• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

B. Pengaturan Pencegahan Tindak Pencucian Uang dalam

Setelah diundangkannya Undang-Undang No 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UUTPPU) pada tanggal 17 April 2002 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 dan kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, terjadi perubahan besar dalam tata cara memandang dan menangani kegiatan pencucian uang diIndonesia

Dalam rangka mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang maka berdasarkan pengaturan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 maka :

1. Dibentuklah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang merupakan lembaga independen dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. PPATK pada dasarnya adalah unit intelijen keuangan (Financial Inteligent Unit/ FIU). Berdasarkan Pasal 39 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010

adapun yang menjadi tugas utama PPATK adalah mencegah tindak pidana pencucian uang yang tujuannya adalah untuk melakukan pendeteksian dini terhadap tindak pidana pencucian uang. Pentingnya PPATK dilatarbelakangi kesadaran bahwa untuk memerangi pencucian uang dibutuhkan keahlian khusus bagi penegak hukum. Pendirian unit intelijen keuangan yang bertugas menerima dan memproses informasi keuangan daripenyedia jasa keuangan harus dilihat dari latar belakang phenomena semakin meningkatnya kebutuhan akan lembaga penegak hukum khusus.84

Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 ini fungsi PPATK menjadi lebih luas dibandingkan udang-undang sebelumnya dimana fungsinya antara lain:

Suatu financial intelligent unit biasanya melakukan beberapa tugas dan wewenang, yaitu tugas pengaturan sebagai regulator, melakukan kerjasama dalam rangka penegakkan hukum, bekerjasama dengan sektor keuangan, menganalisa laporan yang masuk, melakukan pengamanan terhadap seluruh data dan aset yang ada, melakukan kerjasama internasional dan fungsi administrasi umum. PPATK sebagai suatu financial intelligent unit juga melaksanakan fungsi yang demikian. Untuk melaksanakan perannya sebagai

financial intelligent unit dalam usaha pencegahan pencucian uang di Indonesia.

85

a. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. b. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK. c. Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor.

84Zulkarnain Sitompul, Op. cit., hal.278. 85

Undang-undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No. 8 Tahun 2010, Pasal 40.

d. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain. Dengan adanya fungsi-fungsi tersebut maka kewenangan PPATK menjadi semakin luas guna menjalankan fungsi-fungsinya tersebut.

e. Perintah Pemblokiran Penyidik,Penuntut Umum dan Hakim

Tindakan pemblokiran terhadap harta kekayaan tersangka atau terdakwa dapat dilakukan jika sudah diketahui atau patut diduga harta tersebut adalah hasil kejahatan. Pasal 71 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 menentukan bahwa penyidik, penuntut umum dan hakim berwenang memerintahkan Pihak Pelapor untuk melakukan pemblokiran Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana.

Pada ketentuan Pasal 41 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, PPATK dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, PPATK berwenang:

a. meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu;

b. menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan;

c. mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana Pencucian Uang dengan instansi terkait;

d. memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan tindak pidana Pencucian Uang;

e. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang;

f. menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang; dan, g. menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana

Pencucian Uang.

Dalam melaksanakan fungsi pengelolaan data dan informasi, sesuai dengan ketentuan Pasal 42 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, PPATK berwenang menyelenggarakan sistem informasi. Sistem informasi sebagaimana dijabarkan dalam penjelasan Pasal 42 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 antara lain:

a. Membangun, mengembangkan, dan memelihara sistem aplikasi;

b. Membangun, mengembangkan, dan memelihara infrastruktur jaringan komputer dan basis data;

c. Mengumpulkan, mengevaluasi data dan informasi yang diterima oleh PPATK secara manual dan elektronik;

d. Menyimpan, memelihara data dan informasi ke dalam basis data; e. Menyajikan informasi untuk kebutuhan analisis;

f. Memfasilitasi pertukaran informasi dengan instansi terkait baik dalam negeri maupun luar negeri; dan

Dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor sebagaimana diatur di dalam Pasal 43 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, PPATK berwenang:

a. Menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi pihak pelapor; b. Menetapkan kategori pengguna jasa yang berpotensi melakukan tindak pidana

pencucian uang;

c. Melakukan audit kepatuhan atau audit khusus;

d. Menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pihak pelapor;

e. Memberikan peringatan kepada pihak pelapor yang melanggar kewajiban pelaporan;

f. Merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha pihak pelapor; dan

g. Menetapkan ketentuan pelaksanaan prinsip mengenali pengguna jasa bagi pihak pelapor yang tidak memiliki lembaga pengawas dan pengatur.

Dalam melaksanakan fungsi analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi, dalam ketentuan Pasal 44 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 diatur bahwa PPATK dapat:

a. Meminta dan menerima laporan dan informasi dari pihak pelapor; b. Meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait;

c. Meminta informasi kepada pihak pelapor berdasarkan pengembangan hasil analisis PPATK;

d. Meminta informasi kepada pihak pelapor berdasarkan permintaan dari instansi penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri;

e. Meneruskan informasi dan/atau hasil analisis kepada instansi peminta, baik di dalam maupun di luar negeri;

f. Menerima laporan dan/atau informasi dari masyarakat mengenai adanya dugaan tindak pidana pencucian uang;

g. Meminta keterangan kepada pihak pelapor dan pihak lain yang terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang;

h. Merekomendasikan kepada instansi penegak hukum mengenai pentingnya melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; i. Meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau

sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan tindak pidana; j. Meminta informasi perkembangan penyelidikan dan penyidikan yang

dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal dan tindak pidana pencucian uang; k. Mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung

jawab sesuai dengan ketentuan undang-undang ini; dan l. Meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik.

2. Diwajibkannya setiap Penyedia Jasa Keuangan yang dalam hal ini tidak terbatas pada bank tetapi juga termasuk perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi, dana pensiun lembaga keuangan, perusahaan efek, manajer investasi, kustodian, wali amanat, perposan sebagai penyedia jasa giro,

pedagang valuta asing, penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu, penyelenggaraan e-money dan atau e-wallet, koperasi yang melakukan simpan pinjam, pegadaian, perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi atau penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang dan juga penyedia barang dan/atau jasa lain seperti perusahaan property/agen property, pedagang kendaraan bermotor, pedagang permata dan perhiasan/logam mulia, pedagang barang seni dan antik atau balai lelang86

Pelaporan terhadap kegiatan atau transaksi yang diduga adalah tindak pidana pencucian uang ini lebih tampak di dunia perbankan, oleh karena itu Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang telah membuat ketentuan yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya tindak pidana pencucian uang yaitu:

untuk melakukan pelaporan kepada PPATK. Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan tersebut diatas dilakukan sesegera mungkin paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah PJK mengetahui adanya unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan. Sedangkan untuk penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Tunai dan laporan Transaksi Keuangan transfer dana dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal transaksi dilakukan.

a. Laporan Transaksi Keuangan Tunai atau Cash Transaction Report (CTR)

Laporan Transaksi Keuangan Tunai atau Cash Transaction Report (CTR) memuat laporan mengenai transaksi keuangan tunai yang berjumlah kumulatif

86

Undang-undang Republik Indonesia tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No 8 Tahun 2010, Pasal 17.

sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih, seperti yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 6 yang mengatakan bahwa Transaksi Keuangan Tunai adalah transaksi keuangan yang dilakukan dengan menggunakan uang kertas dan/atau uanglogam.

b. Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan atau Suspicious Transaction Report(STR).

Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan atau Suspicious Transaction Report

(STR) adalah laporan yang memuat tansaksi keuangan mencurigakan yang adalah:87

(1) Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;

Dikatakan transaksi keuangan menyimpang dari profil misalnya A pada saat pembukaan rekening tabungan menyatakan bahwa pekerjaannya adalah seorang petani tetapi berdasarkan hasil report setiap hari A mendapat kiriman sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta), ini merupakan indikasi adanya TPPU yang tidak sesuai dengan profil nasabah yang bersangkutan. Dan transaksi keuangan yang menyimpang dari profil ini juga berlaku untuk PEP

(Politically Exposed Person). Ada pula transaksi keuangan yang menyimpang dari kebiasaan pola transaksi nasabah, yang dimaksud dengan hal ini adalah bahwa berdasarkan rutinitas ataupun rekening Koran rata-rata transaksi

87

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang , Pasal 1 angka 5.

keuangan nasabah adalah bekisar diantara puluhan juta tetapi dalam kurun waktu misalnya 2 bulan rata-rata transaksi mencapai ratusan juta.

Contoh-contoh diatas dapat dijadikan indikasi transaksi yang mencurigakan. (2) Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan

tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuang Undang-Undang; Yang dimaksud dengan transaksi keuangan di atas adalah transaksi keuangan yang dilakukan oleh Nasabah secara berkala (pola transaksi keuangan dipecah-pecah) misalnya A merupakan nasabah yang melakukan transaksi penyetoran atau penarikan secara tidak sekaligus dalam jumlah besar tetapi baik itu penyetoran maupun penarikan dilakukan secara berkala yang tujuannya adalah untuk menghindari pelaporan transaksi ke PPATK.

(3) Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; (4) Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak

Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan oleh PJK (Penyedia Jasa Keuangan) yang dapat dijadikan sebagai Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan itu antara lain :

a.Nama dan identitas Nasabah sesuai dengan nama tersangka atau terdakwa yang diinformasikan dalam media massa dan/atau sesuai dengan daftar teroris;

b.Nasabah yang ditutup hubungan usahanya karena tidak bersedia melengkapi informasi dan dokumen pendukung dan berdasarkan penilaian Bank transaksi yang dilakukan tidak wajar atau mencurigakan;

c.Nasabah/WIC yang ditolak atau dibatalkan transaksinya karena tidak bersedia melengkapi informasi yang diminta oleh Bank dan berdasarkan penilaian Bank transaksi yang dilakukan tidak wajar atau mencurigakan; atau

d.Transaksi yang memenuhi kriteria mencurigakan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

Berdasarkan hasil pelaporan oleh PJK tersebut maka Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dapat melakukan verifikasi ulang terhadap transaksi keuangan mencurigakan yang dilaporkan oleh PJK.

3. Diterapkannya Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles/ KYC) bagi perbankan sebagai salah satu cara untuk mengurangi risiko digunakannya perbankan tersebut sebagai sarana pencucian uang. Dalam menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa adalah Customer Due Diligence

(CDD) dan Enhanced Due Diligence (EDD) sebagaimana dimaksud dalam Rekomendasi 5 FATF, yang sekurang-kurangnya memuat tentang identifikasi, verifikasi dan pemantauan transaksi pengguna jasa, Berdasarkan Pasal 18 angka (5) bahwa Prinsip mengenali Pengguna Jasa sekurang-kurangnya memuat :

a. Identifikasi Pengguna Jasa; b. Verifikasi Pengguna Jasa;

C. Pengaturan Pemberantasan Tindak Pencucian Uang dalam