TINDAK PIDANA TEORISME
A. Pengertian dan Karakteristik Organisasi Terorisme
1. Pengertian Terorisme
Banyaknya pihak yang berkepentingan mengenai terorisme terutama terkait dengan politik, telah melahirkan berbagai opini yang berpengaruh terhadap definisi terorisme, salah satunya opini Peter Rosler Garcia, seorang ahli politik dan ekonomi luar negeri dari Hamburg (Jerman) yang menyatakan tidak ada suatu negara di dunia ini yang secara konsekuen melawan terorisme.120
Sebagai contoh, Amerika Serikat sebagai negara yang paling gencar mempropagandakan isu “Perang Global Melawan Terorisme”, membiayai kelompok teroris “IRA” di Irlandia Utara atau gerakan bersenjata ”Unita” di Angola.121 Selanjutnya, politikus Uni Eropa mendukung bermacam kelompok teroris di Afrika, Asia, Amerika Latin termasuk gerakan teroris di Uni Eropa sendiri, sebagai ”ETA” dari Spanyol. Ada juga pemerintah negara atau pemerintahan Kotapraja Uni Eropa yang secara resmi melindungi kewakilan kelompok teroris tersebut di wilayah mereka, dan yang lain menerima kegiatan kelompok itu secara diam.122
Banyaknya kepentingan berlatar belakang politik, menyebabkan pemahaman mengenai pengertian terorisme juga terbias akibat perbedaan sudut pandang. Perbedaan sudut pandang ini terlihat dalam kasus invasi Amerika Serikat ke Irak pada
119
Abdul Wahid., Sunardi., dan Muhamad Imam Sidik., Kejahatan Terorisme: Perspektif
Agama, HAM dan Hukum., Op. cit., hal. 22.
120
Peter Rosler Garcia., ”Terorisme, Anak Kandung Ekstremisme”, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0210/15/opini/tero30.htm, diakses 12 Juli 2010.
121
Adjie Suradji., Terorisme,(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005), hal. 249.
122
Peter Rosler Garcia., Loc. cit.
2003. Amerika Serikat melegitimasi tindakannya menginvasi Irak karena menganggap Irak sebagai teroris sebab Irak memiliki senjata pemusnah masal, namun disisi lain, banyak negara yang menyatakan Amerika sendiri lah yang merupakan negara teroris (state terrorist), karena telah melakukan invasi ke negara berdaulat tanpa persetujuan dari dewan keamanan PBB.123
Terlepas dari banyaknya pengaruh kepentingan politik dalam pendefinisian terorisme, ada hal lain yang mempengaruhi sulitnya memberikan definisi yang objektif. Kesulitannya terletak dalam menentukan secara kualitatif bagaimana suatu peristiwa dapat dikategorikan sebagai terorisme. Teror merupakan kata dasar dari terorisme bersifat sangat subjektif. Artinya, setiap orang memiliki batas ambang ketakutannya sendiri, dan secara subjektif menentukan apakah suatu peristiwa merupakan teror atau hanya peristiwa biasa.124
Akibatnya, suatu perisitwa teror bagi seseorang belum tentu merupakan teror
bagi orang lain. Jason Burke dalam bukunya Al-Qaeda: The True Story of Radical
Islam, juga menyatakan;
125
“There are multiple ways of defining terrorism, and all are subjective. Most define terrorism as the use or threat of serious violence to advance some kind
123
Abdul Wahid., Sunardi., dan Muhamad Imam Sidik., Kejahatan Terorisme: Perspektif
Agama, HAM dan Hukum., Op. cit., hal. 23.
124
Paul Wilkinson., Terrorism and the Liberal State (London: The Macmillan Press Ltd.,
1977), lihat juga, F. Budi Hardiman dkk., Terorisme, Definisi, Aksi dan Regulasi (Jakarta: Imparsial, 2005), hal. 5.
125
Jason Burke., Al-Qaeda: The True Story of Radical Islam (London: TB. Tauris & Co. Ltd), hal. 22.
of cause. Some state clearly the kinds of group (sub-national, non-state) or cause (political, ideological, religious) to which they refer.”
Telah dijelaskan sebelumnya, hingga saat ini tidak ada definisi mengenai terorisme yang digunakan secara universial. Akan tetapi guna memperoleh pemahaman terhadap terorisme yang konsisten dalam penulisan, tetaplah perlu adanya suatu definisi. Agar mendapatkan suatu definisi tentang terorisme, perlu dikaji berbagai definisi mengenai terorisme. Definisi pertama diberikan oleh Encyclopedia of Britanica sebagai berikut;126
Terrorism is the systematic use of violence to create a general climate of fear in a population and thereby to bring about a particular political objective.
Terlihat dari definisi tersebut, terorisme masih erat kaitannya dengan kondisi kekerasan dalam hubungan politik. Selanjutnya definisi terorisme oleh United State Departement of Defense (Departemen Pertahanan Amerika Serikat) yang menjelaskan:
Calculated use of unlawful violence to inculcate fear; intended to coerce or intimidate governments or societies in pursuit of goals that are generally political, religious, or ideological.
Definisi yang diberikan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat meskipun masih menekankan tindakan terorisme pada motifnya, cakupan motif terorisme dalam definisi ini lebih luas yaitu tidak hanya aspek politik tetapi juga termasuk aspek keagamaan dan ideologi. Terkait penggunaan teror dalam
126
kepentingan politik, maka teror menjadi salah satu bentuk apresiasi kepentingan politik yang paling serius untuk menekan lawan politik dengan memanfaatkan kelemahan negara menjalankan fungsi kontrolnya.127
Definisi berikutnya yang didapat dari Kamus hukum Black’s Law yang juga mendefinisikan terrorism dalam kaitannya dengan politik yaitu “The use or threat of violance to intimidate or cause panic, esp as a means of affecting political conduct”,
Kondisi kevakuman kekuasaan (vacum of power) yang menjadi tujuan akhirnya.
128
akan tetapi jika merujuk pada definisi terroristic threat terlihat kalau pendefinisian terorisme dalam Black’s Law yang mengacu pada Model Penal Code 211, tidak hanya terpaku pada motif melainkan juga proses serta tujuan dari terorisme tersebut.129
“Terroristic threat is a threat to commit any crime of violence with the purpose of (1) terrorizing another, (2) causing serious public inconvenience, or (4) reclessly disregarding the risk of causing such terror or inconvenience”.
Hal ini terlihat dalam definisi berikut;
130
Secara bebas, definisi tersebut dapat diartikan suatu ancaman teror untuk melakukan kejahatan dan kekerasan dengan tujuan meneror orang lain, menimbulkan ketidaknyamanan atau gangguan terhadap publik, dengan mengabaikan akibat yang timbul dari teror tersebut. Dilihat dari tujuannya yaitu menimbulkan gangguan
127
F. Budi Hardiman., dkk., Op. cit., hal. 38.
128
Bryan A. Graner., Op. cit., hal. 15.
129
http://myweb.wvnet.edu/~jelkins/crimlaw/basic/mpc.html, diakses terakhir tanggal 11 Juli 2010.
130
terhadap publik, terdapat kesamaan antara kejahatan biasa, peperangan, dan terorisme.131
Paramentar yang berbeda antara terorisme, peperangan, dan kejahatan dimana, bahwa sebuah kejahatan biasa terutama memiliki motif ekonomi, yang bentuknya dapat berupa teror untuk mendapatkan harta orang lain, atau dapat berupa pembunuhan dengan alasan balas dendam atau untuk mempertahankan harta yang telah dirampas.
Dalam hal peperangan, terdapat motif serta tujuan yang lebih bersifat instrumental. Dalam peperangan juga ada banyak aturan, salah satunya tidak boleh menyerang rakyat yang tidak bersenjata (non combantans). Selain itu, para pihak
yang berperang merupakan suatu instansi resmi dimasing-masing pihak.132
Para ahli selain memberikan definisi tentang pengertian terorisme juga memberikan kategorisasi tindakan terorisme untuk mempermudah pemahaman terhadap pengertian terorisme. Seorang ahli bernama Jack Gibbs menyatakan, suatu tindakan dapat didefinisikan sebagai terorisme apabila merupakan suatu kejahatan atau suatu ancaman secara langsung terhadap kemanusiaan atau terhadap objek Sedangkan dalam terorisme hampir tidak ada aturan dan penyerangan dilakukan secara membabi buta. Sehubungan dengan parameter itu, ada kecocokan karakteristik
terorisme yang diuraikan oleh William G. Cunningham dengan definisi terorristic
threat dalam Model Law 211.
131
William G. Cunningham et. al., Terrorism: Concepts, Causes, and Conflict Resolution
(Virginia: Defense Threat Reduction Agency Fort Belvoir, 2003), hal. 7.
132
tertentu.133
Untuk mempermudah pemahaman terhadap definisi terorisme, Gibbs menambahkan beberapa ciri perbuatan yang merupakan terorisme dengan merujuk pada:
Namun, hal tersebut menurut Gibbs masih merupakan definisi yang umum, artinya cakupan dari definisi tersebut masih terlalu luas dan masih mencakup juga definisi dari kejahatan biasa.
134
1. Perbuatan yang dilaksanakan atau ditujukan dengan maksud untuk mengubah
atau mempertahankan paling sedikit suatu norma dalam suatu wilayah atau suatu populasi;
2. Memiliki kerahasiaan, tersembunyi tentang keberadaan para partisipan,
identitas anggota, dan tempat persembunyian; 3. Tidak bersifat menetap pada suatu area tertentu;
4. Bukan merupakan tindakan peperangan biasa karena mereka
menyembunyikan identitas mereka, lokasi penyerangan, berikut ancaman dan pergerakan mereka; serta
5. Adanya partisipan yang memiliki pemikiran atau ideologi yang sejalan sejalan dengan konseptor teror, dan pemberian kontribusi untuk memperjuangkan norma yang dianggap benar oleh kelompok tersebut tanpa memperhitungkan kerusakan atau akibat yang ditimbulkan.
Berdasarkan ciri tersebut, suatu peristiwa dapat dirumuskan menjadi suatu deskripsi tentang terorisme yang paling mendekati nilai objektifitas. Di samping hal tersebut, untuk itu terorisme perlu pula dipandang dari dua pendekatan, yaitu pendekatan secara spesifik dan pendekatan secara umum. Pendekatan spesifik mengklasifikasikan kejahatan biasa yang telah ada sebagai terorisme, contohnya adalah mengklasifikasikan sebuah pembajakan pesawat atau penyanderaan yang
133
http://en.wikipedia.org/wiki/Definition_of_terrorism, diakses terakhir tanggal 12 Juli 2010.
134
semula sebagai kejahatan biasa menjadi terorisme.135 Pendekatan ini dibuat tanpa perlu mendefinisikan atau menguraikan secara umum tindakan terorisme. Dengan kata lain, dalam definisi ini peristiwa umum dijadikan hal khusus, sehingga pendekatan ini sering juga disebut sebagai pendekatan induktif.136
Sementara itu, pendekatan secara umum berusaha memberikan penjelasan umum mengenai terorisme, berdasarkan suatu kriteria seperti intensi, motivasi dan tujuan. Pendekatan ini merupakan upaya penjabaran peristiwa khusus terorisme ke dalam peristiwa umum (metode deduktif).
Dalam prakteknya, pendekatan ini bisa digunakan keduanya, atau dikombinasikan. Dalam sub bab selanjutnya akan dijelaskan dan diberikan contoh mengenai penggunaan pendekatan definisi terorisime dibeberapa negara, termasuk di Indonesia.