• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERJANJIAN KONTRAK PENGADAAN BARANG/JASA

D. Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Untuk Pengadaan

2. Kedudukan Seimbang Para Pihak

Sebagaimana dimaksud dalam bahasa sehari-hari “seimbang” menunjuk pada pengertian suatu “keadaan pembagian beban di kedua sisi berada dalam keadaan seimbang”.154 Kontrak memiliki tiga tujuan dasar, yaitu155:

1. Tujuan pertama dari suatu kontrak adalah memaksakan suatu janji dan melindungi harapan wajar yang muncul lainnya.

2. Tujuan kedua dari suatu kontrak adalah mencegah pengayaan (upaya memperkaya diri) yang dilakukan secara tidak adil atau tidak benar.

3. Tujuan ketiga adalah to prevent certain kinds of harm.

Di samping ketiga tujuan diatas, dapat ditambahkan tujuan esensial lainnya, yakni yang diturunkan dari asas laras (harmoni) di dalam hukum adat, yaitu: tujuan

154

Pertimbangan kedua masuk ke dalam ranah filasafat (hukum) yang berupa mencari jawaban perihlm landasan pemikiran dari kekuatan mengikat. Upaya pencarian difokuskan pada latar belakang yang lebih mendasar, perihlm “pembenaran” dari kekuatan mengikat diandaikan. Sebagai pertimbangan akhir perihlm landasan kekuatan mengikat, ihwalnya berkenaan dengan pencarian kriterium praktikal yang dapat dipergunakan di dalam praktik untuk menetapkan kapan atau bilamana

dapat dikatakan adanya kekuatan mengikat, Jac. Hijma, Nietigheid en verneiltigbaarhedi van

rachtshandelingen, (Deventer: diss Rul, 1988),hlm. 6-7.

155

P.S. Atiyah, An Introduction to The Law of Contract, 5th Ed., (New York: Oxford

keempat dari kontrak adalah mencapai keseimbangan antara kepentingan sendiri dan kepentingan terkait dari pihak lawan.156

Adapun aspek dari asas keseimbangan adalah: 1. Perbuatan para pihak

Perilaku individual di dalam hukum didefinisikan sebagai perbuatan yang ditujukan pada suatu akibat hukum. Agar suatu perbuatan dapat memunculkan akibat hukum, maka perbuatan hukum dimunculkan oleh dua kategori perbuatan, yaitu pernyataan kehendak dan kewenangan bertindak. Suatu perbuatan hukum tidak boleh bersumber dari ketidaksempurnaan keadaan jiwa seseorang. Keadaan tidak seimbang dapat terjadi sebagai akibat dari perbutan hukum yang dapat menghalangi pengambilan keputusan atau pertimbangan secara matang, misalnya ketidakcakapan bertindak, ancaman, penipuan atau penyalahgunaan keadaan.157 2. Isi kontrak

Hal ini berkaitan dengan asas kebebasan berkontrak, yakni bahwa pada prinsipnya setiap orang bebas menentukan sendiri isi suatu kontrak. Isi kontrak berkenaan dengan apa yang telah dinyatakan para pihak, ataupun maksud dan tujuan yang menjadi sasaran pencapaian kontrak. Sekalipun kebebasan untuk menentukan sendiri isi kontrak tidak dicantumkan secara tegas di dalam undang- undang, yakni bahwa setiap perbuatan hukum yang bertentangan dengan undang-

156

Herlina Budiono, dialih bahasa oleh Tristam P. Moeliono, Asas Keseimbangan Bagi

Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian Berlandasan Asas-asas Wigati Indonesia, (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2006), hlm 310.

157

J.I.P. Cahen, Misbruik wan omstandigheden, series privaatrechtelijke begrippen, deel 15, Arnhem, hlm. 11-20

undang, kesusilaan atau ketertiban umum, bisa jadi absah, batal demi hukum atau kadang dapat dibatalkan. Suatu perjanjian dengan isi seperti itu, yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum, mengakibatkan keadaan tidak seimbang. Perjanjian tersebut berdasarkan asas keseimbangan menyebabkan keabsahan perjanjian menjadi terganggu.

3. Pelaksanaan kontrak

Suatu kontrak sudah selayaknya dipenuhi oleh kedua belah pihak dengan itikad baik. Penting bahwa itikad baik diprioritaskan, bahkan juga dalam hal perjanjian dengan aturan-aturan memaksa. Selain itu, juga harus turut diperhitungkan perubahan keadaan yang berpengaruh terhadap pemenuhan prestasi yang diperjanjikan.

Sampai sekarang masih terjadi perdebatan mengenai bagaimana sebenarnya makna atau arti itikad itu. Memang dalam kenyataannya sangat sulit untuk mendefenisikan itikad baik.158 Akibat ketidakjelasan tersebut, penerapan itikad baik seringkali lebih banyak didasarkan pada intuisi pengadilan, yang hasilnya seringkali tidak dapat diprediksi dan tidak konsisten.159

158

James Gordley, Good Faith in Contract in the Medieval Jus Cummune, Reinhard

Zimmerman dan Simon,Whittaker, ds, Good Faith in European Contract Law, (Combridge:

Cambridge Unuversity Press, 2000), hlm 93.

159

Steven J. Burton, Breach of Contract and the Common Law Duty to Perform in God

Itikad baik dalam kontrak merupakan doktrin yang berasal dari hukum Romawi. Doktrin tersebut bermula doktrin ex bona fides. Itikad baik tersebut mengacu pada tiga bentuk perilaku para pihak dalam kontrak, yaitu160:

1. Para pihak harus memegang teguh janji atau perkataanya

2. Para pihak tidak boleh mengambil keuntungan dengan tindakan yang menyesatkan terhadap salah satu pihak.

3. Para pihak mematuhi kewajibannya dan berperilaku sebagai orang terhormat dan jujur, walaupun kewajiban tersebut tidak secara tegas di perjanjikan.

Dalam suatu perjanjian, ketidakseimbangan bisa muncul sebagai akibat perilaku para pihak sendiri ataupun sebagai konsekuensi dari substansi (muatan isi) perjanjian atau pelaksanaan perjanjian. Jika para pihak berada dalam situasi normal dan melalui janji-janji yang mereka ajukan membentuk perjanjian, pihak-pihak tersebut dalam perundingan dapat menetapkan sendiri prestasi masing-masing pihak. Tentunya perbuatan hukum demikian jangan berbentuk perbutan hukum yang melawan undang-undang, kesusilaan yang baik atau ketertiban umum.

Para pihak sepenuhnya bebas mencari keuntungan sendiri, asalkan tidak memunculkan situasi yang tidak dapat ditenggang oleh para pihak. Posisi tawar yang setara mengakibatkan para pihak berada dalam situasi yang kurang lebih seimbang. Bila keadaannya terjadi situasi abnormal dan muncul ketidakseimbangan. Akan tetapi, situasi ini dapat diterima sepanjang tidak menimbulkan keadaan dengan klausul yang tidak wajar hanya menguntungkan salah satu pihak, yang oleh pihak

160

lawan, karena posisi tawar yang rendah, terpaksa diterima. Situasi demikian merupakan konsekuensi kebebasan yang dapat memuaskan semua pihak sepanjang pihak lawan tidak mengabaikan hak-hak dan peluang-peluangnya sendiri.

Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menunjukkan kekuatan kedudukan kreditur dan sebagai konsekuensinya perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali secara sepihak. Namun kedudukan ini dapat diimbangi dengan pasal 1338 (3) KUHPerdata yang mengatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Hal ini memberi perlindungan pada debitur dan kedudukan antara kreditur dan debitur menjadi seimbang. Ini merupakan realisasi dari asas keseimbangan.

Dalam hukum Belanda modern, maka semua hubungan hukum, baik kontraktual maupun bukan kontraktual, dikuasai juga oleh itikad baik, yaitu suatu paham yang menunjuk kepada norma-norma tak tertulis dari budi dan kepatutan (kewajaran dan keadilan) yang hidup dalam masyarakat. Ini berarti bahwa isi perjanjian dan perbuatan hukum lain yang melahirkan hubungan hukum tersebut dapat ditambah dan jika ada alasan-alasan yang amat penting, dibatasi, bahkan disingkirkan dalam keadaan tertentu atas dasar itikad baik.161

Asas keseimbangan menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur namun kreditur memikul pula

161

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Adiyta

beban untuk melaksanakan perjanjian dengan itikad baik. Dapat dilihat disini bahwa kedudukan kreditur yang diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.162

Asas keseimbangan mengandung pengertian bahwa penyelenggaaan pekerjaan konstruksi harus berlandaskan pada prinsip yang menjamin terwujudnya keseimbangan antara kemampuan penyedia jasa dan beban kerjanya. Pengguna jasa dalam menetapkan penyedia jasa wajib mematuhi asas ini, untuk menjamin terpilihnya penyedia jasa yang paling sesuai. Di sisi lain dapat memberikan peluang pemeratan yang proporsional dalam kesempatan kerja pada penyedia jasa.163

Dalam perjanjian Pengadaan Bahan Makanan Keperluan Narapidana/ Tahanan pada Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli ini, terdapat ketidakseimbangan dalam pasal-pasal kontrak tersebut, antara lain :

1. Denda / sanksi

Di dalam Surat Perjanjian Borongan/Kontrak Pengadaan Bahan Makanan Keperluan Narapidana/Tahanan pada Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli Tahun 2008 Nomor : W2.E20.PL.03.06-130 Tahun 2008 antara Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli dengan CV. Tri Putra, dimuat ketentuan sebagai berikut:

a. Apabila Pihak Kedua tanpa persetujuan yang berwenang menghentikan pemasukan barang-barang maka Pihak Kedua diwajibkan membayar semua kerugian yang diderita Pihak Pertama.

162

Ibid.

163

Salim H.S., Perikanan Hukum Kontrak Innominal di Indonesia, Buku Kesatu, (Jakarta:

b. Untuk itu kepada pemenang cadangan I dapat melanjutkan pekerjaan ini dengan perhitungan seperti dalam penawaran.

c. Setiap hari keterlambatan pemasukan Bahan Makanan dikenakan denda sebesar 1 % dari jumlah harga yang dimasukkan.

Di dalam Surat Perjanjian Borongan/Kontrak Pengadaan Bahan Makanan Keperluan Narapidana/Tahanan pada Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli Tahun 2009 Nomor : W2.E20.PL.02.02.03-122 Tahun 2009 antara Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli dengan CV. Warga Jaya, dimuat ketentuan sebagai berikut:

a. Apabila Pihak Kedua tanpa persetujuan yang berwenang menghentikan pemasukan barang-barang maka Pihak Kedua diwajibkan membayar semua kerugian yang diderita Pihak Pertama.

b. Untuk itu kepada pemenang cadangan I dapat melanjutkan pekerjaan ini dengan perhitungan seperti dalam penawaran.

c. Setiap hari keterlambatan pemasukan Bahan Makanan dikenakan denda sebesar 1 %o (satu permil) dari harga borongan dan jumlah sebesar-besarnya 5 % dari harga borongan..

Dari kedua kontrak diatas, tidak ada yang memuat tentang sanksi/denda terhadap Pihak Pertama dalam hal ini Pihak Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli. Kontrak-kontrak tersebut hanya mengatur tentang sanksi/denda yang dikenakan kepada Pihak Kedua (penyedia barang/jasa). Padahal tidak hanya Pihak Kedua saja harus dikenakan sanksi/denda, Pihak Pertama juga semestinya dikenakan sanksi. Misalnya dalam hal keterlambatan Pihak Kedua memulai pekerjaan yang disebabkan keterlambatan Pihak Pertama dalam menyerahkan sarana pelaksanaan pekerjaan, seperti dokumen-dokumen atau fasilitas yang diperlukan oleh Pihak Kedua untuk dapat memulai pekerjaannya. Begitu juga dalam hal keterlambatan pembayaran.

2. Pemutusan kontrak

Di dalam Surat Perjanjian Borongan/Kontrak Pengadaan Bahan Makanan Keperluan Narapidana/Tahanan pada Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli Tahun 2008 Nomor : W2.E20.PL.03.06-130 Tahun 2008 antara Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli dengan CV. Tri Putra tidak memuat Pasal tentang Pemutusan Kontrak, demikian juga halnya pada Surat Perjanjian Borongan/Kontrak Pengadaan Bahan Makanan Keperluan Narapidana/Tahanan pada Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli Tahun 2009 Nomor : W2.E20.PL.02.02.03-122 Tahun 2009 antara Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli dengan CV. Warga Jaya.

3. Wanprestasi

Di dalam Surat Perjanjian Borongan/Kontrak Pengadaan Bahan Makanan Keperluan Narapidana/Tahanan pada Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli Tahun 2008 Nomor : W2.E20.PL.03.06-130 Tahun 2008 antara Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli dengan CV. Tri Putra dan pada Surat Perjanjian Borongan/Kontrak Pengadaan Bahan Makanan Keperluan Narapidana/Tahanan pada Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli Tahun 2009 Nomor : W2.E20.PL.02.02.03-122 Tahun 2009 antara Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli dengan CV. Warga Jaya tidak ada diatur apabila ternyata pihak Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli (Pihak Pertama) yang melakukan wanprestasi. Jika dilihat dalam kontrak, uraiannya hanya memuat mengenai wanprestasi yang dilakukan oleh pihak penyedia barang/jasa

beserta sanksi yang akan dikenakan, sedangkan wanprestasi oleh pihak Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli sama sekali tidak dicantumkan. Jadi apabila terjadi wanprestasi maka dianggap dilakukan oleh pihak penyedia barang/jasa dan pihak Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli dianggap tidak melakukan wanprestasi. Hal ini berarti terdapat ketidak seimbangan dalam perjanjian tersebut.

4. Perselisihan

Di dalam Surat Perjanjian Borongan/Kontrak Pengadaan Bahan Makanan Keperluan Narapidana/Tahanan pada Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli Tahun 2008 Nomor : W2.E20.PL.03.06-130 Tahun 2008 antara Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli dengan CV. Tri Putra, dimuat ketentuan sebagai berikut :

a. Perselisihan yang timbul karena salah satu pihak ingkar janji akan diselesaikan secara musyawarah.

b. Bila tidak dapat diselesaikan/dipecahkan kedua belah pihak akan diselesaikan dan diputuskan oleh pengadilan negeri setempat.

Di dalam Surat Perjanjian Borongan/Kontrak Pengadaan Bahan Makanan Keperluan Narapidana/Tahanan pada Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli Tahun 2009 Nomor : W2.E20.PL.02.02.03-122 Tahun 2009 antara Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli dengan CV. Warga Jaya, dimuat ketentuan sebagai berikut:

a. Perselisihan yang timbul karena salah satu pihak ingkar janji akan diselesaikan secara musyawarah.

b. Bila tidak dapat diselesaikan/dipecahkan kedua belah pihak akan diselesaikan dan diputuskan oleh pengadilan negeri setempat.

Berdasarkan analisis, dalam perjanjian pengadaan barang/jasa pada Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli, pihak penyedia barang/jasa mempunyai kedudukan yang lebih lemah, hal ini karena semua hak dan kewajiban pihak penyedia barang/jasa telah ditetapkan oleh pihak Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli secara sepihak di dalam dokumen kontrak dalam bentuk perjanjian baku.

Disamping itu secara teknis dan administatif, pihak penyedia barang/jasa tidak mempunyai kedudukan yang sejajar dengan pihak Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli. Pihak penyedia barang/jasa tunduk pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh pihak Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli serta wajib memberikan laporan-laporan yang diinginkan oleh pihak Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli terutama mengenai kemajuan pekerjaan. Selain itu pihak Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli dapat pula memberikan sanksi kepada pihak penyedia barang/jasa, selanjutnya pihak penyedia barang/jasa harus memberikan jaminan-jaminan baik yang bersifat teknis maupun jaminan lainnya.

Oleh karena itu, dalam perjanjian Pengadaan Bahan Makanan Keperluan Narapidana/Tahanan pada Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli, asas persamaan hak dan asas keseimbangan yang terdapat dalam hukum perjanjian dan KUHPerdata tidak begitu diperhatikan. Hal ini terlihat bahwa hak penyedia

barang/jasa hanyalah menerima pembayaran sesuai dengan hasil pekerjaan. Keterlambatan pembayaran atas pekerjaan yang dilakukan tiap bulannya tidak dimuat sanksinya dalam Surat Perjanjian (kontrak). Untuk itu diperlukan jaminan pembayaran dan dimasukkan sanksinya dalam Surat Perjanjian (kontrak) apabila pihak Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli melakukan keterlambatan pembayaran.

Analisis penulis terhadap Surat Perjanjian (kontrak) pengadaan tersebut bahwa dokumen kontrak pengadaan tersebut lebih melindungi kepentingan pihak Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli. Dari kedua kontrak yang dianalisis, tidak terdapat pasal yang menentukan mengenai wanprestasi yang dilakukan oleh pengguna barang/jasa.

Dokumen terkait