-golongan dari calon nasabah itu sendiri antara lain :

(1) Untuk nasabah perorangan pada umumnya maksud dan tujuan pembukaan rekening adalah untuk penyimpanan dana yang berasal dari gaji, usaha maupun pemberian orangtua (bagi calon nasabah yang masih menjadi tanggungan orangtua).

(2) Untuk nasabah perusaahaan biasanya maksud dan tujuan pembukaan rekening adalah untuk melaksanakan kegiatan operasional perusahaan, begitu juga halnya dengan nasabah kelembagaan maupun yayasan.

b. Informasi lain yang memungkinkan Bank untuk dapat mengetahui Profil calon nasabah. Informasi lain yang dimaksud disini menyangkut mengenai pekerjaan calon nasabah, penghasilan rata-rata, alamat domisili, tempat dan tanggal lahir dan sebagainya.

c. Identitas pihak lain dalam hal calon Nasabah bertindak untuk dan atas nama pihak lain.

2. Kewajiban untuk terus melakukan indentifikasi atau pemantauan terhadap transaksi keuangan nasabah

Yang dimaksud dengan identifikasi atau pemantauan terhadap transaksi keuangan nasabah termasuk di dalamnya transaksi mencurigakan yang tidak sesuai dengan Profil Nasabah atau tidak sesuai dengan tujuan serta maksud hubungan usaha pada saat pembukaan rekening di awal dan juga tranksaksi keuangan tunai yang dilakukan baik secara sekaligus atau kumulatif diatas Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) yang dilakukan pada satu hari kerja.

3. Kewajiban untuk melakukan pelaporan transaksi keuangan secara berkala

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 25 angka (1) dan (2) tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang diwajibkan adanya pelaporan kepada pihak yang berwenang untuk menerima pelaporan tersebut yang dalam hal ini adalah PPATK. Untuk transaksi keuangan mencurigakan lama pelaporan adalah adalah 3 (tiga) hari kerja setelah perbankan mengetahui adanya unsur transaksi mencurigakan dan 14 (empat belas) hari kerja untuk transaksi keuangan tunai.

4. Kewajiban untuk melakukan penatausahaaan dokumen

Melakukan penyimpanan data dokumen nasabah bukan hanya penyimpanan data nasabah pada saat pembukaan rekening tetapi juga seluruh transaksi keuangan yang dilakukan oleh setiap nasabah dalam kurun waktu 10 tahun.

5. Kewajiban perbankan untuk melakukan pelatihan kepada pegawai perbankan. Pelatihan ini ditujukan agar semakin meningkatkan kewaspadaan akan terjadinya tindak pidana pencucian uang, oleh karena itu perlu adanya pelatihan dan pembinaan kepada pegawai/staff perbankan sehingga dapat bereaksi dengan cepat dan tepat terhadap keadaan dan kejadian keuangan yang mencurigakan.

Kemudian yang menjadi hak perbankan dalam kedudukannya sebagai lembaga yang berperan aktif untuk pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang adalah:

1. Perbankan mempunyai hak untuk meminta seluruh informasi dan data-data yang diperlukan pada saat pembukaan rekening calon nasabah baik itu perorangan, perusahaan, nasabah kelembagaan maupun yayasan. Yang tujuannya adalah untuk mengetahui dengan jelas dan detail profil calon nasabah tersebut.

2. Perbankan berhak meminta surat keterangan pendukung dari instansi pemerintahan (bila diperlukan) untuk semakin menegaskan mengenai profil calon nasabah. Misalnya surat keterangan domisili bagi nasabah perusaahan, kelembagaan maupun yayasan.

3. Berdasarkan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dinyatakan bahwa apabila perbankan selaku PJK melaporkan adanya transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi keuangan tunai kepada PPATK dan setelah dilakukan verifikasi ulang terhadap laporan tersebut terbukti adanya indikasi tindak pidana pencucian uang, maka PPATK dalam hal ini dapat meminta PJK untuk melakukan penghentian sementara seluruh atau sebagian transaksi keuangan nasabah tersebut. Dan untuk hal ini pihak perbankan berhak untuk melakukan penghentian sementara tersebut.

Selain hak dan kewajiban perbankan diatas terdapat juga hal-hal yang harus diperhatikan perbankan dalam upaya melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang antara lain :105

105

Endi Farian, “ Tindak Pidana Pencucian Uang”,

pukul 08.00 wib.

a. Mengenai sistem kerahasiaan Bank

Adanya peraturan mengenai kerahasiaan Bank sebenarnya telah memberikan celah untuk tumbuh dan berkembangnya praktek money laundering. Ditentukan dalam Pasal 41 UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan bahwa perbankan Indonesia wajib melindungi kerahasiaan dari pada nasabahnya. Peraturan tersebut juga menyebutkan bahwa untuk pengusutan perbankan, kerahasiaan bank baru bias dibuka setelah adanya surat permohonan dari Menteri Keuangan ke Gubernur BI. Setelah disetujui barulan Pimpinan BI sebagaimana diatur dalam peraturan BI No.2/19/PBI/2000 mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat Bank. Oleh karena masih ketatnya peraturan di Indonesia mengenai Kerahasiaan Bank dapat menjadi penghambat tuntasnya suatu kasus pencucian uang di Indonesia.