• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Hukum PPAT Dalam Bidang Hukum Pertanahan

Dalam dokumen HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN (Halaman 40-48)

BAB II LEGALITAS HUKUM PEMBUATAN AKTA JUAL-BELI

A. Kedudukan Hukum PPAT Dalam Bidang Hukum Pertanahan

Pendaftaran Tanah, Akta Jual Beli (AJB) merupakan bukti legal/sah (selain risalah lelang yang hak atas tanahnya yang telah bersertipikat diperoleh melalui lelang) untuk menandai peralihan hak atas tanah dan bangunan yang telah bersertipikat dari pihak penjual kepada pihak pembeli yang diakhiri dengan balik nama dari nama penjual kepada nama pembeli di kantor pertanahan tempat dimana tanah tersebut berada. AJB dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau Camat sebagai PPAT untuk daerah tertentu yang masih jarang terdapat PPAT.48

Untuk diketahui bahwa wilayah kerja PPAT telah mengalami perubahan yang cukup signifikan dari kabupaten kota menurut Peraturan Pemerintah (PP) No.37 Tahun 1998 tentang peraturan jabatan PPAT menjadi satu wilayah provinsi setelah terbitnya PP Nomor.24 Tahun 2016 tentang perubahan PP Nomor.37 Tahun 1998 tentang peraturan jabatan PPAT. Namun Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2016 tentang Perubahan dari Undang-Undang No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Notaris tersebut belum dapat diberlakukan karena menunggu terbitnya peraturan menteri selaku peraturan pelaksana dari PP No. 24 Tahun 2016 tersebut.

48 Rasman Hardino, Peran dan Kedudukan Hukum PPAT di Bidang Pertanahan, Rineka Cipta, Jakarta, 2013, hal.45

Demikian Juga jika berkantor di Deli Serdang maka wilayah kerjanya tetap meliputi satu provinsi yaitu Provinsi Sumatera Utara. Akta jual-beli hak atas tanah yang telah bersertipikat dapat dibuat atas tanah yang telah bersertipikat di seluruh wilayah provinsi Sumatera Utara. Secara hukum, Peralihan Hak atas tanah dan bangunan tidak bisa dilakukan di bawah tangan tanpa AJB. Jika suatu peralihan hak sudah dibuatkan secara di bawah tangan maka untuk mengajukan baliknama sertifikat tersebut harus dibuatkan lagi AJB oleh PPAT.

Langkah pertama yang harus dilakukan untuk melakukan jual beli tanah dan bangunan yang telah bersertipikat (untuk selanjutnya hanya disebut jual beli) adalah dengan mendatangi kantor PPAT untuk mendapatkan keterangan mengenai proses jual beli dan menyiapkan persyaratan untuk proses jual beli tersebut. Ini penting dilakukan karena suatu kondisi legalitas tanah memerlukan persyaratan masing-masing. Contohnya, jika penjual masih hidup akan berbeda syaratnya dengan kondisi penjual sudah meninggal dunia. Jika pemilik sertifikat masih hidup maka pengurusan jual beli lebih sederhana, yaitu lengkapi syarat subjektif dan syarat objektif maka penandatanganan AJB sudah bisa dilakukan.49

Syarat subjektif yang berhubungan dengan subjek jual beli, dalam hal ini adalah pemilik sertfifikatnya dari sisi penjual yang diwakili oleh identitas pemilik seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK). Begitu juga syarat dari sisi pembeli juga harus melengkapi syarat demikian. Syarat objektif adalah

49 Edi Marwanto, Perjanjian Jual Beli Hak atas tanah, Dalam Teori dan Praktek, Armico, Bandung, 2010, hal. 64

legalitas yang berhubungan dengan objek transaksi yaitu sertifikat (atau girik), SPPT PBB dan bukti pelunasannya, Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), bagi objek yang berupa tanah dan bangunan.

Tetapi apabila pemilik sudah meninggal dunia, maka yang berhak menjual adalah ahli warisnya. Siapa ahli warisnya? Untuk mengetahui ahli waris, maka harus dibuatkan Surat Keterangan Waris (SKW). SKW untuk WNI pribumi dibuat secara bawah tangan yang diketahui oleh lurah dan camat. Sementara untuk WNI keturunan Tionghoa SKW dibuat oleh Notaris.sedangkan untuk warga negara Indonesia keturunan timur asing , SKW dibuat oleh Balai Harta Peninggalan. Proses akan lebih panjang jika ada diantara ahli waris yang masih di bawah umur atau tidak cakap melakukan perbuatan hukum, seperti gila, sudah sangat tua dan kondisi lainnya.

Untuk kondisi seperti ini harus dibuatkan terlebih dahulu surat penetapan pengadilan mengenai wali yang berhak mewakili mereka.

Itulah beberapa kondisi yang mungkin terjadi ketika akan membuat akta jual beli. Jika menemui kondisi seperti ini sebaiknya para pihak terlebih dahulu konsultasi ke kantor Notaris untuk mendapatkan langkah dan syarat-syarat jual beli. Karena kewajiban PPAT-lah untuk menerangkan langkah-langkah dan persyaratan yang diperlukan untuk melaksanakan jual beli. Supaya para pihak mengetahui persyaratan yang harus dipenuhi.

Sebelum dilakukan penandatanganan akta jual beli terlebih dahulu harus dilakukan pengecekan sertifikat untuk melihat kesesuaian data teknis dan yuridis antara sertifikat dan buku tanah yang ada di kantor pertanahan. Pengecekan sertifikat

ke BPN dilakukan oleh PPAT, tidak boleh dilakukan oleh orang pribadi. PPAT yang melakukan pengecekanpun harus PPAT yang akan membuat AJB-nya. Jadi jika sertifikat sudah dilakukan pengecekan oleh seorang PPAT, kemudian akan dilakukan AJB di PPAT lain maka PPAT yang kedua harus melakukan pengecekan ulang.50

Kepentingan lainnya pengecekan sertifikat adalah untuk melihat apakah pada sertifikat tersebut ada catatan atau tidak. Catatan yang mungkin terjadi adalah blokir dari pihak lain seperti pengadilan, kepolisian atau orang pribadi. Adanya blokir di sertifikat menandakan bahwa tanah tersebut masih tersangkut masalah hukum. Jika sertifikat ada catatan berupa blokir maka blokir tersebut harus diangkat terlebih dahulu. Prinsipnya siapa yang memblokir maka dialah yang harus mengangkat blokir tersebut. Jika blokir dikirimkan oleh pengadilan, maka pengadilan jugalah yang harus mengangkat blokir tersebut. Demikian juga jika pemblokiran dikirimkan oleh kepolisian dengan surat resmi maka pengangkatan blokir juga harus dilakukan oleh kepolisian dengan surat resmi juga.

Selanjutnya jika catatan di sertifikat dikirimkan oleh orang pribadi karena sesuatu hal, maka orang tersebutlah yang harus mencabut blokirnya. Jika kondisi sertfikat dalam keadaan ada blokir maka pengecekan sertifikat tidak bisa dilakukan.

Pemilik bisa mengajukan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) untuk mengetahui kondisi yuridisnya. Karena dalam SKPT akan terlihat siapa yang memblokir sertifikat hak atas tanah tersebut dan apa masalahnya.

50Doni Putratanto, Prosedur dan Tata Cara Jual Beli Hak Atas Tanah Bersertipikat dengan akta PPAT, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 52

Berkas lainnya yang harus diserahkan kepada PPAT adalah Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan atau SPPT PBB dan bukti pembayarannya. Penyerahan SPPT PBB sebelum jual beli berguna untuk memastikan bahwa tidak ada tunggakan pembayaran PBB dan menghitung biaya-biaya dan pajak-pajak yang menjadi kewajiban masing-masing pihak. Jika PBB ada tunggakan maka tunggakan pembayaran tersebut harus dibayarkan terlebih dahulu karena jika tidak dibayar nanti tidak bisa dilakukan validasi pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), jika tidak bisa validasi pajak-pajak tersebut maka jual beli tidak bisa dilaksanakan.51

Selanjutnya penyerahan SPPT PBB berguna untuk menghitung biaya-biaya yang menjadi kewajiban masing-masing pihak, karena ada biaya-biaya yang dihitung berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Seperti perhitungan biaya akta AJB ada PPAT yang menghitung berdasarkan nilai NJOP. Untuk perhitungan pajak-pajak berdasarkan nilai transaksi sebenarnya dan NJOP. Jika nilai transaksi sebenarnya lebih tinggi dari NJOP maka perhitungan pajak berdasarkan nilai transaksi sebenarnya. Tapi jika kondisi sebaliknya, nilai NJOP lebih tinggi dari nilai transaksi maka dasar pengenaan pajak adalah NJOP.

Penyerahan dokumen-dokumen para pihak perlu diserahkan kepada PPAT sebelum dilakukan penandatanganan akta jual beli, hal ini bertujuan supaya PPAT bisa menyiapkan AJB-nya terlebih dahulu sehingga pada saat hari yang disepakati

51Andino Muchtar, Syarat dan Prosedur Jual Beli Hak Atas Tanah Bersertipikat Dihadapan PPAT, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2008, hal. 85

untuk penandatanganan AJB bisa dilakukan dengan segera. Dokumen yang disiapkan oleh penjual:

1. Asli SPPT PBB tahun terakhir dan bukti pembayaran

2. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan dokumen lainnya mengenai tanah dan bangunan, jika objek jual beli berupa tanah dan bangunan

3. Fotokopi KTP dan KK suami dan istri

4. Fotokopi surat nikah, jika sudah menikah. Jika penjual belum menikah diperlukan surat pernyataan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan belum menikah

5. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

6. Fotokopi Surat Keterangan Kematian (dalam hal pemilik sudah meninggal) 7. Fotokopi Surat Keterangan Waris yang dilegalisir oleh kelurahan52

Dokumen yang disiapkan oleh pembeli:

1. Fotokopi KTP dan KK 2. Fotokopi NPWP.

Jika suami atau istri ada yang meninggal dunia maka harus ada persetujuan untuk menjual dari ahli waris tanpa melihat nama yang tercantum di dalam sertifikat, apakah atas nama suami atau atas nama istri. Artinya persetujuan ahli waris tetap diperlukan jika sertifikat atas nama istri dan yang meninggal adalah suami (misalnya). Apabila misalnya yang meninggal suami, sertifikat atas nama istri dan

52 Bastian Hadiwinoto, Jual Beli Hak Atas Tanah Dalam Praktek, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2008, hal. 44

saat ini istri berniat menjual objek tersebut, maka untuk kondisi ini tetap harus dibuatkan Surat Keterangan Waris atas nama suami, dimana ahli warisnya adalah istri dan anak-anak mereka.

Dalam penandatanganan AJB diperlukan tandatangan seluruh ahli waris.

Dengan catatan, harta tersebut merupakan harta gono gini, yang didapat pada masa pernikahan. Cara menentukan harta tersebut harta gono gini atau tidak dilihat bukti perolehan yang ada di sertifikatnya bandingkan dengan tanggal pernikahan mereka.

Jika harta tersebut diperoleh setelah tanggal di akta penikahan maka harta tersebut dianggap harta gono gini. Hal ini berbeda dengan pemahaman awam bahwa jika sertifikat atas nama istri, yang meninggal suami, maka tanah tersebut miliknya istri, tidak ada hak ahli waris dari yang meninggal Pandangan hukum seperti ini adalah salah.

Ikatan tali perkawinan menyebabkan terjadinya percampuran harta antara suami dan istri, sepanjang tidak ada perjanjian kawin. Maka dalam hal menjual diperlukan persetujuan suami atau istri. Jika suami atau istri karena sesuatu dan lain hal tidak bisa ikut hadir pada saat penandatanganan AJB maka wajib ada surat persetujuan menjual yang dibuat di hadapan notaris, minimal surat persetujuan tersebut dilegalisasi.

Jika ada perjanjian kawin yang menyatakan pemisahan harta maka tidak diperlukan persetujuan suami atau istri. Sebab lainnya adalah harta yang diperoleh sebelum pernikahan yang dihitung bukan sebagai gonogini. Jika semua syarat-syarat yang diperlukan sudah dilengkapi, seperti dokumen-dokumen di atas, penjual sudah

menerima haknya, pajak-pajak sudah dibayarkan, biaya AJB sudah diterima PPAT maka dilakukan penandatanganan AJB dengan dihadiri oleh dua orang saksi yang pada umumnya karyawan kantor PPAT tersebut. AJB dibuat rangkap 4, yang terdiri dari 2 akta berupa salinan dan 2 akta berupa akta asli yang berisi tandatangan para pihak. 2 akta yang berupa salinan diserahkan kepada masing-masing pihak (penjual dan pembeli) 1 eksemplar. Sedangkan 2 akta asli diserahkan 1 eksemplar untuk BPN sebagai dasar untuk balik nama, selanjutnya 1 eksemplar di simpan di kantor PPAT sebagai minuta akta.53

Balik nama sertifikat diajukan oleh PPAT pembuat AJB ke kantor pertanahan setempat. Proses balik nama ini memakan waktu kurang lebih dua minggu. Teknisnya adalah nama yang ada di sertifikat pada awalnya dicoret dan digantikan oleh pembeli dengan mencantumkan dasar peralihannya, yakni nomor dan tanggal AJB beserta PPAT yang membuatnya. Prosedur hukum terakhir adalah proses balik nama dari nama penjual kepada nama pembeli yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang di kantor pertanahan tempat dimana tanah tersebut berada.

Apabila prosedur dan tata cara pembuatan dan penandatanganan akta jual beli hak atas tanah yang telah bersertipikat tersebut telah dipenuhi dan dipatuhi seluruhnya oleh PPAT, maka produk akta jual beli hak atas tanah yang telah bersertipikat tersebut telah memiliki legalitas dan kekuatan hukum karena telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pembuatan akta jual beli dan peralihan hak atas tanah yang telah bersertipikat menurut UUPA

53Doharman Damanik, Akta Jual Beli dan PPAT, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2011, hal. 16

No.5 Tahun 1960 dan PP Nomor.24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah serta menurut PP Nomor.37 Tahun 1998 juncto PP Nomor.24 Tahun 2016 tentang peraturan jabatan PPAT.54

Dalam dokumen HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN (Halaman 40-48)