• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Alat Bukti Informasi Elektronik Dalam Perkara Pidana Menurut KUHAP

BERLAKU DI INDONESIA

C. Kedudukan Alat Bukti Informasi Elektronik Dalam Perkara Pidana Menurut KUHAP

Untuk membuktikan peristiwa-peristiwa atau fakta-fakta yang berkenaan dengan kasus pidana yang diadili di sidang pengadilan, menurut KUHAP dilakukan dengan menggunakan alat-alat. Dalam hal tindak pidana, maka alat-alat bukti yang dikenal di dalam hukum acara pidana terdapat di dalam Pasal 184 Ayat (1) yaitu:

1. Keterangan saksi; 2. Keterangan ahli; 3. Surat;

4. Petunjuk; dan

5. Keterangan terdakwa.

Dalam KUHAP tidak diatur mengenai informasi elektronik sebagai alat bukti yang tertera di dalam Pasal 184 Ayat (1) kecuali keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Jadi, di dalam ketentuan Pasal 184 Ayat (1) KUHAP hanya ditentukan ada lima jenis alat bukti yang sah. Di luar ini, tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah.

Hal ini berarti tindak pidana yang bersifat umum yang disebutkan di dalam KUH Pidana, seperti tindak pidana pembunuhan, penganayaan, jika diterapkan alat bukti berupa informasi elektronik, tidak dapat dijadika sebagai alat bukti akan tetapi hanya sebagai barang bukti yaitu barang bukti sebagai pendukung alat bukti petunjuk di dalam KUHAP. Jadi, kedudukan informasi elektronik jika dipandang dari sudut KUHAP, tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti yang berdiri sendiri sebagaimana halnya kelima-lima alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP tersebut, melainkan hanya sebagai barang bukti pendukung saja. Dengan kata lain

hanya karena dengan persesuaiannya menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana.

Petunjuk merupakan alat bukti keempat yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP. Dalam Pasal 188 Ayat (1) disebutkan pengertian petunjuk, yaitu perbuatan, kejadian atau keadaaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

Menurut Pasal 188 Ayat (2) KUHAP dalam hal cara memperoleh alat bukti petunjuk, hanya dapat diperoleh dari: 1) keterangan saksi, 2) surat, dan 3) keterangan terdakwa. Apabila alat bukti yang menjadi sumber dari petunjuk tidak ada dalam persidangan pengadilan, maka dengan sendirinya tidak akan ada alat bukti petunjuk. Nilai kekuatan pembuktian (bewijskracht) dari alat bukti petunjuk sama dengan alat bukti yang lain yaitu bebas. Hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk. Namun demikian, sebagaimana dikatakan Pasal 188 Ayat (3), penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif dan bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.

Sebagaimana diketahui, bahwa alat bukti konvensional dalam hukum acara pidana terdapat dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Sedangkan alat bukti konvensional di dalam hukum acara perdata adalah sebagaimana ditentukan di dalam

Pasal 164 Herzien Indonesisch Reglement (HIR) yaitu, bukti tulisan, bukti saksi, bukti persangkaan, bukri pengakuan, dan bukti sumpah.

Menurut Munir Fuady bahwa, ketentuan di dalam alat bukti, baik dalam hukum acara perdata maupun dalam hukum acara pidana terdapat model alat bukti

yang terbuka ujung (open end), yang memungkinkan masuknya berbagai alat bukti

baru, sesuai dengan perkembangan teknologi dan informasi, termasuk alat bukti yang sangat bersifat sainstifik dan/atau eksperimental. Alat bukti yang terbuka ujung tersebut adalah alat bukti persangkaan dalam hukum acara perdata dan alat bukti petunjuk dalam hukum acara pidana. Selanjutnya, perlu diketahui karena banyaknya alat bukti nonkonvensional tersebut yang canggih dan sangat berorientasi pada perkembangan teknologi, maka banyak di antaranya yang dapat memberikan nilai pembuktian yang akurat, bahkan melebihi dari keakuratan alat bukti konvensional. Alat bukti nonkonvensional yang demikian dapat dibuktikan di depan sidang pengadilan melalui pendemonstrasian di hadapan hakim. Ada beberapa contoh alat bukti demonstratif yakni sebagai berikut: 106

1. Foto atau rekaman video. Foto digital. Nondigital, atau rekaman video dapat menjadi alat bukti demonstratif sepanjang foto-foto tersebut tersebut dapat

menjelaskan duduk fakta yang ada. Dalam hal ini, foto atau rekaman video

dapat dipergunakan jika pihak yang mengambil foto atau video tersebut dapat

106

Munir Fuady., Op. cit.,hal. 182, Model pembuktian kejahatan melalui alat canggih yang

disebut dengan tes DNA (deoxyribonucleic acid) yang jauh lebih akurat dibandingkan dengan

pembuktian konvensional yang menggunakan saksi mata. Contohnya adalah kasus yang menimpa tersangka perkosaan dan perampokan yang bernama Ronald Cotton pada tahun 1984 di Burlington, North Carolina, USA. Dimana Ronald Cotton dituduh melakukan pemerkosaan terhadap dua orang gadis yang tinggal di apartemen. Persidangan di USA mengatakan bahwa Ronald Cotton terbukti melakukan pemerkosaan. Akan tetapi setelah 10 tahun lamanya, kemudian dilakukan tes DNA pemerkosa, ternyata sampel tersebut tidak sesuai atau tidak matching dengan sperma milik Ronald Cotton. Hal ini diketahui setelah dilakukan tes DNA.

dipanggil sebagai saksi ke pengadilan, atau jika dia tidak dapat ke pengadilan, ada saksi lain yang sanggup menjelaskan keakuratan pengambilan foto atau

video tersebut.

2. Rekaman suara melalui tape recorder , telepon, atau pesan SMS melalui

telepon seluler. Sama dengan pengambilan foto atau video, rekaman suara

melaluiu tape recorder, telepon atau bahkan pesan SMS melalui telepon

seluler juga dapat dipergunakan sebagai alat bukti demonstratif. Sama dengan alat bukti demonstratif dalam bentuk foto atau video, alat buti demonstratif

berupa tape recorder, telepon atau bahkan pesan SMS dapat dipergunakan

jika pihak yang merekam tersebut dapat dipanggil sebagai saksi ke pengadilan, atau jika dia tidak dapat ke pengadilan, ada saksi lain yang sanggup menjelaskan kekauratan rekaman tersebut.

3. Peta, model atau grafik, plaster cast, molds, maps, diagram, sketsa, dan

charts. Peta, model, grafik, sketsa atau alat peragaan lainnya termasuk

penulisan di papan tulis, di kertas besar, atau pemakaian mesin slight

projector atau infocus, juga dapat dpergunakan sebagai alat bukti demonstratif manakala peta, model, sketsa, dan lain-lain alat peragaan tersebut menunjukkan hal yang relevan dengan pembuktian dan merupakan penunjukan yang akurat terhadap apa yang ditunjukkannya.

4. Hasil rekaman X Ray, CT Scan, dan berbagai alat foto kedokteran lainnya.

Sebagaimana diketahui bahwa rekaman X Ray, CT Scan, dan berbagai alat

foto kedokteran lainnya umumnya diambil tanpa banyak orang melihatnya. Oleh karena itu, orang yang mengambil foto tersebut atau dokter yang terlibat dalam menganalisis harus dipanggil menjadi saksi di pengadilan, atau jika dia tidak dapat ke pengadilan, ada saksi lain yang sanggup menjelaskan keakuratan rekaman tersebut.

5. Alat bukti duplikasi. Tidak selamanya alat bukti asli dapat dihadirkan ke

pengadilan. Oleh karena itu, duplikasi dari alat bukti tersebut dapat dipergunakan sebagai alat bukti demonstratif sepanjang dapat membuktikan bahwa duplikasi tersebut benar-benar duplikasi dari aslinya. Sebagai contoh penggunaan pistol dari jenis dan kaliber yang sama dengan pistol yang dipergunakan oleh pembunuh dalam suatu pembuktian kasus pembunuhan. 6. Beberapa alat bukti demonstratif lain yang sering didemonstrasikan di depan

hakim dalam sidang antara lain sebagai berikut: 1) Tes sainstifik dalam sidang pengadilan; dan 2) Bukti rekonstruksi komputer.

Alat bukti yang telah ditentukan di dalam ketentuan Pasal 184 Ayat (1) KUHAP telah ditentukan lima jenis alat bukti yang sah. Alat bukti ini merupakan alat bukti konvensional, yaitu alat-alat bukti yang sudah ditentukan di dalam KUHAP. Di

luar ini, tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah menurut KUHAP. Pasal 184 Ayat (1) KUHAP tersebut telah menentukan secara limitatif alat bukti yang sah menurut undang-undang. Di luar daripada alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 tersebut, tidak dibenarkan dipergunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Ketua sidang, penuntut umum, terdakwa atau penasehat hukumnya, terikat dan terbatas hanya diperbolehkan menggunakan alat-alat bukti dalam Pasal 184. mereka tidak boleh leluasa dalam menggunakan alat bukti di luar alat bukti yang telah ditentukan dalam Pasal 184 Ayat (1) tersebut. Yang dinilai sebagai alat bukti dan mempunyai kekuatan pembuktian, hanya bukti yang digariskan di dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP tersebut, sedangkan alat-alat bukti di luarnya tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat.107

Jika dibandingkan dengan alat bukti di dalam Pasal 295 HIR, maka ada penambahan alat bukti baru yaitu keterangan ahli. Selain dari pada itu ada perubahan nama alat bukti yang dengan sendirinya, memiliki makna lain yaitu pengakuan terdakwa menjadi keterangan terdakwa. Alat-alat bukti yang tercantum di dalam Pasal 295 HIR tersebut dipandang sudah kuno, karena sama dengan Ned. Sv, (Nedherlands Strafvordering) yang lama. Belanda sendiri sudah lama (Tahun 1926) mengubahnya dalam Sv, yang baru.108

Karena kententuan yang mengatur alat bukti tersebut merupakan hukum acara yang merupakan hukum publik, maka alat bukti dalam hukum acara pidana maupun

107

M.Yahya Harahap, Op. cit, hal. 285.

108

dalam hukum perdata bersifat memaksa. Artinya, segala jenis alat bukti yang sudah diatur dalam pasal tersebut tidak dapat ditambah maupun dikurangi. Hanya saja tertolong bahwa baik dalam ketentuan hukum acara pidana maupun dalam hukum

acara perdata, terdapat model alat bukti yang terbuka ujung (open end), yang

memungkinkan masuknya berbagai alat bukti baru, sesuai dengan perkembangan Informasi dan Teknologi yang canggih termasuk alat bukti yang bersifat sainstifik dan atau eksperimental. Alat-alat bukti yang terbuka ujung tersebut menurut Munir Fuady digolongkan ke dalam alat bukti persangkaan dalam hukum acara perdata, dan digolongkan sebagai alat bukti petunjuk dalam hukum acara pidana, dan alat bukti yang terbuka ujung ini sering disebut sebagai alat bukti nonkonvensional109

Jika dilihat dari segi kedekatan alat bukti dan fakta yang akan dibuktikannya, maka terdapat dua macam alat bukti, yaitu sebagai berikut:110

1. Alat bukti langsung; dan

2. Alat bukti tidak langsung (sirkumstansial).

Yang dimaksud dengan alat bukti langsung (direct evidence) adalah alat bukti dimana saksi melihat secara langsung mengenai fakta sebenarnya yang akan dibuktikan sehingga fakta tersebut terbukti langsung (dalam satu tahapan saja) dengan adanya alat bukti tersebut. Sedangkan alat bukti tidak langsung (indirect

109

Munir Fuady, Op. cit, hal. 182, perlu diketahui bahwa karena banyaknya alat-alat bukti nonkonvensional tersebut yang canggih dan snagat berorientasi pada perkembangan Teknologi Informasi, maka banyak di antaranya yang dapat memberikan nilai pembuktian yang akurat, bahkan melebihi dari keakuratan alat bukti konvensional (yang di dalam Pasal 184 Ayat 1 KUHAP), sebagai contoh dapat dilihat model pembuktian kejahatan melalui alat canggih yang disebut dengan tes DNA (Deoxyribonucleic acid) yang jauh lebih akurat dibandingkan dengan pembuktian konvensional yang menggunakan saksi mata.

110

evidence) adalah atau disebut juga alat bukti sirkumstansial adalah suatu alat bukti dimana antara fakta yang terjadi dengan alat bukti tersebut hanya dapat dilihat hubungannya setelah ditarik kesimpulan-kesimpulan tertentu.111

Jika dilihat dari fisik alat bukti, maka alat bukti tersebut dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

1. Alat bukti testimonial; 2. Alat bukti berwujud; dan

3. Alat bukti berwujud, tetapi bersifat testimonial.

Yang dimaksud dengan alat bukti testimonial adalah pembuktian yang diucapkan (oral testimony) yang diberikan oleh saksi di pengadilan. Sedangkan yang dimaksud dengan alat bukti berwujud (tangible evidence) adalah adalah model-model alat bukti yang dapat yang dapat dilihat wujudnya atau betuknya yang pada prinsipnya terdiri dari dua macam yaitu:112

a. Alat Bukti riil. Alat bukti riil adalah sejenis alat bukti yang meruakan benda yang nyata ada di tempat kejadian misalanya, pistol atau pisau yang telah digunakn untuk membunuh, atau mesin mobil yang tidak berfungsi sehingga menyebabkan kecelakaan.

b. Alat bukti demonstratif. Alat bukti yang merupakan benda yang nyata tetapi bukan benda yang berada di tempat kejadian misalnya alat bantu visual atau audio visual, foto, gambar, grafik, model anatomi tubuh, dan sebagainya.

111

Ibid, hal. 5, contoh dari alat bukti langsung adalah manakala saksi melihat langsung bahwa si pelaku kejahatan mencabut pistolnya dan menembak ke arah korban, saksi mendengar bunyi letusan, dan kemudian melihat langsung si korban terkapar. Sedangkan contoh dari alat bukti tidak langsung

(bukti sirkumstansial) adalah manakala di tempat kejadian, skais untuk kasus pembunuhan melihat

korban tersungkur dengan darah di perutnya, dan di dekatnya terlihat tersangka memegang pisau yang berlumuran darah, dan kemudian pelaku melarikan diri. Jadi, saksi sebenarnya tidak melihat dengan matanya sendiri tentang proses terjadinya pembunuhan tersebut, tetapi dari keterangan dalam kesaksiannya, dapat ditarik kesimpulan bahwa korban dibunuh oleh tersangka dengan pisau tersebuut.

112

Selanjutnya, yang dimaksud dengan alat bukti berwujud tetapi bersifat testimonial adalah bentuk campuran antara alat bukti testimonial dan alat bukti berwujud. Dalam hal ini, sebenarnya alat bukti tersebut fisiknya berwujud, tetapi memiliki sifat yang testimonial, misalnya transkrip dari keterangan saksi (deposisi) atau transkrip dari kesaksian dalam sidang sebelumya di kasus yang lain.113

Bahwa dalam kenyataannya di samping alat bukti konvensional yang sudah lama dikenal, seperti alat bukti surat, saksi, pengakuan, dan sebagainya, masih sangat banyak alat bukti yang nonkonvensional, tidak terantisipasi pada saat HIR ataupun KUHAP dibentuk, misalnya tentang alat bukti elektronik, sainstifik dan lain-lain. Oleh karena itu, dapat atau tidaknya diterima alat bukti tersebut di pengadilan, masih mengandung banyak perdebatan. Akan tetapi menurut Munir Fuady bahwa, agar hukum pembuktian kita tidak ketinggalan kereta api, maka alat-alat bukti non konvensional tersebut haruslah dipertimbangkan hakim untuk diterima sebagai alat

Alat bukti berwujud, tetapi bersifat testimonial ini merupakan jenis alat bukti yang merupakan gabungan dari dua jenis alat bukti sebelumnya. Contoh dari jenis alat bukti ini adalah transkrip dari keterangan saksi atau transkrip dari siding sebelumnya dalam kasus yang lain. Meskipun dalam kenyataannya, di samping alat bukti konvensional yang sudah lama dikenal seperti alat bukti surat, saksi, pengakuan dan sebagainya sangat banyak modal alat bukti yang non konvensional dimana alat bukti tersebut tidak terantisipasi pada saat HIR atau KUHAP terbentuk.

113

http://roysanjaya.blogspot.com/2008_09_15_archive.html,”, oleh:

bukti di pengadilan. Hal ini dapat dilakukan, baik lewat alat bukti persangkaan dalam hukum acara perdata (vide Pasal 164 HIR) maupun melalui alat bukti petunjuk dalam hukum acara pidana (vide Pasal 184 KUHAP).114

Ketentuan mengenai alat bukti yang berkaitan dengan pembuktian di sidang pengadilan, Wisnubroto dan Widiartana menyatakan,

115

”Dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP ada lima jenis alat bukti, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Kelima jenis alat bukti tersebut, dapat dianggap cukup untuk mengungkapkan kebenaran dari suatu tindak pidana konvensional. Di sampin itu, dalam perkembangannya, sesuai denagn perkembangan masyarakat, muncul dan terjadi tindak pidana inkonvensional yang karakteristiknya berbeda dengan tindak pidana konvensional. Untuk mengungkap dan membuktikan terjadinya tindak pidana inkonvensional tersebut diperlukan alat bukti lain selain dari yang selama ini dikenal dalam KUHAP, misalnya data atau informasi yang tersimpan dalam media penympanan elektronik.”

Salah satu karakter dari hukum pembuktian adalah bahwa hukum pembuktian

merupakan suatu cabang ilmu hukum yang sangat technology oriented. Artinya,

perkembangan teknologi memberikan dampak langsung pada perkembangan pembuktian di pengadilan. Oleh karena itu, selain dari pada alat bukti konvensional yang disebutkan di dalam KUHAP, masih banyak lagi bentuk-bentuk alat bukti dewasa ini yang sering dimajukan di sidang pengadilan, seperti halnya foto, rekaman elektronik, gambar, suara, dan lain-lain. Alat bukti tersebut dikenal dengan istilah alat bukti non konvensional atau inkonvesional atau alat bukti demonstratif. Alat bukti ini

114

Ibid.

115

Aloysius Wisnubroto dan Gregorius Widiartana, Loc. cit, hal. 100-101, sebagai

perbandingan dalam Undang-Undang Pembuktian di Malaysia yang telah memasukkan alat bukti “dokumen” yang pengertiannya lebih luas daripada alat bukti surat sebagai dimaksud dalam Pasal 187 KUHAP.

tidak ada ditentukan di dalam KUAHP tetapi ditentukan di beberapa undang-undang lain seperti Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang Pemberantasan Terorisme, dan lain-lain. Jadi, macam-macam alat bukti yang tidak ditentukan di dalam KUHAP tetapi terbuka ujung untuk diterapkan alat bukti lain selain di dalam KUHAP, juga alat bukti tersebut tersebar di beberapa undang-undang organik lainnya.

Jadi, dalam hal pembuktian alat bukti alat-alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, jika menggunakan pembuktian dan alat-alat bukti dalam kasus tindak pidana terorisme, maka kedudukan alat-alat bukti termasuk wibe site yang disebutkan dalam Pasal 27 UUPTPT dalam konteks KUHAP hanya sebagai alat bukti petunjuk. Tentu saja jika menggunakan pembuktian dalam KUHAP, maka sanksi yang dijatuhkan kepada terdakwa terorisme akan jauh dari pada maksud dalam UUPTPT karena alat bukti yang demikian termasuk ke dalam alat bukti petunjuk. Jadi, bukan lagi dikatakan alat bukti akan tetapi sebagai barang bukti menurut KUHAP.

D. Pengaturan Alat Bukti Informasi Elektronik Dalam UUITE dan Beberapa